Anda di halaman 1dari 3

Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, sebagaimana biasa khatib

berwasiat kepada diri pribadi saya dan kepada seluruh jamaah, marilah kita
bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa yaitu melaksanakan semua
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kaum muslimin sidang jamaah jumat yang berbahagia, Rahimakumullah

MANUSIA merupakan makhluk ciptaan Allah Swt. yang paling sempurna


dibandingkan makhluk lainnya. Selain akal yang dianugerahkan Allah hanya kepada
manusia, kita pun dianugerahi hati yang menjadi ‘pusat’ dari segala aktivitas kita di
dunia. Begitu pentingnya fungsi hati, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa
menjaga kebersihan dan kesucian hati. Ketika kita mulai lalai dan abai, maka akan
bermunculan bermacam penyakit hati yang bisa mengotori dan merusak hati
manusia.

Sebaliknya, siapa yang mampu menjaga kebersihan dan kesucian hati akan
terhindar dari hal-hal yang dapat merugikannya. Ia akan menjadi manusia yang
dicintai dan disegani di mana pun ia berada. Hati yang bersih juga
mengantarkannya menjadi insan yang senantiasa lillahi ta’ala menjalankan
kebaikan dalam kesehariannya.

Syekh Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam menerangkan tentang tanda matinya hati
manusia. Ada dua hal yang harus diwaspadai, yaitu ketika kita tidak merasa sedih
kala tertinggal dari orang lain dalam mengerjakan kewajiban dan amal baik serta
ketika kita tidak menyesal setelah berbuat dosa.

Kita seringkali tidak menyadari bahwa dua isyarat tersebut sebenarnya telah hadir di
dalam hati. Sayangnya, ketika itu terjadi, hati kita seolah telah tertutup hingga kita
tak mampu merasakan ada yang salah dalam diri kita. Karena itulah kita harus
berintrospeksi diri sesering mungkin. Jika kita melihat tanda-tanda itu ada pada kita,
segeralah mengingat Allah dan memohon ampun.

Penjelasan Syekh Ibnu Atha’illah tersebut dilengkapi lagi oleh Ustaz Bahreisy dalam
Terjemah Al-Hikam, yang mengutip sabda Rasulullah saw.

ُ‫َمنْ َسرَّ ْت ُه َح َس َنا ُت ُه َو َسا َء ْت ُه َس ِّيَئ ا ُت ُه َفه َُو ْالمُْؤ ِمن‬


“Barangsiapa yang merasa bergembira karena amal kebaikannya dan sedih karena
amal keburukannya, maka ia adalah seorang yang beriman” (HR. Tirmidzi).
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika kami dalam majelis Rasulullah saw., tiba-tiba
datang seseorang yang turun dari kendaraannya kemudian mendekat kepada Nabi
Muhammad saw. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya telah membuat lelah kendaraan
saya selama sembilan hari, saya jalankan terus selama enam hari, tidak tidur di
waktu malam dan puasa di siang hari.

Keperluannya hanya untuk menanyakan kepadamu dua masalah yang merisaukan


hatiku hingga tidak bisa tidur.” Rasulullah saw. bertanya, “Siapa kamu?” Jawabnya,
“Zaidul-Khoir.”
Rasulullah saw. berkata, “Zaidul-Khoir, tanyakan sesuatu yang sulit itu, aku sudah
pernah ditanya soal yang sulit itu.”

Zaidul-Khoir berkata, “Saya sekarang suka ke amal kebaikan dan orang-orang yang
melakukan amal kebaikan. Bahkan suka dengan tersebarnya amal kebaikan itu. Bila
aku ketinggalan berbuat amal baik, aku merasa menyesal dan rindu melakukan
amal baik. Jika aku melakukan amal sedikit atau banyak, aku tetap yakin akan
pahalanya.”

Rasulullah saw. menjawab, “Ya itulah dia, andaikan Allah tidak suka kepada kamu,
tentu kamu disiapkan untuk melakukan yang lain selain itu, dan tidak peduli di
jurang mana kamu akan binasa.” Zaidul-Khoir menjawab lagi, “Cukup-cukup,” lalu ia
berangkat kembali setelah menaiki kendaraannya.

Kita hendaknya meyakini bahwa Allah yang membolak-balik hati manusia.


Pilihannya hanya dua: merasa bersalah atau tidak merasa bersalah ketika
melakukan maksiat dan meninggalkan kebaikan Karena itulah, kita sepantasnya
harus bersyukur manakala kita dihinggapi perasaan bersalah jika tidak
melaksanakan sebuah perbuatan baik. Dan kita harus segera memperbaiki diri
manakala kita tidak merasakan apa pun saat berbuat salah atau saat meninggalkan
kewajiban maupun yang disunnahkan.

Memang betul, Hak Allah-lah untuk sepenuhnya membuka atau menutup hati kita.
Namun alangkah lebih bijak kita ‘meraba’ diri kita sendiri untuk memastikan apakah
hati kita telah tertutup noda. Yang perlu kita lakukan adalah membersamai diri kita
secara utuh dan objektif. Allah Maha Pengampun dan Maha Pemberi hidayah.
Semoga kita semua termasuk hamba yang dirahmati dan diberi hidayah oleh-Nya.
Aamiin

ِّ ‫ت َو‬
‫ َو َت َق َّب َل ِم ِّنيْ َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َت ُه ِإ َّن ُه ه َُو‬,‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َو َن َف َعنِيْ َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن اآل َيا‬,‫آن ْالعَظِ ي ِْم‬
ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬
َ ‫ار‬
َ ‫َب‬
‫ ِإ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم‬،ُ‫ َأقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َواسْ َت ْغفِ ُر هللاَ ْالعَظِ ْي َم لِيْ َولَ ُك ْم َفاسْ َت ْغفِر ُْوه‬.‫ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬

Anda mungkin juga menyukai