Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TUBERKULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH :

NAMA : WINDA SONIA LUBIS


NIM : 2002031043
MATA KULIAH : GIZI KELUARGA
DOSEN PENGAMPU : YULITA, SKM, MPH

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan

judul “Tuberkulosis (TBC)” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Gizi Keluarga. Tidak sedikit kesulitan yang saya alami dalam proses penyusunan

makalah ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait,

baik secara moril, maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi.

Tidak lupa pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih kepada

Dosen yang telah membimbing kami sehingga saya dapat menyelesaikantugas ini

dengan baik. Saya menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini,

saya membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah diwaktu yang akan

datang. Akhir kata, besar harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, 29 Maret 2022

Winda Sonia Lubis

i
DAFTAR ISI

Judul Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 3
1.3. Tujuan .................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 4


2.1. Defenisi Tuberkulosis .......................................................... 4
2.2. Patofisiologi ......................................................................... 5
2.3. Penyebab Tuberkulosis ........................................................ 6
2.4. Komplikasi Tuberkulosis..................................................... 6
2.5. Cara Penularan..................................................................... 7
2.6. Perjalanan Penyakit ............................................................. 8
2.6.1. Tuberkulosis Primer ................................................ 8
2.6.2. Tuberkulosis Post Primer......................................... 9
2.7. Bakteriologi ......................................................................... 10

BAB III PENUTUP .................................................................................. 11


3.1. Kesimpulan .......................................................................... 11
3.2. Saran .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India

dan Cina. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan

kematian 101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan prevalensi TBC

positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit

yang setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak

ditemukan terutama gizi makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan

sosial ekonomi dan higiene dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam

hal jumlah penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia

(WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia

sekitar 528.000. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia

menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang.

Pada Global Report WHO 2010, didapat data TBC Indonesia, total seluruh kasus

TBC tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC

baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC BTA negatif, 11.215 adalah kasus

TBC ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah kasus

pengobatan ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011).

Pada anak, TBC secara umum dikenal dengan istilah “flek paru-paru”.

Tuberkulosis pada anak juga mempunyai permasalahan khusus yang berbeda

1
dengan orang dewasa, baik dalam aspek diagnosis, pengobatan, pencegahan,

maupun TBC pada kasus khusus, misalnya pada anak dengan infeksi HIV

(Anonima, 2011). Selain itu, pemeriksaan TBC yang memerlukan sampel dahak

dari sang anak masih sulit diterapkan karena anak kecil sulit mengeluarkan dahak.

Akibatnya, kesulitan dan keraguan dalam aspek diagnosis ini seringkali

menimbulkan terjadinya over diagnosis dan over treatment dalam penanganan

TBC anak (Anonimb, 2011).

Perbedaan TBC anak dan TBC dewasa adalah TBC anak lokasinya pada

setiap bagian paru sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler.

Kemudian terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa

tanpa pembesaran kelenjar limfe regional. Pada anak penyembuhan dengan

perkapuran dan pada dewasa dengan fibriosis. Pada anak lebih banyak terjadi

penyebaran hematogen sedangkan pada dewasa jarang (Sulaifi, 2011).

Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan

sputum positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi

(Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes

tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin

bisa didapatkan dari bilas lambung. Pencegahan tergantung pada perbaikan

kondisi sosioekonomi, dan kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk

pengenalan serta terapi tepat pada infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG (Meadow

dan Newel, 2006). Sedangkan masalah perilaku tidak sehat antara lain akibat dari

meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang

kurang atau tidak seimbang, dan lain-lain (Anonim, 2006).

2
1.2. Perumusan Masalah

a. Apa pengertian dari defenisi tuberkulosis?

b. Bagaimana patofisiologi tuberkulosis?

c. Apa penyebab dari tuberkulosis?

d. Bagaimana dari komplikasi tuberkulosis?

e. Bagaimana cara penularan dari tuberkulosis?

f. Bagaimana perjalanan penyakit dari tuberkulosis?

g. Bagaimana bakteriologi dari tuberkulosis?

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian dari defenisi tuberkulosis

b. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi tuberkulosis

c. Untuk mengetahui penyebab dari tuberkulosis

d. Untuk mengetahui bagaimana dari komplikasi tuberkulosis

e. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan dari tuberkulosis

f. Untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit dari tuberkulosis

g. Untuk mengetahui bagaimana bakteriologi dari tuberkulosis

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang

telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru,

85% dari seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang organ

tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak,

dan lainnya (Icksan dan Luhur, 2008). Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum,

TBC dibagi dalam: TBC paru BTA positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum

BTA positif, TBC paru BTA negatif: dari 3 spesimen BTA negatif, foto toraks

positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru dan kadang-kadang pada struktur-

struktur di sekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis

(Saputra, 2010).

Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena

selain dapat menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga

dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam hewan misalnya sapi, anjing,

babi, unggas, biri-biri dan hewan primata, bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan

setiap tahun cukup besar (Chuluq, et al, 2004). Kuman Mycobacterium

tuberculosis paling sering menyerang pada organ paru dengan sumber penularan

adalah pasien TB BTA (Basil Tahan Asam) positif. Tuberkulosis masih menjadi

masalah kesehatan utama di berbagai negara di dunia dan setiap tahun tercatat 2-3

4
juta penduduk dunia meninggal akibat tuberkulosis (Bagiada & Primasari, 2010).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 ditemukan prevalensi TB

Nasional dengan pemeriksaan BTA mikroskopis pagi-sewaktu dengan dua slide

BTA positif adalah 289/100.000 penduduk, sedangkan prevalensi TB Nasional

dengan satu slide BTA positif adalah 415/100.000 penduduk (Balitbangkes

Depkes RI, 2010). Sampai saat ini terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB dan

diperkirakan 1,7 juta kematian karena tuberkulosis. Insiden kasus BTA positif

tahun 2006 diperkirakan 105 kasus baru per 100.000 penduduk (240.000 kasus

baru setiap tahun), dan prevalensi 578.000 kasus untuk semua kasus (Depkes,

2008). Apabila penderita tuberkulosis paru tidak ditemukan dan diobati maka

akan menjadi kasus kronis yang tetap sebagai sumber penularan tuberkulosis

(RYE, et al., 2009).

2.2. Patofisiologi

Perjalanan penyakit tuberkulosis di mulai saat ada pasien tuberkulosis

mengalami batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah

droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar

matahari atau suhu udara yang panas maka droplet nuklei tadi akan menguap.

Droplet bakteri akan menguap ke udara dibantu dengan angin kemudian akan

membuat bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terkandung dalam droplet

nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang

itu akan berpotensi terkena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri

yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk

hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan

5
menggandakan diri (multiplying). Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru

terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri

Mycobacterium tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes

Mantoux (Muttaqin, 2008).

2.3. Penyebab Tuberkulosis

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan

termasuk dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M.

bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010). Mycobacterium

tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang

1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium

tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii

(Zulkoni, 2010). Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm.

2.4. Komplikasi Tuberkulosis

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi

lanjut.

1. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy.

6
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering

terjadi pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007). Komplikasi

penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas

bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,

tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (Zulkoni, 2010).

2.5. Cara Penularan

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran

napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection)

yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga

karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Untuk

membatasi penyebaran perlu sekali discreen semua anggota keluarga dekat yang

erat hubungannya dengan penderita (Tjay dan Rahardja, 2007).

Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang

bertebaran sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus baru

meningkatkan resiko penularan karena semakin lama periode pemajanan, semakin

besar resiko inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding berminyak yang kuat. Dapat

terjadi infeksi tuberkulosis (primer) dengan atau tanpa manifestasi penuh penyakit

(infeksi pascaprimer atau sekunder) (Gould dan Brooker, 2003).

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk ke

7
dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar

dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran

limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,

makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak

terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni, 2010).

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan

sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).

2.6. Perjalanan Penyakit

2.6.1. Tuberkulosis Primer

Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis pada pasien nonsensitif yaitu mereka yang sebelumnya belum pernah

terinfeksi. Pasien biasanya tanpa gejala (Rubenstein dkk, 2008). Tuberkulosis

primer sering terjadi pada anak (Hidayat, 2006), tetapi bisa terjadi pada orang

dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, DM, orang

tua, SLE, dan sebagainya (Icksan dan Luhur, 2008). TBC paru primer dimulai

dengan masuknya Mycobacterium tuberculosis secara aerogen ke dalam alveoli

yang mempunyai tekanan oksigen tinggi, atau melalui traktus digestivus (untuk

TBC usus) (Malueka, 2007).

Bakteri yang terhirup membentuk satu fokus infeksi di paru, disertai

keterlibatan kelenjar limfe hilus (kompleks primer). Biasanya hanya timbul sedikit

8
gejala, dan pemulihan sering terjadi secara spontan. Individu yang bersangkutan

tidak menular bagi orang lain dan bereaksi negatif terhadap uji bakteriologis

walaupun uji kulit tuberkulinnya (Heaf test) mungkin sensitif (Gould dan

Brooker, 2003).

Bakteri yang terhirup membentuk satu fokus infeksi di paru, disertai

keterlibatan kelenjar limfe hilus (kompleks primer). Biasanya hanya timbul sedikit

gejala, dan pemulihan sering terjadi secara spontan. Individu yang bersangkutan

tidak menular bagi orang lain dan bereaksi negatif terhadap uji bakteriologis

walaupun uji kulit tuberkulinnya (Heaf test) mungkin sensitif (Gould dan

Brooker, 2003).

2.6.2. Tuberkulosis Post Primer

Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis pada yang pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien sensitif

terhadap tuberkulin (Rubenstein dkk, 2008). TBC paru post primer biasanya

terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu

gejala TBC bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang laten

dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TBC sekunder progresif

menunjukkan gambaran yang sama dengan TBC primer progresif (Icksan dan

Luhur, 2008). Pemulihan spontan tidak dijumpai pada tuberkulosis post primer

dan pasien mungkin menular bagi orang lain sebelum diterapi secara efektif

(Gould dan Brooker, 2003). Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan

tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas

tuberkulosis post primer adalah kerusakan paru yang luas dan parah (Zulkoni,

9
2010).

2.7. Bakteriologi

Sputum BTA positif, bila dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA

positif, atau satu kali pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil

pemeriksaan radiologis sesuai dengan TBC paru, atau satu kali sputum BTA

positif dan hasil kultur positif. Sputum BTA negatif, bila dua kali pemeriksaan

dengan jarak 2 minggu dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai

dengan TBC paru dan gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik

spektrum luas selama satu minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati

dengan pengobatan regimen anti TBC secara penuh (Anonim, 2008).

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus TBC pada NYS adalah

lingkungan yang lembab, kurangnya ventilasi dan sinar matahari, Kemudian

perilaku adalah tidak ada tempat khusus untuk dahak dan kalau batuk tidak

menutup mulut.

3.2. Saran

Agar setiap mahasiswa memahami pengertian, gejala, efek, cara kerja

obat, dosis yang digunakan, dan cara mengatasi penyakit dari TBC.

11
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37.
David Arnot, dkk (2009). Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis:
perawatan Alternatif dan tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer. hlm. 180
Fatimah,Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan
Dengan kejadian TB Paru
Herlina, L. 2007. Tuberkulosis dan faktor risiko kejadian Multidrug
ResistantTuberculosis (MDR TB/Resistensi Ganda). Program
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi
Komunitas Universitas Padjadjaran.
Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan
pertama.
Suswati, E. 2007. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Jember. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Jember. Biomedis Vol.1 No.1. hal: 11-16
Sitepu, M.Y. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di
Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soemirat, Juli, 2010, Epidemiologi Lingkungan, Yogyakarta : Gajah
Mada

12

Anda mungkin juga menyukai