Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS TERHADAP PEKERJA MIGRAN DARI

BODETABEK KE PROVINSI DKI JAKARTA

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Arief Setyowidodo
135020100111021

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS TERHADAP PEKERJA MIGRAN DARI BODETABEK

KE PROVINSI DKI JAKARTA

Yang disusun oleh :


Nama : Arief Setyowidodo
NIM : 135020100111021
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di
depan Dewan Penguji pada tanggal 3 April 2017

Malang, 3 April 2017


Dosen Pembimbing,

Devanto Shasta Pratomo, SE., M.Si., Ph.D


NIP. 19761003 200112 1 003
Analisis Terhadap Pekerja Migran dari Bodetabek ke Provinsi DKI Jakarta

Arief Setyowidodo
Devanto Shasta Pratomo, SE., M.Si., Ph.D.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang


Email: ariefsetyowidodo12@gmail.com

ABSTRAK

Migrasi untuk bekerja dari daerah asal ke daerah tujuan merupakan fenomena yang banyak terjadi, khusunya di
Indonesia. Salah satu provinsi yang masih menjadi tujuan favorit bagi pekerja untuk bermigrasi adalah provinsi DKI
Jakarta.. Provinsi DKI Jakarta dikelilingi oleh beberapa kabupaten dan kota seperti kabupaten Tangerang, kota
Tangerang, kota Tangerang Selatan, kota Depok, kabupaten Bogor, kota Bogor, kabupaten Bekasi, dan kota Bekasi,
atau yang biasa disebut dengan daerah Bodetabek. Kondisi geografis provinsi DKI Jakarta yang dikelilingi oleh
daerah Bodetabek menyebabkan adanya arus pekerja mover (komuter dan sirkuler) yang besar dari Bodetabek ke
provinsi DKI Jakarta. Sehingga penelitian ini akan melihat bagaimana kecenderungan variabel jenis kelamin, umur,
status perkawinan, status kepala rumah tangga, tingkat pendidikan, upah, dan jarak tempuh dalam mendorong minat
pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta sebagai
pembanding. Penelitian ini menggunakan metode analisis Multinomial Logit dengan variabel terikat bersifat
kualitatif 3 nilai, dimana nilai 1 berarti pekerja migran dari Bodetabek berminat untuk bekerja di provinsi DKI
Jakarta, nilai 2 berarti pekerja migran dari Bodetabek berminat untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta, dan nilai
3 berarti pekerja dari Bodetabek berminat untuk bekerja dan bertempat tinggal di daerah asal. Hasil yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah terdapat beberapa variabel yang memiliki kecenderungan signifikan untuk mempengaruhi
ke dalam 2 kategori (di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta) yaitu jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan upah. Variabel status perkawinan hanya memiliki kecenderungan yang signifikan ke dalam kategori
di provinsi DKI Jakarta, variabel umur hanya memiliki kecenderungan yang signifikan ke dalam kategori di luar
provinsi DKI Jakarta, sedangkan variabel status kepala rumah tangga dan jarak tempuh sama-sama tidak memiliki
kecenderungan yang signifikan ke dalam 2 kategori.

Kata kunci: Migrasi, Pekerja Migran, Komuter, Sirkuler, Multinomial Logit.

ABSTRACK

Labor migration from origin to destination is a phenomenon that often occurs, especially in Indonesia. One of the
province that be a favourite destination to migrate is DKI Jakarta province. DKI Jakarta province is surrounded by
districk and city like Tangerang, South Tangerang, Depok, Bogor, and Bekasi, or commonly referred to Bodetabek.
This geographical condition of DKI Jakarta province make migrant workers migrate from Bodetabek to DKI Jakarta
province. This research will find probability of gender, age, marital status, head of household status, education, wage,
and distance as independent variable to interest of migrant workers from Bodetabek to migrate to DKI Jakarta
province and outside DKI Jakarta province. This research use Multinomonial Logit with qualitative dependent
variable in 3 values. The value 1 in dependent variable mean that migrant workers from Bodetabek interest to work
in DKI Jakarta province, the value 2 in dependent variable mean that migrant workers from Bodetabek interest to
work in outside DKI Jakarta province, and the value 3 in dependent variable mean that workers from Bodetabek
interest to life and work in origin. This research find that gender, education, and wage have a significant tendency to
affect the interest of migrant workers from Bodetabek to work in DKI Jakarta province and outside DKI Jakarta
province. This research also find that age only has a significant tendency to affect the interest of migrant workers
from Bodetabek to work in outside DKI Jakarta province, marital status only has a significant tendency to affect the
interest of migrant workers from Bodetabek to work in DKI Jakarta province, while head of household and distance
have no significant tendency to affect the interest of migrant workers from Bodetabek to work in DKI Jakarta province
neither outside DKI Jakarta province.

Key words: Migration, Migrant Workers, Commuting, Circular, Multinomial Logit.


A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan
sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar melintang dari Sabang yang berada di
ujung barat, hingga Merauke yang berada di ujung timur. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
jumlah penduduk terbesar di dunia. Mengacu pada Sensus Penduduk yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), sejak tahun 1970 hingga 2010 jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu
40 tahun, persentase peningkatan jumlah penduduk Indonesia telah mencapai angka 99,3 persen. Tentunya
berdasarkan data ini menandakan bahwa jumlah penduduk Indonesia masih belum dapat terkendali dan akan memiliki
potensi untuk semakin bertambah di tahun-tahun berikutnya.
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia ini akan memicu peningkatan jumlah penduduk usia muda atau
produktif dalam beberapa tahun kedepan. Ledakan jumlah penduduk usia produktif akan membuat pasar tenaga kerja
akan semakin kompetitif. Para pekerja akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas masing-masing untuk
memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Jika kebutuhan hidup dari
pekerja ini belum dapat terpenuhi, maka migrasi menjadi pilihan yang tepat bagi mereka. Hal ini disebabkan karena
menurut Simanjuntak (1985) asumsi dasar dari migrasi adalah seseorang berusaha untuk pindah pekerjaan dari suatu
tempat ke tempat lain untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya.
Migrasi menjadi fenomena yang telah sering terjadi di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Migrasi ke
kota-kota besar menjadi salah satu pilihan pekerja untuk berusaha memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih
baik dibandingkan dengan di daerah asal. Menurut Mantra (1985) mobilitas penduduk atau migrasi dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah mobilitas penduduk permanen atau disebut dengan stayer,
serta bagian kedua adalah mobilitas penduduk non-permanen atau mover yang terdiri dari sirkuler dengan tempo
kepulangan mingguan atau bulanan dibawah kurun waktu 6 bulan, dan komuter dengan tipe kepulangan di hari yang
sama dengan keberangkatan. Mengacu pada data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), provinsi DKI
Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah penduduk mover (sirkuler dan komuter) terbesar ketiga di Indonesia pada
tahun 2014, setelah Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan jumlah 1.135.085 pekerja mover. Dari segi persentase,
provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan persentase penduduk mover terbesar di Indonesia pada tahun 2014
dengan 24,5%. Bahkan nilai 24,5% penduduk mover di provinsi DKI Jakarta ini jauh melampaui rata-rata persentase
nasional yang hanya sebesar 8,01%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa provinsi DKI Jakarta masih menjadi
destinasi daerah tujuan favorit bagi pekerja untuk berusaha mencari pekerjaan dan mendapatkan pendapatan yang
lebih besar.
Kondisi pekerja mover yang ada di provinsi DKI Jakarta tersebut tidak terlepas dari kondisi geografis dari provinsi
DKI Jakarta yang dikelilingi oleh beberapa daerah kabupaten atau kota disekitarnya. Provinsi DKI Jakarta dikelilingi
oleh kabupaten Tangerang, kota Tangerang, kota Tangerang Selatan, kota Depok, kabupaten Bogor, kota Bogor,
kabupaten Bekasi, dan kota Bekasi. Delapan kabupaten atau kota tersebut biasa disebut dengan daerah Bodetabek.
Mengacu pada data yang dipublikasikan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, persentase arus komuter dari Bodetabek ke
provinsi DKI Jakarta mencapai total 56,89% pada tahun 2014. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kontribusi daerah
Bodetabek dalam kondisi pekerja mover di provinsi DKI Jakarta sangat besar. Lebih dari setengah penduduk komuter
di provinsi DKI Jakarta, bertempat tinggal di Bodetabek.
Mengacu pada data yang dipublikasikan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, provinsi DKI Jakarta memiliki angka
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha yang terus meningkat dari tahun 2011 hingga
tahun 2015. Pada tahun 2011 PDRB provinsi DKI Jakarta mencapai angka 1.224.218,5 miliar rupiah. Angka ini terus
mengalami peningkatan hingga pada tahun 2015 yang mencapai angka 1.983.420,5 miliar rupiah. Provinsi DKI
Jakarta juga memiliki tingkat upah minimum provinsi yang cenderung berada di atas upah minimum kabupaten atau
kota di kawasan Bodetabek. Upah minimum provinsi (UMP) provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 berada di
3.100.000 rupiah per bulan. Tingkat UMP provinsi DKI Jakarta berada diatas UMK kabupaten Tangerang, kota
Tangerang, kota Tangerang Selatan, kota Depok, kabupaten Bogor, dan kota Bogor. Tingkat UMP provinsi DKI
Jakarta ini hanya berhasil dilampaui oleh kabupaten Bekasi dan kota Bekasi yang mencapai 3.261.375 rupiah per
bulan. Data mengenai PDRB provinsi DKI Jakarta dan UMP provinsi DKI Jakarta tersebut menjadi salah satu daya
tarik bagi pekerja untuk menjadi pekerja migran khususnya dari Bodetabek ke provinsi DKI Jakarta.

B. KAJIAN PUSTAKA
Menurut Mantra (1985) migrasi adalah salah satu bagian dari konsep mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk yang
meliputi semua perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu adalah
mobilitas horizontal atau geografis. Batas wilayah yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah melewati batas
administratif seperti provinsi, kota atau kabupaten, kecamatan, dan lain sebagainya. Mobilitas penduduk kemudian
dapat dikelompokkan kembali menjadi 2 bentuk, mobilitas penduduk permanen atau migrasi, dan mobilitas penduduk
non-permanen. Perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah
tujuan disebut dengan migrasi. Sedangkan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada
maksud untuk menetap disebut dengan mobilitas non-permanen. Mobilitas non-permanen juga dapat terbagi lagi
menjadi 2 tipe, yaitu tipe mobilitas komuter dan tipe mobilitas sirkuler. Tipe mobilitas komuter atau ulang-alik
merupakan tipe mobilisasi dengan kepulangan di hari yang sama. Sedangkan tipe mobilitas sirkuler adalah tipe
mobilisasi dengan kepulangan mingguan atau bulanan dengan kurun waktu kurang dari 6 bulan (Mantra, 1985).
Mobilitas penduduk dalam sosiologi juga dapat membagi tipe mobilitas menjadi mobilitas horizontal dan mobilitas
vertikal. Mobilitas horizontal adalah segala bentuk perpindahan penduduk yang melewati batas administratif dalam
kurun waktu tertentu, sedangkan mobilitas vertikal dikaitkan dengan perubahan status sosial (Munir, 1981).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Mobilitas Non-Permanen


Menurut Mantra (1985), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mobilitas non-permanen adalah sebagai
berikut:
1. Sentrifugal dan Sentripetal
Faktor sentrifugal adalah faktor yang mendorong seseorang untuk keluar dari daerah asal, sedangkan faktor
sentripetal adalah faktor yang menahan seseorang untuk tetap berada di daerah asal.
2. Perbaikan Sarana Transportasi
Semakin baik kualitas maupun kuantitas dari sarana transportasi, maka penduduk akan semakin mudah untuk
melakukan migrasi dari daerah asal ke daerah tujuan.
3. Kesempatan Kerja di Daerah Tujuan yang Beragam (Formal dan Informal)
Beragamnya kesempatan kerja di daerah tujuan membuat peluang untuk mendapatkan pekerjaan di daerah
tujuan menjadi semakin besar.

Teori Migrasi Menurut E.G. Ravenstein


Menurut Ravenstein dalam Erlando (2014) migrasi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,
diantaranya adalah, (a) migrasi dan jarak, yang berarti bahwa banyak migran dalam jarak yang dekat dan jarak yang
jauh lebih tertuju pada lokasi pusat perdagangan dan industri yang penting, (b) migrasi bertahap, yang berarti bahwa
terdapat arus migrasi yang cenderung tearah. Migrasi bertahap yang dimaksudkan ini adalah seperti migrasi desa-kota
dan migrasi kota kecil ke kota besar, (c) migrasi arus balik, yang berarti bahwa terdapat migrasi arus balik sebagai
akibat dari migrasi arus utama., (d) adanya kecenderungan perbedaan pola migrasi antara penduduk desa dan
penduduk kota, (e) adanya kecenderungan perbedaan jarak pola migrasi antar gender, dimana wanita cenderung
melakukan migrasi pada jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan pria, (f) adanya hubungan antara teknologi dan
migrasi, yang berarti bahwa semakin tingginya tingkat teknologi, maka akan menyebabkan peningkatan arus migrasi,
(g) dorongan utama dari pengambilan keputusan bermigrasi adalah motif ekonomi.

Teori Migrasi Menurut Everett S. Lee


Menurut Everett S. Lee (1970, dalam Mantra, 1985) terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi keputusan
seseorang untuk bermigrasi. Keempat faktor tersebut dapat digambarkan dalam ilustrasi berikut.

Gambar 1. Faktor-faktor Migrasi Menurut Everett S. Lee

Sumber: Mantra (1985)


Gambar 1 memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk
bermigrasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, (a) daerah asal, (b) daerah tujuan, (c) rintangan antara, dan (d)
individu. Di antara keempat faktor yang dikemukakan oleh Everett S. Lee (1970, dalam Mantra, 1985) tersebut, faktor
individu memegang peranan yang sangat penting diantara yang lainnya. Karena pada akhirnya faktor individu akan
menjadi faktor terpenting untuk pengambilan keputusan bermigrasi, bahkan faktor penarik dan pendorong dari
masing-masing daerah pun bergantung pada faktor individu masing-masing penduduk.

Teori Migrasi Menurut Harris-Todaro


Todaro (2011) dalam bukunya memperkenalkan sebuah model Harris-Todaro yang menjelaskan hubungan antara
migrasi dari desa ke kota yang dihubungkan dengan fenomena pengangguran di perkotaan. Model Todaro ini
memberikan pemahaman bahwa keputusan seseorang untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh faktor perbedaan
upah antara desa dan kota saja, namun juga memperhitungkan probabilitas resiko menganggur atau memperhitungkan
perbandingan pendapatan yang mereka harapkan selama waktu tertentu di perkotaan. Sebagai contoh, jika rata-rata
pendapatan di desa adalah 60 dan rata-rata pendapatan di kota adalah 120, maka dengan tingkat probabilitas
menganggur sebesar 50% adalah batas maksimal pilihan migrasi ke kota sudah menjadi pilihan yang tidak
menguntungkan (Todaro, 2011). Model migrasi Harris-Todaro akan lebih dijelaskan dalam gambar berikut.

Gambar 2. Model Migrasi Harris-Todaro

Sumber: Todaro (2011)

Model migrasi Harris-Todaro menggambarkan adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (desa) ke
sektor manufaktur (kota) sebagai akibat adanya perbedaan tingkat upah diantara kedua sektor tersebut. Kondisi awal
bermula di tingkan keseimbangan E pertemuan diantara permintaan tenaga kerja sektor pertanian (AA’) dengan
permintaan tenaga kerja sektor manufaktur (MM’). Titik E memperlihatkan tingkat upah keseimbangan sektor
pertanian di WA dan tingkat upah keseimbangan sektor manufaktur di W M. Kondisi ini juga memperlihatkan jumlah
tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian adalah OALA dan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor manufaktur
adalah OMLM. Dengan adanya penetapan upah minimum oleh pemerintah di sektor manufaktur (kota) sejumlah W M1,
maka jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor manufaktur berkurang menjadi LM1. Dalam asumsi seluruh tenaga
kerja terserap di semua sektor, maka jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian sejumlah OALM1 dengan
tingkat upah sebesar WA2. Namun, dalam kondisi riil pemerintah juga menetapkan upah minimum di sektor pertanian
(desa) dan diasumsikan dalam model adalah sebesar W A1, sehingga menyebabkan jumlah tenaga kerja yang terserap
di sektor pertanian hanya sebesar OALA1. Perbedaan tingkat upah antar sektor ini menyebabkan adanya potensi
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (desa) ke sektor manufaktur (kota). Probabilitas seseorang untuk
melakukan migrasi dapat dirumuskan menjadi:

𝐿𝑀1
𝑊𝐴1 = 𝑊𝑀1 (1)
𝐿𝑈𝑆
Rumus diatas memperlihatkan probabilitas keberhasilan pekerja untuk membandingkan mendapatkan pendapatan
sektor pertanian WA1 dengan pendapatan kota yang diharapkan (LM1/LUS)(WM1)

Teori Dualisme Pasar Tenaga Kerja


Menurut Piore (1979, dalam Wijoyo, 2011) terdapat sebuah teori migrasi yang menyatakan bahwa migrasi
ditentukan oleh kuatnya faktor penarik dari daerah tujuan. Teori ini merupakan teori dualisme pasar tenaga kerja yang
membagi pasar tenaga kerja menjadi 2 sektor, yaitu sektor primer dan sektor sekunder. Sektor primer dalam
pemahaman teori ini adalah pasar tenaga kerja dengan indikator capital intensive dan didominasi oleh tenaga kerja
ahli atau terdidik (skilled labor). Sedangkan sektor sekunder dalam pemahaman teori ini adalah pasar tenaga kerja
dengan indikator labor intensive dan didominasi oleh tenaga kerja tak terdidik (unskilled labor). Teori dualisme pasar
tenaga kerja memiliki asumsi bahwa terjadi perpindahan tenaga kerja dari daerah dengan dominan sektor sekunder ke
sektor primer (Piore, 1979, dalam Wijoyo, 2011).
Mengacu pada penjabaran Piore (1979, dalam Wijoyo, 2011), beberapa penjelasan mengapa terdapat permintaan
tenaga kerja tak terdidik yang besar dari daerah dengan mayoritas sektor primer adalah karena kurangnya penawaran
tenaga kerja, kebutuhan untuk mengisi hirarki bawah dalam struktur pekerjaan (unskilled labor), dan kekurangan
tenaga kerja pada sektor sekunder.

Teori Migrasi Tenaga Kerja Baru


Beberapa teori migrasi yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya, masih menggunakan pandangan faktor
individu serta faktor ekonomi sebagai faktor kunci terkait pilihan seseorang untuk melakukan migrasi. Namun,
menurut Stark dan Bloom (1985, dalam Wijoyo, 2011) bahwa keputusan seseorang untuk bermigrasi tidak hanya
ditentukan melalui faktor individu, melainkan terdapat faktor entitas sosial yang lebih besar daripada individu tersebut.
Teori migrasi yang dicetuskan oleh Stark dan Bloom ini disebut sebagai ”The New Theory of Labor Migration”.
Menurut Stark dan Bloom (1985, dalam Wijoyo, 2011) entitas sosial yang dimaksudkan dalam pemahaman mengenai
migrasi ini salah satunya adalah keluarga atau rumah tangga. Terdapat beberapa pemahaman terkait keluarga dalam
teori migrasi tenaga kerja baru ini, diantaranya adalah terdapat kondisi dimana pendapatan keluarga dirasa belum
memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sehingga salah satu diantara anggota keluarga tersebut harus melakukan migrasi
untuk bekerja mencari pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Disini yang dapat ditekankan
adalah pilihan untuk melakukan migrasi tidak didasari oleh faktor individu yang melakukan migrasi, namun didasari
oleh desakan faktor keluarga yang mengharuskan individu tersebut untuk melakukan migrasi (Stark dan Bloom, 1985,
dalam Wijoyo, 2011).

Teori Upah Efisiensi


Menurut Borjas (2008) teori upah efisiensi merupakan sebuah pandangan yang menyatakan bahwa biaya marjinal
dari peningkatan upah adalah sama dengan pendapatan keuntungan marjinal dari produktifitas pekerja (Borjas, 2008).
Upah efisiensi tidak hanya melihat perusahaan akan memberikan upah di tingkat upah keseimbangan saja, namun
perusahaan bersedia memberikan upah diatas upah keseimbangan jika produktifitas yang diberikan oleh pekerja
tersebut sama dengan biaya marjinal upah yang dikeluarkan.

C. METODE PENELITIAN
Objek dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebuah objek penelitian yaitu fenomena minat pekerja migran untuk
bekerja di luar daerah asalnya. Penelitian ini akan melihat berbagai probabilitas dari faktor-faktor yang dianggap
berpengaruh terhadap minat pekerja migran untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta.
Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah para pekerja dari daerah asal Bodetabek yang bekerja di
provinsi DKI Jakarta, di luar provinsi DKI Jakarta, dan di daerah asal. Subjek penelitian ini dipilih karena dianggap
pekerja migran sangat erat kaitannya dengan faktor geografis suatu lokasi tempat bekerja yang secara relatif
berdekatan dengan lokasi tempat tinggal. Delapan kabupaten atau kota yang terpilih tersebut dianggap mampu
merepresentasikan faktor geografis dari pekerja migran ke provinsi DKI Jakarta, yang dibandingkan dengan pekerja
migran ke luar provinsi DKI Jakarta.
Waktu penelitian yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah fenomena migrasi komuter ke provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2015. Fenomena migrasi komuter ke provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 dipilih karena
keterbaruan kondisi pekerja migran di Bodetabek, serta kebutuhan data dari variabel yang dipilih yang tersedia di
kuisioner SAKERNAS 2015.
Populasi dan Sampel
Menurut Bambang (2009, dalam Erlando, 2014) mendefinisikan populasi sebagai sebuah keseluruhan hasil
pengukuran dari objek penelitian. Populasi juga dapat bermakna kumpulan dari objek atau subjek penelitian yang
telah memenuhi kriteria tertentu yang berkaitan dengan usaha menjawab permasalahan yang diteliti (Erlando, 2014).
Populasi dari objek penelitian ini adalah seluruh pekerja dari Bodetabek yang terdata di SAKERNAS 2015 oleh BPS.
Menurut Kriyantono (2006) definisi dari sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang
diteliti. Sampel dari penelitian ini adalah pekerja dari Bodetabek sampel SAKERNAS 2015 yang berjumlah 7.900
pekerja.

Metode Pengumpulan Data


Menurut Kriyantono (2006) data kuantitatif berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari sumber data pertama atau primer
secara langsung, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber kedua atau sekunder. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data mentah yang telah disurvei dan dikumpulkan
dari SAKERNAS 2015. SAKERNAS merupakan survei yang dilakukan oleh BPS untuk memperoleh informasi dan
mengumpulkan data mengenai ketenagakerjaan. Data dari mobilitas tenaga kerja seperti mobilitas sirkuler, komuter,
dan perpindahan pekerjaan juga dikumpulkan oleh SAKERNAS. SAKERNAS dilakukan di seluruh wilayah Indonesia
di seluruh provinsi. Metode pengumpulan data dari SAKERNAS melalui wawancara tatap muka langsung dengan
responden.
Penelitian ini juga menggunakan berbagai literatur penunjang seperti penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, buku,
serta sumber lain yang dianggap mampu memberikan tambahan referensi bagi penelitian. Berbagai literatur penunjang
tersebut telah dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan dari penelitian.

Metode Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode analisis Multinomial Logit. Metode Multinomial Logit digunakan untuk
mengestimasi variabel terikat yang bersifat kualitatif dan berbentuk variabel kategorik. Variabel terikat dalam
penelitian ini berbentuk kategorik dengan 3 nilai. Penelitian ini akan melihat berbagai probabilitas seseorang untuk
melakukan migrasi dari beberapa variabel bebas yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 7 variabel bebas yaitu
jenis kelamin, umur, status perkawinan, status kepala rumah tangga, tingkat pendidikan, upah, dan jarak tempuh.
Klasifikasi dari masing-masing variabel bebas akan lebih dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel


No Jenis Variabel Nama Variabel Sifat Variabel Skala Pengukuran
1. Variabel Terikat Pekerja Migran Variabel 1 = Bekerja di Provinsi
(PM) Kategorik DKI Jakarta
2= Bekerja di Luar
Provinsi DKI Jakarta
3 = Bekerja di Daerah
Asal
2. Variabel Bebas Jenis Kelamin Variabel 1 = Laki-laki
(GEN) Kategorik 0 = Perempuan
Umur (AGE) Variabel Numerik Dalam Satuan Tahun
Status Perkawinan Variabel 1 = Sudah Kawin
(MAR) Kategorik 0 = Belum Kawin
Status Kepala Variabel 1 = Kepala Rumah
Rumah Tangga Kategorik Tangga
(HOU) 0 = Bukan Kepala
Rumah Tangga
Tingkat Pendidikan Variabel Numerik SD = 6 Tahun,
(EDU) SMP = 9 Tahun,
SMA = 12 Tahun,
D1/2 = 14 Tahun,
No Jenis Variabel Nama Variabel Sifat Variabel Skala Pengukuran
D3 = 15 Tahun,
S1/D4 = 16 Tahun,
S2/S3 = 18 Tahun
Upah (WAGE) Variabel Numerik Rupiah per bulan
Jarak Tempuh (DIS) Variabel 1 = Kurang Dari 30 KM
Kategorik 0 = Lebih Dari Sama
Dengan 30 KM
Sumber: Badan Pusat Statistik SAKERNAS (2015)

Model multinomial logit digunakan untuk menganalisis minat pekerja migran untuk bekerja di provinsi DKI
Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta dengan beberapa variabel dugaan yang memiliki probabilitas untuk
mendorong keputusan tersebut sepert jenis kelamin, umur, status perkawinan, status kepala rumah tangga, tingkat
pendidikan, upah, dan jarak tempuh. Perumusan ekonometrika dari model multinomial logit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:

𝑃𝑀 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐺𝐸𝑁 + 𝛽2 𝐴𝐺𝐸 + 𝛽3 𝑀𝐴𝑅 + 𝛽4 𝐻𝑂𝑈 + 𝛽5 𝐸𝐷𝑈 + 𝛽6 𝑊𝐴𝐺𝐸 + 𝛽7 𝐷𝐼𝑆 + 𝑒 (2)

Metode Multinomial Logit dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat berbentuk kategorik dengan 3 nilai.
Nilai 1 dalam variabel terikat berarti bahwa pekerja migran dari Bodetabek berminat untuk bekerja di provinsi DKI
Jakarta, nilai 2 dalam variabel terikat berarti bahwa pekerja migran dari Bodetabek berminat untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta, dan nilai 3 berarti bahwa pekerja migran berminat untuk bekerja dan bertempat tinggal di daerah
asal atau di daerah yang sama.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Migran
Karakteristik migran akan memberikan penjelasan secara detail mengenai migran sebagai sampel yang digunakan
dalam penelitian ini, yang akan disajikan sesuai dengan variabel bebas yang digunakan. Penjelasan mengenai
karakteristik migran disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Karakteristik Migran


No Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 5.414 68,53
Perempuan 2.486 31,47

2. Umur (Tahun)
15 – 20 438 5,5
21 – 25 891 11,3
26 – 30 881 11,2
31 – 35 1.016 12,9
36 – 40 1.145 14,5
41 – 45 1.173 14,8
46 – 50 954 12,1
51 – 55 657 8,3
56 – 60 414 5,2
61 – 65 205 2,6
>65 126 1,6

3. Status Perkawinan
Sudah Kawin 5.772 73,06
Belum Kawin 2.128 26,94
No Karakteristik Jumlah Persentase (%)

4. Status Kepala Rumah Tangga


Kepala Rumah Tangga 4.343 54,97
Bukan Kepala Rumah Tangga 3.557 45,03

5. Tingkat Pendidikan
Belum Pernah Sekolah 160 2,03
Belum Tamat SD 698 8,84
SD/Paket A 1.401 17,73
SMP/Paket B 1.188 15,04
SMA/Paket C 2.887 36,54
D I/D II 53 0,73
D III 330 4,18
D IV/S1 979 12,39
S2/S3 199 2,52

6. Upah (Rupiah)
0 - 1.000.000 2.924 37
1.000.001 – 2.000.000 2.199 27,8
2.000.001 – 3.000.000 1.278 16,2
3.000.001 – 4.000.000 503 6,4
4.000.001 – 5.000.000 307 3,9
5.000.001 – 6.000.000 135 1,7
> 6.000.000 554 7,0

7. Jarak Tempuh
< 30 KM 7.272 92,05
> 30 KM 628 7,59

Sumber: Data Mentah, diolah.

Tabel 2 di atas memberikan penjelasan secara detail mengenai karakteristik migran berdasarkan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini seperti jenis kelamin, umur, status perkawinan, status kepala rumah tangga, tingkat
pendidikan, upah, dan jarak tempuh. Mengacu pada tabel 2, dapat dilihat bahwa pekerja berjenis kelamin laki-laki
mendominasi dengan persentase 68,53%. Pekerja dengan kelompok umur 41-45 mendominasi kelompok umur pekerja
dengan persentase 14,8%. Pekerja dengan status telah kawin juga mendominasi status perkawinan pekerja dengan
persentase 73,06%. Pekerja dengan status kepala rumah tangga juga mendominasi status kepala rumah tangga pekerja
dengan persentase 54,97%. Pekerja dengan pendidikan terakhir SMA Sederajat mendominasi pendidikan terakhir
pekerja dengan persentase sebesar 36,54%. Pekerja dengan upah diantara 0 rupiah hingga 1.000.000 rupiah
mendominasi pendapatan pekerja per bulannya. Jarak tempuh antara daerah asal dan tempat tujuan bekerja kurang
dari 30 km mendominasi jarak tempuh pekerja dengan persentase 92,05%.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa variabel terikat pada penelitian ini berbentuk kualitatif dengan 3
nilai, yaitu pekerja migran dari Bodetabek berminat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta, pekerja migran dari
Bodetabek berminat untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta, dan pekerja dari Bodetabek berminat untuk bekerja
dan tinggal di daerah asal. Klasifikasi tipe pekerja berdasarkan 3 nilai variabel terikat tersebut dapat dilihat dalam
gambar berikut.

Gambar 3. Tipe Pekerja Bodetabek Tahun 2015


1467; 19%
Bekerja di Provinsi DKI
733; 9% Jakarta
Bekerja di Luar Provinsi
DKI Jakarta
5700; 72%
Bekerja dan Bertempat
Tinggal di Daerah Asal

Sumber: Data Mentah, diolah.

Gambar 3 di atas memberikan gambaran mengenai tipe pekerja Bodetabek pada tahun 2015. Pekerja Bodetabek
sampel SAKERNAS 2015 didominasi oleh pekerja yang bekerja dan bertempat tinggal di daerah yang sama yaitu di
daerah asal masing-masing pekerja. Sedangkan sejumlah 1.467 pekerja atau sekitar 19% merupakan pekerja migran
dari Bodetabek yang bekerja di provinsi DKI Jakarta. Sedangkan sejumlah 733 pekerja atau sekitar 9% merupakan
pekerja migran dari Bodetabek yang bekerja di luar provinsi DKI Jakarta.

Hasil Olah Data Menggunakan Model Multinomial Logit


Model multinomial logit digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui probabilitas variabel jenis kelamin,
umur, status perkawinan, status kepala rumah tangga, tingkat pendidikan, upah, dan jarak tempuh dalam
mempengaruhi minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta atau di luar provinsi DKI
Jakarta. Estimasi model multinomial logit dilakukan dengan menggunakan software statistik Stata 14. Setelah
melakukan estimasi model multinomial logit, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan uji hipotesis terhadap
hasil estimasi tersebut. Uji hipotesis akan melihat signifikansi dari nilai probability value masing-masing variabel
kurang dari α=0,05. Hasil dari olah data menggunakan model multinomial logit dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Estimasi Model Multinomial Logit


Variabel Ke Provinsi DKI Jakarta Ke Luar Provinsi DKI Jakarta
Koef. Prob. Koef. Prob.
Jenis Kelamin 0,3566532 0,000 0,4670048 0,000
Umur 0,0033385 0,397 -0,022574 0,000
Status Perkawinan -0,2104362 0,026 0,2106632 0,067
Status Kepala Rumah Tangga -0,0278443 0,791 0,0458023 0,710
Tingkat Pendidikan 0,2175977 0,000 0,1314338 0,000
Upah 8.83e-08 0,000 7.32e-08 0,000
Jarak Tempuh -19.49415 0,961 -18.86275 0,962
_cons 14.86777 0,970 14.86777 0,969
Sumber: Output Stata 14.

Tabel 3 di atas menggambarkan hasil estimasi model multinomial logit menggunakan aplikasi software statistik
Stata 14. Tabel tersebut membagi hasil estimasi menjadi hasil estimasi terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek
untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta. Pada hasil estimasi minat pekerja migran dari
Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta, variabel yang signifikan adalah variabel jenis kelamin dengan nilai
prob value 0,000 dan koefisien 0,3566532; status perkawinan dengan nilai prob value 0.026 dan koefisien -0,2104362;
tingkat pendidikan dengan nilai prob value 0.000 dan koefisien 0,2175977; dan upah dengan nilai prob value 0.000
dan koefisien -8.83e-08. Sedangkan pada hasil estimasi minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta, variabel yang signifikan adalah jenis kelamin dengan prob value 0,000 dan koefisien 0,4670048;
umur dengan prob value 0,000 dan koefisien -0,022574; tingkat pendidikan dengan prob value 0,000 dan koefisien
0,1314338; dan upah dengan prob value 0,000 dan koefisien 7.32e-08.
Hal yang menarik yang dapat diambil dari hasil estimasi tersebut adalah terdapat 3 variabel yang sama-sama
menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kedua jenis klasifikasi, yaitu ke provinsi DKI Jakarta dan ke luar provinsi
DKI Jakarta. Variabel tersebut adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan upah. Variabel yang hanya signifikan
terhadap klasifikasi ke provinsi DKI Jakarta adalah status perkawinan, sedangkan variabel yang hanya signifikan
terhadap klasifikasi ke luar provinsi DKI Jakarta adalah umur. Variabel yang sama-sama tidak signifikan terhadap
kedua klasifikasi adalah variabel status kepala rumah tangga dan jarak tempuh.

Kecenderungan Jenis Kelamin Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek untuk
Bekerja di Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Mengacu pada hasil estimasi tersebut diatas, dapat dilihat bahwa jenis kelamin memiliki kecenderungan secara
signifikan terhadap kedua klasifikasi yaitu bekerja di provinsi DKI Jakarta dan bekerja di luar provinsi DKI Jakarta.
Namun, hasil variabel jenis kelamin pada ke luar provinsi DKI Jakarta memiliki koefisien yang lebih besar
dibandingkan dengan koefisien variabel jenis kelamin ke provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena faktor jenis
kelamin yang erat kaitannya dengan kondisi fisik seseorang. Pada umumnya, jenis kelamin laki-laki memiliki kondisi
fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila
pekerja migran dari Bodetabek yang berjenis kelamin laki-laki akan cenderung berminat untuk bekerja di luar provinsi
DKI Jakarta sesuai dengan kemampuan fisik mereka. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
Ravenstein dalam Erlando (2014) dimana terdapat kecenderungan perbedaan pola migrasi antar gender, dimana laki-
laki cenderung untuk melakukan migrasi pada jarak yang lebih jauh dibandingkan perempuan.

Kecenderungan Umur Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek untuk Bekerja di
Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Mengacu pada hasil estimasi tersebut diatas, variabel umur hanya signifikan terhadap klasifikasi ke luar provinsi
DKI Jakarta. Hasil estimasi variabel umur terhadap minat bekerja di luar provinsi DKI Jakarta menunjukkan koefisien
yang negatif. Hal ini berarti bahwa semakin muda umur dari pekerja migran Bodetabek, maka peluang untuk
melakukan migrasi dengan bekerja di luar provinsi DKI Jakarta semakin besar. Peluang ini akan menurun seiiring
dengan bertambahnya usia dari pekerja migran. Semakin bertambah usia pekerja migran, maka probabilitas untuk
bekerja di daerah asal semakin besar. Kondisi ini sangat wajar terjadi dikarenakan umur sangat erat kaitannya dengan
kondisi kesehatan seseorang. Semakin lanjut usia seseorang, maka umunya semakin menurun pula kondisi kesehatan
badannya. Sehingga, pekerja migran dari Bodetabek usia muda dengan kondisi kesehatan yang relatif lebih bagus
akan memiliki peluang untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Selain itu, pekerja dengan usia muda akan
cenderung untuk berusaha semaksimal mungkin mendapatkan pekerjaan yang tepat serta pengalaman berharga bagi
dirinya, sehingga peluang untuk melakukan migrasi dengan lokasi yang jauh dari daerah asal juga semakin besar.
Semakin bertambahnya usia juga berpengaruh terhadap keinginan seseorang untuk memanfaatkan waktu bersama
keluarga dengan meningkatkan waktu leisure mereka.
Koefisien variabel umur terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta
menunjukkan angka yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah usia pekerja, maka peluang untuk
bekerja di provinsi DKI Jakarta akan semakin bertambah. Kondisi ini terjadi dikarenakan pekerja dengan usia lanjut
akan memiliki pengalaman yang lebih yang dapat dimanfaatkan dalam menjalani pekerjaan di ibu kota negara,
provinsi DKI Jakarta. Sehingga dengan pengalaman yang lebih inilah, para pekerja usia lanjut akan memiliki
probanilitas yang lebih besar untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta. Namun, variabel ini menunjukkan hasil yang
tidak signifikan terhadap minat bekerja di provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan aksesibilitas yang relatif lebih
mudah untuk melakukan migrasi ke provinsi DKI Jakarta yang memiliki lokasi yang cenderung lebih dekat.
Perpindahan antar Bodetabek ke provinsi DKI Jakarta juga relatif memiliki biaya yang lebih murah dibandingkan
dengan migrasi ke luar provinsi DKI Jakarta. Bahkan, pekerja masih memungkinkan untuk melakukan migrasi
komuter dari daerah asal ke provinsi DKI Jakarta. Sehingga dengan kondisi seperti ini, variabel umur pekerja migran
yang erat kaitannya dengan kondisi kesehatan seseorang tidak berpengaruh terhadap keputusan seseorang menjadi
migran ke provinsi DKI Jakarta.

Kecenderungan Status Perkawinan Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek untuk
Bekerja di Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Variabel status perkawinan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek
untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta, namun tidak dengan minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di
luar provinsi DKI Jakarta. Dalam hasil estimasi ke provinsi DKI Jakarta, variabel status perkawinan memiliki
koefisien yang negatif. Hal ini menandakan bahwa pekerja migran dengan status belum kawin memiliki probabilitas
yang lebih besar untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta. Jika pekerja tersebut telah kawin atau telah memiliki pasangan,
maka probabilitas untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta juga akan semakin menurun. Hal ini sangat wajar terjadi
dikarenakan jika seseorang telah memiliki pasangan atau telah kawin, maka dirinya memiliki tanggungan keluarga di
daerah asal. Sehingga jika seseorang telah memiliki pasangan atau telah kawin, maka peluang untuk bekerja di
provinsi DKI Jakarta juga akan menurun. Pekerja yang telah memiliki pasangan atau telah kawin akan lebih berminat
untuk bekerja di daerah asal. Hal ini sesuai dengan teori migrasi yang dikemukakan oleh Ravenstein (dalam Hasyasya,
2012) bahwa penduduk usia muda yang belum menikah akan cenderung untuk bermigrasi dibandingkan dengan
penduduk yang telah menikah.
Hasil estimasi variabel status perkawinan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta memilihi koefisien yang positif. Hal ini menandakan bahwa jika seseorang telah menikah, maka
peluang untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta akan semakin besar. Hasil estimasi variabel status perkawinan
terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta juga menunjukkan hasil
yang tidak signifikan.

Kecenderungan Status Kepala Rumah Tangga Terhadap Minat Pekerja Migran Dari
Bodetabek untuk Bekerja di Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Variabel status kepala rumah tangga menunjukkan hasil estimasi yang tidak signifikan terhadap minat pekerja
migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta. Hasil estimasi variabel
status kepala rumah tangga terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta
memiliki koefisien negatif yang berarti bahwa peluang untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta akan semakin besar jika
pekerja tersebut berstatus sebagai bukan kepala keluarga. Hal ini terjadi karena pekerja dengan status kepala keluarga
akan lebih berminat untuk bekerja di daerah asal yang berdekatan dengan keluarga mereka. Sedangkan hasil estimasi
variabel status kepala rumah tangga terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar provinsi DKI
Jakarta memiliki koefisien positif. Hal ini menandakan bahwa peluang untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta
akan semakin besar, jika pekerja tersebut berstatus sebagai kepala rumah tangga.

Kecenderungan Tingkat Pendidikan Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek


untuk Bekerja di Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Mengacu pada hasil estimasi tersebut di atas, variabel tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang signifikan
terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta
dengan koefisien yang positif. Hal ini berarti bahwa pekerja dari Bodetabek dengan tingkat pendidikan yang tinggi
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berminat bekerja di luar daerah asal, baik ke provinsi DKI Jakarta
maupun ke luar provinsi DKI Jakarta. Temuan ini sesuai dengan teori migrasi yang disampaikan oleh Ravenstein
dalam Puspitasari (2010) bahwa penduduk dengan tingkat teknologi atau pendidikan yang tinggi akan mendorong
pola pikir penduduk untuk berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan melakukan migrasi.
Koefisien yang dihasilkan dari variabel tingkat pendidikan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk
bekerja di provinsi DKI Jakarta lebih besar dibandingkan dengan koefisien dari variabel tingkat pendidikan terhadap
minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Hal ini menandakan bahwa pekerja
migran dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih berminat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dibandingkan
dengan di luar provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena provinsi DKI Jakarta merupakan ibu kota negara
Indonesia yang umumnya merupakan tempat bagi perusahaan mendirikan kantor pusat. Sehingga dengan kondisi
seperti ini, pekerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
pekerjaan sesuai permintaan tenaga kerja di provinsi DKI Jakarta.

Kecenderungan Upah Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek untuk Bekerja di
Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Mengacu pada hasil estimasi tersebut di atas, variabel upah menunjukkan hasil yang signifikan terhadap minat
pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta dengan
koefisien yang positif. Hal ini berarti bahwa tingkat upah yang semakin tinggi masih menjadi salah satu faktor utama
yang menyebabkan pekerja untuk bemigrasi. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar migrasi oleh Simanjuntak (1985)
adalah seseorang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dari suatu tempat ke tempat lain dengan pendapatan yang
lebih besar dibandingkan sebelumnya. Ravenstein dalam Erlando (2014) juga menyatakan bahwa dorongan utama
dari pengambilan keputusan untuk bermigrasi adalah motif ekonomi. Teori migrasi Harris-Todaro juga
menggambarkan sebuah model dimana terjadi perpindahan tenaga kerja akibat adanya ketimpangan tingkat upah
diantara 2 sektor (Todaro, 2011).
Koefisien yang dihasilkan dari variabel upah terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di
provinsi DKI Jakarta lebih besar dibandingkan dengan koefisien dari variabel upah terhadap minat pekerja migran
dari Bodetabek untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan provinsi DKI Jakarta masih menjadi
daerah dengan tingkat upah yang tinggi di Indonesia. Mengacu pada data yang dipublikasikan oleh BPS, tingkat UMP
provinsi DKI Jakarta merupakan UMP tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 dengan nominal 2.700.000 rupiah.
Sehingga dengan kondisi seperti ini, pekerja migran akan lebih berminat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta
dibandingkan dengan di luar provinsi DKI Jakarta jika melihat aspek upah yang diperoleh.

Kecenderungan Jarak Tempuh Terhadap Minat Pekerja Migran Dari Bodetabek untuk
Bekerja di Provinsi DKI Jakarta atau di Luar Provinsi DKI Jakarta
Variabel jarak tempuh menunjukkan hasil estimasi yang tidak signifikan terhadap minat pekerja migran dari
Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta. Hasil estimasi variabel jarak
tempuh terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI
Jakarta menunjukkan koefisien negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak tempuh pekerja migran dari
daerah asal ke daerah tempat bekerja, maka peluang untuk melakukan migrasi akan semakin besar, baik ke provinsi
DKI Jakarta, maupun ke luar provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak tempuh pekerja
untuk bekerja, maka seseorang akan memutuskan untuk menjadi pekerja migran baik bersifat komuter dengan tipe
kepulangan dihari yang sama, atau sirkuler dengan tipe kepulangan mingguan atau bulanan dibawah kurun waktu 6
bulan. Semakin dekat jarak diantara tempat tinggal dan lokasi bekerja, maka seseorang akan lebih berminat untuk
bekerja di lokasi daerah asal.
Variabel jarak tempuh yang menunjukkan hasil tidak signifikan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek
untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa jarak tempuh tidak lagi
menjadi salah satu faktor yang paling menentukan lagi bagi seseorang untuk melakukan migrasi. Dalam kasus migrasi
dari Bodetabek ke provinsi DKI Jakarta, semakin baiknya kualitas dan kuantitas transportasi umum seperti Busway,
Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB), dan Kereta Rel Listrik (KRL) yang menghubungkan Bodetabek
dengan DKI Jakarta membuat pekerja migran akan semakin mudah untuk melakukan migrasi. Dalam kasus migrasi
dari Bodetabek ke luar provinsi DKI Jakarta, semakin mudahnya aksesibilitas untuk mendapatkan tiket transportasi
umum yang melayani perjalanan antar kota, antar provinsi, atau bahkan antar pulau semakin memudahkan pekerja
migran.

Crosstab Hasil Estimasi


Dalam pembahasan crosstab hasil estimasi ini, akan digambarkan karakteristik pekerja migran dari Bodetabek
yang memiliki kecenderungan untuk berminat bekerja di provinsi DKI Jakarta ataupun di luar provinsi DKI Jakarta.
Pembahasan crosstab dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana karakter pekerja migran yang memiliki
kecenderungan untuk bermigrasi, sehingga dapat menjadi sebuah dasar rekomendasi untuk penerapan kebijakan
terkait pekerja migran. Penjelasan mengenai karakteristik pekerja migran dari Bodetabek yang memiliki
kecenderungan untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta ini akan digambarkan dalam
tabel berikut.

Tabel 4. Karakteristik Pekerja Migran dari Bodetabek yang Memiliki Kecenderungan untuk Bekerja di
Provinsi DKI Jakarta
Persentase
No Variabel Karakteristik Jumlah Migran
Migran (%)
1. Jenis Kelamin Laki-laki 1.060 72,26
Perempuan 407 27,74
2. Status Perkawinan Sudah Kawin 1.062 72,39
Belum Kawin 405 27,61
3. Tingkat Pendidikan Rendah 115 7,8
Sedang 662 45,1
Tinggi 690 47,1
Persentase
No Variabel Karakteristik Jumlah Migran
Migran (%)
4. Upah Dibawah UMP 692 47,2
Diatas UMP 775 52,8
Sumber: Data Mentah, diolah.

Tabel 5. Karakteristik Pekerja Migran dari Bodetabek yang Memiliki Kecenderungan untuk Bekerja di Luar
Provinsi DKI Jakarta
Persentase
No Variabel Karakteristik Jumlah Migran
Migran (%)
1. Jenis Kelamin Laki-laki 555 75,72
Perempuan 178 24,28
2. Umur Muda 358 48,8
Dewasa 283 38,6
Tua 92 12,6
3. Tingkat Pendidikan Rendah 90 12,3
Sedang 437 59,6
Tinggi 206 28,1
4. Upah Dibawah UMP 461 62,9
Diatas UMP 272 37,1
Sumber: Data Mentah, diolah.

Tabel 4.12 dan 4.13 diatas memberikan gambaran mengenai karakteristik pekerja migran dari Bodetabek yang
memiliki kecenderungan untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dan di luar provinsi DKI Jakarta. Penyusunan variabel
dari karakteristik pekerja migran dari Bodetabek yang memiliki kecenderungan untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta
dan di luar provinsi DKI Jakarta adalah variabel yang telah memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi minat
pekerja migran di masing-masing kategori. Variabel tersebut antara lain adalah jenis kelamin, status perkawinan,
tingkat pendidikan, dan upah di minat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta, dan variabel jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, dan upah di minat untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Variabel jenis kelamin terdiri dari
karakteristik laki-laki dan perempuan. Variabel status perkawinan terdiri dari sudah kawin dan belum kawin. Variabel
umur terdiri dari pengelompokan umur muda, dewasa, dan tua. Kelompok umur muda merupakan pekerja migran
yang berumur diantara 15 tahun hingga 35 tahun. Kelompok umur dewasa merupakan pekerja migran yang berumur
diantara 36 tahun hingga 50 tahun. Sedangkan kelompok umur tua adalah pekerja migran yang berumur diantara 51
tahun keatas. Variabel tingkat pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan rendah, sedang, dan tinggi. Stratifikasi tingkat
pendidikan ini dilakukan guna mempermudah proses interpretasi. Tingkat pendidikan rendah merupakan tingkat
pendidikan sejak lahir hingga SD/sederajat. Tingkat pendidikan sedang merupakan tingkat pendidikan antara
SMP/sederajat hingga SMA/sederajat. Sedangkan tingkat pendidikan tinggi adalah tingkat pendidikan diatas
SMA/sederajat, mulai dari diploma 1 hingga S3. Variabel upah terdiri dari dibawah UMP provinsi DKI Jakarta tahun
2015, dan diatas UMP provinsi DKI Jakarta tahun 2015.

Hasil Temuan Crosstab


Mangacu pada pembahasan crosstab mengenai variabel-variabel yang signifikan terhadap kecenderungan pekerja
migran dari Bodetabe untuk bermigrasi, baik ke provinsi DKI Jakarta maupun ke luar provinsi DKI Jakarta, ditemukan
beberapa hasil temuan yang menarik. Hasil temuan tersebut diantaranya adalah.
1. Pekerja migran dari Bodetabek berjenis kelamin laki-laki dan berusia muda (15 tahun hingga 35 tahun)
memiliki kecenderungan untuk beminat bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Namun, jika pekerja migran dari
Bodetabek berjenis kelamin laki-laki dan telah menikah, mereka memiliki kecenderungan untuk berminat
bekerja di provinsi DKI Jakarta. Hal ini berarti bahwa pekerja migran yang berusia muda akan lebih cenderung
untuk berminat bekerja di luar provinsi DKI Jakarta, namun jika pekerja migran ini telah menikah, maka ia
memiliki kecenderungan untuk lebih berminat bekerja di provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena
pekerja migran yang telah menikah akan memiliki kecenderungan untuk memilih lokasi tempat bekerja yang
relatif lebih dekat dengan keluarganya didaerah asal.
2. Pekerja migran dari Bodetabek yang memiliki tingkat pendidikan sedang (SMP atau SMA), memiliki
kecenderungan untuk berminat bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Namun, jika pekerja migran memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi (minimal D1), maka mereka memiliki kecenderungan untuk berminat bekerja
di provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat pendidikan yang sedang-sedang saja, maka
calon pekerja migran akan bersaing dengan calon pekerja migran dengan tingkat pendidikan yang jauh lebih
tinggi darinya. Peluang untuk mendapatkan pekerjaan di provinsi DKI Jakarta pun juga akan semakin sempit,
sehingga pekerja migran dengan tingkat pendidikan yang sedang-sedang saja memiliki kecenderungan untuk
bekerja di luar provinsi DKI Jakarta.
3. Pekerja migran dari Bodetabek yang berpenghasilan dibawah UMP provinsi DKI Jakarta tahun 2015 memiliki
kecenderungan untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Sedangkan pekerja migran yang mimiliki
penghasilan diatas UMP provinsi DKI Jakarta tahun 2015 memiliki kecenderungan untuk bekerja di provinsi
DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan jika pekerja migran ini bekerja di provinsi DKI Jakarta dengan penghasilan
dibawah UMP Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 atau dibawah 2.700.000 rupah per bulan, maka biaya hidup
di provinsi DKI Jakarta yang tinggi akan semakin mengurangi penghasilan pekerja migran untuk keluarga di
daerah asal. Berbeda hal nya dengan daerah-daerah lain selain DKI Jakarta yang umumnya memiliki taraf
biaya hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta. Dengan bekerja di luar provinsi
DKI Jakarta, maka pekerja migran tidak akan terlalu terbebani dengan biaya hidupnya di daerah tujuan tempat
bekerja.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di
provinsi DKI Jakarta atau di luar provinsi DKI Jakarta, beberapa kesimpulan dapat diambil antara lain adalah:
1. Karakteristik pekerja dari Bodetabek sampel SAKERNAS 2015 berdasarkan 7 variabel yang digunakan
memiliki hasil yang sangat beragam. Dari total 7.900 pekerja Bodetabek, sebanyak 1.467 pekerja migran
(18,57%) bekerja di provinsi DKI Jakarta, 733 pekerja migran (9,28%) bekerja di luar provinsi DKI Jakarta,
dan sisanya bekerja di daerah asal. Jumlah total pekerja ini didominasi oleh pekerja dengan jenis kelamin laki-
laki yang berjumlah 5.414 pekerja (68,53%). Kelompok umur 41 tahun hingga 45 tahun mendominasi
variabel umur dengan jumlah total 1.173 pekerja (14,8%). Status sudah kawin juga mendominasi variabel
jumlah status perkawinan dengan jumlah 5.772 pekerja (73,06%). Status kepala rumah tangga mendominasi
variabel status kepala rumah tangga dengan jumlah 4.343 pekerja (54.97%). Pekerja dengan pendidikan
terakhir SMA mendominasi jumlah variabel status pendidikan dengan jumlah 2.887 pekerja (36.54%).
Kelompok upah dibawah Rp1.000.000,00 juga masih mendominasi variabel upah dengan jumlah 2.924
pekerja (37%). Dan jarak tempuh dibawah 30 KM mendominasi variabel jarak tempuh pekerja dengan jumlah
7.272 pekerja (92,05%).
2. Variabel yang memiliki kecenderungan yang signifikan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk
bekerja di provinsi DKI Jakarta adalah variabel jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan
upah. Pekerja migran dengan status belum kawin akan lebih berminat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta.
Pekerja migran dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih berminat untuk bekerja di provinsi
DKI Jakarta. Pekerja migran juga lebih berminat untuk bekerja di provinsi DKI Jakarta dikarenakan potensi
upah yang didapatkan. Variabel yang tidak memiliki kecenderungan terhadap minat pekerja migran untuk
bekerja di provinsi DKI Jakarta adalah variabel umur, status kepala rumah tangga, dan jarak tempuh.
3. Variabel yang memiliki kecenderungan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta adalah variabel jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan upah. Pekerja migran
dengan jenis kelamin laki-laki akan lebih berminat untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Pekerja migran
dengan umur muda juga akan lebih berminat untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Variabel yang tidak
memiliki kecenderungan yang signifikan terhadap minat pekerja migran dari Bodetabek untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta adalah variabel status perkawinan, status kepala rumah tangga, dan jarak tempuh.

Implikasi Manajerial
Hasil temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan untuk melakukan
migrasi berdasarkan beberapa variabel. Untuk mengimplementasikan hasil penelitian ini, maka pemerintah baik pusat
maupun daerah diharapkan mempertimbangkan beberapa poin penting dibawah ini, yaitu:
1. Dominannya pekerja migran dari Bodetabek berjenis kelamin laki-laki dan sudah menikah di provinsi DKI
Jakarta akan memberikan peluang yang besar bagi beberapa industri yang memiliki pasar dengan karakteristik
konsumen seperti ini. Industri properti termasuk apartemen dan perumahan dirasa perlu untuk didukung
pengembangannya di provinsi DKI Jakarta, disebabkan karena pekerja berjenis kelamin laki-laki, telah
menikah, dan berpenghasilan diatas UMP provinsi akan berusaha untuk mendapatan hunian baru yang layak
bagi keluarganya di provinsi DKI Jakarta kelak. Selain itu, industri otomotif khususnya roda empat juga
diprediksi akan sangat digemari oleh pekerja migran dengan karakteristik seperti ini. Karena pekerja migran
berjenis kelamin laki-laki, telah menikah, dan berpenghasilan tinggi akan berusaha untuk mendapatkan
kendaraan bermotor pribadi bagi dirinya untuk bermigrasi, serta keluarga. Bentuk kemudahan yang dapat
diberikan adalah seperti kemudahan memperoleh kredit perumahan, kemudahan dalam mendapatkan
informasi, dan kemudahan dalam melakukan transaksi.
2. Pekerja migran dari Bodetabek berjenis kelamin laki-laki dan berusia muda yang memiliki kecenderungan
untuk bekerja di luar provinsi DKI Jakarta diprediksi memberikan peluang yang besar bagi daerah-daerah
tujuan untuk mengoptimalisasi sektor pariwisatanya masing-masing. Hal ini disebabkan karena pekerja
migran dengan usia muda yang masih belum memiliki tanggungan keluarga akan lebih bersemangat untuk
mengeksplorasi tujuan-tujuan wisata di tempat dirinya bekerja sebagai salah satu sarana hiburan bagi mereka.
Sehingga pemerintah daerah beserta warga sekitar diharapkan mampu bekerja sama dalam mengembangkan
sektor pariwisata di daerah tersebut.
3. Pekerja migran dari Bodetabek dengan tingkat pendidikan yang sedang akan lebih cenderung untuk berminat
bekerja di luar provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat adanya gap kualitas dari penawaran tenaga kerja di
provinsi DKI Jakarta dengan di luar provinsi DKI Jakarta. Sehingga, pemerintah daerah khususnya pemerintah
daerah diluar provinsi DKI Jakarta dirasa perlu untuk melakukan berbagai pelatihan kerja di daerahnya untuk
meningkatkan kualitas para pekerja unskilled labor.
4. Biaya hidup di provinsi DKI Jakarta yang tinggi membuat pekerja migran dari Bodetabek dengan pendapatan
dibawah UMP provinsi DKI Jakarta tahun 2015 sebesar 2.700.000, lebih cenderung untuk bekerja di luar
provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan di provinsi DKI Jakarta. Pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta
dirasa perlu untuk terus mejaga biaya hidup layak di provinsi DKI Jakarta agar dengan pendapatan yang
cukup, pekerja juga akan tetap nyaman untuk tinggal hidup di provinsi DKI Jakarta.
Saran
Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya, dibawah ini terdapat beberapa saran
yang dapat diberikan, antara lain adalah:
1. Mengacu pada implikasi dari hasil temuan, pemerintah DKI Jakarta diharapkan mampu memberikan
kemudahan bagi pekerja migran untuk mendapatkan hunian yang layak, mendapatkan akses atau alat
transportasi yang mudah dan terjangkau, serta pengendalian biaya hidup layak guna memenuhi kebutuhan
hidupnya di provinsi DKI Jakarta. Selain itu, pemerintah daerah diluar provinsi DKI Jakarta juga diharapkan
mampu meningkatkan kualitas tenaga kerja di daerahnya masing-masing dengan pelatihan kerja, serta mampu
mengelola sumber daya pariwisatanya untuk memenuhi kebutuhan hiburan bagi pekerja migran di daerahnya
masing-masing.
2. Hasil temuan yang berhasil diungkapkan dalam penelitian ini diharapkan menjadi acuan yang tepat guna
melanjutkan penelitian yang menjadikan fenomena pekerja migran di Bodetabek sebagai objek utama
penelitian. Diharapkan penelitian ini juga cukup untuk menjadi sumber referensi aau sumber acuan dalam
penelitian lanjutan.
3. Adanya keterbatasan penelitian yaitu pembahasan sektor formal dan informal di provinsi DKI Jakarta, serta
adanya keterbatasan penelitian dalam upaya melihat fenomena pekerja migran dari sudut pandang alat
transportasi sebagai variabel di penelitian ini. Harapannya dalam penelitian selanjutnya pembahasan mengenai
sektor pekerjaan formal dan informal serta alat transportasi migran dapat menjadi pelengkap analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi.


https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267. Diakses pada 4 Januari 2017.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Mobilitas Penduduk dan Angkatan Kerja 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2016. Upah Minimum Provinsi. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/917. Diakses


4 April 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2015. PDRB Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) 2011-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik DKI Jakarta.
https://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/107. Diakses 2 maret 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2016. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha DKI
Jakarta 2011-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik DKI Jakarta.

Borjas, George J. 2008. Labor Economics. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.

Erlando, Angga. 2014. Analisis terhadap Migran Sirkuler di Kota Surabaya. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan)
Malang: FEB-UB.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teori Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Munir, Rozy. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Puspitasari, Ayu Wulan. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Migrasi Sirkuler ke Kabupaten
Semarang. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wijoyo, Wisnu Harto Adi. 2011. Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Dari Studi Kasus ASEAN +6 Dan
Grafitasi Migrasi Keluar Dari Indonesia. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Depok: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai