Anda di halaman 1dari 6

FALSAFAH PENDIDIKAN

Falsafah pendidikan merupakan bagian dari falsafah umum. Flasafah pendidikan (philosophy of education atau educational
philosophy) berupaya untuk memahami pendidikan secara keseluruhan, menginterpretasikannya berdasarkan konsep – konsep umum,
yang akan menjadi bimbingan baik dalam memilih dan menentukan tujuan pendidikan, maupun memilih dan merumuskan kebijakan
pendidikan.
Permasalahan umum pendidikan luar sekolah yang dikaji secara filsafiah pada umumnya berkaitan dengan empat hal :
1.      Hakekat kehidupan baik yang menjadi rujukan tentang kemana pendidikan luar sekolah harus mengarahkan tujuannya.
2.      Hakekat manusia yang menjadi peserta didik (warga belajar).
3.      Hakekat masyarakat itu sendiri yang dikaji berdasarkan dua alasan pokok; pertama, masyarakat merupakan masukan lingkungan
(environmental input) dan kedua, masyarakat umumnya menerima akibat dari upaya pendidikan luar sekolah.
4.      Hakekat kenyataan atau realitas, yang terdiri atas kenyataan yang disepakati (agreement reality) dan kenyataan yang dialami
(experiental reality) (Babbie, 1986).

Falsafah pendidikan yang akan dibahas dan dianggap mampu menopang falsafah pendidikan luar sekolah antara lain adalah (menurut
Sakahian, 1972:8) :
1) Falsafah Idealisme. Berdasarkan falsafah ini, pendidikan luar sekolah perlu mendinamisasi dua hal ; pertama, meningkatkan
kesadaran dan keakraban peserta didik terhadap seluruh potensi rohaniah yang dimilikinya, dan kedua, mengembangkan hubungan
yang selaras antara unsur rohani peserta didik dengan lingkungannya. Pendidikan luar sekolah merupakan upaya sadar untuk
mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan cipta pesrta didik untuk memberdayakan diri dan lingkungannya.
2) Falsafah Realisme. Berdasarkan aliran ini, pendidikan luar sekolah hendaknay memuat bahan – bahan belajar inti (core) yang
memungkinkan peserta didik dapat memahami lingkungan sekitar secara tepat. Aliran realis klasik menambahkan bahwa tujuan
pendidikan luar sekolah adalah untuk membantu peserta didik menjadi manusia yang dapat mengembangkan kemampuan
intelektual, berperilaku kreatif, cepat tanggap. Bersikap inovatif, dan empatik. Pendidikan luar sekolah juga membantu peserta
didik agar selalu mengembangkan diri.
3) Falsafah Pragmatisme. Filsafat ini menjelaskan bahwa dunia tidak terikat dan tidak pula bebas dari pikiran manusia. Menurut
aliran ini, pendidikan luar sekolah terdiri dari tujuan dan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan dan
kegiatan pendidikan luar sekolah hendaknya bersifat luwes (fleksibel) dan terbuka serta disusun secara rasional berdasarkan
kenyataan yang dihadapi. Tujuan pendidikan luar sekolah ialah meningkatkan atau mengembangkan kualitas manusia, sedangkan
kegiatan pendidikan luar sekolah merupakan upaya untuk tercapainya peningkatan dan pengembangan kualitas manusia tersebut.
Dalam kegiatan pendidikan, upaya pembinaan disiplin hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan perkembangan peserta
didik.

TEORI – TEORI KEPENDIDIKAN

Teori yang akan dibahas berkaitan dengan dua hal pokok ; pertama, merujuk pada hipotesa yang diverifikasi melalui observasi, dan
kedua mengandung arti sebagai cara berpikir sistematis dan konsisten. Empat teori yang akan dibahas, diantaranya :
1.      Perenialisme. Teori ini menekankan bahwa kemutlakan, kelanggengan, dan pikiran hendaknya lebih diutamakan dari pada
perubahan.
2.      Progresivisme. Teori ini lebih mengutamakan kegiatan belajar yang dilakukan melalui kerjasama dan partisipasi dalam kelompok,
serta melalui penyesuaian yang dilakukan peserta didik terhadap lingkungan sosialnya.
3.      Essensialisme. Teori ini menitikberatkan terhadap pentingnya upaya pengkajian kurikulum yang dilakukan secara berlanjut.
4.      Rekontruksivisme. Teori ini menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah memiliki tanggung jawab social dalam mewujudkan
lahirnya masyarakat baru.
G.    Ilmu Pengetahuan dan Humaniora
Karena pendidikan luar sekolah melibatkan manusia dan lingkungannya, maka dalam menganalisis penerapan system
pendidikannya, pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, dan
humaniora.
Ilmu pengetahuan alam (natural sciences) digunakan untuk mempelajari makhluk hidup dan benda – benda khusus yang ada di
wilayah pendidikan luar sekolah. Ilmu ini khususnya membahas tentang :
1.      Ilmu biologi, menggunakan teori yang digunakn untuk mengenali flora dan fauna, serta lingkungan fisiknya. dan,
2.      Ilmu alamiah, menggunakan teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami lingkungan fisik.
Ilmu pengetahun social digunakan untuk mempelajari dan menafsirkan aspek – aspek tertentu yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia. Ilmu yang dibahas antara lain :
1.      Sejarah, digunakan untuk memahami keadaan masa lampau komponen – komponen pendidikan luar sekolah.
2.      Antropologi, memberi dukungan dalam mempelajari ciri – ciri  biologis penduduk (antropologi ragawi), benda – benda purbakala
(arkeologi), bahasa (linguistic), dan struktur social serta budaya kelompok (antropologi social).
3.      Ekonomi, membantu pendidikan luar sekolah dalam mempelajari cara yang ditempuh masyarakat dalam menggunakan dan
menyebarkan sumber penghidupan yang relative terbatas.
4.      Politik, mempelajari pola – pola kekuatan, kekuasaan, dominasi, dan perangkat politik yang terdapat di masyarakat.
5.      Sosiologi, membantu pendidikan luar sekolah dalam mempelajari kehidupan berkelompok dan bersosialisasi.
6.      Psikologi social, membantu pendidikan luar sekolah dalam mempelajari perkembangan aspek social individu dan bentuk tingkah
laku kelompok.
7.      Human geography, mempelajari hubungan manusia dengan tempat tinggalnya.
8.      Human ecology, mempelajari hubungan antar manusia yang dipengaruhi tempat tinggalnya.
9.      Human biology dan demografi.
Selain ilmu pengetahuan, pendidikan luar sekolah ditopang pula oleh humaniora, yang membantu pendidikan luar sekolah untuk
memahami nilai – nilai dan kehidupan rohaniah manusia.
H.    Teori – Teori Sosial Ekonomi
Paulston (1977) menjelaskan bahwa teori – teori ekonomi dan social yang menopang pendidikan luar sekolah diantaranya :
1.      Teori Fungsi (functional theory), menekankan tentang pentingnya hubungan yang erat antara pendidikan luar sekolah dengan
perkembangan social – ekonomi.
2.      Teori Modal Manusia (human capital theory), yang telah diterapkan dalam pendidikan luar sekolah sejak tahun tujuh-puluhan.
Menurut teori ini, pendidikan luar sekolah memainkan peran utamanya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih,
disiplin, memilki sikap inovatif, berwirausaha, mampu mengembangkan diri serta merintis dan mengembangkan kegiatan dari
berbagai sector ekonomi di dalam lingkungannya melali berbagai program pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan
pembinaan dan peningkatan kemampuan penduduk.
3.      Teori Gerakan Masyarakat (social movement theory), yang lebih memberi tekanan pada peranan pendidikan luar sekolah sebagai
bagian penting dalam gerakan pembangunan masyarakat. Program – program pendidikan luar sekolah disusun atas dasar kebutuhan
yang dirasakan dan dinyatakan masyarakat (felt and expressed needs).
I.       Strategi Umum Pengelolaan Pendidikan Luar Sekolah
Dalam penyusunan program pendidikan luar sekolah, penyelenggara dapat menggunakan tiga langkah kegiatan :
1.      Melakukan identifikasi kebutuhan pendidikan dan/atau kebutuhan belajar yang dirasakan dan dinyatakan oleh calon peserta didik.
2.      Mengidentifikasi sumber – sumber dan kendala – kendala yang terdapat pada calon peserta didik, lembaga, atau masyarakat.
3.      Menyusun program pendidikan luar sekolah yang meliputi komponen – komponen ; masukan lingkungan, masukan sarana, masukan
mentah, proses, dan keluaran.
Secara umum, pengelolaan program pendidikan luar sekolah meliputi siklus kegiatan yang terdiri atas enam tahap :
1)      Perencanaan (planning)
2)      Pengorganisasian (organizing)
3)      Penggerakan (motivating)
4)      Pembinaan, yang mencakup pengawasan (controlling) dan supervisi (supervising)
5)      Evaluasi (evaluating), dan
6)      Pengembangan (developing)

Secara yuridis,  Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menegaskan bahwa pendidikan nasional
terdiri atas 3 jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan luar sekolah dalam referensi
internasional digunakan bermacam istilah seperti continuing education, adult education, nonformal education; telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti.
Di awal kemerdekaan, digunakan istilah pendidikan masyarakat sampai beberapa dekade. Kemudian berubah menjadi
pendidikan sosial di ranah keilmuan dan pendidikan luar sekolah di ranah praktek. Pendidikan luar sekolah bertahan cukup lama baik
di ranah keilmuan maupun praktek yang diikuti oleh perubahan berikutnya menjadi pendidikan nonformal. Tahun 2015 pendidikan
nonformal berubah lagi menjadi pendidikan masyarakat di ranah praktek. Perubahan istilah tidak merubah esensi dan substansi karena
di dalam istilah-istilah itu masih terkandung semangat aktivitas pendidikan yang terorganisasi yang terjadi di luar persekolahan.
Pendidikan Masyarakat merupakan salah satu dari tujuh kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia yaitu pendidikan
anak usia dini; pendidikan dasar dan menengah; pendidikan tinggi; pendidikan vokasi; pendidikan kewargaan, pendidikan agama, dan
pendidikan keagamaan; pendidikan karakter dan budi pekerti; serta pendidikan masyarakat. Ketujuh bidang itu diharapkan dapat
menghasilkan bangsa yang cerdas, berkualitas, berkarakter, dan berdaya saing selaras dengan tema pembangunan pendidikan yang
telah dicanangkan yaitu daya saing regional pada tahun 2015-2019 dan daya saing internasional pada tahun 2020-2024.
Kurikulum  sebagai  alat utama dalam pelaksanaan sebuah program studi, senantiasa memerlukan perubahan, pemutakhiran,
dan penyempurnaan. Sumber atau pendorong diperlukannya perubahan ini dapat berasal  hasil dari: (a) tuntutan dunia kerja sebagai
pengguna lulusan (stakeholder), (b) perkembangan   ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, c) tuntutan kebutuhan masyarakat, dan 
(d) lingkungan kebijakan. Cakupan kurikulum pendidikan nonformal yang sudah diperbaharui ini meneruskan kurikulum versi  
sebelumnya bahwa cakupan pendidikan nonformal  meliputi 8 bidang, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Orang
Dewasa, Pendidikan  Kepemudaan, Pendidikan  Kesetaraan, Pendidikan  Keaksaraan, Pendidikan  Pemberdayaan Perempuan,
Pendidikan  Masyarakat  dan  Pelatihan Kerja, Pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan 
peserta didik sesuai dengan kebutuhan atau kondisi yang bersifat khusus.

Kedelapan bidang tersebut mencerminkan konsistensi dengan isi UU NO. 20 tahun 2003, dan kebutuhah nyata di masyarakat bahwa
banyak kegiatan di berbagai sektor, untuk berbagai kelompok masyarakat, yang menggunakan pendekatan pendidikan, dan di luar
kemampuan layanan oleh lembaga pendidikan formal. Di samping itu sifat pendidikan non formal yang banyak menggunakan
pendekatan nonformal dan informal, mengharuskan lulusan sarjana Pendidikan Luar Sekolah memiliki kompetensi sebagai tenaga
pendidik yang langsung memberikan layanan edukasional, dan juga memiliki kemampuan mengelola program kependidikan dan
pemberdayaan masyarakat yang harus bekerjasama dengan orang  lain dengan keahlian yang serumpun maupun keahlian lain yang
memang dibutuhkan di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai