RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN
SELAYAR NOMOR TAHUN 2022
TENTANG
dan
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
36. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budi daya.
37. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.
38. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
39. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
40. Kawasan permukiman perkotaan adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan di kawasan perkotaan.
41. Kawasan permukiman perdesaan adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan di kawasan perdesaan.
42. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan, kawasan,
wilayah sehingga memungkinkan ruang tersebut berfungsi
sebagaimana mestinya.
43. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan, kawasan, wilayah yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan
kegiatan sosial, budaya, ekonomi, pelayanan umum, serta
pertahanan dan keamanan.
44. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan teknologi pada suatu kawasan untuk jangka waktu tertentu
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.
45. Kawasan pertahanan dan keamanan negara adalah kawasan yang
diperuntukkan dengan fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan
keamanan negara yang terdiri dari kawasan militer dan kepolisian.
46. Kawasan Peruntukan Industri yang selanjutnya disingkat KPI adalah
bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
47. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang selanjutnya
disingkat KP2B adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada
-7-
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkunan.
68. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka
di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasasi sesuai rencana tata ruang dan rencana
tata bangunan dan lingkunan.
69. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
70. Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PD adalah unsur
pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah kabupaten.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Paragraf 1
Ruang Lingkup Materi
Pasal 2
Paragraf 2
Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan
Pasal 3
(1) Wilayah perencanaan seluas kurang lebih 10.319 (sepuluh ribu tiga
ratus sembilan belas) kilometer persegi yang meliputi wilayah daratan
seluas kurang lebih 1.172 (seribu seratus tujuh puluh dua) kilometer
persegi, dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 9.147
(sembilan ribu seratus empat puluh tujuh) kilometer persegi,
-10-
termasuk didalamnya 130 (seratus tiga puluh) pulau besar dan pulau
kecil.
(2) Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba (Selat
Bira);
b. sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores;
c. sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar; dan
d. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
(3) Wilayah perencanaan terdiri dari 11 (sebelas) wilayah kecamatan
meliputi:
a. Kecamatan Pasimarannu dengan luas kurang lebih 173 (seratus
tujuh puluh tiga) kilometer persegi;
b. Kecamatan Pasilambena dengan luas kurang lebih 102 (seratus
dua) kilometer persegi;
c. Kecamatan Pasimasunggu dengan luas kurang lebih 116 (seratus
enam belas) kilometer persegi;
d. Kecamatan Takabonerate dengan luas kurang lebih 36 (tiga puluh
enam) kilometer persegi;
e. Kecamatan Pasimasunggu Timur dengan luas kurang lebih 55 (lima
puluh lima) kilometer persegi;
f. Kecamatan Bontosikuyu dengan luas kurang lebih 202 (dua ratus
dua) kilometer persegi;
g. Kecamatan Bontoharu dengan luas kurang lebih 128 (seratus dua
puluh delapan) kilometer persegi;
h. Kecamatan Benteng dengan luas kurang lebih 5 (lima) kilometer
persegi;
i. Kecamatan Bontomanai dengan luas kurang lebih 128 (seratus dua
puluh delapan) kilometer persegi;
j. Kecamatan Bontomatene dengan luas kurang lebih 158 (seratus
lima puluh delapan) kilometer persegi; dan
k. Kecamatan Buki dengan luas kurang lebih 69 (enam puluh
sembilan) kilometer persegi.
(4) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digambarkan pada Peta Wilayah Perencanaan dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
-11-
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 4
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 6
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Bagian Kedua
Sistem Pusat Permukiman
Pasal 8
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana
Pasal 9
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 26
Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 27
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf d berupa prasarana sumber daya air terdiri atas:
a. sistem jaringan irigasi;
b. bangunan pengendalian banjir; dan
c. bangunan sumber daya air.
-23-
(2) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa jaringan irigasi sekunder meliputi:
a. DI Malelang di Kecamatan Bontomatene;
b. DI Posi di Kecamatan Bontomanai;
c. DI Losong dan DI Bontojaya di Kecamatan Bontoharu;
d. DI Bolu-bolu, DI Pati Korek, dan DI Reayya di Kecamatan
Bontosikuyu;
e. DI Binanga Parra, DI Benteng Penga, DI Doda, DI Lembang-
Lembang, DI Binanga Nipa, DI Binanga La’ba, DI Lajongko, DI
Binanga Bakka, DI Eremata, DI Pitang, dan DI Marege di
Kecamatan Pasimasunggu;
f. DI Bone Lambere, DI Bonto Bulaeng, DI Balo’boro, DI Ere Lompa,
DI Pakangkang, DI Lembang Tedong, dan DI Garassi di
Kecamatan Pasimasunggu Timur; dan
g. DI Lambego di Kecamatan Pasilambena.
(3) Bangunan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Bendungan Bontojaya di Desa Bontobangun Kecamatan
Bontoharu;
b. Bendungan Cinemabella di Desa Putabangun Kecamatan
Bontoharu; dan
c. Bendungan Posi di Desa Polebungin Kecamatan Bontomanai;
(4) Bangunan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Bendungan Bontojaya di Desa Bontobangun Kecamatan
Bontoharu;
b. Bendungan Cinemabella di Desa Parak Kecamatan Bontomanai;
c. Bendungan Mare Mare di Desa Mare Mare Kecamatan
Bontomanai; dan
d. Bendungan Posi di Desa Polebungin Kecamatan Bontomanai.
(5) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan pada Peta Rencana Struktur Ruang Sistem Jaringan
Sumber Daya Air dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Unit air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdapat di
Kecamatan Bontoharu, Kecamatan Bontomanai, Kecamatan Buki,
Kecamatan Bontosikuyu, Kecamatan Pasimasunggu, Kecamatan
Pasimasunggu Timur, Kecamatan Pasimarannu, Kecamatan Pasilambena,
dan Kecamatan Takabonerate.
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf
f terdiri atas:
a. jaringan drainase primer;
b. jaringan drainase sekunder;
c. jaringan drainase tersier.
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdapat di Kecamatan Buki, Kecamatan Bontomanai, Kecamatan
Benteng, Kecamatan Bontoharu, dan Kecamatan Bontosikuyu.
(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat di Kecamatan Bontomatene, Kecamatan Buki,
Kecamatan Bontomanai, Kecamatan Benteng, Kecamatan Bontoharu,
Kecamatan Bontosikuyu, Kecamatan Pasimasunggu, Kecamatan
-29-
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 40
Bagian Kedua
Kawasan Peruntukan Lindung
Pasal 41
Paragraf 1
Badan Air
Pasal 42
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan
Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 43
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 44
Paragraf 4
Kawasan
Konservasi
Pasal 45
Paragraf 5
Kawasan Ekosistem
Mangrove
Pasal 46
Bagian Ketiga
Kawasan Peruntukan Budi Daya
Pasal 47
Paragraf 1
Badan Jalan
Pasal 48
Paragraf 2
Kawasan Hutan Produksi
Pasal 49
Paragraf 3
Kawasan Perkebunan Rakyat
Pasal 50
Paragraf 4
Kawasan
Pertanian
Pasal 51
f) Kecamatan Buki seluas kurang lebih 3.418 (tiga ribu empat ratus
delapan belas) hektar;
g) Kecamatan Bontomatene seluas kurang lebih 3.112 (tiga ribu
seratus dua belas) hektar;
h) Kecamatan Pasimasunggu seluas kurang lebih 1.891 (seribu
delapan ratus sembilan puluh satu) hektar;
i) Kecamatan Takabonerate seluas kurang lebih 337 (tiga ratus tiga
puluh tujuh) hektar; dan
j) Kecamatan Pasimasunggu Timur seluas kurang lebih 326 (tiga
ratus dua puluh enam) hektar.
Paragraf 5
Kawasan Perikanan
Pasal 52
Paragraf 6
Kawasan Pertambangan dan Energi
Pasal 53
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 54
Paragraf 8
Kawasan Pariwisata
Pasal 55
Paragraf 9
Kawasan Permukiman
Pasal 56
(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf
i terdiri atas:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaaan;
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a seluas kurang lebih 7.123 (tujuh ribu seratus dua puluh
tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Bontoharu seluas kurang lebih 2.497 (dua ribu empat
ratus sembilan puluh tujuh) hektar;
b. Kecamatan Bontosikuyu seluas kurang lebih 1.014 (seribu empat
belas) hektar;
c. Kecamatan Bontomanai seluas kurang lebih 802 (delapan ratus
dua) hektar;
d. Kecamatan Buki seluas kurang lebih 659 (enam ratus lima puluh
sembilan) hektar;
e. Kecamatan Pasimasunggu seluas kurang lebih 533 (lima ratus
tiga puluh tiga) hektar;
f. Kecamatan Benteng seluas kurang lebih 474 (empat ratus tujuh
puluh empat) hektar;
g. Kecamatan Bontomatene seluas kurang lebih 406 (empat ratus
enam) hektar;
h. Kecamatan Pasimarannu seluas kurang lebih 265 (dua ratus
enam puluh lima) hektar; dan
i. Kecamatan Pasimasunggu Timur seluas kurang lebih 241 (dua
ratus empat puluh satu) hektar.
j. Kecamatan Pasilambena seluas kurang lebih 232 (dua ratus tiga
puluh dua) hektar.
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b seluas kurang lebih 12.681 (dua belas ribu enam ratus
delapan puluh satu) hektar meliputi:
a. Kecamatan Bontomanai seluas kurang lebih 2.499 (dua ribu
empat ratus sembilan puluh sembilan) hektar;
b. Kecamatan Bontomatene seluas kurang lebih 2.251 (dua ribu
dua ratus lima puluh satu) hektar;
c. Kecamatan Buki seluas kurang lebih 1.597 (seribu lima ratus
sembilan puluh tujuh) hektar;
d. Kecamatan Bontosikuyu seluas kurang lebih 1.530 (seribu lima
ratus tiga puluh) hektar;
e. Kecamatan Pasimarannu seluas kurang lebih 1.496 (seribu
empat ratus sembilan puluh enam) hektar;
-37-
Paragraf 10
Kawasan Transportasi
Pasal 57
Paragraf 11
Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 58
BAB V
KAWASAN STRATEGIS
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN
Pasal 64
Bagian Kesatu
Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Pasal 65
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Jangka Menengah Lima Tahunan
Pasal 66
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang
Pasal 67
Pasal 68
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 69
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi
Pasal 70
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Prasarana
Pasal 71
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 72
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi Jaringan Jalan
Pasal 73
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi
Jaringan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Pasal 74
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi
Jaringan Transportasi Laut
Pasal 75
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi
Bandar Udara Umum dan Bandar Udara Khusus
Pasal 76
(1) Ketentuan umum zonasi bandar udara umum dan bandara khusus
berupa bandar udara H. Aroeppala dan bandar udara Kayuadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf d terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi jalan khusus, jalan umum,
lapangan dan industri serta gedung atau bangunan yang
berhubungan dengan kelancaran angkutan udara, pergudangan,
gedung dan pelataran parkir, utilitas umum, jalur pejalan kaki,
ruang terbuka hijau, ruang terbuka non hijau;
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi sarana kesehatan,
jaringan energi/listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan
transportasi terpadu, rumah dinas, mess petugas, sarana
peribadahan, jasa, perdagangan, karantina, sarana keamanan,
sarana mitigasi bencana, pemasangan reklame, ekonomi kreatif,
dan kegiatan lainnya yang tidak mengganggu fungsi bandar udara;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang
mengganggu fungsi bandar udara, serta kegiatan yang
membahayakan keamanan atau keselamatan pengguna bandar
udara; dan
d. sarana dan prasarana minimal meliputi rambu-rambu, papan
informasi, toilet umum, ruang tunggu, pelataran parkir, pos jaga,
mushollah, lampu penerangan, kantin.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Energi
Pasal 77
Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 78
Bagian Keempat
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 79
Bagian Kelima
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 80
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Penyediaan Air Minum
Pasal 81
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Pengelolaan Air Limbah
Pasal 82
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 83
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Persampahan
Pasal 84
Paragraf 5
Ketentuan Umum Zonasi
Sistem Jaringan Evakuasi
Bencana Pasal 85
Paragraf 6
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Drainase
Pasal 86
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi
Untuk Kawasan Lindung
Pasal 87
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi
Badan Air
Pasal 88
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan
Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 89
g) bunga;
h) sarang burung walet; dan/atau
i) hasil hutan bukan kayu lainnya,
dengan ketentuan:
a) hasil hutan bukan kayu yang dipungut harus sudah tersedia
secara alami dan/atau hasil rehabilitasi;
b) tidak merusak lingkungan;
c) tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi
utamanya;
d) mememungut hasil Hutan Bukan Kayu sesuai jumlah, berta
atau volume yang diizinkan.
4) kegiatan yang diperbolehkan bersyarat berupa:
a) kegiatan latihan militer dalam kondisi tertentu tanpa
mengurangi fungsi kawasan hutan;
b) kegiatan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum,
seperti jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan
jaringan prasarana sumber daya air;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa:
1) kegiatan yang mengurangi atau menghilangkan fungsi utama;
2) kegiatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan
sosial ekonomi;
3) kegiatan yang menggunakan peralatan mekanis dan alat berat;
4) kegiatan membangun sarana dan prasarana yang mengubah
bentang alam;
5) kegiatan yang merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan;
6) kegiatan pada blok inti dan blok khusus;
7) kegiatan penebangan pohon;
8) kegiatan pemanenan atau pemungutan hasil hutan melebihi daya
dukung hutan; dan
9) kegiatan pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral
bukan logam, batuan, batubara.
d. intensitas pemanfaatan ruang berupa KDB maksimal, KLB maksimal,
dan KDH minimal menyesuaikan dengan karakteristik kemiringan
lereng lapangan, ketinggian (mdpl), dan kepekaan jenis tanah
terhadap erosi;
e. ketentuan sarana dan prasarana minimal berupa jalan khusus,
sarana deteksi kebakaran hutan, pos pengamanan hutan, sarana
peringatan dini dan rambu-rambu yang dibutuhkan terkait dengan
mitigasi bencana; dan
f. kawasan hutan lindung yang ditetapkan sebagai kawasan
keselamatan operasional penerbangan dan kawasan rawan bencana
akan diatur dalam ketentuan khusus.
-58-
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 90
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Konservasi
Pasal 91
Paragraf 7
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Ekosistem
Mangrove Pasal 92
Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Budi Daya
Pasal 93
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi
Badan Jalan
Pasal 94
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Hutan Produksi
Pasal 95
d) penanaman;
e) pemeliharaan;
f) pengamanan;
g) pengolahan; dan
h) pemasaran.
4) kegiatan usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu melalui budidaya
tanaman, meliputi:
a) penyiapan lahan;
b) pembibitan;
c) penanaman;
d) pemeliharaan;
e) pengamanan;
f) pemanenan;
g) pengolahan; dan
h) pemasaran
5) kegiatan usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu paling
sedikit berupa pemanfaatan, meliputi:
a) rotan, sagu, nipah, aren, bambu;
b) getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu; dan/atau
c) komoditas pengembangan tanaman pangan,
yang meliputi kegiatan pengayaan/ penanaman, pemeliharaan,
pemanenan, pengolahan, dan/atau pemasaran.
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat berupa:
1) kegiatan usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk
kegiatan pengembangan bahan baku bahan bakar nabati
(bioenegy) hanya dapat dilakukan pada Hutan Produksi yang
tidak produktif;
2) kegiatan Pemungutan Hasil Hutan untuk:
a) memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas umum kelompok
Masyarakat setempat; dan
b) memenuhi kebutuhan individu.
3) kegiatan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu hanya boleh
dilakukan oleh Masyarakat di sekitar Hutan, dapat berupa:
a) rotan;
b) madu;
c) getah;
d) buah atau biji;
e) daun;
f) gaharu;
g) kulit kayu;
h) tanaman obat;
i) umbi-umbian; atau
j) hasil Hutan Bukan Kayu lainnya.
-64-
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Perkebunan Rakyat
Pasal 96
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Pertanian
Pasal 97
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Perikanan
Pasal 98
Paragraf 5
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Pertambangan dan Energi
Pasal 99
Paragraf 6
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 100
Paragraf 7
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Pariwisata
Pasal 101
Paragraf 8
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Permukiman
Pasal 102
Paragraf 9
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Transportasi
Pasal 103
Paragraf 10
Ketentuan Umum Zonasi
Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 104
Bagian Kedua
Ketentuan Khusus
Pasal 105
Paragraf 1
Ketentuan Khusus
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Pasal 106
Paragraf 2
Ketentuan Khusus
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 107
Paragraf 3
Ketentuan Khusus
Kawasan Rawan Bencana
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110
Pasal 111
Paragraf 5
Ketentuan Khusus
Kawasan Sempadan
Pasal 112
Bagian Ketiga
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Umum
Pasal 113
Paragraf 2
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif
Pasal 114
Pasal 115
(1) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) huruf
a dapat berupa pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/atau
penerimaan negara bukan pajak.
(2) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 116
Insentif nonfiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) huruf
b dapat berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pamanfaatan Ruang;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.
Pasal 117
Pasal 118
Paragraf 3
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif
Pasal 119
Pasal 120
(1) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2)
huruf a dapat berupa pengenaan pajak dan/atau retribusi yang
tinggi.
(2) Pemberian disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 121
Pasal 122
Pasal 123
Bagian Keempat
Pengenaan Sanksi
Paragraf 1
Umum
Pasal 124
(5) Hasil audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(6) Dalam pelaksanaan audit Tata Ruang, tim audit Tata Ruang dapat
dibantu oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil penataan ruang dan ahli
lainnya sesuai kebutuhan.
Pasal 125
Paragraf 2
Kriteria dan Tata Cara Pengenaan
Sanksi Administratif
Pasal 126
Pasal 127
Pasal 128
Pasal 129
Pasal 130
Bagian Kelima
Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang
Pasal 131
Pasal 132
(7) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam
dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, dilakukan
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 133
Bagian Keenam
Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang
Pasal 134
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 135
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 136
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 137
Paragraf 1
Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan Tata Ruang
Pasal 138
Paragraf 2
Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam
Pemanfaatan Ruang
Pasal 139
Paragraf 3
Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 140
Pasal 141
Pasal 142
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 143
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 144
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Jangka Waktu RTRW
Pasal 145
(1) Jangka waktu RTRW kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun sejak
tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, perubahan batas wilayah yang ditetapkan
dengan undang-undang, dan/atau perubahan kebijakan nasional
yang bersifat strategis, RTRW Kabupaten Kepulauan Selayar dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategis
yang berpengaruh besar terhadap pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah kabupaten.
Bagian Kedua
Rencana Detail Tata Ruang
Pasal 146
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 147
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 148
Pasal 149
Pasal 150
Ditetapkan di Benteng
Pada tanggal 2022
Diundangkan di Benteng
Pada tanggal 2022
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
MESDIYONO