Kedua duta besar itu bernama Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi
Jaya Sedana. Mereka menjadi tamu Raja Inggris, Charles II, selama tiga
setengah bulan di Istana Windsor.
Mr. Hajjah Raden Ayu Maria Ulfah atau Maria Ulfah Santoso atau Maria Ulfah Soebadio
Sastrosatomo (18 Agustus 1911 – 15 April 1988) atau dahulu dikenal sebagai Maria Ulfah
Santoso adalah salah satu mantan Menteri Sosial pada Kabinet Sjahrir II. Nama Santoso diambil
dari nama suami pertama dan nama Soebadio Sastrosatomo diambil dari nama suami kedua
setelah suami pertama meninggal dunia.
Lantas dari daftar tersebut, adakah tokoh yang berfokus di sektor pertanian?
Berdasarkan penelusuran Sariagri, ada satu sosok yang memiliki gagasan di bidang
pertanian. Sosok tersebut yaitu Sultan Ageng Tirtayasa yang berasal dari Kesultanan
Banten.
Gagasan itu diteliti oleh Sonny C. Wibisono dalam artikel berjudul "Irigasi Tirtayasa:
Teknik Pengelolaan Air Kesultanan Banten Pada Abad ke-17 Masehi."
Seluruh tulisan bersumber dari buku Banten; Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII yang ditulis
Claude Guillot. Dalam pembahasan tentang tulisan Scott mengenai Banten, Guillot memberi
catatan; pada saat kedatangan Scott, Banten sedang dilanda sebuah krisis politik sangat parah.
Scott sendiri dinilai tak mengetahui penyebab kiris yang melanda Banten itu.
Pertama-tama dalam catatannya itu, Scott menyebut Banten sebagai wilayah yang rawan
terhadap peristiwa kebakaran. Tercatat, selama kurun 15 bulan telah terjadi 15 kali kebakaran di
Banten. Pada saat itu, rumah-rumah di Banten terbuat dari bambu beratapkan jerami.
Lalu, Scott juga menggambarkan lingkungan Banten sebagai negeri maut. Tanahnya tertutup
rawa, kumuh, dan gersang. Selain biji lada, Banten tak menghasilkan apapun sehingga tak
mampu menyediakan makanan bagi penduduknya.
Air yang menjadi sumber kehidupan di tempat lain, berubah menjadi racun yang membuahkan
penyakit dan kematian. Seluruh penduduk–kecuali orang kaya–tulis Scott, terpaksa harus
menelan makanan yang hanya pantas diberikan kepada binatang.
Scott bahkan menggambarkan, kondisi Banten saat itu adalah kebalikan dari sebuah peradaban.
Di sana binatang liar dan buas yang menyerang serta memangsa manusia berkembang biak
dalam jumlah yang tak terhitung. Cuaca panas dan lembab menghancurkan barang-barang dan
orang-orang yang setelah menjadi lemah karena makanan yang buruk, terserang berbagai macam
penyakit khususnya diare dan pembengkakan.
Setelah memberikan gambaran soal kondisi lingkungan di Banten, Scott kemudian memberi
penilaian moral terhadap orang-orang Banten. Menurutnya ada beberapa kejahatan yang sudah
berakar dalam diri orang-orang Banten.
Kedua, kemalasan. Scott mencatat, hampir tak ada satu persen pun orang Banten yang saat itu
mau bekerja.
Ketiga, nafsu mendapat keuntungan. Orang Banten, disebutkan Scott, siap memenggal kepala
salah seorang kerabat dekatnya untuk dijual kepada para pemburu kepala. Raja hanya menikmati
pembunuhan yang terjadi di kerajaannya, karena perbuatan ini memperkaya dirinya. Karena,
semakin sering mereka saling bunuh, raja akan semakin banyak mengantungi denda dan menarik
keuntungan.
Keempat, pencurian. Godaan untuk mendapat keuntungan yang ditambah dengan kemalasan dan
sifat tak bermoral ini, tak pelak lagi berakhir dengan pencurian. Namun, dalam tulisannya itu,
Scott disebut hanya dua kali mendapatkan pengalaman menjadi korban percobaan pencurian.
Scott lebih banyak menuliskan soal korupsi di Banten yang dilakukan terbatas oleh orang-orang
yang berkuasa.
Kelima, kebengisan. Scott menyebut, orang-orang Banten sebagai orang yang haus darah.
Keenam, sifat pengecut. Menurut Scott, orang-orang Banten jarang menanggapi tantangan
berkelahi satu lawan satu dengan orang sebangsa ataupun dengan warga asing. “Mereka semua
berusaha membalas dendan terhadap musuh mereka dengan cara pengecut,” tulis Scott.
Ketujuh, ketidakadilan sosial. Penduduk Banten saat itu terbagi atas dua golongan: kaum
bangsawan dan kaum budak. Golongan pertama mengangkangi seluruh kekayaan dan kekuasaan
dengan mengabaikan golongan kedua yang berada dalam keadaan serba kekurangan dan
ketergantungan yang memalukan. Bahkan, kaum bangsawan ini disebut berani menghukum mati
kaum budak sekecil apapun kesalahan mereka.
Terhadap tujuh daftar keburukan masyarakat Banten yang dituliskan Scott, Claude Guillot
memberikan catatan kritis. Menurutnya, daftar keburukan masyarakat Banten ini, sebagaimana
dalam petikan-petikan yang seperti apa adanya dari scott, jauh dari lengkap. Pasalnya, kata
Guillot, seluruh bangsa di Asia dibidik oleh gambaran yang tidak terpuji itu, walaupun memang
Scott menyusun tingkat-tingkatan kebuasan mereka. (Rus)