Anda di halaman 1dari 79

Skripsi Geofisika

Analisis Geospasial Untuk Menentukan Indeks


Ancaman Puting Beliung

Oleh:
Faizal Rizal
H221 09 266

PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ANALISIS GEOSPASIAL UNTUK MENENTUKAN INDEKS ANCAMAN
PUTING BELIUNG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin Makassar

Oleh :

Faizal Rizal

H221 09 266

PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
ABSTRAK

Puting beliung adalah suatu fenomena meteorologis berskala lokal dan


terjadi dalam waktu singkat. Meskipun fenomena ini berlangsung secara
singkat, namun dampaknya dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian
yang cukup besar hingga jatuh korban jiwa. Penelitian ini dilakukan guna
memodelkan kondisi-kondisi meteorologis yang dapat menyebabkan
kejadian puting beliung. Dalam pemodelan yang dimaksud dibuatkan 2
model dari analisis diskriminan yang dimasukkan 3 parameter iklim yang
dibandingkan. Data ini berasal dari pengamatan 12 jam sebelum
terjadi puting beliung. Dari 2 pemodelan yang dibuat mendapatkan tingkat
persentase keakuratan yang berbeda, dimana Model H-12 70,6 %, Model
dan H-Slope 81 %. Model yang baik harus memiliki tingkat persentase
keakuratan yang tinggi dimana dalam penelitian ini Model H-Slope yang
telah dibuat mampu memiliki tingkat akurasi hingga 81 %.

Kata kunci : Puting beliung, Unsur Iklim, Analsis Diskriminan.


ABSTRACT

Tornado is a local scale meteorological phenomena and occur in a short time .


Although this phenomenon lasted briefly , but the impact can cause damage and
substantial losses up to the loss of life . This research was conducted in order to
model the meteorological conditions that can cause a tornado events . In the
modeling is made 2 models of discriminant analysis that included three climate
parameters were compared. This data comes from the observation 12 hours before
the tornado . Modeling made of 2 percentage gain accuracy of different levels ,
where the Model H - 12 70.6 % and H - Slope 81 % . A good model should have
a high degree of accuracy percentage which in this study Model H - Slope has
been made capable of an accuracy of up to 81 % .

Keywords : Tornado , Climate Elements , Analysis Diskriminan.


KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT sang maha pengasih yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam

keterbatasan sebagai manusia biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini walaupun dalam bentuk sederhana.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi pada

jurusan Fisika Fakultas MIPA dengan Judul : “Analisis Geospasial Untuk

Menentukan Indeks Ancaman Puting Beliung”.

Adapun mulai dari awal hingga terselesainya tugas akhir ini tentunnya tidak lepas

dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan sumbangsih tenaga,

bantuan moril, petunjuk, materi langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Tasrief Surungan, M.Sc selaku ketua Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin.
2. Bapak Dr. Paharuddin, M.Si selaku dosen pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi dalam penyusunan

skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. H. Halmar Halide, M.Sc selaku dosen pembimbing

pertama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Samsu Arif, M,Si, Drs. Hasanuddin, M.Sc, dan Ibu Nur

Hasanah, S.Si, M.Si selaku penguji Ujian Sidang yang telah memberikan

masukan dan saran dalam pebaikan tugas akhir ini.

5. Bapak beserta Ibu dosen yang telah mengajar dan membina selama dalam

menuntut ilmu pada jurusan Fisika Fakultas MIPA.

6. Seluruh staf jurusan Fisika, akademik dan kemahasiswaan.

7. Saudara saudariku di Fisika, adik-adik dan kanda-kanda senior yang

selalu membantu memberikan memberikan motifasi dan selalu menemani

dalam suka dan duka.

8. Terimakasih buat Marvey yang selalu memberi semangat selama

penyusunan skripsi ini.

9. Teman sekaligus saudaraku di ARM yang selalu menyemangati tak henti-

hentinya.

10. Saudara-Saudariku Kanda Yuni Silmaya, SH, Sry Hartati, SSi, Adinda

Ayu Kaidah, SE, dan Ali Wardana yang selalu membuat penulis

tersenyum.
11. Terspesial Penulis persembahkan Skripsi ini kepada Ayahanda Syamsul

Rizal dan Ibunda Dahlia yang dengan segala jerih payah dan curahan

kasih sayang dalam mendidik, membina, membesarkan, dan membiayai

penulis. Terima kasih atas segala pengertian dan pengorbanannya.

Dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan penulis menyadari penyajian

skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik

yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengaharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Agustus 2016

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
ABSTRAK .............................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR. ............................................................................. xii
DAFTAR TABEL. .................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
I.1. Latar Belakang .................................................................... 1
I.2. Ruang Lingkup ................................................................... 3
I.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 3
I.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 4


II.1. Puting Beliung

II.1.1. Defenisi Puting Beliung ........................................ 4

II.1.2. Penyebab Terjadinya Puting Beliung ................... 4

II.2. Unsur-nsur Iklim.................................................................. 11

II.2.1. Suhu Udara ........................................................... 11

II.2.2. Titik Embun / Dew Point ...................................... 11

II.2.3. Kelembaban .......................................................... 12

II.3. Metode Analisis Diskriminan .............................................. 12

II.4. Analisis dan Verifikasi Model Puting Beliung .................... 13


II.4.1 . Matrix Confusion ................................................. 12

II.5. Upaya Penanggulangan Bencana ........................................ 14

II.5.1. HFA (Hyugo Framework for Action) ................... 14

II.5.2. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) ............ 19

II.6. Sistem Informasi Geografis (GIS) ....................................... 20

BAB III. METODE PENELITIAN......................................................... 30


III.1. Lokasi Penelitian ................................................................ 30

III.2.Data Penelitian .................................................................... 31

III.2.1. Data Kejadian ...................................................... 31

III.2.2. Data Iklim ............................................................ 31

III.3. Analisis Data ...................................................................... 31

III.4. Pembuatan Model ............................................................... 31

III.4.1. Model H-12 ......................................................... 31

III.4.1. Model H-Slope .................................................... 31

III.5. Membandingkan Model H-12 dan H-Slope ....................... 32

III.6. Verifikasi Menggunakan Matrix Confusion ...................... 32

III.7. Pembuatan Layout .............................................................. 32

III.8. Bagan Alir .......................................................................... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 33


IV.1. Hasil ................................................................................... 33

IV.1.1. Anlisis Diskriminan............................................. 33


IV.1.2. Klasifikasi Koefisien Fungsi dan Moel Analisis
Diskriminan ..................................................................... 33

IV.1.3. Pembuatan Model ............................................... 37

IV.2. Verifikasi Model ................................................................ 40

IV.3. Pembahasan ........................................................................ 41

IV.3.1. Analisis Metode Diskriminan.............................. 41

IV.3.2. Perbandingan Model ........................................... 42

IV.4. Pembuatan Layout .............................................................. 43

BAB V. PENUTUP ................................................................................ 45


V.1. Kesimpulan .......................................................................... 45

V.2. Saran .................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 46

LAMPIRAN............................................................................................ 49
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Kejadian Bencana Angin Putting Beliung di Sulawesi

Lampiran 2 Data Metereologi Suhu, Titik Embun, dan Kelembaban.

Lampiran 3 Hasil Keluaran SPSS.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya PB

Gambar 2.2. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana Periode

Th. 1815-2014 di wilayah Indonesia.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian.

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1 Peta kondisi Suhu Kejadian Putting Beliung Pada H dan H-12

Gambar 4.2 Peta kondisi Titik Embun Kejadian Putting Beliung Pada H dan H-

12.

Gambar 4.3 Peta kondisi Kelembaban Kejadian Putting Beliung Pada H dan H-

12.

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Kondisi Suhu H-12 dan H.

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kondisi Titik Embun H-12 dan H.

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kondisi Kelembaban H-12 dan H.

Gambar 4.7 Peta Akurasi Ancaman Bencana Putting Beliung Disulawesi Periode

Tahun 2011-2015.
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Angin Puting Beliung.

Tabel 2.2 Contingency Atau Matrix Confusion.

Tabel 4.1 Masukan Koefisien Dalam Fungsi Diskriminan.

Tabel 4.2 Hasil Masukan Koefisien Diskriminan Model H-12 Dan Model H-

Slope.

Tabel 4.3 Tabel Matrix Confusion Antara Kejadian Teramati Dan Terprediksi

Model H-12.

Table 4.4 Tabel Matrix Confusion Antara Kejadian Teramati Dan Terprediksi

Model H-Slope.
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak digaris khatulistiwa dengan

memiliki perairan yang cukup luas yaitu sekitar 5.193.250 berdasarkan

deklarasi djuanda tahun 1960. Selain itu kekayaan dan iklim di Indonesia juga

cukup beragam. Misalnya NTT yang memiliki iklim padang rumput sangat

berbeda dengan lembang yang memiliki iklim pegunungan. Demikian juga dengan

cuaca, meskiipun selama ini yang kita kethui di Indonesia hanya terdapat dua

musim, namun adapula yang issebut musim pancaroba atau musim peralihan,

dimana musim ini memiliki banyak pengaruh besar tehadap keadaan atmosfer di

Indonesia. Pada musim ini ssering terjadi bencana alam seperti hujan badai, angin

kencang, serta angin puting beliung (http://id.wikipedia.org).

Wilayah Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua

yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara dua samudera yaitu

Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis Indonesia tersebut

mempunyai pengaruh terhadap perubahan angin asia dan angin australia yang

selalu berganti arah dua kali selama setahun, hal ini terjadi karena mengikuti

pergeseran matahari ke arah utara/selatan garis khatulistiwa. Sehingga wilayah

Indonesia mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Perubahan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya disebut masa


peralihan antar musim atau lebih dikenal dengan musim pancaroba

(http://bmkg.go.id).

Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah wilayah didunia mengalami beraneka

bencana alam seperti tsunami, gempa, kebakaran hutan, siklon, kemarau dan

banjir. Selain berdampak emosional karena hilangnya jiwa, kehadiran suatu

bencana juga berdampak ekonomis akibat musnahnya lahan pencaharian dan

ruaknya infrastruktur. Selain itu, adapula kecenderungan bahwa bencana alam

semakin menyebar dan semakin tinggi intensitasnya sessuai prediksi terjadinya

perubahan iklim. Kedua hal inilah yang mendorong muncul inisiatif pemerintah

dari berbagai Negara untuk berupaya mengurangi resiko bencana seperti yang

tertuang dalam HFA (Hyogo Framework for Action). Salah satu program

prioritasnya adalah mengidentifikasi, menilai dan memantau resiko bencana serta

meningkatkan kemampuan peringatan dini (UNISDR, 2007, 2013).

Indonesia adalah salah satu dari 160 negara yang telah meratifikasi HFA dan

menuangkan dalam bentuk UU nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan

bencana (Peraturan Kepala BNPB no. 3 tahun 2012). Amanah UU tersebut diatas

ditindak lanjuti dengan penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana

2010-2014 yang mencakup 4 (empat) hal yakni; ancaman, kerentanan, dan

kapasitas serta resiko bencana. Selanjutnya, BNPB mengeluarkan lagi PERKA

(Peraturan Kepala) BNPB nomor 2 tahun 2012 yang lebih spesifik tentang strategi

gempa bumi, cuaca ekstrim (Puting beliung) hingga konflik social.


Indeks ancaman bencana berikut klasifikasinya (rendah, sedang, dan tinggi) untuk

masing-masing bencana telah dihitung berdasarkan indicator spesifiknya. Sebagai

contoh, indeks ancaman puting beliung ditentukan melalui kombinasi 3 buah

indicator beserta pembobotannya mengunakan tekhnik AHP. Ketiga indikaor

tersebut adalah; kemiringan, keterbukan, dan curah hujan tahunan suatu lahan.

Indeks ancaman tersebut selanjutnya akan dipadukan dengan peta kerentananan

peta kapasitas menghasilkan suatu peta resiko bencana PB. Karena perannya yang

strategis dalam penaggulangan bencana, peta ancaman PB tersebut haruslah akurat

dan handal (Paharuddin dkk. 2014).

I.2. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada prediktif puting beliung 12 jam sebelum kejadian

diwilayah Sulawesi dilakukan dengan mengombinasikan 3 indikator yakni Suhu,

titik embun, dan kelembaban udara menggunakan metode analisis diskriminan.

I.3. Tujuan

1. Membandingkan Model H-12, dan H-Slope

2. Membuat Peta Akurasi Bencana Puting Beliung di Sulawesi.

I.4 Manfaat

Suatu peta ancaman PB yang akurat akan menghasilkan peta resiko bencana PB

yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penaggulangan pra, saat dan pasca-

bencana. Kegiatan pra bencana misalnya instalasi sistem peringatan dini dan jalur

serta lokasi evakuasi bencana dan alokasi pendanaan bencana masing-masing

daerah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Puting Beliung

II.1.1. Defenisi Puting Beliung

Angin puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63

km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan laama kejadian maksimu 5 menit.

Angin jenis ini yang ada di amerika yaitu tornado. Menurut kamus metereologi

(AMS 2000), tornado merupakan “ suatu kolom udara yang berputar dengan

kencang, timbul dari awan cumuliform atau ddari bagian bawah awan

cumuliform, dan sering (tidak selalu) tampak seperti funnel cloud”. Dengan kata

lain, sebuah vortex yang diklasifikasikan sebagai tornado harus terhubung dengan

permukaan tanah an dasar awan. Umumnya tornado memiliki kecepatan angin177

km/jam atau lebih dengan rata-rata jangkauan 75 m dan menempuh beberapa

kilometer sebelum menghilang. Angin puting beliung, angin tornado, dan angin

topan sebenarnya sama saja, perbedaannya hanya diskala intensitas dan skala

penyebutannya saja (Amdgroup, 2010).

II.1.2. Penyebab Terjadinya PB

II.1.2.1. Alam

Badai cepat berkembang yang disertai hujan, guntur dan kilat. Ketika suhu tanah

meningkat, udara panas dan lembab mulai naik. Ketika hangat, udara lembab dan

dingin memenuhi udara kering, itu terangkat ke atas, masuk lapisan udara atas.

sebuah awan petir mulai tercipta pada fase ini. Pergerakan udara keatas sangat
cepat. Angin dari sisi samping menyebabkan arah yang berbeda dan membentuk

sebuah pusaran. Sebuah kerucut hasil putaran udara yang berpilin tersebut mulai

terbentuk dan terlihat dari awan ke permukaan tanah.

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya PB (Gitoyo, 2013).

Udara lembab yang hangat bertemu udara kering yang dingin hingga

terbentuklah awan petir. Setelah awan petir terbentuk, udara yang hangat naik

dan ketika udara hangat mendesak udara kosong semakin banyak, udara mulai

berputar. Udara yang berputar membentuk angin puting beliung (Gitoyo.

2013).

II.1.2.2. Manusia

Angin puting beliung ini biasanya terjadi di daerah yang jumlah vegetasi kurang

atau sedikit, dan kota yang didalamnya terdapat banyak gedung yang

menyebabkan suhu didalamnya menjadi panas.

Tabel 2.1. Karakteristik Angin Puting Beliung (sumber: BMKG. 2014)

Kriteria Angin Puting Beliung


Area tumbuh Daratan dan bisa terjadi di laut (water spot)
 Terjadi pada musim peralihan musim kemarau ke hujan
atau sebaliknya (pancaroba)
Periode ulang
 Tidak mempunyai siklus yang beraturan
 Tidak ada puting beliung susulan

Arah gerakan Dipengaruhi arah gerakan awan cumulonimbus (Cb)

Proses
Hanya dari awan Cb dengan skala lokal
terjadinya

Deteksi 0,5-1 jam sebelum kejadian

Waktu
Lebih sering pada siang-sore hari, malam hari jarang terjadi
kejadian
Kecepatan
30-50 knots, dengan durasi sangat singkat
angin

 Merobohkan; atap rumah, tiang,pohon tinggi yang


Lamanya rimbun dan rapuh.
 Skala besar bisa menghancurkan rumah permanen

Luas area
5-10 km
kerusakan
Gambar 2.2. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana Periode

Th. 1815-2014 di wilayah Indonesia (sumber : BNPB. 2014).

Melihat hasil data perbandingan bencana alam per jenis kejadian selama periode

tahun 1815-2014 (sumber data BNPB) yang terjadi di wilayah Indonesia, angin

puting beliung menempati urutan ke 2 terbesar yaitu 21 % .

II.1.2.3. Skala Metereologi Analisa Cuaca.

Dalam membuat analisa cuaca, seorang prakirawan wajib memahami tentang

skala meteorologi karena hal ini sangat penting, agar hasil analisanya sesuai

dengan fenomena cuaca yang terjadi (Zakir, 2008). Adapun skala meteorologi

yang dikemukan oleh Lembaga Meteorologi Dunia (WMO, 1980), yaitu :

a. Skala mikro merupakan skala terkecil pada gerak atmosfer yaitu jaraknya

kurang dari 1 km. Contoh : Proses di dalam awan, termasuk proses

pembentukan partikel es di dalam awan.

b. Skala Meso yaitu skala untuk mempelajari fenomena atmosfer yang

memiliki skala jarak horizontal dari batas skala mikro sampai batas skala
sinoptik dan skala vertikal yang dimulai dari permukaan bumi sampai

batas lapisan atmosfer yaitu jaraknya sampai 20 km. Contoh: Tornado,

puting beliung, angin laut, angin darat.

c. Skala Sinoptik umumnya daerah dinamis yang lebih luas yaitu jaraknya

sampai 2000 km. Contoh : Siklon tropis, Intertropical Convergence Zone

(ITCZ ).

d. Skala Global mempelajari fenomena cuaca yang berhubungan dengan

transport panas mulai dari dari tropis sampai daerah kutup. Jaraknya

sampai 5000 km. Contoh: MJO, Dipole Mode, El Nino/La Nina

II.1.2.4. Kondisi Metereologis yang Mempengaruhi Terjadinya PB

 Adanya uap air yang bergerak naik akibat penurunan suhu yang amat cepat

yang menyertai badai Guntur.

 Adanya geseran angin vertical yang ditandai dengan perubahan arah laju

angin dan ketinggian.

II.1.2.5. Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung

a. Sebelum Kejadian

 Mengenali apa yang tanda-tanda sebelum kejadian puting beliung;

sehari sebelumnya udara terasa panas dan gerah, awan tiba2 gelap dan

angin dingin mulai berhembus kencang, kilat dan petir.

 Perhatikan bahwa struktur benda-benda yang mudah tumbang

oleh angin puting beliung.

 Memangkas ranting dan daun rimbun pohon tinggi yang mudah rapuh.
 Bangunan dan atap rumah yang tidak permanen

supaya lebih diperkuat cengkramannya (atap asbes, seng, daun, dll).

 Papan reklame dicek secara permanen kekuatannya apalagi menjelang

musim transisi.

 Waspada bagi yang tempat tinggal di lereng tanah mudah longsor.

Karena tanah ketika musim kemarau yang keras akan kena air hujan

mengalami proses penggemburan. Seperti batu gamping disiram air.

Jadi mudah ambrol.

 Kenali lingkungan tempat anda bekerja/tinggal untuk memudahkan

perlindungan yang aman.

 Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran.

 Catat nomer telepon penting yang dapat dihubungi.

 Menyediakan kotak P3K, senter, radio serta makanan suplemen dan

air.

b. Pada Saat Kejadian

 Hindari berlindung dibawah pohon yang mudah rapuh/roboh.

 Hindari berlindung dibawah/samping papan reklame yang tidak

kuat/kokoh.

 Lindungi badan dan kepala anda dari reruntuhan bangunan

dengan bersembunyi di bawah meja dsb (cari tempat yang paling

aman).

 Lari keluar apabila masih bisa dilakukan ketika atap rumah mulai

terangkat angin.
 Jika berada diluar bangunan, berlindung pada tempat yang benar-

benar kokoh. Bawah jembatan besi/beton, bungker jika ada, dll.

 Perhatikan tempat anda berlindung, hindari apabla ada angin ribut

akan menuju anda.

 Mematikan barang elektronik dari aliran listrik (TV, Laptop, HP, dll).

 Pemetaan daerah rawan angin puting beliung.

 Adanya aturan tentang pembangunan.

 Latihan simulasi penyelamatan diri.

 Memperkenalkan dan menerapkan asuransi bencana di daerah rawan

bencana angin puting beliung.

c. Sesudah Kejadian

 Keluarlah dari tempat anda berlindung dengan hati-hati.

 Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K.

 Telepon atau mintalah pertolongan apabila ada yang terluka parah.

 Periksa lingkungan sekitar anda.

 Periksa apabila ada bangunan/pohon roboh.

 Periksa apabila terjadi hubungan arus pendek (konslet) dan segera

matikan listrik.

 Periksa apbila ada hal-hal yang membahayakan.

 Mendengarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrim dari instansi

terkait.

 Jangan panik dan berdoalah pada yang diatas


II.2. Unsur-unsur Iklim

II.2.1. Suhu Udara

Suhu udara merupakan keadaan panas udara pada suatu tempat. Suhu udara

ditimbulkan oleh pancaran sinar matahari (radiasi) yang diserap permukaan bumi.

Permukaan bumi yang menyerap radiasi matahari akan naik suhunya, sehingga

udara yang berada di sekitarnya (di atasnya) akan terpanasi. Dengan demikian,

terciptalah keadaan suhu udara di tempat tersebut akibat pemanasan dari naiknya

suhu permukaan bumi. Udara panas yang berasal dari panas permukaan bumi

dapat naik ke atas melalui proses konveksi (Waluya, 2009). Konveksi adalah

pergerakan udara panas yang naik ke atas.

II.2.2. Titik embun / Dew Point

Dew Point Temperature adalah titik embun udara artinya suhu di mana udara

mulai mengembun menimbulkan titik-titik air. Dew Point -20 degC artinya udara

hanya akan mengembun menjadi air ketika suhu turun menjadi -20 degC. Titik-

titik air tidak akan timbul jika suhunya masih di atas -20 degC. Seperti suhu

Indonesia ini yang +20-an degC maka udara dengan dew-point -20 degC tidak

akan pernah mengembun menjadi air. Jadi kenapa pipa harus dikeringkan sampai

dew point -20 degC? biar tidak terjadi pengembunan di dalam pipa. Berapa sih

suhu bisa drop di iklim tropis seperti ini? tak mungkin bisa drop sampai -20 degC.

Jadi pengeringan sampai -20 degC dan diseal, merupakan jaminan pipa akan

selalu kering di dalamnya meskipun suhu udara berubah-ubah se-ekstrim

mungkin, tapi jangan sampai menyentuh -20 degC (Kurniawan, 2011).


II.2.3. Kelembaban Udara

Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara.Angka konsentasi ini dapat

diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

relatif.Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer.Sebuah humidistat

digunakan untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan

dengan sebuah pengawalembap (dehumidifier).Dapat dianalogikan dengan sebuah

termometer dan termostat untuk suhu udara.Perubahan tekanan sebagian uap air di

udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat

permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5%

pada 0 °C (Handoko, 1994).

II.3. Metode Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan merupakan salah satu metode statistika yang bertujuan

untuk mengkategorikan suatu objek ke dalam dua atau lebih kelompok

berdasarkan pada sejumlah variabel bebas. Pengelompokannya bersifat “

mutually executive ” dalam artian jika objek A sudah berada dalam kelompok I,

maka tidak mungkin menjadi kelompok 2 dan selanjutnya. Oleh karena ada

sejumlah variable independent, maka akan terdapat satu variable dependent

(Wilks, 2011).

Model analisis diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukkan

suatu kombinasi linier dari berbagai variabel independent yaitu :

D = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3+ ... + bk X k ………………………… (2.1)

Dengan :
D = Skor diskriminan

b = Koefisien diskriminasi atau bobot

X = Prediktor atau variabel independent

II.4. Analisis dan Verifikasi Model Puting Beliung

II.4.1. Matrix Confusion

Sebuah matriks confusion berisi informasi tentang klasifikasi aktual dan prediksi

yang dilakukan oleh sistem klasifikasi . Kinerja sistem tersebut umumnya

dievaluasi dengan menggunakan data dalam matriks . Tabel berikut menunjukkan

matriks confusion untuk klasifikasi dua kelas .

Prediksi dikhotomi ditandai dengan pertanyaan yang hanya menyisakan satu

jawaban saja yakni : “ Ya ” atau “ Tidak ”. Pertanyaannya misalnya : “

Apakah hari ini akan hujan atau tidak ?”. Untuk kejadian verifikasi prediksi

kategoris ini menumbuhkan suatu tabel yang disebut “ Contingency Table ”

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel ini mengandung komponen

observasi dan prediksi suatu fenomena atau kejadian dengan kategori masing-

masing.
Tabel 2.2. Contingency atau Matrix Confusion (Wilks. 2011).

Kategori Kategori Teramati

Terprediksi
Ya Tidak

Ya a (Kena) c (Peringatan Palsu)

Tidak b (Meleset) d (Penolakan Tepat)

Pk= . . . . . . . . (2.2)

n = a+b+c+d

II.5. Upaya Penanggulangan Bencana

II.5.1. HFA (Hyogo Framework for Action)

Hyogo Framework for Action (HFA) atau kerangka aksi hyogo dihasilkan setelah

pertemuan 2nd World Conference on Disaster Reduction tanggal 18 – 22 Januari

2005 di Kobe, Hyogo, Jepang. Kerangka Aksi Hyogo (2005-2015) membahas

tentang aksi-aksi yang harus dilakukan untuk membangun ketangguhan bangsa

dan masyarakat terhadap bencana. Aksi-aksi dalam Kerangka tersebut telah

diadopsi oleh 168 negara dalam upaya pengurangan risiko bencana di negara

mereka. 5 aksi teersebut meliputi :

1. Make Disaster Risk Reduction as Priority; aksi pertama mengharuskan

kita menjadikan Pengurangan Risiko Bencana/PRB sebagai prioritas


nasional dan daerah yang dilaksanakan melalui kelembagaan yang kuat.

Upaya penanggulangan bencana harus menjadi prioritas utama dari segi

pendanaan, kebijakan, regulasi dan arah pembangunan suatu daerah.

Banyak daerah, masih menganut paradigma lama dimana bencana akan

ditanggulangi apabila telah terjadi. Namun setelah Tsunami Aceh 2004,

Indonesia telah telah memiliki Badan khusus untuk menanggungi bencana

(BNPB = Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan UUD No. 24

tahun 2007. Dengan terbentuknya badan dan UUD tersebut, secara

nasional negara kita sudah menjadikan isu Pengurangan Risiko Bencana

(PRB) sebagai prioritas utama dalam setiap tindak-tanduknya. Saat ini

seluruh daerah tingkat I di Indonesia sudah memiliki Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain membentuk produk

hukum dan badan khusus, aksi pertama Hyogo ini juga mengharuskan

keterlibatan masyarakat dalam PRB berupa pembagian tanggung jawab

khusus kepada masing-masing pihak yang ada di masyarakat. Penjelasan

kesiapsiagaan komunitas masyarakat dalam PRB pernah saya tulis pada

tulisan Desa Siaga Bencana.

2. Know The Risk and Take Action; dalam aksi ini, kita diharuskan untuk

mengidentifikasi, mengkaji, dan memantau risiko bencana serta

menerapkan sistem peringatan dini. Dalam upaya mengidentifikasi dan

mengkaji risiko bencana, masing-masing daerah yang ada di Indonesia

harusnya sudah memiliki Peta Risiko Bencana. Untuk Provinsi Aceh

tempat penulis tinggal, ADRM (Aceh Disaster Risk Map) yang dibuat oleh
TDMRC (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center – Universitas

Syiah Kuala) tahun 2012 bisa menjadi pedoman Pemerintah Aceh dalam

mengidentifkasi dan mengkaji risiko. Kabupaten-kabupaten mana saja

yang memiliki risiko bencana tertinggi dan terendah terlihat jelas pada peta

tersebut. Untuk provinsi-provinsi lain, peta risiko bencana ini harus segera

dimiliki segera karena peta ini bisa menjadi pedoman dasar dalam

pembangunan dan penganggaran. Selain pembuatan peta, dalam upaya

daerah mengidentifikasi dan mengkaji risiko bencana, harus adanya data

kejadian bencana tiap tahun. Dari data statistik kejadian atau tinjauan

bencana tahun-tahun sebelumnya, tentu bisa menjadi pendoman untuk

menghadapi bencana di masa-masa yang akan datang. Penjelasan tentang

Tinjauan Bencana Aceh 2010 pernah saya singgung pada tulisan

sebelumnya. Selain melakukan kajian dan identifikasi, dalam aksi kedua

ini kita juga diharuskan memiliki sistem peringatan dini untuk semua

bencana. Untuk kasus bencana tsunami, beberapa daerah seperti Aceh,

Bali dan Padang sudah memiliki Sirine Tsunami. Selain sirine yang ada di

darat, di laut pun sudah dipasang Bouy untuk memantau gelombang

tsunami. Sistem kinerja Bouy tersebut pernah saya tulis pada tulisan

Pemantau Gelombang Tsunami.

3. Build Understanding and Awareness; Dalam aksi ke-tiga ini, kita

diharuskan memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk

membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan

masyarakat. Untuk meningkatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan


kebencanaan, para akademisi dan praktisi harus membuat sebuah sistem

penyampaian informasi yang benar tentang kebencanaan kepada

masyarakat awam. Penyampaian informasi yang benar akan mengurangi

tingkat kekhawatiran masyarakat. Banyak kasus kepanikan masyarakat

yang terjadi karena tidak sampainya informasi yang benar kepada

masyarakat sehingga ketika masyarakat mendengar atau menerima

informasi yang salah, kepanikan tidak dapat dihindari. Contoh kasus

kepanikan yang pernah terjadi di tempat penulis tinggal adalah tersebarnya

sms yang mengatakan akan terjadi gempa dengan skala 10 Richter.

Seadainya masyarakat memahami skala gempa, tentu mereka tidak akan

panik ketika menerima sms seperti itu. Untuk memberi pemahaman

kepada masyarakat tentang gempa, penulis sendiri juga ikut meluruskan

isu tersebut melalui tulisan Dapatkah Gempa Diprediksi?. Dalam upaya

pemberian pemahaman yang benar tentang pengetahuan bencana,

melakukan inovasi dan pendidikan, tentu saja harus dilakukan melalui

pelatihan-pelatihan kebencanaan kepada masyarakat dan penelitian-

penelitian dalam upaya mendapatkan inovasi terbaru dalam upaya PRB.

Blog Melek Bencana sendiri saya buat untuk mendukung aksi ke-tiga ini.

4. Reduce Risk; dalam aksi ke-empat ini, kita harus mengurangi faktor-

faktor mendasar penyebab timbulnya atau meningkatnya risiko bencana.

Faktor sumber daya alam dan lingkungan sering kali menjadi faktor

mendasar terjadinya bencana alam dan sosial. Dalam upaya mengurangi

faktor mendasar tersebut, manajemen sumber daya alam dan pelestarian


lingkungan harus menjadi prioritas pemerintah setempat. Setiap kebijakan

yang dibuat harus meninjau aspek lingkungan dan perlestarian alam.

Peningkatan keamanan pangan juga harus menjadi program prioritas

pemerintah dalam upaya PRB sosial. Salah satu kebijakan pemerintah

yang tidak sejalan dengan upaya PRB adalah seperti pernah saya tulis pada

tulisan Sistem Hidrologi, Hutan dan Bencana.

5. Be Prepared and Ready to Act; pada aksi ini, kita harus memperkuat

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada semua tingkatan

masyarakat agar respon yang dilakukan lebih efektif. Sejalan dengan aksi

ke-tiga, aksi ke-lima ini kita harus memperkuat kebijakan, kapasitas teknis

dan kelembagaan dalam skala regional, nasional dan lokal, termasuk yang

berhubungan dengan teknologi, pelatihan, dan sumber daya manusia.

Masyarakat, Pemerintah dan semua elemen rakyat harus diberikan ilmu

yang cukup dengan kebencanaan dan kesiapsiaganya dalam menghadapi

harus betul-betul ditingkatkan. Kalaupun bencana yang tidak diharapkan

terjadinya juga maka masyarakat sudah siap menghadapi bencana dan tahu

harus berbuat apa sebelum, ketika dan sesudah bencana terjadi. Pemerintah

dan pemangku kepentingan juga harus disiapkan sebelum, ketika dan

sesudah bencana sehingga proses Tanggap Darurat dan Rehab-Rekon

dalam berlangsung dalam waktu yang singkat dan terkoordinir dengan

baik.
II.5.2. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB) adalah sebuah

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu

Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta

melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada

saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,

penanganan darurat, dan pemulihan.

BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

Sebelumnya badan ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

Bencana yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005,

menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan

Penanganan Pengungsi yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3

Tahun 2001.

Dalam upaya untuk melaksanakan ketentuan pasal 36 ayat (1) dan (2 ) UU No.24

Tahun 2007 tentang pnaggulangan bencana dan Pasal 6 Peraturan Pemerintahan

No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana BNPB

perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penaggulangan Bencana

tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana dalam PERKA (Peraturan

Kepala) BNPB No.2 Tahun 2012. Dalam PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012

pengkajian Indek Ancaman bencana disusun berdasarkan 2 komponen utama,

yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah
tercatat untuk bencana yang pernah terjadi tersebut . Dapat dikatakatakan bahwa

indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah

terjadi pada suatu daerah.

Dalam penyusunan peta resiko bencana, komponen-komponen utama ini

dipetakan dengan menggunakan perangkat GIS. Pemetaan baru dapat

dilakssanakan setelah seluruh data indicator pada setiap komponen diperoleh dari

sumber data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dibagi dalam

tiga kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Model indeks ancaman PB

yang dikeluarkan oleh BNPB sesuai dalam PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012

menggunakan tiga indicator yakni; kemiringan, keterbukaan, dan curah hujan

tahunan suatu lahan.

II.6. Sistem Informasi Geografis atau Georaphic InformationSistem (GIS)

Sistem Informasi Geografis atau Georaphic InformationSistem (GIS) merupakan

suatu sistem informasi yang berbasiskomputer, dirancang untuk bekerja dengan

menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).

Sistem ini mengcapture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi,

menganalisa,dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan

kepadakondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi

umumdatabase, seperti query dan analisa statistik, dengan kemampuanvisualisasi

dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang

membedakan SIG dengan Sistem Informasilainya yang membuatnya menjadi


berguna berbagai kalangan untukmenjelaskan kejadian, merencanakan strategi,

dan memprediksi apayang terjadi.

Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah, dan sedikit

bervariasi.Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar di

berbagai sumber pustaka.Berikut adalaha beberapa definisi SIG yang telah

beredar;

 Marbel et al (1983), SIG merupakan sistem penanganan data keruangan.

 Burrough (1986), SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan

untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan

mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk

berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan.

 Berry (1988), SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta

otomatisasi data keruangan.

 Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki

kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan

data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),

manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output).

Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan

pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

 Gistut (1994), SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan

keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi

dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi

tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang


diperlukan yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan

struktur organisasi.

 Chrisman (1997), SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras,

perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang

digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan

menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan

bumi.

Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia padatahun 1972 dengan

namaData Banks for Develompment (Rais, 2005). Munculnya istilah Sistem

Informasi Geografis seperti sekarang inisetelah dicetuskan oleh General Assembly

dari InternationalGeographical Union di Ottawa Kanada pada tahun1967.

Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebutCGIS (Canadian

GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan,menganalisa dan mengolah data

yang dikumpulkan untukinventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land

Inventory) sebuahinisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah

pedesaanKanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah,

pertanian,pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada

skala1:250000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis berkembang dibeberapa

benua terutama Benua Amerika, BenuaEropa, BenuaAustralia, dan Benua Asia.

Seperti di Negara-negara yang lain, di Indonesia pengembangan SIG dimulai di

lingkungan pemerintahan dan militer. Perkembangan SIG menjadi pesat semenjak

di ditunjang olehsumberdaya yang bergerak di lingkungan akademis (kampus).

Informasi geografis, dalam bentuk yang paling sederhana, adalah informasi yang
berkaitan dengan lokasi tertentu (Martin, 1996). Dalam arti luas, Geographic

information system merupakan alat bantu dalam memproses data spatial menjadi

sebuah informasi. GIS bukan sekedar penggunaan computer untuk membuat peta,

tapi lebih dari itu GIS seharusnya dapat membantu dalam analisis. Menurut

Martin (1996), berdasarkan kriterianya sebuah system informasi geografis harus

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Geographic

Sistem yang menekankan pada data yang berkaitan dengan skala

pengukuran geografis, dan yang mengacu pada sistem koordinat lokasi-

lokasi di permukaan bumi.

2. Information

Adalah memungkinkan untuk menggunakan sistem ini dalam menjawab

pertanyaan tentang database geografis, termasuk informasi tentang kondisi

geografis. Informasi ini menampilkan inti dari informasi yang spesifik dan

bermakna dari berbagai kumpulan data, dan hanya ini yang mungkin

karena data diorganisir menjadi model dari keadaan yang sebenarnya.

3. System

Merupakan kondisi yang memungkinkan bagi pengaturan data demi

menjawab permasalahan. Dalam makna yang paling general, GIS tidak

harus selalu sistem yang otomatis, misalnya hanya berbentu lembaran peta,

tapi GIS harus merupakan sekumpulan prosedur yang terintegrasi mulai

dari input, penyimpanan, manipulasi, dan output dalam bentuk informasi

geografis.
Secara umum, Sistem Informasi Geografis bekerja berdasarkan integrasi

komponen, yaitu: Hardware, Software, Data, Manusia, dan Metode. Kelima

komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Hardware

Sistem Informasi Geografis memerlukan spesifikasi komponen hardware

yang sedikit lebih tinggi dibanding spesifikasi komponen sistem informasi

lainnya. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam

SIG, penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses

analisanya membutuhkan memory yang besar dan processor yang cepat.

Beberapa Hardware yang sering digunakan dalam Sistem Informasi

Geografis adalah: Personal Computer (PC), Mouse, Digitizer, Printer,

Plotter, dan Scanner.

2. Software

Sebuah software SIG haruslah menyediakan fungsi dan tool yang mampu

melakukan penyimpanan data, analisis, dan menampilkan informasi

geografis. Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen

software SIG adalah:

 Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis

Sistem Manajemen Basis Data.

 Tools yang mendukung query geografis, analisis, dan visualisasi.

 Geographical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada

tool geografi.
3. Data

Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data. Secara

fundamental, SIG bekerja dengan 2 tipe model data geografis, yaitu model

data vector dan model data raster.

Dalam model data vector, informasi posisi point, garis, dan polygon

disimpan dalam bentuk koordinat x,y. Bentuk garis, seperti jalan dan

sungai dideskripsikan sebagai kumpulan daru koordinat-koordinat point.

Bentuk polygon, seperti daerah penjualan disimpan sebagai pengulangan

koordinat yang tertutup. Data raster terdiri dari sekumpulan grid atau sel

seperti peta hasil scanning maupun gambar atau image. Masing-masing

grid memiliki nilai tertenti yang bergantung pada bagaimana image

tersebut digambarkan.

4. Manusia

Komponen manusia memegang peranan yang sangat menentukan, karena

tanpa manusia maka sistem tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan baik.

Jadi manusia menjadi komponen yang mengendalikan suatu sistem

sehingga menghasilkan suatu analisa yang dibutuhkan.

5. Metode

SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan

aturan dunia nyata, dimana metode, model dan implementasi akan berbeda

untuk setiap permasalahan.

Ruang Lingkup Sistem Informasi Geografis. Pada dasarnya pada SIG terdapat

lima proses yaitu:


1. Input Data

Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data

non-spasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus

menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi

ke dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain

proses digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan

proses scanning pada peta analog.

2. Manipulasi Data

Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu

dimanipulasi agar sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena

itu SIG mampu melakukan fungsi edit baik untuk data spasial maupun

non-spasial.

3. Manajemen Data

Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah

pengolahan data non-spasial. Pengolaha data non-spasial meliputi

penggunaan DBMS untuk menyimpan data yang memiliki ukuran besar.

4. Query dan Analisis

Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara

fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis, yaitu:

 Analisis Proximity

Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada

jarak antar layer. SIG menggunakan proses buffering (membangun


lapisan pendukung di sekitar layer dalam jarak tertentu) untuk

menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.

 Analisis Overlay

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang

berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual

yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara

fisik.

5. Visualisasi

Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan

dalam peta atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan

memberikan informasi geografis.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kepulauan Sulawesi. Secara geografis terletak pada 2°

08′ LS dan 120° 17′ BT yang terletak di antara Pulau Kalimantan di sebelah barat

dan Kepulauan Maluku di sebelah timur. Dengan luas wilayah sebesar 174.600

km², Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 di dunia (http://id.wikipedia.org).


Gambar. 3.1. Peta Lokasi Penelitian

III.2. Data Penelitian

III.2.1. Data Kejadian

Data kejadian Puting Beliung di wilayah kepulauan Sulawesi diperoleh dari situs

online Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

III.2.2. Data Iklim

Data iklim diperoleh dari situs data online Nasional Oceanic and Atmospheric

Administration’s (NOAA), yaitu data suhu, titik embun, dan kelembaban.

III.3. Analisis Data

III.3.1. Analisis Data Dengan SPSS

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS

dengan menggunakan metode Analisis Diskriminan.

III.4. Pembuatan Model

Untuk pembuatan model diperlukan data suhu, titik embun, dan kelembaban yang

kemudian akan dipetakan dan akan dilakukan proses overlay guna untuk

pembuatan model.

III.4.1. Model H-12

Setelah melakukan proses analisis akan dibuatkan model H-12 dari data 12 jam

sebelum kejadian yang kemudian akan dipetakan.

III.4.2. Model H-Slope

Setelah melakukan proses analisis akan dibuatkan model H-Slope dari data 12 jam

sebelum kejadian dan dihitung nilai slopenya yang kemudian akan dipetakan
III.3.2. Membandingkan Model H-12 dan H-Slope

Setalah melakukan proses analisis diskriminan pada kedua model maka akan

menghasilkan output. Output tersebut yang akan digunakan dalam

membandingkan antara model H-12 dan H-Slope.

III.3.3. Verifikasi Menggunakan Matrix Confusion

Dari 2 model dan observasi kejadian Puting Beliung juga dilakukan proses

verifikasi. Dalam proses verifikasi ini dibutuhkan table contingency atau matrix

confusion, dapat dilihat pada table II.5.

III.4. Pembuatan Layout

Setelah diperoleh model Predik Puting Beliung dari ketiga model H-12 dan

Model H-Slope. dengan menggunakan program Arcgis 10.1 akan dibuatkan

layoutnya.
III.5. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Input data
Sekunder

Data Kejadian Data Suhu, Titik


Puting Beliung Embun,
Kelembaban

Pengolahan data
Menggunakan Analisis
Diskriminan(SPSS)

Suhu Titik Embun Kelembaban

Overlay

Pembuatan Model

Verifikasi Model

Pembuatan
Layout

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.3. Bagan Alir Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

IV.1.1. Analisis Diskriminan

Pada penelitian ini menggunakan 3 parameter data yang merupakan data 12 jam

sebelum kejadian. Dalam penelitian ini digunakan metode diskriminan dimana

dari gabungan ketiga data tersebut akan menghasilkan 1 output. Data yang

dimaksud tersebut yakni Suhu (X1), Titik Embun (X2), Dan Kelembaban (X3)

yang merupakan data independen, kemudian outputnya merupakan “0” dan “1”,

dimana jika tidak ada kejadian puting beliung maka angka “0”, sedang apabila

terjadi maka angka “1”.

IV.1.2. Klasifikasi Koefisien Fungsi dan Model Analisis

Diskriminan

Setelah melakukan analisis diskriminan, selanjutnya akan diperoleh koefisien

bobot dan nilai konstan. Kemudian dari kofisien dan nilai konstan yang diperoleh

tersebut akan dimasukan dalam fungsi diskriminan dapat dilihat tabel berikut;

Tabel 4.1. Tabel Masukan Koefisien dalam Fungsi Diskriminan.

Model Fungsi Diskriminan 0 1


D = 0.497*T+0.094*DP+0.021*RH-
H-12 0.69 -0.69
17.478
H- D = 3.907*T+1.894*DP+(-0.138*RH)-
0.711 -0.711
Slope 0.696
Setelah diperoleh fungsi diskriminan maka akan menghasilkan nilai, dimana yang

kemudian nilai tersebut digunakan untuk menghitung predik puting beliung. Hasil

dari masukan dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 4.2. Tabel Hasil Masukan Kofisien Diskriminan Model H-12, dan Model H-

Slope

Predik Model
Event Observasi H-12 H-Slope
t dp Rh Predik t dp Rh Predik
0 31.03 18.63 47.96 0 0.75 -0.34 -4.41 1
1
1 23.26 21.23 87.79 1 -0.04 0.11 0.79 0
0 31.60 23.50 62.00 0 0.50 0.21 -1.15 1
2
1 26.80 21.70 74.00 1 -0.07 -0.05 0.06 0
0 26.05 36.35 101.50 0 0.18 1.02 0.32 0
3
1 24.43 24.44 96.51 1 -0.03 0.06 0.14 0
0 32.32 23.87 61.39 0 0.73 0.03 -3.06 1
4
1 24.21 23.45 95.32 1 0.01 0.00 -0.03 1
0 28.05 23.22 74.91 0 0.20 -0.04 -1.19 1
5
1 25.56 23.59 88.72 1 0.02 0.01 -0.07 1
0 26.27 23.09 82.46 1 0.06 0.04 -0.14 1
6
1 26.77 22.96 79.92 1 -0.11 -0.03 0.37 0
0 28.21 21.82 68.36 0 0.15 -0.05 -0.88 1
7
1 26.29 22.36 79.24 1 0.03 0.00 -0.11 1
0 32.84 24.10 60.65 0 0.53 0.00 -2.12 1
8
1 26.49 23.90 85.58 1 0.05 0.02 -0.14 1
0 27.35 24.31 83.50 0 -0.12 0.00 0.50 0
9
1 28.75 24.34 77.50 0 -0.01 0.00 0.05 0
0 30.00 26.10 80.00 0 0.21 0.12 -0.36 1
10
1 27.60 24.80 85.00 0 0.01 0.00 -0.10 1
0 31.05 25.11 70.76 0 0.30 0.06 -1.05 1
11
1 26.73 24.61 88.69 1 0.10 -0.02 -0.58 1
0 23.80 23.30 97.00 1 -0.08 -0.07 0.05 0
12
1 24.40 24.10 98.00 1 0.03 0.00 -0.14 1
0 27.20 24.10 83.00 0 0.17 0.04 -0.73 1
13
1 24.70 23.80 95.00 1 0.06 -0.01 -0.36 1
0 29.00 20.00 58.00 0 0.27 -0.09 -1.45 1
14
1 28.00 21.00 66.00 1 -0.18 0.00 0.73 0
0 29.20 25.00 78.00 0 0.38 0.00 -2.00 1
15
1 24.70 24.70 100.00 1 0.03 0.03 0.00 1
0 30.37 23.45 66.97 0 0.55 0.11 -1.98 1
16
1 24.03 21.99 88.44 1 0.02 0.03 0.03 0
0 23.26 22.48 95.66 1 -0.32 -0.11 0.42 0
17
1 26.88 24.01 90.34 0 -0.01 -0.03 0.06 0
0 23.00 23.00 100.00 1 -0.26 -0.26 0.00 1
18
1 28.00 26.00 89.00 0 -0.19 -0.01 1.00 0
0 24.99 24.99 100.00 1 0.09 0.18 0.55 0
19
1 24.00 23.00 94.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 25.00 25.00 100.00 1 0.18 0.18 0.00 1
20
1 24.00 23.00 94.00 1 -0.09 0.00 0.55 0
0 29.87 25.30 76.66 0 0.08 -0.06 -0.64 1
21
1 28.79 25.76 83.48 0 0.02 0.02 0.02 0
0 33.79 23.44 54.82 0 0.76 -0.08 -3.49 1
22
1 25.43 24.26 92.94 1 0.00 0.01 0.03 0
0 34.34 24.23 54.98 0 0.95 0.10 -3.72 1
23
1 23.70 22.88 95.45 1 0.01 0.02 0.04 0
0 31.00 25.00 71.00 0 0.45 -0.09 -2.64 1
24
1 26.00 26.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 28.10 24.70 82.00 0 0.37 0.06 -1.64 1
25
1 24.20 24.00 99.00 1 -0.02 0.00 0.09 0
0 32.00 32.00 67.00 0 0.64 0.64 -3.00 1
26
1 25.00 25.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 32.00 25.00 67.00 0 0.55 -0.08 -3.00 1
27
1 26.00 26.00 100.00 1 -0.01 -0.01 0.00 1
0 25.00 25.00 100.00 1 0.09 0.09 0.00 1
28
1 24.00 24.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 25.00 25.00 100.00 1 0.00 0.09 0.55 0
29
1 25.00 24.00 94.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 25.00 25.00 100.00 1 0.09 0.09 0.00 1
30
1 24.00 24.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 26.00 24.00 89.00 1 0.09 0.00 -0.45 1
31
1 25.00 24.00 94.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 25.00 24.00 94.00 1 0.09 0.09 0.00 1
32
1 25.00 24.00 94.00 1 -0.09 -0.09 0.00 1
0 25.00 25.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
33
1 25.00 25.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 26.41 25.26 93.88 1 0.11 0.14 0.26 0
34
1 25.28 23.79 91.13 1 -0.01 -0.01 -0.01 1
35 0 25.00 25.00 100.00 1 0.00 0.09 0.55 0
1 25.00 24.00 94.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 34.00 20.00 44.00 0 0.55 0.00 -1.64 1
36
1 27.00 20.00 66.00 1 0.09 0.00 -0.36 1
0 29.61 24.33 74.09 0 0.51 0.08 -2.09 1
37
1 23.88 23.45 97.71 1 0.01 0.00 -0.06 1
0 32.48 25.52 67.39 0 0.76 0.25 -2.27 1
38
1 23.93 22.81 93.39 1 0.02 0.00 -0.09 1
0 30.00 25.00 75.00 0 0.36 0.00 -1.73 1
39
1 25.00 25.00 100.00 1 0.09 0.00 -0.55 1
0 30.02 24.63 72.78 0 0.47 0.08 -1.93 1
40
1 24.30 23.79 96.60 1 0.05 0.00 -0.24 1
0 26.00 26.00 100.00 1 -0.09 0.00 0.55 0
41
1 28.00 25.00 84.00 0 -0.09 0.09 0.91 0
0 32.00 25.00 67.00 0 0.55 -0.09 -3.00 1
42
1 25.00 25.00 100.00 1 0.09 0.09 0.00 1
0 30.74 24.66 70.55 0 0.56 0.18 -1.68 1
43
1 25.15 23.25 89.13 1 -0.05 -0.05 -0.01 1
0 35.00 23.00 50.00 0 1.00 -0.09 -4.55 1
44
1 24.00 24.00 100.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 30.00 23.00 66.00 0 0.45 -0.09 -2.55 1
45
1 25.00 24.00 94.00 1 0.00 0.00 0.00 1
0 28.00 24.00 79.00 0 0.27 0.00 -1.36 1
46
1 25.00 23.00 89.00 1 0.00 0.09 0.45 0
0 29.00 25.00 79.00 0 0.44 0.18 -1.27 1
47
1 23.83 22.67 93.17 1 0.03 0.03 -0.02 1
0 26.75 24.11 85.63 1 -0.02 -0.04 -0.15 1
48
1 27.33 24.87 86.56 0 -0.04 -0.02 0.07 0
0 30.51 23.84 68.11 0 0.19 0.16 -0.05 1
49
1 28.33 22.28 70.33 0 0.01 -0.02 -0.15 1
0 26.73 23.75 83.49 1 0.17 0.06 -0.59 1
50
1 24.58 22.93 90.47 1 0.03 0.01 -0.05 1
0 25.41 23.92 91.47 1 -0.05 0.02 0.41 0
51
1 25.92 23.73 87.40 1 0.01 0.00 -0.04 1
0 26.14 24.15 88.71 1 0.01 0.02 0.10 0
52
1 26.31 24.11 86.88 1 -0.02 -0.01 0.06 0
0 26.80 24.18 85.85 1 0.05 -0.02 -0.33 1
53
1 25.90 24.32 90.81 1 0.03 0.01 -0.12 1
0 28.64 22.77 70.38 0 0.20 0.06 -0.64 1
54
1 26.18 22.02 77.77 1 0.02 0.01 -0.03 1
0 24.84 23.98 94.87 1 0.09 0.19 0.53 0
55
1 23.84 21.80 88.27 1 0.00 0.01 0.07 0
0 31.80 24.70 66.00 0 0.67 0.06 -2.91 1
56
1 24.20 23.80 98.00 1 0.02 0.02 0.00 0
0 30.80 23.60 66.00 0 0.45 0.01 -1.89 1
57
1 25.60 25.60 88.50 1 0.02 -0.19 -0.15 1
0 31.44 25.16 70.08 0 0.60 0.18 -1.90 1
58
1 25.04 23.78 90.82 1 -0.02 -0.05 0.02 0

IV.1.3. Pembuatan Model

Dalam pembuatan model predik putting beliung H-12, dan H-Slope dibutuhkan

data suhu, titik embun, dan kelembaban.

Gambar 4.1. Peta Kondisi Suhu Kejadian Puting Beliung pada H dan H-12
Gambar 4.2. Peta Kondisi Titik Embun Kejadian Puting Beliung pada H dan H-12

Gambar 4.3. Peta Kondisi Kelembaban Puting Beliung pada H dan H-12

Dari ketiga peta suhu, titik embun, dan kelembaban kemudian akan dilakukan

overlay menggunakan program Arcgis guna melakukan analisis dalam pembuatn

model.

Dari data parameter yang digunakan yakni; data suhu, titik embun, dan

kelembaban kemudian dirata-ratakan agar dapat melihat perbandingan kondisi

suhu, titik embun, dan kelembaban rata-rata 12 jam sebelum terjadi bencana alam

angin putting beliung. Dapat dilihat pada gambar 4.4, gambar 4.5, dan gambar 4.6.
Kondisi Suhu H-12 dan H
35.00

30.00

25.00
T (⁰C)

H-12
20.00
H
15.00

10.00
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57

Kejadian

Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Kondisi Suhu H-12 dan H

Kondisi Titik Embun H-12 dan H


28.00

26.00

24.00

22.00
DW (⁰C)

20.00

18.00 H-12
H
16.00

14.00

12.00

10.00
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57
Kejadian

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Kondisi Titik Embun H-12 dan H


Kondisi Kelembaban H-12 dan H
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
RH (%)

60.00 H-12

50.00 H

40.00
30.00
20.00
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57
Kejadian

Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Kondisi Kelembaban H-12 dan H

IV.1.3.1. Model H-12

Data Model H-12 diambil dari data suhu, titik embun, dan kelembaban 12 jam

sebelum terjadi puting beliung yang kemudian dianalisis mengunakan metode

analisis diskriminan dan menghasilkan koefisien fungsi yang digunankan untuk

mempredksi puting beliung.

IV.1.3.2. Model H-Slope

Model H-Slope merupakan data suhu, titik embun, dan kelembaban dari H-1

sampai H-12, dari data tersebut kemudian dari data H-12 kejadian dikurangkan

dengan H-1 kejadian dan kemudian dibagi 11 untuk menghasilkan data H-Slope.

IV.2. Verifikasi Model

Setelah dilakukan analisis mengunakan metode analisis diskriminan kemudian

untuk mengetahui nilai kebenaran dan seberapa akurat model yang dibuat akan
dilakukan verifikasi menggunakan tabel metrix confusion. Hasil ujinya terdapat

pada tabel 4.4, table 4.5.

Tabel.4.3. Tabel Matrix Confusion antara kejadian teramati dan terprediksi Model

H-12

Kategori Kategori Teramati


MODEL
Terprediksi Ya (1) Tidak (0)

Ya (1) a (48) c (24)


H-12
Tidak (0) b (10) d (34)

PC=

Tabel.4.4. Tabel Matrix Confusion antara kejadian teramati dan terprediksi Model

H-Slope

Kategori Kategori Teramati


MODEL
Terprediksi Ya (1) Tidak (0)
Ya (1) a (58) c (22)
H-Slope
Tidak (0) b (0) d (36)

PC =

IV.3. Pembahasan

IV.3.1. Analisis Metode Diskriminan

Dari 58 data kejadian puting beliung di wilayah Sulawesi yang telah dianalisis

menggunakan metode diskriminan dengan mengunakan 3 parameter iklim yaitu

suhu, titik embun, dan kelembaban dapat dilihat perbedaan keadaan atau kondisi

suhu pada 12 jam sebelum kejadian, dapat dilihat pada gambar 4.1 dimana
menunjukkan kondisi suhu pada 12 jam sebelum kejadian lebih tinggi

dibandingkan pada saat kejadian, Sebagai contoh pada kejadian “1” suhu pada

rata-rata 12 jam sebelum kejadian mencapai 29,01 C⁰ sedang pada saat kejadian

suhu mencapai 23,26 C⁰, sedangkan kondisi rata-rata pada titik embun pada 12

jam sebelum kejadian lebih rendah dibandingkan pada saat kejadian, dan kondisi

rata-rata kelembaban 12 jam sebelum kejadian lebih rendah yaitu 62,32%

sedangkan pada saat kejadian mencapai 87,79%.

IV.3.2. Perbandingan Model

Dari proses analisis menggunakan metode Diskriminan menggunakan SPSS

diperoleh koefisien dari model H-12, dan H-Slope. setelah memasukkan koefisien

yang diperoleh dari analisis diskriminan dari 58 data kejadian dari masing-masing

model dapat dilihat yang memiliki nilai keakuratan yang lebih tinggi dari kedua

model tersebut, dimana tingkat keakuratan Model H-12 yaitu 70, 6 %, dan H-

Slope 81 %. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran 3 hasil keluaran SPSS. Sebagai

contoh dapat dilihat pada tabel 4.2, pada Model H-12 pada event “6” pada kolom

“Predik” pada kolom H-12 yang pada obesrvasi “0” tapi pada saat diprediksi

menghasilkan “1”, yang mana pada kolom prediksi ini merupakan hasil dari

fungsi diskriminan yang telah dimasukkan koifisien yang didapatkan dan

kemudian dilakukan fungsi group dimana jika menghasilkan “1” maka terjadi dan

“0” tidak terjadi, Kemudian kita lihat Model H-12 slope dalam contoh kejadian

yang sama atau event “6” dapat dilihat pada kolom “Predik” H-Slope pada event

“6” pada saat observasi “0” dan pada saat dilakukan prediksi menghasilkan “0”.
Maka dengan contoh pada Event “6” tersebut dapat dilihat dari kedua model yang

telah dibuat bahwa Pediksi Model H-Slope lebih akurat dari Model H-12.

IV.4. Pembuatan Layout

Setelah melakukan analisis dengan menggunakan metode Analisis Diskriminan

dari kedua model yang telah dibuat yaitu; Model H-12, dan H-Slope kemudian

untuk dapat menyajikan secara lebih jelas perbedaan dan keadaan atau kondisi

model yang telah dibuat yaitu Model H-12, dan Model H- Slope dibuatkan Peta

seperti pada Gambar 4.7.

Dari gambar 4.7 dapat dilihat pada Model H-12 saat dilakukan analisis

menggunakan metode analisis diskriminan dan melakukan prediksi pada 58 titik

kejadian ada 8 titik yang berwarna merah atau prediksi tidak tepat, dan pada

Model H-Slope dapat dilihat setelah dilakukan analisis dengan menggunakan

anaisis diskriminan dari 58 data kejadian dan melakukan prediksi semua titik

berwarna hijau atau terprediksi dengan tepat. Dari gambar 4.7 dapat dilihat

dengan jelas penyajian dan perbandingan peta dari kedua model yang telah dibuat

yaitu Model H-12, dan Model H-Slope dengan 58 titik kejadian tiap masing-

masing model. Dari gambar 4.7 terlihat bahwa dari 58 data titik kejadian pada

masing-masing model yang pada saat observasi titik berwarna hijau tetapi setelah

melakukan analisis menggunakan metode diskriminan dan dipetakan dapat kita

lihat akurasi model prediksi yang telah dibuat.


Gambar 4.7. Peta Akurasi Ancaman Bencana Puting Beliung di
Sulawesi Periode Tahun 2011-2015
BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan Analisis dengan menggunakan metode Diskriminan pada 58

kasus bencana alam angin puting beliung di wilayah sulawesi periode tahun 2011-

2015 dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa;

1. Dari kedua model yang telah dibuat yaitu model H-12 dan model H-Slope,

maka dapat disimpulan bahwa model yang memiliki tingkat persentase

ketepatan yang lebih tinggi adalah Model H-Slope yaitu dengan tingkat

ketepatan 81 % dan Model H-12 yaitu 70,6 %.

2. Dari proses analisis menggunakan metode diskrimanan dari data 12 jam

sebelum kejadian dan melakukan prediksi maka dapat dibuatkan layout dari

Model H-12, Model H-12r, dan Model H-Slope.

V.1. Saran

Untuk penelitian selanjutnya bukan hanya menggunakan 3 parameter diharapkan

untuk menambah parameter yang berpengaruh terhadap puting beliung.


DAFTAR PUSTAKA

Amdgroup, 2010 Tornado. https://amdgroup.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 18 November 2015.

Aronoff, 1989. Sistem Informasi Geografis.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
tanggal 7 pril 2016.

Awaliah, 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban,.


http://awalyah.blogspot.com. Diakses 5 Maret 2016.

Berry Richard, 1988. Sistem Informasi Geografis.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
ytanggal 7 pril 2016.

BMKG, 2014. Karakteristik Angin Putting Beliung.


http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/MITIGASI_BENCANA
_ALAM_MUSIM_PERALIHAN-PANCAROBA.bmkg. Diakses 5 maret
2016.

BNPB. 2014. Mitigasi bencana alam musim peralihan (pancaroba).


http://www.bmkg.go.id. Diakses pada tanggal 24 Desember 2015.

BNPB, 2014. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Perjenis Bnecana


Periode Th. 1815-2014 di Wilayah Indonesia.
http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/MITIGASI_BENCANA
_ALAM_MUSIM_PERALIHAN-PANCAROBA.bmkg. Diakses 5 maret
2016.

BNPB, 2014. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana


Th.1815-2014.
http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&continu
e=y&lang=ID (diakses 5 Maret 2016).

Burrough, 1986. Sistem Informasi Geografis.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
ytanggal 7 pril 2016.
Chrisman Nicholas. 1977. Sistem Informasi Geografis.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
tanggal 7 pril 2016.

Fahmi rosdiana, 2013. Puting beliung rencana regional dengan sebaran


nasional, http://a.academia-assets.com. Diakses pada tanggal 18 januari
2016.

Gistut, 1994. Sistem Informasi Geografis.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
ytanggal 7 pril 2016.

Gitoyo, Y., 2013. Segala Hal Tentang angin puting beliung,


http://pustakadigitalindonesia.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18
januari 2015.

Halide, H., 2013. Penanggulangan bencana cuaca ekstrim di Indonesia.


Seminar nasional riset kebencanaan. Mataram.

Handoko, 1994. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban udara.


http://ans29.blogspot.co.id/2014/04/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html. Diakses pada tanggal 5 maret 2016.

Kurniawan Nova, 2011. Temperature Dew Point Saturation


https://www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2016.

Marbel et al, 1983. Sistem Informasi Geografis.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis. Diakses pada
ytanggal 7 pril 2016.

Martin, 1996. Sistem Informasi Geografis. http://aji-


pangestu.blogspot.co.id/2013/04/sistem-informasi-geografis.html. Diakses
pada tanggal 7 april 2016.

Murlina, E., 2013. Prediksi puting beliung di kabupaten maros. Skripsi


geofisika, unhas, makassar.

Nivi Okstrifiani, 2013. Prediksi puting beliung di kabupaten toraja utara,


skripsi geofiika unhas, makassar.

Paharuddin dkk, 2014. Verifikasi Peta ancaman Putting Beliung.


https://www.researchgate.net/publication/278682882_Verifikasi_Peta_Ind
eks_Bencana_Puting_Beliung. Di akses pada 5 maret 2016
Petrasawancana, 2011. Konsep pemetaan resiko bencana.
http://pentrasawacana.wordpress.com. Diakses pada tanggal 17 januari
2016.

Rais, 2005. Sistem informasi Geografis.


http://anitagis.blogspot.co.id/2012/10/informasi-geografis-sistem-
informasi.html. Diakses pada tanggal 7 April 2016.

UNISDR, 2013. Implementation of the Hyogo Framework for Action -


Summary of reports 2007-2013. https://www.unisdr.org/we/inform.
Diakses pada tanggal 17 januari 2016.

Waluya, 2009. Suhu Udara. https://ghozaliq.com/2015/07/09/suhu-udara-


temperatur/. Diakses pada 6 maret 2016.

Wikipedia, 2014. Sulawesi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sulawesi. Diakses 5


Maret 2016.

Wilks, D. S., 2011 : Statistical Methods In The Atmospheric Sciences,


Academic Press USA, pp 676.

WMO, 1980. Skala Metereologi Analisa Cuaca.


http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/lain_lain/artikel/MENGENALI_CUACA_
DENGAN_TANDA_TANDA__ALAM_.bmkg. Diakses Pada 5 maret
2016.

Zakir, 2008. Skala Metereologi Analisas Cuaca.


http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/lain_lain/artikel/MENGENALI_CUACA_
DENGAN_TANDA_TANDA__ALAM_.bmkg. Diakses pada 5 Maret
2016.
Lampiran I
Data Keadian Puting
Beliung
Lampiran II
Data Metereologi Suhu,
Titik Embun, dan
Kelembaban.
Lampiran

58 Kejadian Puting Beliung di Sulawesi diperoleh dari data stasiun di Sulawesi dengan 3
parameter, yaitu; Suhu (T), Titik Embun (DP), dan Kelembaban (RH) dimasukkan kedalam
fungsi Diskriminan keluaran SPSS.

Model H-12

Fungsi
Koordinat Obse Parameter Predik
Event Diskrimin
rvasi si
X Y t dp rh an
0 31.03 18.63 47.96 0.70 0
1
118.939 -3.5626 1 23.26 21.23 87.79 -2.08 1
0 31.60 23.50 62.00 1.74 0
2
119.27 -3.3891 1 26.80 21.70 74.00 -0.56 1
0 26.05 36.35 101.50 1.02 0
3
119.086 -3.4858 1 24.43 24.44 96.51 -1.01 1
0 32.32 23.87 61.39 2.12 0
4
123.196 0.543 1 24.21 23.45 95.32 -1.24 1
0 28.05 23.22 74.91 0.22 0
5
119.981 -0.1181 1 25.56 23.59 88.72 -0.69 1
0 26.27 23.09 82.46 -0.52 1
6
120.009 -0.5783 1 26.77 22.96 79.92 -0.34 1
0 28.21 21.82 68.36 0.03 0
7
120.945 0.48152 1 26.29 22.36 79.24 -0.64 1
0 32.84 24.10 60.65 2.38 0
8
122.017 -4.0482 1 26.49 23.90 85.58 -0.27 1
0 27.35 24.31 83.50 0.15 0
9
121.35 -3.9292 1 28.75 24.34 77.50 0.73 0
0 30.00 26.10 80.00 1.57 0
10
122.028 -3.8281 1 27.60 24.80 85.00 0.36 0
0 31.05 25.11 70.76 1.80 0
11
122.092 -3.9804 1 26.73 24.61 88.69 -0.02 1
0 23.80 23.30 97.00 -1.42 1
12
125.406 2.7495 1 24.40 24.10 98.00 -1.03 1
0 27.20 24.10 83.00 0.05 0
13
124.387 0.80258 1 24.70 23.80 95.00 -0.97 1
0 29.00 20.00 58.00 0.03 0
14
119.973 -3.6661 1 28.00 21.00 66.00 -0.20 1
0 29.20 25.00 78.00 1.02 0
15
119.661 -3.8012 1 24.70 24.70 100.00 -0.78 1
0 30.37 23.45 66.97 1.23 0
16
119.786 -3.6675 1 24.03 21.99 88.44 -1.61 1
0 23.26 22.48 95.66 -1.79 1
17
119.437 -5.1133 1 26.88 24.01 90.34 0.04 0
0 23.00 23.00 100.00 -1.79 1
18
119.69 -4.418 1 28.00 26.00 89.00 0.75 0
0 24.99 24.99 100.00 -0.61 1
19
119.94 -3.997 1 24.00 23.00 94.00 -1.41 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
20
119.622 -3.9632 1 24.00 23.00 94.00 -1.41 1
0 29.87 25.30 76.66 1.36 0
21
120.67 -7.113 1 28.79 25.76 83.48 1.01 0
0 33.79 23.44 54.82 2.67 0
22
119.802 -4.057 1 25.43 24.26 92.94 -0.61 1
0 34.34 24.23 54.98 3.02 0
23
120.456 -2.532 1 23.70 22.88 95.45 -1.54 1
0 31.00 25.00 71.00 1.77 0
24
120.321 -4.817 1 26.00 26.00 100.00 -0.01 1
0 28.10 24.70 82.00 0.53 0
25
120.373 -4.6059 1 24.20 24.00 99.00 -1.12 1
0 32.00 32.00 67.00 2.84 0
26
119.695 -3.8099 1 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
0 32.00 25.00 67.00 2.18 0
27
119.595 -3.9488 1 26.00 26.00 100.00 -0.01 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
28
119.618 -4.4401 1 24.00 24.00 100.00 -1.19 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
29
119.673 -4.3448 1 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
30
119.502 -4.7733 1 24.00 24.00 100.00 -1.19 1
0 26.00 24.00 89.00 -0.43 1
31
119.656 -4.3229 1 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
0 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
32
119.546 -4.9247 1 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
33
119.858 -3.9052 1 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
0 26.41 25.26 93.88 -0.01 1
34
120.504 -6.0957 1 25.28 23.79 91.13 -0.76 1
0 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
35
119.8 -3.9164 1 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
0 34.00 20.00 44.00 2.22 0
36
119.598 -4.9267 1 27.00 20.00 66.00 -0.79 1
0 29.61 24.33 74.09 1.08 0
37
120.824 -2.5254 1 23.88 23.45 97.71 -1.35 1
0 32.48 25.52 67.39 2.48 0
38
120.824 -2.5254 1 23.93 22.81 93.39 -1.48 1
0 30.00 25.00 75.00 1.36 0
39
120.381 -4.5641 1 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
0 30.02 24.63 72.78 1.29 0
40
119.835 -2.8622 1 24.30 23.79 96.60 -1.14 1
0 26.00 26.00 100.00 -0.01 1
41
119.638 -4.2649 1 28.00 25.00 84.00 0.55 0
0 32.00 25.00 67.00 2.18 0
42
119.582 -4.9461 1 25.00 25.00 100.00 -0.60 1
0 30.74 24.66 70.55 1.60 0
43
119.906 -3.0022 1 25.15 23.25 89.13 -0.92 1
0 35.00 23.00 50.00 3.13 0
44
119.942 -3.6714 1 24.00 24.00 100.00 -1.19 1
0 30.00 23.00 66.00 0.98 0
45
124.131 0.67079 1 25.00 24.00 94.00 -0.82 1
0 28.00 24.00 79.00 0.35 0
46
124.94 1.09631 1 25.00 23.00 89.00 -1.02 1
0 29.00 25.00 79.00 0.94 0
47
124.945 1.25072 1 23.83 22.67 93.17 -1.55 1
0 26.75 24.11 85.63 -0.12 1
48
122.921 -4.5141 1 27.33 24.87 86.56 0.26 0
0 30.51 23.84 68.11 1.36 0
49
121.22 -1.7759 1 28.33 22.28 70.33 0.18 0
0 26.73 23.75 83.49 -0.21 1
50
123.167 -4.7497 1 24.58 22.93 90.47 -1.21 1
0 25.41 23.92 91.47 -0.68 1
51
122.358 -5.166 1 25.92 23.73 87.40 -0.53 1
0 26.14 24.15 88.71 -0.35 1
52
122.845 -5.1966 1 26.31 24.11 86.88 -0.31 1
0 26.80 24.18 85.85 -0.08 1
53
122.793 -0.9388 1 25.90 24.32 90.81 -0.41 1
0 28.64 22.77 70.38 0.37 0
54
120.75 -1.3969 1 26.18 22.02 77.77 -0.77 1
0 24.84 23.98 94.87 -0.89 1
55
120.804 0.58176 1 23.84 21.80 88.27 -1.73 1
0 31.80 24.70 66.00 2.03 0
56
122.557 0.77932 1 24.20 23.80 98.00 -1.16 1
0 30.80 23.60 66.00 1.43 0
57
118.93 -2.7293 1 25.60 25.60 88.50 -0.49 1
0 31.44 25.16 70.08 1.98 0
58
119.152 -3.4142 1 25.04 23.78 90.82 -0.89 1

Model H-Slope

Koordinat Parameter Fungsi


Event Observasi Prediksi
Diskriminan
X Y t dp rh
0 0.75 -0.34 -4.41 2.19 0
1
118.939 -3.5626 1 -0.04 0.11 0.79 -0.77 1
0 0.50 0.21 -1.15 1.83 0
2
119.27 -3.3891 1 -0.07 -0.05 0.06 -1.05 1
0 0.18 1.02 0.32 1.89 0
3
119.086 -3.4858 1 -0.03 0.06 0.14 -0.72 1
0 0.73 0.03 -3.06 2.64 0
4
123.196 0.543 1 0.01 0.00 -0.03 -0.65 1
0 0.20 -0.04 -1.19 0.18 0
5
119.981 -0.1181 1 0.02 0.01 -0.07 -0.58 1
0 0.06 0.04 -0.14 -0.35 1
6
120.009 -0.5783 1 -0.11 -0.03 0.37 -1.23 1
0 0.15 -0.05 -0.88 -0.10 1
7
120.945 0.48152 1 0.03 0.00 -0.11 -0.56 1
0 0.53 0.00 -2.12 1.67 0
8
122.017 -4.0482 1 0.05 0.02 -0.14 -0.46 1
0 -0.12 0.00 0.50 -1.23 1
9
121.35 -3.9292 1 -0.01 0.00 0.05 -0.74 1
0 0.21 0.12 -0.36 0.38 0
10
122.028 -3.8281 1 0.01 0.00 -0.10 -0.63 1
0 0.30 0.06 -1.05 0.72 0
11
122.092 -3.9804 1 0.10 -0.02 -0.58 -0.27 1
0 -0.08 -0.07 0.05 -1.15 1
12
125.406 2.7495 1 0.03 0.00 -0.14 -0.58 1
0 0.17 0.04 -0.73 0.12 0
13
124.387 0.80258 1 0.06 -0.01 -0.36 -0.42 1
0 0.27 -0.09 -1.45 0.40 0
14
119.973 -3.6661 1 -0.18 0.00 0.73 -1.51 1
0 0.38 0.00 -2.00 1.07 0
15
119.661 -3.8012 1 0.03 0.03 0.00 -0.54 1
0 0.55 0.11 -1.98 1.94 0
16
119.786 -3.6675 1 0.02 0.03 0.03 -0.56 1
0 -0.32 -0.11 0.42 -2.22 1
17
119.437 -5.1133 1 -0.01 -0.03 0.06 -0.79 1
0 -0.26 -0.26 0.00 -2.23 1
18
119.69 -4.418 1 -0.19 -0.01 1.00 -1.60 1
0 0.09 0.18 0.55 -0.08 1
19
119.94 -3.997 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.18 0.18 0.00 0.36 0
20
119.622 -3.9632 1 -0.09 0.00 0.55 -1.13 1
0 0.08 -0.06 -0.64 -0.42 1
21
120.67 -7.113 1 0.02 0.02 0.02 -0.58 1
0 0.76 -0.08 -3.49 2.61 0
22
119.802 -4.057 1 0.00 0.01 0.03 -0.70 1
0 0.95 0.10 -3.72 3.73 0
23
120.456 -2.532 1 0.01 0.02 0.04 -0.60 1
0 0.45 -0.09 -2.64 1.27 0
24
120.321 -4.817 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.37 0.06 -1.64 1.11 0
25
120.373 -4.6059 1 -0.02 0.00 0.09 -0.78 1
0 0.64 0.64 -3.00 3.41 0
26
119.695 -3.8099 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.55 -0.08 -3.00 1.73 0
27
119.595 -3.9488 1 -0.01 -0.01 0.00 -0.75 1
0 0.09 0.09 0.00 -0.17 1
28
119.618 -4.4401 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.00 0.09 0.55 -0.60 1
29
119.673 -4.3448 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.09 0.09 0.00 -0.17 1
30
119.502 -4.7733 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.09 0.00 -0.45 -0.28 1
31
119.656 -4.3229 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.09 0.09 0.00 -0.17 1
32
119.546 -4.9247 1 -0.09 -0.09 0.00 -1.22 1
0 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
33
119.858 -3.9052 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.11 0.14 0.26 -0.04 1
34
120.504 -6.0957 1 -0.01 -0.01 -0.01 -0.74 1
0 0.00 0.09 0.55 -0.60 1
35
119.8 -3.9164 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.55 0.00 -1.64 1.66 0
36
119.598 -4.9267 1 0.09 0.00 -0.36 -0.29 1
0 0.51 0.08 -2.09 1.73 0
37
120.824 -2.5254 1 0.01 0.00 -0.06 -0.64 1
0 0.76 0.25 -2.27 3.04 0
38
120.824 -2.5254 1 0.02 0.00 -0.09 -0.60 1
0 0.36 0.00 -1.73 0.96 0
39
120.381 -4.5641 1 0.09 0.00 -0.55 -0.27 1
0 0.47 0.08 -1.93 1.57 0
40
119.835 -2.8622 1 0.05 0.00 -0.24 -0.48 1
0 -0.09 0.00 0.55 -1.13 1
41
119.638 -4.2649 1 -0.09 0.09 0.91 -1.00 1
0 0.55 -0.09 -3.00 1.68 0
42
119.582 -4.9461 1 0.09 0.09 0.00 -0.17 1
0 0.56 0.18 -1.68 2.05 0
43
119.906 -3.0022 1 -0.05 -0.05 -0.01 -0.99 1
0 1.00 -0.09 -4.55 3.67 0
44
119.942 -3.6714 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.45 -0.09 -2.55 1.26 0
45
124.131 0.67079 1 0.00 0.00 0.00 -0.70 1
0 0.27 0.00 -1.36 0.56 0
46
124.94 1.09631 1 0.00 0.09 0.45 -0.59 1
0 0.44 0.18 -1.27 1.53 0
47
124.945 1.25072 1 0.03 0.03 -0.02 -0.51 1
0 -0.02 -0.04 -0.15 -0.82 1
48
122.921 -4.5141 1 -0.04 -0.02 0.07 -0.89 1
0 0.19 0.16 -0.05 0.35 0
49
121.22 -1.7759 1 0.01 -0.02 -0.15 -0.67 1
0 0.17 0.06 -0.59 0.16 0
50
123.167 -4.7497 1 0.03 0.01 -0.05 -0.56 1
0 -0.05 0.02 0.41 -0.92 1
51
122.358 -5.166 1 0.01 0.00 -0.04 -0.67 1
0 0.01 0.02 0.10 -0.65 1
52
122.845 -5.1966 1 -0.02 -0.01 0.06 -0.82 1
0 0.05 -0.02 -0.33 -0.47 1
53
122.793 -0.9388 1 0.03 0.01 -0.12 -0.56 1
0 0.20 0.06 -0.64 0.29 0
54
120.75 -1.3969 1 0.02 0.01 -0.03 -0.59 1
0 0.09 0.19 0.53 -0.04 1
55
120.804 0.58176 1 0.00 0.01 0.07 -0.70 1
0 0.67 0.06 -2.91 2.45 0
56
122.557 0.77932 1 0.02 0.02 0.00 -0.59 1
0 0.45 0.01 -1.89 1.34 0
57
118.93 -2.7293 1 0.02 -0.19 -0.15 -0.94 1
0 0.60 0.18 -1.90 2.26 0
58
119.152 -3.4142 1 -0.02 -0.05 0.02 -0.88 1
Lampiran III
Hasil Keluaran SPSS
Hasil Keluaran SPSS

Hasil dari Analisis Menggunakan Metode Diskriminan dari Data Model H-12

Test Results

Box's M 74.038
Approx. 12.102

df1 6
F
df2 54143.940

Sig. .000

Tests null hypothesis of equal


population covariance matrices.

Tests of Equality of Group Means

Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.

t .981 14.200 1 752 .000


dw 1.000 .026 1 752 .873
p .988 9.497 1 752 .002

Canonical Discriminant
Function Coefficients

Function

dw .497
p .094
rh .021
(Constant) -17.478

Unstandardized
coefficients
Functions at
Group Centroids

Y Function

0 .690
1 -.690

Unstandardized
canonical
discriminant
functions evaluated
at group means

a,c
Classification Results

Y Predicted Group Membership Total

0 1

0 37 21 58
Count
1 8 50 58
Original
0 63.8 36.2 100.0
%
1 13.8 86.2 100.0
0 34 24 58
Count
b
1 10 48 58
Cross-validated
0 58.6 41.4 100.0
%
1 17.2 82.8 100.0

a. 75.0% of original grouped cases correctly classified.


b. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation,
each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.
c. 70.7% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Hasil dari data kejadian menggunakan data Model H-Slope

Test Results

Box's M 297.551
Approx. 48.175

df1 6
F
df2 94159.698

Sig. .000

Tests null hypothesis of equal


population covariance matrices.

Wilks' Lambda

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.

1 .661 46.653 3 .000

Canonical Discriminant
Function Coefficients

Function

dw 3.907
p 1.894
rh -.138
(Constant) -.696

Unstandardized
coefficients

Functions at
Group Centroids

Y Function

0 .711
1 -.711
Unstandardized
canonical
discriminant
functions evaluated
at group means

a,c
Classification Results

Y Predicted Group Membership Total

0 1

0 36 22 58
Count
1 0 58 58
Original
0 62.1 37.9 100.0
%
1 .0 100.0 100.0
0 36 22 58
Count
b
1 0 58 58
Cross-validated
0 62.1 37.9 100.0
%
1 .0 100.0 100.0

a. 81.0% of original grouped cases correctly classified.


b. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation,
each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.
c. 81.0% of cross-validated grouped cases correctly classified.

Anda mungkin juga menyukai