Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kredensial berasal dari bahasa Inggris credentialing yang artinya mandat.
Kredensial merupakan proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan
kelayakan diberikan mandat kewenangan klinis (clinical privilege). Kredensial
merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi staf
medis.
Rekredensial berasal dari kata re yang artinya kembali, dan credentialing
yang artinya mandat. Rekredensial adalah proses evaluasi kembali terhadap staf
medis yang telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan
pemberian mandat kewenangan klinis tersebut. Rekredensial dilakukan setiap 3
tahun atau bila terdapat penambahan/pengurangan kewenangan klinis.

B. Tujuan Kredensial dan Rekredensial


Tujuan umum pelaksanaan kredensial dan rekredensial adalah untuk
melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medis yang akan
melakukan pelayanan medis di rumah sakit memiliki kompetensi yang sesuai
dengan tugasnya.
Tujuan khusus proses kredensial dan rekredensial adalah:
1. Mendapatkan dan memastikan staf medis yang profesional dan
akuntabel bagi pelayanan di rumah sakit;
2. Tersusunnya jenis-jenis kewenangan klinis (clinical privilege) bagi
setiap staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit
sesuai dengan cabang ilmu kedokteran yang ditetapkan oleh Kolegium
Kedokteran;
3. Dasar bagi di rumah sakit untuk menerbitkan penugasan klinis
(clinical appointment) bagi setiap staf medis untuk melakukan
pelayanan medis di rumah sakit;

1
4. Terjaganya reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi
rumah sakit di hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku
kepentingan (stakeholders) rumah sakit lainnya.

A. Metode Kredensial dan Rekredensial


Mekanisme kredensial dan rekredensial di rumah sakit adalah tanggung
jawab komite medik yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Proses
kredensial tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif,
sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi. Dalam proses kredensial, subkomite
kredensial melakukan verifikasi data dan melakukan penilaian kompetensi
seorang staf medis yang meminta kewenangan klinis tertentu. Selain itu
subkomite kredensial juga menyiapkan berbagai instrumen kredensial yang
disahkan kepala/direktur rumah sakit. Instrumen tersebut paling sedikit meliputi
kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan klinis, pedoman
kredensial dan rekredensial, formulir yang diperlukan. Pada akhir proses
kredensial, komite medik menerbitkan rekomendasi kepada Direktur rumah sakit
tentang lingkup kewenangan klinis seorang staf medis.
C. Batasan Operasional
Kredensial merupakan salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya untuk menjaga keselamatan pasien, dengan menjaga standar
dan kompetensi para staf medis yang akan berhadapan langsung dengan pasien di
rumah sakit. Staf medis yang dimaksud di sini adalah dokter umum dan dokter
spesialis. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap pelayanan medis
yang dilakukan terhadap pasien hanya dilakukan oleh staf medis yang benar-benar
kompeten. Kompetensi ini meliputi dua aspek, kompetensi profesi medis yang
terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku profesional, serta kompetensi
fisik dan mental.
Walaupun seorang dokter telah mendapatkan ijazah atau Surat Tanda Registrasi
dari kolegium kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit wajib

2
melakukan verifikasi kembali keabsahan bukti kompetensi seseorang dan
menetapkan kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis.
Proses credentialing maupun recredentialing ini dilakukan dengan dua alasan
utama. Alasan pertama, banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi setelah
seseorang mendapatkan sertifikat kompetensi dari kolegium. Perkembangan ilmu
di bidang kedokteran untuk suatu pelayanan medis tertentu sangat pesat, sehingga
kompetensi yang diperoleh saat menerima sertifikat kompetensi bisa kadaluarsa,
bahkan dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak aman bagi pasien. Selain itu,
lingkup suatu cabang ilmu kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari waktu
ke waktu sehingga suatu tindakan yang semula tidak diajarkan pada penerima
brevet pada periode tertentu, dapat saja belakangan diajarkan pada periode
selanjutnya, bahkan dianggap merupakan merupakan suatu kemampuan yang
standar. Hal ini mengakibatkan bahwa sekelompok staf medis yang menyandang
sertifikat kompetensi tertentu dapat saja memiliki lingkup kompetensi yang
berbeda-beda. Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun
akibat penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan
pelayanan medis yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui
uji kelaikan kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi
profesi medis tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing,
dan hal ini dilakukan demi keselamatan pasien.
Setelah seorang staf medis dinyatakan kompeten melalui suatu proses kredensial,
rumah sakit menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan untuk melakukan
serangkaian pelayanan medis tertentu di rumah sakit tersebut, hal ini dikenal
sebagai kewenangan klinis (clinical privilege). Tanpa adanya kewenangan klinis
(clinical privilege) tersebut seorang staf medis tidak diperkenankan untuk
melakukan pelayanan medis di rumah sakit tersebut.
Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) seseorang dokter spesialis
dapat saja berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi yang sama, tergantung
pada ketetapan komite medik tentang kompetensi untuk melakukan tiap pelayanan
medis oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil proses kredensial. Dalam hal
pelayanan medis seorang staf medis membahayakan pasien maka kewenangan

3
klinis (clinical privilege) seorang staf medis dapat saja dicabut sehingga tidak
diperkenankan untuk melakukan pelayanan medis tertentu di lingkungan rumah
sakit tersebut.
Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis (clinical privilege)
tersebut telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan tentang
perumahsakitan bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan melaksanakan
hospital by laws, yang dalam penjelasan peraturan perundang-undangan tersebut
ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan tata kelola klinis yang
baik (good clinical governance). Hal ini harus dirumuskan oleh setiap rumah sakit
dalam peraturan staf medis rumah sakit (medical staff by law) antara lain diatur
kewenangan klinis (clinical privilege).
Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan menimbulkan
tanggung jawab hukum bagi rumah sakit dalam hal terjadi kecelakaan pelayanan
medis. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala pelayanan
medis yang dilakukan oleh setiap staf medis di rumah sakit tersebut, hal ini
dikenal sebagai the duty of due care.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini diterapkan kepada semua staf medis RSKB Diponegoro Dua
Satu Klaten, yaitu dokter umum dan dokter spesialis.
Pelaksana panduan ini adalah Komite Medik RSKB Diponegoro Dua Satu
Klaten, yang dibentuk untuk meningkatkan profesionalisme staf medis, serta
mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan staf medis yang
berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. Proses Kredensial dan Rekredensial


1. Proses kredensial dilaksanakan segera setelah staf medis dinyatakan diterima
di RSKB Diponegoro Dua Satu Klaten.
2. Sub komite kredensial menyusun daftar rincian kewenangan klinis bagi setiap
staf medis sesuai dengan standar kompetensi staf medis.
3. Sub komite kredensial menggunakan Buku Standar Kompetensi Dokter dan
Standar Kompetensi masing-masing Dokter Spesialis sebagai buku putih
(white paper), yang merupakan dokumen persyaratan terkait kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan setiap jenis pelayanan medis sesuai dengan
standar kompetensinya.
4. Sub komite kredensial menerima hasil verifikasi persyaratan kredensial dari
bagian SDM, meliputi:
- Ijazah
- Surat Tanda Registrasi (STR)
- Surat Izin Praktek (SIP)
- Surat Keterangan Sehat
5. Staf medis mengajukan permohonan kewenangan klinis kepada Direktur
Rumah Sakit dengan mengisi formulir daftar rincian kewenangan klinis yang
telah disediakan rumah sakit.
6. Berkas permohonan staf medis yang telah lengkap disampaikan oleh Direktur
rumah sakit kepada Komite Medik.
7. Kajian terhadap formulir daftar rincian kewenangan klinis yang telah diisi oleh
pemohon dengan cara mengadakan asesmen kompetensi.
8. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sub Komite Kredensial dapat
membentuk panitia ad-hoc dengan melibatkan organisasi profesi atau mitra
bestari.
9. Sub Komite Kredensial memberikan laporan seluruh hasil kredensial kepada
Ketua Komite Medik untuk diteruskan kepada Direktur, sebagai bahan rapat

6
menentukan kewenangan klinis bagi setiap staf medis. Hasil rapat akan
digunakan sebagai bahan rekomendasi untuk memberikan Surat Penugasan
Klinis dari Direktur Rumah Sakit.
10. Direktur Rumah Sakit membuat Surat Penugasan Klinis kepada dokter yang
telah melaksanakan proses kredensial.
11. Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis habis masa
berlakunya, atau dicabut oleh Direktur Rumah Sakit. Surat Penugasan Klinis
memiliki masa berlaku selama tiga tahun. Pada akhir masa berlaku Surat
Penugasan Klinis tersebut, rumah sakit harus melakukan proses rekredensial
terhadap staf medis yang bersangkutan.
12. Proses rekredensial, dilakukan setiap tiga tahun sekali bagi setiap staf medis,
dan proses pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang sama dengan proses
kredensial. Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan
proses kredensial awal sebagaimana diuraikan di atas karena rumah sakit telah
memiliki informasi setiap staf medis yang melaksanakan pelayanan medis di
RSKB Diponegoro Dua Satu Klaten.
13. Subkomite kredensial membuat laporan data dokter yang perlu dilakukan
rekredensial kepada Direktur. Selanjutnya Direktur menyurati staf medis untuk
segera mengajukan permohonan dilakukan rekrendesial dengan menyertakan
rincian kewenangan klinis yang terbaru.
14. Kemudian Direktur menyampaikan permohonan rekredensial staf medis
tersebut kepada Komite Medik untuk diteruskan kepada Subkomite kredensial.
15. Untuk selanjutnya tahap rekredensial dilakukan seperti langkah proses
kredensial poin 9 dan 10.
16. Kewenangan Klinis yang telah diperoleh dapat dicabut sewaktu-waktu oleh
Direktur Rumah Sakit didasarkan pada kinerja staf medis di lapangan,
misalnya dokter tersebut terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental.
Selain itu, pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi
kecelakaan medis yang diduga karena inkompetensi.
17. Kewenangan klinis yang telah dicabut dapat diberikan kembali bila staf medis
tersebut telah pulih kompetensinya.

7
B. Rincian Kewenangan Klinins

Kewenangan klinis adalah kewenangan untuk melakukan tindakan medis


tertentu dalam lingkungan sebuah rumah sakit tertentu berdasarkan
penugasan yang diberikan oleh kepala Rumah Sakit.
Kewenangan klinis (Clinical Privilege) adalah hak khusus seorang staf
medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu dalam
lingkungan rumah sakit untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan
berdasarkan penugasan klinis (Clinical Appointment).
Rincian penugasan klinis (Clinical Appoinment) adalah Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit yang menyatakan bahwa sorang Tenaga Kesehatan
dapat melakukan tindakan medis di lingkungan rumah sakit.

C. Perubahan Rincian Kewenangan Klinis

Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik,


Proses kredensial memastikan bahwa pelayanan kesehatan dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang profesional  dan berkompeten pada keselamatan
pasien. dengan senantiasa mengutamakan peningkatan Pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan (Continous Professional Development) dan
kompetensi untuk tenaga kesehatan lain harus terus dipelihara untuk
menjaga profesionalisme keahliannya. Maka rincian kewenangan klinis
dapat berubah bila seseorang tersebut mendapatkan pendidikan berlanjut
atau melakukan pelatihan dalam jangka waktu tertentu dan telah
mendapatkan sertifikat kompetensi dalam bidang tersebut. Dan telah
dilakukan evaluasi terkait kewenangannya meliputi kompetensi,
pengalaman dalam melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan
profesinya.

8
D. Pencabutan Kewenangan Klinis

Pencabutan terhadap Kewenangan Klinis Tenaga Kesehatan terjadi bila :


a. Kewenangan dapat diberhentikan, jika dinilai tidak aman bagi keselamatan
pasien.
b. Surat Tanda Registrasi Dan Surat ijin Praktik Telah habis.
c. Melakukan tindakan yang tidak sebagaimana mestinya dan melakukan
tindakan melanggar kode Etik Profesi
d. Kewenangan bukan kompetensinya, jika memang pemohon sudah tidak
berkompeten dibidangnya.

9
BAB IV
MITRA BESTARI

Untuk menjalankan suata mekanisme kredensial dan re-kredensial, rumah


sakit harus membuat saatu tim, bagian, atau suo yang menangani khusus
kredensial dan re-kredensial tenaga kesehatan yang dibentuk oleh direktur.
Dengan pembentukan komite/tim kredensial, diperkirakan bahwa para profesional
tenaga kesehatan akan diminta untuk berpartisipasi dalam kegiatan reflektif cara
kerja/praktik berdasarkan kajian sejawatnya secara berkelanjutan yang digunakan
untuk penilaian dan pelaporan organisasi secara rutin. Keterlibatan praktisi
kesehatan dalam proses penilaian rutin merupakan bagian yang semakin penting
dari proses kredensial dan re kredential. Namun demikian, masih banyak
keterbatasan dengan penggunaan dan pendekatan metode peer review dalam
mengkaji kompetensi dan sedikitnya keterampilan sumber daya peer reviewer
dalam memberikan penilaian dan arahan/saran pengembangan rekannya. Peer
review adalah evaluasi terhadap kinerja individual seorang profesional dalam
pelayanan kesehatan dan memberikan mengidentifikasi peluang pengembangan
dalam pelayanan kesehatan (Providence, Sacred Heart Medical Center 2014).
Sedangkan Mitra Bestari (peer group) adalah sekelompok orang dengan reputasi
dan kompetensi profesi yang baik untuk mengkaji segala hal yang terkait dengan
profesinya. Mitra Bestari tidak temiliki sertifikasi khusus dalam menjalankan
tugasnya dan yang sangat diperlukan adalah pengalaman dalam bidangnya dan
memiliki kemampuan dalam mengkaji sesuai prosedur. Kajian tersebut
merupakan bagian yang berharga dan penting dalam pemeliharaan serta menjadi
peningkatan keterampilan bagi tenaga kesehatan sesuai kondisi dan kebutuhan
dipraktiknya. Kajian sejawat adalah bagian yang sederhana dari kegiatan informal,
sukarela, kolaboratif yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk meninjau dan
mendukung peningkatan dalam kebutuhan praktek yang lebih profesional dan
untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas perawatan pasien.

10
 A. Kriteria Mitra Bestari 

Secara teoritis tidak ada yang memberikan syarat khusus menjadi seorang mitra
bestari, namun dalam penerapan proses kredensial memiliki kriteria yang dapat
dijadikan bahan acuan untuk seorang mitra bestari, adalah sebagai berikut: 

1. Berorientasi pada pasien/Patient care

 Mitra bestari berorientasi selalu pada perawatan pasien yang penuh kasih sayang,
tepat, dan efektif untuk layanan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit, dan pada hingga akhir kehidupan penuh dengan kehangatan. Sehingga
secara psikologis seorang pasien akan lebih cepat proses penyembuhan pasien
begitu diberikan perhatian khusus dan tentunya akan memiliki peran yang baik
untuk pengajaran terhadap peserta didik sebagai clinical instructor. 

2. Memiliki ilmu kesehatan sesuai dengan profesi/Medical Knowledge 

Secara keilmuan seorang mitra bestari memiliki keilmuan yang lebih mengerti
tentang peran keprofesian di bidang pelayanan kesehatan. Dengan demikian
tenaga kesehatan yang menunjukan keilmuan lebih unggul dan penerapan ilmu
tersebut. 

3. Komunikasi yang baik/ interpersonal and Communication Skills

komunikasi dan berinteraksi yang baik serta menunjukkan kerekatan serta akrab
dalam berkomunikasi pasien, keluarga pasien maupun rekan kerja lintas profesi. 

4. Profesionalisme

 Profesional berhubungan dengan profesi dan kepandaian tertentu untuk


menjalankannya tugas dan perannya sebagai mitra bestari yang bertanggungjawab
terhadap langkah dan tindakan yang diambilnya. 

11
5. System-Based Practice

Suatu pekerjaan yang dilakukan secara sistematis dan prosedural adalah cara yang
pang efisien dan paling efektif untuk menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan.

B. Tugas Mitra Bestari dalam Pelaksanaan Kredensial

Tugas mitra bestari dalam pelaksanaan kredensial tenaga kesehatan adalah,


sebagai berikut :

a. Melakukan pengkajian terhadap keilmuan, cara kerja dan prosedur yang


dimiliki oleh pemohon 
b. Melakukan supervisi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan secara
periodik dan spesifik Jika ditemukan kemampuan teman sejawat dianggap
keliru atau teridentifikasi melakukan prosedur yang membahayakan bagi
pasien. kesehatan agar terpenuhi sesuai kebutuhan.
c. Melakukan pengawasan dan didokumentasikan dengan bukti seperti
pendampingan kompetensi orientasi dan pendampingan etika disiplin
profesi 
d. Memantau dan mengevaluasi kebutuhan tenaga 
e. Memberikan saran untuk mendukung program pengembangan dan
perbaikan teman sejawat sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan.
f. Memberikan laporan hasil kajian sesuai dengan kebijakan internal yang
berlaku).

12
C. Rekomendasi Mitra Bestari 

Rekomendasi pemberian kewenangan dilakukan oleh mitra bestari berdasarkan


penilaian/evaluasi pengkajian portofolio pemohon. 

Rekomendasi dapat berupa:

 1. Kewenangan diberhentikan 

2. Kewenangan ditambah/dikurangi

 3. Kewenangan diberikan dengan supervisi 

4. Kewenangan diberikan sepenuhnya

 Rekomendasi dapat didesain sesuai dengan cara yang akan digunakan, bisa saja
dengan kata-kata yang lebih bijak Diharapkan dalam rekomendasi ini memberikan
solusi berkelanjutan untuk tenaga kesehatan yang bersangkutan dan pelayanan
kesehatan, yang diberikan. Misalnya disarankan untuk melakukan pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan yang berkaitan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
dan untuk meningkatkan kompetensi.

13
BAB V
Surat Penugasan Klinis
A. Permohonan
Proses kredensial/Credentialing adalah proses formal yang digunakan
untuk membuat penentuan tentang keahlian/kompetensi, pengalaman, kinerja
individu dan kesesuaian profesional untuk melakukan pelayanan dengan
aman bagi pasien dan pekerja (Queensland Government. 2015). Proses
kredensial pada akhirnya akan menentukan suatu kelayakan terhadap
kompetensi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dan
dibuktikan dengan suatu keputusan yang diterbitkan oleh penguasa atau dapat
dilogikakan sebagai pejabat tertinggi dalam fasilitas pelayanan kesehatan/RS.

Tahapan proses kredensial, sebagai berikut:

1. Permohonan kredensial
Permohonan kredensial merupakan langkah awal yang dapat
memungkinkan dalam identifikasi dan pemilahan suatu potensi pemohon
dalam ruang lingkup pekerjaan/kompetensi keahlianya. Permohonan
termasuk dalam dokumen formal/terkontrol yang memberikan informasi
tentang pengalaman dan kualifikasi. Sehingga pemohon diharuskan
mengisi permohonan dengan lengkap dan benar dengan bukti
pengesahannya. Pengisian yang lengkap dapat dilampirkan beberapa
persyaratan yang diperlukan dalam permohonan tersebut dan
dikembalikan kepada unit/tim kredensial.

2. Verifikasi
Verifikasi terhadap informasi yang pemohon berikan terkait pengalahan,
kualifikasi, dan kompetensi dalam permohonan kredensialnya. Informasi
tersebut harus dapat diidentifikasi dengan jelas dan akurat dan biasanya
dapat dilihat dari riwayat pekerjaan sebelumnya. Verifikasi in!
didokumentasikan dan diketahui oleh penanggungjawabnya. Informasi

14
yang wajib di verifikasi seperti Ijasah, STR, dan sertifikat pelatihan yang
berkaitan dengan kompetensinya. Dalam beberapa instansi, telah
mensyaratkan kebutuhan suatu verifikasi sebagai langkah awal syarat yang
harus dipenuhi dalam lamaran pemohon sebelum bekerja. Dalam verifikasi
ini, akreditasi Internasional (JCI) mensyaratkan adanya bukti verification
primary source Verifikasi dokumen utama adalah dokumentasi yang
berasal dari asal sumber/original source yang spesifik berdasarkan jenis
kualifikasi seseorang tenaga kesehatan. Dalam hal ini diharuskan seluruh
tenaga kesehatan dalam pelaksanaan proses kredensial dan rekredensial
perlu dilakukan verifikasi keabsaban dokuraed Jaluan yang dapat berupa
jasah, STR. SIK dan sertifikat lanya Hart institusi asal penerbitan jasah
dan STR serta SIK asal untuk menjamin kompetensi yang didapat sesuai
dengan pendidikan dan pelatihan yang diikutinya.

 3. Analisa
Analisa Saat permohonan kredensial dilengkapi dengan syarat-syarat dan
ketentuan yang lengkap, maka tahap berikutnya adalah melakukan kajian
analisis dari informasi yang disampaikan oleh pemohon dalam proses
kredensial. Komite/tim kredensial untuk mempermudah kerja, sangat
membutuhkan mitra dalam pengkajian kompetensinya, lebih dikenalkan
dengan istilah mitra bestari. Dimana tugasnya bersama-sama untuk
mengkaji kompetensi dan memberikan kelayakan terhadap kewenangan
tenaga kesehatan. 

4. Keputusan
Pengambilan keputusan adalah proses pemilihan salah satu alternatif dari
beberapa macam alternatif yang rasional. Pemilihan keputusan menurut
Sondang P. Siagian adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat. Pemilihan alternatif
pemecahan masalah yang terjadi memerlukan  upaya tertentu agar

15
pemecahan masalah yang dipilih benar-benar memenuhi harapan. Harus
secara jelas, mana yang membutuhkan pertimbangan lebih detail dalam
penyelesaian masalah sehingga keputusan dapat diambil pilihan yang
tepat. 

B. Dasar Penetapan
Ada tiga kondisi keputusan yang perlu dipertimbangkan dalam mangka
pengambilan keputusan yaitu: 
a. Pengambilan keperisan dalam kepastian, artinya semda alternati dilalui
dengan jelas kondisinya. 
b. Pengambilan kepurasın Malar berbagai tingkat resiko yang dipilih
c. Pengambilah keputusan dalam kondisi ketidakpastian, artinya ada
berbagai alteratif yang tidak diketahui dengan jelas Sebuah keputusan
diharapkan dapat memberikan keputusan yang tepat untuk pemohon
sesuai syarat minimal dalam pengajuan kredensian Keputusan
dimusyawarkan secara seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penilaian.

C. Pencabutan
Dalam Undang-Undang No 36 tahun 2014 pasal 38 huruf d
menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing
tenaga kesehatan mempunyai wewenang untuk menetapkan dan memberikan
sanksi disiplin profesi tenaga kesehatan. Jika kita merujuk pada UU No 29
tahun 2004 dapat diketahui bahwa arti disiplin profesi adalah "aturan-aturan
dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan".
Dimasukkannya etika profesi dan disiplin profesi ke dalam suatu Undang
Undang menurut Mahkamah harus dipahami bahwa pembentuk Undang-
Udang memberi penekanan pentingnya etika profesi dan disiplin profesi
untuk dilaksanakan sebagai pedoman bagi perilaku tenaga kesehatan Hal
yang harus digaris bawahi adalah meskipun etika profesi dan disiplin profesi
dimaksud diatur/dimuat di dalam sebuah Undang-Undang, tidak dapat

16
langsung diartikan bahwa etika dan disiplin profesi dimaksud memiliki
konsekuensi hukum yang sama dengan norma hukum yang berada di dalam
Undang-Undang yang sama. Jika etika profesi dan disiplin profesi yang diatur
dalam suatu Undang-Undang diberi kekuatan berlaku (dan mengikat) yang
sama dengan norma hukum di dalam Undang-Undang, maka konsekuensinya
adalah pelanggaran terhadap etika profesi dan disiplin profesi akan dikenai
sanksi hukum, terutama sanksi pidana dan sanksi perdata, padahal
pelanggaran atas etika profesi dan disiplin profesi hanya dapat dikenai sanksi
secara etika pula dan/atau secara administratif. Dengan kata lain meskipun
etika profesi, disiplin profesi, dan norma hukum dimaksud ketiganya dimuat
dalam Undang-Undang yang sama, namun secara normatif tidak dapat saling
meniadakan atau saling menggantikan.
Setiap kegiatan pemantauan etika dan disiplin tenaga kesehatan harus
menghasilkan laporan yang didalamnya berisi simpulan hasil pemantauan dan
menyebutkan dengan jelas pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan tindak lanjut. Pernyataan terkait tindak lanjut hanya diberikan
apabila terdapat temuan dugaan pelanggaran etik dan disiplin pada saat
pelaksanaan pemantauan. Temuan dugaan pelanggaran dalam kegiatan
pemantauan terhadap kepatuhan etika dan disiplin, harus disampaikan kepada
kepala unit kerja yang bersangkutan. 
Rekomendasi pemberian tindakan disiplin tenaga kesehatan dapat
diberikan dalam bentuk: 
a. Peringatan tertulis untuk tenaga kesehatan
b. Limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege) tenaga kesehatan
c. Pemberian kewenangan dibawah supervis untuk periode tertentu, atau
d. Pencabutan penugasan klinis tenaga kesehatan untuk periode tertentu dan
atau pengakhiran penugasan klinis

D. Masa Berlaku
Masa berlaku Surat Penugasan Klinis (SPK) Suatu kewenangan
tidak dapat dipatenkan pada waktu selamanya karena kompetensi

17
seseorang tidak menetap pada dirinya, sehingga dalam pemberian
kewenangan disarankan untuk tetap berganti seiring dengan kemampuan
kompetensi tenaga kesehatan. Kewenangan tersebut diberikan penugasan,
yang dalam akreditasi nasional lebih dikenalkan dengan nama surat
penugasan klinis Penugasan klinis memiliki masa penugasan dan dapat
diberikan dengan periode yang lebih singkat, contohnya untuk area kerja
dalam tingkat kritikal yang perlu perhatian khusus terkait dengan
kompetensi dan keselamatan pasien. Surat Penugasan Klinis dapat berlaku
pada masa 1 (satu) tahun bagi tenaga kesehatan yang memang baru masuk
di fasilitas kesehatan agar dapat dipantau kompetensinya dan di re-
kredensial selanjutnya Dan masa berlaku dapat lebih lama setidaknya
untuk masa 3 (tiga) tahun, dan dapat saja berubah jika memang diperlukan
seperti adanya perubahan terhadap kewenangan yang diberikan
sebelumnya.

18
BAB VI
PENUTUP
Demikian Panduan Kredensial Dan Rekredensial Komite Tenaga Kesehatan
Lain Rumah sakit Khusus Bedah Diponegoro yang kami buat ini, semoga
bermanfaat dan menjadikan Acuan bagi Komite Tenaga Kesehatan Lain Rumah
Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten khususnya dan untuk Komite
lainya Di Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten. Dengan
dibuatnya pedoman/panduan pengorganisasian Unit laboratorium, diharapkan bisa
memberikan pelayanan yang lebih baik.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih.

19

Anda mungkin juga menyukai