Anda di halaman 1dari 30

RAGAM TUTUR BAHASA PADA KESENIAN JARANAN DOR

JOMBANGAN SEBAGAI BENTUK PEMERTAHANAN ADAT DAN


BAHASA JAWA

MAKALAH

Oleh

Kelompok 6

1. Ristina Dwi (216003)


2. Clarisa Fitriyanti (216010)
3. Zuane Della Oktavia (216018)
4. Dinda Trijayanti (216027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
RAGAM TUTUR BAHASA PADA KESENIAN JARANAN DOR
JOMBANGAN SEBAGAI BENTUK PEMERTAHANAN ADAT DAN
BAHASA JAWA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiolinguistik Dosen Pengampu


Dr. Heny Sulistyowati, M.Hum

Oleh

Kelompok 6

1. Ristina Dwi (216003)


2. Clarisa Fitriyanti (216010)
3. Zuane Della Oktavia (216018)
4. Dinda Trijayanti (216027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
MEI 2023/2024

i
PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan anugrah-Nya, sehingga kami selaku mahasiswa Sekolah Tinggi
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Jombang
Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dapat menyelesaikan makalah ini pada tanggal
6 Mei 2023.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Heny
Sulistyowati, M.Hum, selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiolinguistik, karena
sudah membimbing kami. Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini. Sehingga pembuatan atau peneliti makalah ini dapat selesai tepat
waktu.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah adalah untuk
menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Sosiolinguistik. Selain itu, kami juga
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik mungkin, sehingga
berdampak/menghasilkan sesuatu hal yang memuaskan dan sesuai dengan
keinginan.

Jombang, 10 Mei 2023

Peneliti

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................4
2.1 Sosiolinguistik............................................................................4
2.2 Pemilihan Bahasa......................................................................4
2.3 Tindak Tutur Bahasa................................................................5
2.4 Pemertahanan Bahasa..............................................................5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................7
3.1 Metode Penelitian......................................................................7
3.2 Sumber Data Penelitian............................................................7
3.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian.....................................8
3.4 Teknik Analisis Data Penelitian...............................................9
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................11
4.1 Judul Wawancara......................................................................11
4.2 Data Narasumber......................................................................11
4.3 Data Pewawancara....................................................................11
4.4 Waktu dan Tempat Wawancara...............................................11
4.5 Transkip Hasil Wawancara......................................................11
4.6 Analisis Data..............................................................................19
BAB V PENUTUP.................................................................................22
5.1 Simpulan....................................................................................22
5.2 Saran...........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................23
LAMPIRAN...........................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berinteraksi dan bersosialisai dengan
manusia lainnya. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan maksud, ide, pikiran, maupun perasaannya kepada orang lain
(Devianty, 2017). Dengan adanya bahasa kita bisa berinteraksi dengan mudah
dengan orang lain. Sebaliknya, jika tanpa bahasa tentu akan menyulitkan
sesorang untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginan maupun
harapannya. Jadi, penting bagi seseorang untuk menguasai dan terus
meningkatkan kemampuan berbahasanya.
Menurut Keraf dalam (Arsanti & Setiana, 2020) pada dasarnya, bahasa
memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan
seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi
sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk
melakukan kontrol sosial.
Suwito menjelaskan dalam (Rohmadi dan Saddhono, 2018) sosiolinguistik
ditempatkan sebagai sebuah kedudukan bahasa yang berada dalam suatu
interaksi atau hubungan antar mitra tutur di masyarakat. Sosiolinguistik
memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi yang paling
utama, serta bagian menjadi pada masyarakat dan kebudayaan tertentu.
Sejalan dengan itu Meyerhoff dalam (Kurniasih dan Zuhriyah, 2017)
berpendapat bahwa kajian sosiolinguistik digunakan sebagai langkah
menganalisis suatu penggunaan bahasa sesuai susunan bahasa dan sikap
terhadap bahasa yang digunakan. Akan tetapi hanya beberapa kajian
sosiolinguistik yang dapat ditinjau secara sistematis dengan teknik
pengambilan data rekaman pembicaraan dan pemahaman yang baik tentang
bagaimana latar belakang penutur dan mitra tutur dalam suatu peristiwa di
suatu daerah atau komunitas. Dalam sebuah kajian sosiolinguistik, tentu
terdapat sebuah perstiwa tutur yang melibatkan penutur dan mitra tutur. Dalam
suatu peristiwa tutur tersebut tidak hanya ditemukan tuturan antar dua belah
pihak, melainkan tak jarang juga terdapat pihak ketiga dalam tuturan tersebut.
Peristiwa tutur merupakan sebuah aktivitas yang berlangsung dengan adanya
interaksi dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yakni penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan atau bahasan dalam
suatu waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 2004).
Salah satu bahasa yang digunakan dalam kelompok masyarakat yaitu
Bahasa Jawa. Ada sekelompok penutur yang tetap setia menggunakan bahasa
Jawa dalam berkomunikasi, meskipun mereka juga menguasai bahasa
Indonesia. Bahasa Jawa tetap dipakai dalam pertunjukan kesenian tradisional

1
di Jawa Tengah. Bahasa yang dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan
dalam pertunjukan tersebut meliputi bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan
mungkin bahasa Arab. Bahasa itulah yang dikuasai oleh masyarakat pelaku
kesenian tradisional. Penggunaan bahasa-bahasa tersebut erat berkaitan
dengan fungsi bahasa dalam masyarakat penuturnya. Penggunaan bahasa
tersebut bisa berupa tuturan atau tembang yang digunakan dalam pertunjukan
kesenian tradusional. Dengan demikian, akan ada bahasa yang dipilih untuk
menyampaikan pesan dalam kesenian tradisional tersebut.
Dari pengamatan yang peneliti lakukan, pelaku kesenian tadisional di Jawa
Timur cenderung masih menggunakan bahasa Jawa dalam mengekpresikan
bentuk keseniannya. Bahasa Jawa masih dipertahankan oleh kelompok pelaku
kesenian tradisional di tengah arus globalisasi yang terus-menerus
‘menggempur’ kehidupan kita. Tuntutan agar kesenian kian mengglobal
menyebabkan bahasa yang digunakan juga harus menyesuaikan. Namun
dalam dalam konteks kesenian tradisional ternyata para pelaku kesenian masih
mempertahankan bahasa Jawa sebagai bentuk ekspresi tuturan yang
berhubungan dengan kesenian tersebut. Kesenian tradisional yang masih
menggunakan bahasa Jawa dalam mengekspresikan seninya salah satunya
yakni kesenian jaranan.
Dalam kesenian jaranan terutama jaranan jombangan (Dor) tentunya setiap
proses kegiatan jaranan memiliki ragam tuturan yang diucapkan oleh setiap
pemainnya. Kami meneliti salah satu jaranan khas Jombangan yaitu Jaranan
Dor Turonggo Seto. Jaranan Turonggo Seto yang sudah berdiri sejak tahun
2019 serta pemiliknya bernama Adit Puji Prasetya. Mempunyai tujuan untuk
melestarikan budaya Jawa melalui kesenian jaranan. Dari paparan di atas, hal
inilah yang membuat peneliti menjadikan objek untuk meneliti lebih dalam
“Ragam Tutur Bahasa pada Kesenian Jaranan Dor Jombangan sebagai Bentuk
Pemertahanan Adat dan Bahasa Jawa”. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana ragam tutur bahasa pada kesenian Jaranan Dor
Jombangan yang bertujuan untuk melestarikan dan mempertahankan warisan
budaya Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka
dapat dirumusan masalah yang dapat dipecahkan mahasiswa, yakni bagaimana
ragam tutur bahasa pada kesenian Jaranan Dor Jombangan sebagai bentuk
pemertahanan adat dan Bahasa Jawa?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka
terdapat sebuah tujuan yang dapat diperoleh mahasiswa, yakni
mendeskripsikan ragam tutur bahasa pada kesenian Jaranan Dor Jombangan
sebagai bentuk pemertahanan adat dan Bahasa Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian

2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai
berikut :
1. Bagi mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan bahasa
khususnya ragam tutur bahasa di bidang sosiolinguistik.

2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan
untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, berkaitan dengan ragam bahasa
yang dituturkan oleh bidang pekerjaan tertentu.

3
BAB II. LANDASAN TEORI
Teori-teori yang digunakan untuk acuan atau pedoman penelitian yakni
mengenal teori sosiolinguistik, pemilihan bahasa, tindak tutur bahasa dan
pemertahanan bahasa, ataupun teori-teori lain yang relevan dengan penelitian ini.
2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik berasal dari dua unsur kata, yaitu sosio-dan linguistik. Kita
mengetahui arti linguistik, yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan
bahasa, khususnya unsur- unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan
hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan
unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan
dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi
masyarakat (Kholidah, 2015). Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara
sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat
erat (Chaer & Agustina, 2010).
Tentang sosiologi telah banyak batasan yang telah dibuat oleh para
sosiolog, yang sangat bervariasi, tetapi yang intinya kira-kira adalah bahwa
sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam
masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam
masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi,
berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan
segala masalah sosial dalam satu masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan
menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat.
Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang
ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara
mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin
yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di
dalam masyarakat.
Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati
sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat
atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat
manusia. sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner
dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan
faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.
2.2 Pemilihan Bahasa
Pilihan bahasa selalu muncul bersama dengan adanya ragam bahasa. Karena
itu mengkaji pilihan bahasa jelas merupakan aspek penting dalam sosiolinguistik.
Jika kita berbicara tentang pilihan bahasa, hal pertama yang muncul di benak kita

4
adalah "seluruh bahasa" yang ada dalam suatu masyarakat, atau lebih-lebih pada
seseorang. Kita akan membayangkan ada orang menguasai dua atau beberapa
bahasa dan harus memilih salah satu bahasa jika dia berbicara. Istilah masyarakat
aneka bahasa sendiri itu juga mengacu kepada beberapa bahasa dan pilihan bahasa
yang dipergunakan.
Tiga jenis pilihan bahasa yang biasa dikenal dalam kajian sosiolinguistik,
yaitu alih kode, campur kode, dan variasi dalam bahasa. Pertama, alih kode (code
switching) artinya peralihan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain dalam tuturan
bahasa. Misalnya si A menguasai tiga bahasa (Indonesia, Jawa, Inggris), dia dapat
beralih kode dengan tiga bahasa tersebut. Dari ketiga bahasa tersebut bahasa mana
yang dipilih bergantung pada banyak faktor, antara lain lawan bicara, topik,
suasana, dan faktor lainnya yang mendukung seseorang untuk beralih kode.
Kedua, campur kode artinya penutur menyelipkan unsur- unsur bahasa lain ketika
sedang memakai bahasa tertentu. Misalnya si B berbicara memakai bahasa
Indonesia tetapi dalam kalimat yang dituturkan tersebut diselipkan unsur-unsur
bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Ketiga, variasi dalam bahasa
yang sama (variation within the same language). Jenis pilihan bahasa ini sering
menjadi fokus kajian tentang sikap bahasa, misalnya jenis pilihan bentuk "sor-
singgih" dalam bahasa Bali atau "ngoko-krama" dalam bahasa Jawa, variasi unda-
usuk dalam kedua bahasa itu ada dalam "bahasa yang sama". Variasi dalam bahasa
yang sama dianggap sebagai masalah pilihan bahasa. Pilihan bahasa itu mencakup
penutur ekabahasawan dan dwibahasaan, bisa alih kode maupun campur kode.
Dari ketiga jenis pilihan bahasa tersebut yang paling besar konsikuensinya adalah
jenis alih kode, karena jenis itulah yang dapat menimbulkan pergeseran dan
kepunahan bahasa.
2.3 Tindak Tutur Bahasa
Mulyana dalam (Azila & Febriani, 2021) menyatakan bahwa “bahasa Jawa
merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan sebagai sarana komunikasi
dalam kehidupan sehari-hari antara seseorang dengan orang lain oleh masyarakat
Jawa”. Artinya, bahasa jawa digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa untuk
berkomunikasi dalam menjalankan interaksi sosial sesama pengguna bahasa Jawa.
Didalam bahasa Jawa dikenal dengan berbagai tingkat tutur. Pada versi lama,
terdapat tiga tingkat tutur bahasa Jawa yaitu ngoko, madya, dan krama. Namun
seiring dengan berjalanya waktu, bahasa Jawa mengalami peleburan yang
disebebkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah karena modernisasi,
penggunaan tingkatan bahasa Jawa diperpendek menjadi dua, yaitu bahasa Jawa
ngoko dan krama. Perubahan yang terjadi tidak sertamerta diubah tanpa suatu
dasar. Penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dalam kalangan anak muda
cenderung hanya mengenal dua tingkatan saja yaitu ngoko dan krama. Atas dasar
tersebut pada linguis muda memikirkan, meneliti, serta memutuskan bahwasanya

5
bahasa Jawa yang terbaru atau disebut gagrag anyar menggunakan dua tingkatan
saja.
2.4 Pemertahanan Bahasa
Ada berbagai sebab atau alasan mengapa suatu bahasa punah atau tidak
digunakan lagi oleh penutur-penuturnya. Satu di antaranya adalah adanya
dominasi bahasa atau dialek yang lebih besar baik secarar demografis, ekonomis,
sosial, atau politis, seperti apa yang dialami oleh bahasa daerah dari tekanan
bahasa Indonesia. Untuk pemertahanan bahasa Jawa, kebijakan pembinaan bahasa
Jawa haruslah memberi peluang yang seluas-luasnya bagi penutur-penuturnya.
Pemeliharaan sebuah bahasa tidak cukup hanya dengan usaha
mendekskripsikan sistem kebahasaan dan wilayah pemakainya, seperti yang telah
dilakukan oleh para ahli bahasa selama ini. Namun, yang tidak kalah penting dari
itu semua adalah penumbuhan rasa bangga dalam diri penutur-penutur Jawa untuk
menggunakan bahasanya. Dengan usaha di atas, niscaya bahasa Jawa akan tetap
bertahan dalam jangka waktu panjang. Pemertahanan bahasa dapat dilihat dari
cara penutur-penuturnya menggunakan bahasa dalam berinteraksi. Semakin
sedikit penutur yang menggunakan bahasa tersebut, maka lambat laut bahasa itu
akan punah dengan sendirinya (Kholidah, 2015).

6
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh
melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria
tertentu yaitu valid, reliabel, dan obyektif. Oleh karena itu, secara umum data
yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah.1 Adapun permasalahan yang akan
dikaji oleh penelitian dalam penelitiannya adalah merupakan masalah yang
bersifat sosial serta dinamis. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan,
mengolah, dan menganalisis data hasil penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus.
Yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai
ragam tuturan bahasa jawa yang terdapat pada kesenian jaranan dor
Jombangan. Studi kasus selalu berupaya mengkaji sebanyak mungkin data
mengenai subjek yang diteliti.2 Adapun data yang akan diteliti adalah ragam
tuturan bahasa jawa yang terdapat pada kesenian Jaranan Dor Jombangan,
serta hasil makna tiap-tiap kosakata yang ada pada kesenian jaranan dor
Jombangan sebagai bentuk pemertahanan Bahasa Jawa.
Penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen kunci yang mana
sebagai pengumpul data melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Yang mana dari data-data tersebut kemudian peneliti melakukan reduksi data
atau memilih hal-hal yang sesuai dengan fokus permasalahan setelah
disajikan dalam bentuk uraian singkat dan langkah yang terakhir adalah
memverivikasi data atau penarikan kesimpulan. Sejalan dengan pembahasan
metodologi tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif,
yaitu penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan suatu gejala, kejadian,
peristiwa yang terjadi pada masa sekarang. Dalam penelitian ini, peneliti
berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya,
yaitu tuturan bahasa yang ada pada kesenian Jaranan Dor Jombangan untuk
kemudian digambarkan sebagaimana adanya.
3.2 Sumber Data Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber data yang mana peneliti
memanfaatkannya untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Sumber data
dalam penulisan adalah subjek ketika data itu diperoleh. 3 Untuk memperoleh
data pada penelitian ini, adapun yang menjadi sumber data penelitian utama
dan sumber data penelitian tambahan ini yaitu:
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 3
2
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hal.
201.
3
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta 2010), hal. 7

7
1. Sumber data penelitian utama meliputi dokumentasi asli jaranan
dan wawancara dengan pemain jaranan.
2. Sumber data penelitian tambahan meliputi jurnal dan artikel
ilmiah.
.Dengan dilampirkannya data tersebut maka akan memperkuat hasil
penelitian yang dibutuhkan peneliti.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Penelitian kualitatif sebagai Human Instrument,
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber
data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data serta membuat kesimpulan atas semuanya. 4 Peneliti
menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan
dan proses jaranan. Kemudian peneliti mengamati langsung aktifitas dan
tuturan apa saja yang diucapkan para pemain jaranan saat melakukan
serangkaian acara dari izin kepada leluhur sampai acara penutupan. Bahkan
tidak berhenti sampai disitu peneliti juga mengadakan observasi melalui
beberapa dokumentasi kegiatan jaranan yang diberikan oleh para pemain
jaranan. Peneliti membuat lembar observasi sebagai alat memperoleh data
penelitian yang di dalamnya akan ada pengamatan tindakan dan perilaku
subjek penelitian.
b. Interview (wawancara)
Setelah melakukan observasi maka selanjutnya yaitu wawancara kepada
salah satu pemain jaranan. Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu.5 Peneliti menggunakan teknik wawancara ini untuk mengetahui
secara mendalam serta menemukan pengalaman-pengalaman informan atau
responden dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji. Wawancara
dilakukan dengan cara terbuka dengan salah satu pemain jaranan yang
menjadi objek. Melakukan wawancara dimakusdkan untuk menambah data
penguat terhadap hasil obeservasi yang telah dilakukan di lapangan.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tercetak pada peristiwa yang
sudah berlalu. Metode dokumentasi merupakan cara pengumpulan data
melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori,
pendapat, dalil atau hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
4
Sugiono, Metode penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2010). Cet Ke-9, hal. 304.
5
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
135.

8
penelitian.6 Oleh karena itu, dokumen sangat diperlukan untuk mengumpulkan
data sebagai bukti.
3.4 Teknik Analisis Data Penelitian
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola memilih mana
yang penting dan akan yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh sendiri maupun orang lain.7 Oleh karena itu, Teknik
analisis data diperlukan dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang
valid dan sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data dimulai dengan
melakukan wawancara terlebih dahulu dengan informan kunci, yaitu
seseorang yang benar-benar mengetahui dan memahami situasi serta kondisi
obyek suatu penelitian. Kemudian setelah melakukan wawancara, analisis
data dimulai dengan membuat Instrumen hasil wawancara, setelah peneliti
menulis hasil wawancara tersebut ke dalam instrumen penelitian kemudian
peneliti membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan reduksi data.
Analisis data memiliki tiga alur kegiatan sebagaimana yang diungkapkan
oleh Miles dan Huberman, yaitu :
1. Reduksi data

Proses pemilihan data, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak


perlu dan mengorganisasikan data dengan cara yang sedemikian rupa sampai
kesimpulan yang pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan atau verifikasi.

2. Penyajian data

Data diperoleh di lapangan yang berupa obeservasi, hasil wawancara dan


dokumentasi yang akan dianalisis sehingga dapat memperoleh data deskripsi
tentang ragam tutur bahasa yang ada pada kesenian Jaranan Dor Jombangan
sebagai pemertahanan bahasa.

 Tuturan (kosa kata yang memerlukan arti) : Merah

3. Penarikan kesimpulan

Kegiatan yang menggambarkan secara utuh hasil dari objek yang diteliti pada
proses penarikan kesimpulan menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk dimana penyajian datanya melalui informasi tersebut. Sedangkan
6
Nur Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 191.
7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta 2010), hal. 335.

9
pengambilan kesimpulan yang dilakukan peneliti dalam dalam rangka untuk
mencari hasil dari objek penelitiannya.

10
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Judul Wawancara : Analisis variasi bahasa pada kesenian Jaranan
Dor
Jombangan sebagai bentuk pemertahanan adat dan
Bahasa Jawa
4.2 Data Narasumber
Nama : Adit Puji Prasetya
Tempat/Tgl Lahir : Jombang, 14 April 2004
Alamat : Dusun Nglebak
RT/RW : 007/003
Kel/Desa : Nglebak
Kecamatan : Bareng
Agama : Islam

Nama : Anggi Puji Prasetya


Tempat/Tgl Lahir : Jombang, 14 April 2004
Alamat : Dusun Nglebak
RT/RW : 007/003
Kel/Desa : Nglebak
Kecamatan : Bareng
Agama : Islam

4.3 Data Pewawancara


Pewawancara 1 : Zuane Della Oktavia
Pewawancara 2 : Clarisa Fitriyanti
Pewawancara 3 : Dinda Trijayanti
Pewawancara 4 : Ristina Dwi
4.4 Waktu dan Tempat Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal :Selasa, 9 Mei 2023
Waktu :19.00-20.05 WIB.
Alamat :Jl Dokter Soetomo, Serning, Banjaragung,
Kec. Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur 61474.

11
Mantra
Bismillahirohmanirrohiim
Assallamuallaikum Wr. Wb. Sugeng rawuh poro simbah sesepuh danyang, nyai
danyang ten seputaran (sebutkan nama daerah tempat acara jaranan). Niat ingsun
manjing ingkang kulo si jabang bayine (sebut nama anda), badhe ngundang sang
hiyang moyo kakang kawah adi ari-ari papat jejer kalimo pancer, ingsun ingkang
kulo aturi rawuh simbah (sebut nama indang yang di inginka) ing njero badan
ingsun karno allah.

Mantra Tolak Balak


Wes cumawes tolak balak seng sengkolo
Duh sang kyai ang raket toto sesaji kanggo srono goniro darbe panjangko
binantuo berkah Basuki yuwono kang becik ketitik kang olo bakal ketoro sesanti
rahayu wahyu budoyo tetep joyo

Duh gusti kulo nyuwon pangapuro mugi kaliso ing sambi kolo
Duh gusti kulo nyuwon pangayoman mugio rahayu
Wahyu budoyo jaranan campursari
Monggo ssami tansah dipun uri-uri
Wahyu budoyo-wahyu budoyo
Mugi kelas soing sambi kolo

Mantra mengusir hujan


Sun mata ajiku si bocah wewe putih
Wewe puteh gendonganku kudungono
Nganti mendung catan katon wong
Sewu podo lamus pitos tan ono weruh
Songko kersane allah

Mantra pengobatan abadi


Assallamuallaikum wr. Wb.
Sinden-sinden seng ten dalem e rogone (jenenge sing ndandi) kulo aturi tindak
menyang asal e.

Assallamuallaikum wr. Wb.


Keparing dening poro sesepuh wini sesepuh wini sepuh poro danyang, kaki
danyang deso (nama desa pementasan) kulo badhe ajeng e nyuwun ijin
ngadangaken pagelaran jaranan (nama paguyuban jaranan) mugi pinaringan lancar
ngantos sak buyar pagelaran.

12
4.5 Transkip Hasil Wawancara
Pewawancara 1 : “Assallamuallaikum Wr. Wb.
Narasumber :“Wallaikumsallam Wr. Wb.
Pewawancara 1 : “Disini saya mau perkenalan dulu dengan masnya sama teman-
teman. Nama saya Zuane Della Oktavia.
Pewawancara 2 : “Saya Clarisa fitriyanti”.
Pewawancara 3 : “Saya Dinda Trijayanti”.
Pewawancara 4 : “Dan saya Ristina Dwi”.
Pewawancara : “Masnya namanya siapa?”.
Narasumber : “Nama saya Adit Puji Prasetya”.
Pewawancara : “Mas Adit Prasetya. Disini saya mau izin untuk mewawancarai
masnya sebentar, mungkin tanya-tanya beberapa
pertanyaan. Tujuan disini saya untuk mewawancarai
masnya untuk tugas UTS. Bisa dimulai iya mas.
Pewawancara : “Mungkin dari jaranan sendiri itu ciri khasnya apa iya
mas?”.
Narasumber : “Macem-macem mbak, jadi kuda lumping itu ada
beberapa jenis. Misalnya ada kuda lumping Pegon, Jathilan,
ada juga Dor. Terutama Dor ini ciri khas dari Jombang”.
Pewawancara : “Pegon itu apa iya mas?”.
Narasumber : “Kalau Pegon itu kuda lumping yang apa iya namanya,
sejenis Sintherewe atau Jathilan. Jadi memakai cambuk”.
Pewawancara : “Cambuk?”
Narasumber : “Iya, memakai cemeti atau pecut, yang biasanya jadi ciri
khas kuda lumping pegon itu dari kepalanya. Kalau jenis
kuda lumping pegon itu dari kepalanya besar.
Pewawancara : “Yang kepalanya saja itu iya?”
Narasumber : “Bukan, kayak misalnya seperti kuda lumping Samboyo
Putro, Wayang Koro itu sejenis kuda lumping pegon”.
Pewawancara : “Mungkin ada tata cara atau awalan dari memulai kegiatan
jaranan itu apa?”.

13
Narasumber : “Untuk pementasan iya rutinitas seperti biasa. Jadi kita ke
makam sesepuh desa itu dulu untuk izin, dan semoga diberi
kelancaran dalam pementasan sudah”.
Pewawancara : “Mas misalkan kalau nggak izin apa yang akan terjadi?”
Narasumber : “Iya banyak sih kejadian yang semisal dari anggota saya
yang kesurupan nggak bisa sembuh. Kebanyakan seperti
itu”.
Pewawancara : “Oh iya mas kan desanya itu awal kegiatannya kaya ada
apa doa-doa gitu loh, ritual dulu apa namanya? Itu kaya
gimana?”.
Narasumber : “Oh suguh sesaji, itu intinya sama seperti kaya kita apa ke
makam sesepuh itu tadi”.
Pewawancara : “Itu kan kayak biasanya pernah liat kayak ada apa
cobek,layah gitu loh mas itu apa aja kayak isinya?”.
Narasumber : “Isinya yah kayak kelapa, cok bakal, kemenyan, dan lain-
lain”.
Pewawancara : “Kalau alat-alatnya seperti apa?”.
Narasumber : “Kalau alat cenderung apa iya, ini alat jaranan dor apa
pegonnya?”.
Pewawancara : “Kalau jenis pegonnya apa?”.
Narasumber : “Kalau jenis pegon iya hampir sama seperti dor. Gamelan,
Kendang. Kenong, Gong, Saron itu”.
Pewawancara : “Kalau yang satunya tadi?”.
Narasumber : “Kalau yang dor itu hampir sama ada Gamelan, Kendang,
Kenong, Gong, Saron, Cuma bedanya Cimplung dan Jidor
kalau jaranan dor”.
Pewawancara : “Itu tariannya itu cewek atau cowok mas? yang sering
dipentaskan”.
Narasumber : “Kalau yang sering ya kebanyakan iya cowok, kalau
perempuan jarang”.
Pewawancara : “Itu pemainnya berapa orang mas?”
Narasumber : “Kalau sejenis Pegon itu maximal 6 orang, 6 kuda, 3
celeng, itu kalau pegon. Kalau jaranan Dor cuman apa 4
kuda kadang ada 1 besut”.

14
Pewawancara : “Apa itu besut mas?”.
Narasumber : “Kayak pengawal kuda, sejenis itu lah”.
Pewawancara : “Tata cara pementasannya itu dari awal sampai akhir itu
ada apa aja mas? tadikan ada sesepuh dulu trus ada suguh
sesaji juga”.
Narasumber : “Iya apa iya namanya sejenis sambutanlah untuk para
penonton, trus acara pertama kalau jaranan dor, acara
pertama jaranan, trus kemudian Bujang Ganong atau
Ganongan, yang ketiga kuda lumping lagi, yang ke empat
banthengan
Pewawancara : “Semua proses kegiatan memakan waktu berapa lama
biasanya?”.
Narasumber : “Sekitar 5 sampai 6 jam”.
Pewawancara : “Mungkin dari beberapa proses ada maknanya sendiri itu
maknanya apa?”.
Narasumber : “Kalau jaranan dor melambangkan pasukan Majapahit itu
ciri khasnya
Pewawancara :” Masnya itu punya jaranan sendiri itu dari kapan?”.
Narasumber : “Dari 2019 kayaknya”.
Pewawancara : “Jenis-jenis jaranan itu jadi ada kaya Jathilan gitu iya mas,
trus pegon”.
Narasumber : “Tapi kalau apa kesenian saya pribadi itu cenderung ke
dor yang ciri khas asli Jombang”.
Pewawancara : “Pertama njenengan punya sendiri itu awalnya gimana
mas? ikut-ikut an apa atau ada yang dari keluarga samian
kayak turun temurun atau gimana?”
Narasumber : “Kalau saya berawal dari tahun 2018 itu saya masih ikut
orang lain dan itu masih duduk dibangku SMP”.
Pewawancara : “SMP mana mas?”.
Narasumber : “SMP Bareng”.
Pewawancara : “Oh ya mas boleh ngga kita itu kayak tanya tentang
mantranya kayak misal bahasanya walaupun nggak arab
gitu?”

15
Narasumber : “Sebenarnya kalau mantra ngga anuh sih, ngga semua
orang bisa gitu, jadi ketika meramalkan mantra itu ada
puasa-puasanya tertentu, semisal puasa muteh”.
Pewawancara : “Itu berapa hari mas?”
Narasumber : “Nggak tentu juga, ada yang 3 hari, ada yang 7 hari”.
Pewawancara : “Itu paling lama?”.
Narasumber : “Iya 7 hari pokoknya harus ganjil nggak boleh genap”.
Pewawancara : “Yang berhak memimpin suguh sesaji itu siapa mas?”
Narasumber : “Ketua jaranan atau Bopo”.
Pewawancara : “Jadi samian belum kayak semisal jadi bopo atau gimana
gitu? nggak iya mas?”
Narasumber : “Nggak”.
Pewawancara : “Ada sendiri berati iya mas?”.
Narasumber : “Ada sendiri”.
Pewawancara : “Makna dari Ganongan sendiri itu apa mas?”.
Narasumber : “Ganongan itu sebenarnya bukan dari Jombang, dari
Ponorogo, kalau Ganongan diambil dari sejarah Reog
sebenarnya, kalau orang zaman dulu di jaranan dor itu
Penthulan atau Topengan itu. Cuma sekarang kan zaman
uda maju akhirnya diganti Bujang Ganong atau Ganongan”.
Pewawancara : “Oh iya mas pakaiannya itu namanya apa?”.
Narasumber : “Pakaiannya iya kostum bisa seragam”.
Pewawancara : “Biasanyakan ada nama-namanya. Nama pakaiannya
apa?”.
Narasumber : “Kalau yang seperti apa namanya yang di dada kayak
rompi itu namanya KCKC
Pewawancara : “Apa itu mas? singkatan atau apa KCKC itu?”
Narasumber : “Kurang paham saya juga, untuk apa iya namanya kayak
sebagai pelengkap, ibarat orang kalau mau berperang itu
sebagai rompi”.
Pewawancara : “Kalau jaranan itu wajib pakai udeng atau nggak mas?”.
Narasumber : “Nggak harus”.

16
Pewawancara : “Dijaranan itu ada kayak Rogo Sukmo iya mas?”.
Narasumber : “Rogo Sukmo? Sebenarnya bukan rogo sukmo, jadi
semisal orang mau kesurupan itu rohnya kesimpang dulu,
tapi jin atau setan itu nggak masuk cuman deket gitu aja.
Jadi rohnya kesimpang trus setannya itu tadi deket sama
orang itu tadi. Kebanyakan orang yang pikirannya kosong
itu mudah kesurupan”.
Pewawancara : “Trus yang kepala pegon yang tadi, setiap pegon itu ada
isinya apa mas?”.
Narasumber : “Oh nggak se, tergantung orang masing-masing ada yang
isi ada yang ngga”.
Pewawancara : “Itu ngisinya kayak ada orang khusus gitu iya mas?”.
Narasumber : “Iya khusus”.
Pewawancara : “Kalau di pementasan jaranan apakah ada sindennya?”.
Narasumber : “Iya wajib, kalau nggak ada sindennya serasa sepi gitu?”.
Pewawancara : “Berapa sinden biasanya mas?”
Narasumber : “Iya cukup 1 kalau jaranan”.
Pewawancara : “Buat penutupnya itu masi ada ritual itu apa gimana?”.
Narasumber : “Nggak, cukup acara penutup tari banthengan itu tadi”.
Pewawancara : “Masnya punya dokumentasi kayak video jaranan gitu?”.
Narasumber : “Ada”.
Pewawancara : “Di Youtube?”.
Narasumber : “Iya di Youtube”.
Pewawancara : “Channel nya apa mas?”.
Narasumber : “Nggak tau, lupa juga”.
Pewawancara : “Nanti mau saya lihat di youtube”.
Narasumber : “Saya kirim link ke mbak Clarisa iya?”
Pewawancara : “Iya boleh silahkan”.
Pewawancara : “Oh iya mas kalau dijaranan itu saya pernah lihat dimedia social
ada yang makan ayam mentah-mentah sama ular, itu
beneran dilakukan dengan sadar atau gimana mas?”.

17
Narasumber : “Iya bener memang”.
Pewawancara : “Ditelan beneran?”.
Narasumber : “Soalnya saya sendiri kalau apa kesurupan juga gitu, makannya
makan lampu kalau saya sendiri”.
Pewawancara : “Kalaau uda sadar gitu trus ngga ada kayak kesakitan atau gimana
mas?”
Narasumber : “Kalau kesakitan itu pasti. Cuma kayak pegel-pegel gitu”.
Pewawancara : “Nggak sampek dibawah kerumah sakit? Kan itu pecahan kaca iya
mas”.
Narasumber : “Nggak sampek”.
Pewawancara : “Tak kira itu bohongan kayak makan ayam mentah sama ular kan
ada di youtube banyak video-vidio.”
Narasumber : “Iya ada beberapa sebenarnya, ada beberapa orang yang memakai
trik, tapi ada beberapa orang yang kesurupan beneran”.
Pewawancara : “Trus yang cewek-cewek itu katanya disosial media itu
kayak gimix kesurupannya boongan yang biasanya matanya
ke atas gitu loh kaya kesurupan itu beneran atau gimana?”.
Narasumber : “itu Cuma boongan, kalau orang jaman dulu
kesurupannnya matanya merem, tingkah polah nggak kayak
biasanya, jadi beda dengan kepribadiannya”.
Pewawancara : “Jadi kalau nyadarin juga boponya gitu iya mas?”.
Narasumber : “Iya”.
Pewawancara : “Di Jombang kira-kira ada berapa iya mas? yang kayak punya
jaranan sendiri, kalau yang masnya kenal”.
Narasumber : “Kalau saya sendiri sekitar 12 orang yang saya kenal”.
Pewawancara : “Disetiap gerakan apakah ada sebutan namanya?kayak gerakan
khusus atau apa gitu”.
Narasumber : “Kalau nama si ngga anu ya, ngga tau juga. Cuma kan tarian atau
kembangan sebagai ciri khas gitu”.
Pewawancara : “Oh iya mas nanti boleh iya kalau jaran ini tak promosiin ke
temen-temen. Jadi jaranan yang mas punya itu dirumah gitu
iya mas?”.
Narasumber : “Iya”.

18
Pewawancara : “Kalau tokoh-tokoh dalam jaranan sebutannya apa saja?”.
Narasumber : “Cenderung ke apa iya, cenderung disebut pemain atau wayang
kalau untuk pemain jaranan iya wayang jaranan”.
Pewawancara : “oh iya mas kan proses mainnya 5 sampai 6 jam kira-kira 1 hari
setiap acara berapa kalau boleh tau?
Narasumber : “Harganya?”.
Pewawancara : “Iya mas”.
Narasumber : “Kalau harga tergantung jarak tempuh juga”.
Pewawancara : “Kalau semisal di Wonosalam gitu?”.
Narasumber : “Kalau Wonosalam sekitar Rp. 2.500.000,00”.
Pewawancara : “Kalau Di Jombang kota?”.
Narasumber : “Kalau di Jombang kota paling ngga iya nambah Rp. 500.000,00”.
Pewawancara : “3 Juta berati”.
Narasumber : “Iya”.
Pewawancara : “Itu harganya sama iya mas buat Khitan sama Ultah atau beda-
beda?”.
Narasumber : “Sama juga, iya tergantung minta acara apa aja gitu, kalau acara
lengkap iya itu tadi Rp. 2.500.000,00”.
Pewawancara : “Kan jaranan itu banyak iya mas pemainnya, kalau dibagi jadi
berapa?”.
Narasumber : “Kalau dari panjak atau pemukul gamelan itu mulai dari kendang
itu 100”.
Pewawancara : “Oh yang kayak bagian alat musik gitu iya?”.
Narasumber : “Iya, kalau Demung itu saron yang besar-besar itu loh, saron itu
sejenis Bahasa mainnya itu ting-ting itu loh, itu sekitar 150 an”.
Pewawancara : “Kalau yang penari jaranan?”.
Narasumber : “Kalau penari paling rendah Rp. 75.000,00, beda kalau pemain
ganongan itu beda lagi, itu 1 0rangnya 100 bisa Rp.
150.000,00”.
Pewawancara : “Itu mainya 5-6 jam konsumsinya bawa sendiri atau dari pemilik
rumah yang punya acara “.

19
Narasumber : “Kalau konsumsinya dari yang punya hajatan”.
Pewawancara : “Kalau yang buat sesajen itu dari mana mas?”.
Narasumber : “Biasanya dari pemilik rumahnya yang beli sesajen lengkap gitu”.
Pewawancara : “Jidor itu dari jaranan iya mas atau beda lagi sama cimplung?”.
Narasumber : “Jidor itu alat musik sih sebenarnya, nah cimplung itu ciri khas dari
Jombang, jadi kenapa disebut jaranan dork arena memakai
Jidor itu tadi, seperti bedog sejenis itu cuman nggak terlalu
besar”.
Pewawancara : “Oh iya mas yang bau wewangian di jaranan itu harus ada iya
mas?itu minyak apa namanya?”
Narasumber : “Iya itu harus ada, itu namanya Jafaron sama Fambo, biasanya beli
di penjual bunga yang buat kemakam”.
Pewawancara : “Oh iya mas Terimakasih untuk waktunya hari ini dan
informasinya, mohon maaf bila kita ada salah kata maupun
perbuatan, mohon maaf yang seikhlas-ikhlasnya,
wassallamuallaikum wr. wb.
Narasumber : “Wallaikumsallam wr. wb.

4.6 Analisis Data


NO
KOSA KATA LAMBANG MAKNA
.
1 Suguh Sesaji sUgUh səsaji Menyajikan persembahan
2 Kemenyan kəmənan Olibanum
Pemangku irama lagu
3 Saron sarɔn
larads
Celeng yang terlihat rakus
dan digambarkan pada
sebuah arti kehidupan
4 Celeng cələg’
yaitu segeralah
meninggalkan hal yang
buruk
5 Pesut pəsUt’ cambuk
Seorang patih mudah yang
6 Bujang Ganong bUjaŋ ganOng’ cekatan, berkemauan
keras, cerdik, dam sakti
Menggambarkan sifat
7 barongan barongan’
keserakahan seseorang
Pada pertunjukan jaranan
8 Kace-Kace ?acə - ?acə buto memiliki 3
kedudukan karakter

20
Menggambarkan Asal
mula kehidupan terjadinya
seluruh isi alam semesta,
9 cok Bakal cok’ ba?al
mengingatkan pada awal
dan akhir perjalanan
hidup.
10 Bopo bOpO bapak
Penampilan tari dari
11 Kembangan Kəmbangan
pemain kesenian
Bayangan atau cerminan
12 Wayang wayang’ dari sejumlah sifat
manusia
Santapan yang disajikan
13 Sesajen səsajən kepada makhluk halus
sebagai sesembahan
alat musik yang cara
memainkannya adalah
dipukul dengan
14 Cimplung cīmp’lUng’ menggunakan alat pukul,
yang nantinya cimplung
akan berbunyi tung-tung-
tung.
alat musik ini merupakan
alat musik yang dipukul
15 jidor jīdOr dan menyerupai bentuk
dor yang biasa ada di
masjid.
16 Udeng udəng’ Identitas satria
pekerja seni sebagai
17 Sinden sīndən penyanyi pada sebuah
tarian jaranan
Kekuatan (terbuat dari
kayu berlilitkan sumbu
18 Cemeti cəmətī
dari bawah sampai keatas
semakin meruncing
19 Sesepuh səsəpUh pawang
Penari pentul umumnya
adalah perempuan dengan
mengenakan kebaya
20 Pentulan pəntUlan
berwarna cerah dilengkapi
dengan selendang
berwarna putih.
sebagai tirakat orang yang
sedang mendalami sebuah
21 Poso Puteh POsO pUtəh
ilmu kebatinan,
termasuk Mantra Jaranan
22 Kesurupan kəsUrUpan kerasukan
23 Pegon pəgOn Anyaman bambu yang

21
dibuat untuk properti
jaranan
Jaranan Dor Adalah
kesenian Kuda
Lumping yang
berkembang di Jawa
24 Dor dOr Timur, di Sebut Dor
karena menggunakan
perangkat alat musik Jidor
bukan Gong pada
umumnya
Jathilan berasal dari kata
jathil, yang mengandung
arti menimbulkan gerak
25 Jathilan Jat’hīlan
reflek melonjak, sebagai
tanda memperoleh
kebahagiaan.
Jafaron ini merupakan
minyak mistik ritual
26 Jafaron jafarOn khusus yang berfungsi
mendatangkan berbagai
macam khodam
Minyak wangi yang di
27 Fambo fambO
olesi ke property jaranan
Bangsawan / orang
28 Priyayi P’rīyayī
terhormat
merefleksikan semangat
heroisme dan aspek
29 Kuda Lumping kUda lUmpīng’ kemiliteran sebuah
pasukan berkuda atau
kavaleri.
Kesenian jaranan asli khas
30 mayang Koro ayang’ kOrO
kediri
jaranan pakemanya
menggunakan ketuk
31 Pakem pakəm
kenong, gong gumbeng,
kendang dan terompet.
Tempat pemakaman
32 Pundhen pUnd’hən
sesepuh desa setempat
Kuda kepang berkepala
33 Jaranan Buto Jaranan’ bUtO
raksasa
34 Layah layah’ cobek
35 Gamelan `gaməlaŋ memukul atau menabuh
36 Kendang kəndang’ Pamurbo irama
37 Kenong kəŋɔng’ Pemangku irama
38 Banthengan banthəngaŋ bersifat komunal, artinya
melibatkan banyak orang
didalam setiap

22
pertunjukannya.
39 Ritual rītUal ritual untuk berdoa dan
memohon agar kelancaran
pada melaksanakan
kesenian kuda lumping.
40 Sambutan sambUtaŋ Acara awal sebelum
kesenian jaranan di mulai
41 Mantra maŋtra Dibacakan saat ritual
dimulai
42 Reog rəɔg’ Kesenian yang
menggunakan topeng
besar dan berasal dari
ponorogo
43 Rompi rɔmpī Penutup tubuh
44 Rogo Sukmo rOgO sUkmɔ Menjumpai leluhur di
dimensi lain
45 Samboyo Putro SambOyO pUt’ ɔ Jaranan yang didirikan
pada tahun 1977
46 sintherewe sīntHərəwə Nama lain jaranan

BAB V. PENUTUP

5.1 Simpulan
Setelah peneliti melakukan pengamatan melalui dokumentasi video jaranan
banyak sekali tuturan Bahasa Jawa yang ada pada saat proses main jaranan. Setiap
tuturan bahasa pastinya memiliki beragam makna. Peneliti juga melakukan
wawancara dengan pemilik sekaligus pemain jaranan Turonggo Seto. Penelitian
ini menghasilkan beberapa data terkait ragam bahasa yang ada di dalam jaranan,
beragama kosakata yang mungkin tidak banyak orang ketahui. Dengan penelitian
ini dapat mempertahankan adat dan kebudayaan Bahasa Jawa agar tidak punah
dan tetap dilestarikan.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas. Saran
yang dapat disampaikan adalah semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk
semua orang. semoga penelitian ini dapat memberikan motivasi untuk lebih
banyak meneliti mengenai variasi bahasa. Peneliti lain disarankan untuk meneliti
bahasan
yang sama namun dengan topik yang berbeda.

23
DAFTAR PUSTAKA
Arsanti, M., & Setiana, L. N. (2020). Pudarnya Pesona Bahasa Indonesia di Media
Sosial (Sebuah Kajian Sosiolinguistik Penggunaan Bahasa
Indonesia). Lingua Franca: Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 4(1), 1-12
Azila, M. N., & Febriani, I. (2021). Pengguanan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Pada
Komunitas Pasar Krempyeng Pon-Kliwon di Desa Ngilo-ilo Kabupaten
Ponorogo (Kajian Sosiolinguistik). Metahumaniora, 11(2), 172-185.
Chaer, A. (2004) Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Devianty, R. (2017). Bahasa sebagai cermin kebudayaan. Jurnal tarbiyah, 24(2).
Kholidah, U. (2015). Pemertahanan bahasa Jawa pada interaksi siswa dan guru
dalam pembelajaran kajian sosiolinguistik di MTS Al-Hikmah Pasir
Demak. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 4(2), 105-114.
Kurniasih dan Zuhriyah (2017) ‘Alih Kode dan Campur Kode di Pondok
Pesantren Mahasiswa Darussalam’, 3(1), pp. 53–65. Available at:
http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/
Rohmadi dan Saddhono (2018) ‘Tuturan dalam pembelajaran bahasa indonesia
(kajian sosiolinguistik alih kode dan campur kode)’, 3, pp. 119–130.

24
LAMPIRAN

Link Youtube :

25
Pewawancara 1 : “Assallamuallaikum Wr. Wb.
Narasumber :“Wallaikumsallam Wr. Wb.
Pewawancara 1 : “Disini saya mau perkenalan dulu dengan masnya sama teman-
teman. Nama saya Zuane Della Oktavia.
Pewawancara 2 : “Saya Clarisa fitriyanti”.
Pewawancara 3 : “Saya Dinda Trijayanti”.

26

Anda mungkin juga menyukai