Seminar Okta
Seminar Okta
Disusun oleh :
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemampuan berpikir secara kritis merupakan salah satu kecakapan hidup yang
perlu dipelajari dan dikembangkan. Glaser (Fisher, 2008) menjelaskan berfikir kritis
sebagai suatu sikap berfikir mendalam terhadap masalah serta menerapkannya dalam
metode pemeriksaan dan penalaran yang logis. (Sukmadinata, 2012) berpikir kritis
merupakan kecakapan dalam bernalar secara teratur. Artinya memiliki berfikir secara
sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, dan menyatakan
keyakinan dengan bukti yang jelas. berpikir Kritis adalah aktivitas kognitif, yang
terkait dengan penggunaan pikiran, Belajar untuk berpikir dengan cara kritis analitis
dan evaluatif berarti menggunakan proses mental seperti perhatian, kategorisasi,
seleksi, dan penilaian. (Cottrell, 2005).
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah mengetahui efektifitas penggunaan LKPD berbasis pendekatan investigasi ini
dalam peningkatan berfikir kritis pada siswa SMP.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi atau pendukung penelitan selanjutnya
2. Manfaat Praktis
1) Bagi Guru
1. Dapat menambah wawasan guru dalam penggunaan sumber belajar yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
2. Sebagai bahan pertimbangan guru untuk memilih model dan media pembelajaran
serta sumber belajar yang tepat agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
IPA
2) Bagi Siswa
Dapat meningkatkan cara berfikir kritis siswa
3) Bagi Peneliti
efektifitas penggunaan LKPD berbasis pendekatan investigasi ini dalam
peningkatan berfikir kritis pada siswa SMP
F. Hipotesis
Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis
adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian
yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara
empiris. Hipotesis dirumuskan berdasarakan teori, dugaan, pengalaman pribadi/orang
lain, kesan umum, kesimpulan yang masih sangat sementara. Menurut Kerlinger (1973)
hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih
variabel. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha: Ada keefektifan e-lkpd berbasis pendekatan investigasi terhadap Kemampuan
berfikir kritis pada siswa Smp n 15 kota bengkulu
Ho: Tidak ada keefektifan e-lkpd berbasis pendekatan investigasi terhadap Kemampuan
berfikir kritis pada siswa Smp n 15 kota bengkulu
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Efektifitas
Pembelajaran efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Efektifitas
pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran
yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran efektif mencakup
keseluruhan tujuan pembelajaran baik yang berdimensi mental fisik, maupun sosial.
Pembelajaran efektif memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat
(Suprijono, 2009).
Efektifitas menurut Sudarmayanti (2009) dalam Bukunya yang berjudul Sumber
Daya Manusia dan Produktivitas Kerja merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih
berorientasi kepada keluaran atau output, sedangkan masalah penggunaan masukan
kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka
walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.
Wahidin (Ahmatika, 2017) menjelaskan beberapa manfaat yang diperoleh dari
pembelajaran yang menekankan pada proses keterampilan berpikir kritis, yaitu: pertama
Belajar lebih ekonomis, yakni bahwa apa yang diperoleh dan pengajarannya akan tahan
lama dalam pikiran siswa. Kedua Cenderung menambah semangat belajar dan antusias
belajar siswa. Dengan berfikir kritis diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah, dan
siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar
mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang akan
dialaminya.
2. Bahan ajar
Widodo dan Jasmadi (dalam Lestari, 2013:1) mengemukakan bahwa bahan ajar
adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan
menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau
subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Dari pengertian tersebut menggambarkan
pentingnya bahan ajar untuk membantu proses kegiatan belajar mengajar untuk
membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa menjadi lebih runtut serta
tercapai semua kompetensi sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dampak positif dari bahan ajar adalah guru akan mempunyai lebih banyak waktu
untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan baru dari segala sumber atau referensi yang digunakan dalam
bahan ajar, dan peranan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan menjadi
berkurang. Bahan ajar sangat membantu guru dalam menunjang proses pembelajaran
karena peran guru sebagai pusat dalam kegiatan belajar mengajar akan berkurang, dalam
hal ini berdasarkan kemampuan guru merancang proses kegiatan belajar mengajar
didalam kelas menjadi lebih menarik serta tidak membosankan, sehingga siswa akan
menjadi lebih aktif dan tidak terlalu terpusat pada guru, peran guru hanya akan menjadi
fasilitator dalam proses kegiatan belajar mengajar.
(Arikunto, 2002:72)
Keterangan:
rXY : koefisien korelasi
N : banyaknya subjek
X : skor butir soal yang dicari validitasnya
Y : skor total
XY : perkalian antara skor butir soal dengan skor total
Jika rXY> rtabeldan α = 5% maka alat ukur dikatakan valid.
Menurut Arikunto (2008:75) korelasi koefisien selalu terdapat antara
-1,00 sampai +1,00. Koefisien (-) menunjukkan hubungan kebalikan,
sedangkan koefisien (+) menunjukkan adanya kesejajaran. Untuk
mengadakan interprestasi besarnya koefisien korelasi adalah sebagai
berikut.
Antara 0,800 – 1,00 validitas sangat tinggi
Antara 0,600 – 0,800 validitas tinggi
Antara 0,400 – 0,600 validitas cukup
Antara 0,200 – 0,400 validitas rendah
Antara 0,000 – 0,200 validitas sangat rendah
3.7.2. Reliabilitas
Menurut Arikunto (2008:86) realibilitas adalah tingkat keajegan
(konsistensi) suatu tes yakni sejauh mana sebuah tes bisa dipercaya untuk
menghasilkan skor yang ajeg/tidak berubah. Suatu tes dikatakan reliabel
jika ia dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali,
atau dengan kata lain tes dikatakan reliabel jika hasil tes tersebut
menunjukkan ketetapan.
a. Instrumen Tes
Uji reliabilitas yang digunakan untuk menguji kehandalan tes
unjuk kerja adalah melalui reliabilitas internal dengan Spearman
Brown (Sugiyono, 2009:278) dengan rumus sebagai berikut:
r11 = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
Korelasi Product Moment
se = varians error, varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r)
2
X2 : Chi-kuadrat
Oi : Frekuensi pengamatan
Ei : Frekuensi yang diharapkan
Jika x 2hitung < x2tabel dengan dk= k-3 dan α = 5% maka data yang
diperoleh berdistribusi normal .
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas merupakan uji perbedan antara dua atau lebih
populasi. Semua karakteristik populasi dapat bervariasi antara satu populasi
dengan yang lain. Dua di antaranya adalah mean dan varian (selain itu masih
ada bentuk distribusi, median, modus, range, dll). Sebelum dilakukan
penelitian populasi harus dalam keadaan homogen agar dalam pengambilan
sampel dapat dilakukan teknik random samping. Penelitian sampel boleh
dilaksanakan apabila keadaan subyek di dalam populasi benar-benar homogen.
Untuk mengetahui homogenitas populasi berdistribusi normal dilakukan uji
Bartlett yaitu dengan menggunakan statistik Chi-kuadrat dengan rumus :
2 = (In 10) (B-∑(n1-1)(log s12)
∑(n1−1)s12
2
Dengan B = (log s ) ∑(n1-1) dan S =
2
∑(n1−1)
Keterangan :
S2 : varians gabungan dari semua sampel
N1 : banyaknya siswa pada kelas V
B : harga satuan bartlett
3.9. Analisis Data Akhir
3.9.1. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Data ini berupa hasil belajar yang mengukur tingkat kognitif siswa.
Jika penilaian menggunakan skor tertinggi (maksimal) 100, maka dapat
diketahui rumus untuk menentukan skor pada siswa. Menurut Poerwanti
(2008: 6.15) skala 100 berangkat dari persentase yang menggantikan skor
prestasi sebagai proporsi penguasaan peserta didik pada suatu perangkat tes
dengan batas minimal angka 0 – 100 persen (%). Adapun langkah-langkah
PAP sebagai berikut:
1) Data hasil belajar siswa di analisis dengan menggunakan rumus:
B
N= x 100 (skala 0-100)
St
Keterangan:
N = Nilai
B = Skor yang diperoleh
St = Skor maksimal
(Poerwanti 2008: 6.15)
2) Menghitung mean atau rerata kelas
Menghitung mean untuk mencari rata-rata hasil belajar siswa
menggunakan rumus:
ΣX
Me= x = ∑ N
Keterangan:
x = nilai rata-rata
∑X = jumlah semua nilai siswa
∑N = jumlah siswa
(Awalludin, 2008:2.5)
3) Menghitung presentase ketuntasan belajar klasikal, dengan rumus
sebagai berikut:
jumlah siswa yang tuntas
% ketuntasan belajar= x 100 %
juml ah seluruh siswa
Keterangan:
R = jarak pengukuran
Nilai tertinggi = skor tertinggi
Nilai terendah = skor terendah
Setelah R diketahui dan jumlah interval kelas sudah ditentukan 4,
maka akan dicari lebar intervalnya dengan menggunakan rumus:
=8
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh klasifikasi aktivitas siswa
sebagai berikut.
Kriteria Ketuntasan Aktivitas Siswa
Skor Kategori
24 ≤ skor ≤ 32 Sangat Baik
18 ≤ skor < 24 Baik
8 ≤ skor < 16 Cukup
0 ≤ skor < 8 Kurang
8
Efektifitas E-LKPD berbasisJurnal
Pendekatan
Cendekia:
Investigasi
Jurnal Pendidikan
terhadap Kemampuan
Matematika, Berfikir
Volume 05,
Kritis
No.Siswa
01, Maret
Sekolah
2021,Dasar,
hal. 86-96
Vivi
9
Puspita, Ika Parma Dewi 8
9
DAFTAR PUSTAKA
Febriyanti, E., Dewi, F., & Afrida. (2017). Pengembangan E-LKPD Berbasis Problem
Solving
Febriyanti, E., Dewi, F., & Afrida. (2017). Pengembangan E-LKPD Berbasis Problem
Solving
Putriyana, A. W., Kholillah, K., & Auliandari, L. (2020). Kelayakan Lembar Kerja Peserta
Didik Berbasis Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share pada Praktikum