Anda di halaman 1dari 9

WASPADAILAH………..

KEKAMBUHAN GANGGUAN JIWA

A. KEKAMBUHAN

1. Pengertian

Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana timbulnya kembali suatu

penyakit yang sudah sembuh dan disebabkan oleh berbagai macam faktor

penyebab. Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan

50% pada tahun pertama, dan 79% pada tahun ke dua.. Menurut Sullinger

(1998) dalam Nasir (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kekambuhan penderita gangguan jiwa meliputi:

a. Pasien

Pasien merupakan orang yang mengalami gangguan, kesembuhan dan

kekambuhan suatu penyakit khususnya jiwa bisa dipengaruhi oleh pasien

itu sendiri ditunjang dengan berbagai penyebab lain, yang menujang

kesembuhan atau kekambuhan pasien itu sendiri. Sudah umum diketahui

bahwa pasien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai

kecenderugan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa 25-50 % pasien pulang dari rumah sakit tidak memakan obat

secara teratur

b. Dokter

Makan obat secara teratur dapat mengurangi frekuensi kekambuhan,

namun pemakain obat neuroplatik yang lama dapat mengganggu

hubungan sosial gerakan tidak terkontrol menimbulkan efek samping


tardive diskinesiayang dapat menggangghubungan sosial seperti gerakan

tidak terkontrol. Pada pemberian resep, seorang dokter diharapkan tetap

waspada mengidentifikasi dosis terapetik yang dapat mencegakambuh

dan menurunkan efek samping .

c. Penanggung jawab pasien (case maneger)

Setelah pasien kembali pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap

bertanggung jawab atas program adaptasi pasien dirumah.

d. Keluarga

Keluarga merupakan tempat utama dan terpenting dalam pembentukan

karakter dan kejiwaan seseorang. Kekambuhan pasien juga dipengaruhi

keluarga. Pasien yang tinggal dengan keluarga yang ekspresi emosinya

tinggi diperkirakan kambuh dalam waktu sembilan bulan. Hasilnya 57%

kembali di rawat dari keluarga dengan emosinya tinggi dan 17% dirawat

dari keluarga dengan emosi rendah. Selain itu, pasien juga mudah

dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Dengan terapi keluarga, pasien dan keluarga dapat mengatasi dan

mengurangi stres (Nasir,2011).

2. Penyebab Kekambuhan

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan  pada penderita

gangguan jiwa menurut Keliat, 1996 adalah :

a. Faktor penderita.
Penderita yang tidak teratur dalam meminum obat dapat menyebabkan

kekambuhan gangguan jiwa. Menurut penelitian, 25%-50% penderita yang

pulang dari rumah sakit jiwa tidak meminum obat secara teratur.

b. Faktor dokter.

Pemakaian obat secara teratur dapat mengurungi kekambuhan, tetapi

pemakain obat neuroleptik dalam jangka lama dapat menyebabkan efek

samping berupa Tardive Diskinesia (gerakan tidak terkontrol)yang dapat

mengganggu hubungan social.

c. FaKtor penanggung jawab pasien

Setelah pasien pulang kerumah setelah dirawat di Rumah sakit, maka

perawat Puskesmas bertanggung jawab terhadap adaptasi pasien

dirumah

d. Faktor keluarga.

Menurut penelitian (di Inggris dan Amerika),  keluarga dengan ekspresi

emosi yang tinggi seperti bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak

menekan dan menyalahkan, menyebabkan 57% penderita kembali

kambuh dalam waktu 9 bulan. Sebaliknya keluarga dengan ekspresi

emosi yang rendah, hanya 17% penderita yang kambuh. Selain itu faktor

yang berpengaruh juga adalah perubahan stres, baik yang menyenangkan

maupun yang menyedihkan.

e. Faktor masyarakat.
Faktor masyarakat lebih banyak berkaitan dengan stigma negatif yang

tertuju kepada penderita gangguan kejiwaan. Penderita dijuluki orang gila

atau stres, dianggap membahayakan, menakutkan, dan menjadi bahan

olok-olokan. Semua stigma itu, justru mempersempit kehidupan sosial

mereka yang semestinya dibantu dan diperbaiki. Mereka menjadi sulit

mendapat pekerjaan, merasa malu bergaul, takut salah, dan merasa tidak

berguna. Menurut Murphy,MF & Moller, MD (1993), faktor resiko

lingkungan yang menyebabkan kekambuhan pasien gangguan jiwa adalah

1) Kesulitan keuangan.

2) Perubahan yang menimbulkan stress dengan peristiwa kehidupan.

3) Ketrampilan kerja yang buruk.

4) Tidak memiliki transportasi.

5) Ketrampilan sosial yang buruk, isolasi, social, dan kesepian.

6) Kesulitan interpersonal.

3. Dampak Kekambuhan

Dampak gangguan jiwa bagi keluarga sangat besar, apalagi ada beberapa

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.. Dampak-dampak

gangguan jiwa bagi keluarga, seperti :

a. Penolakan

Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan

jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut dan


menyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut anggota

keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka cintai. Pada

proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit dari orang lain

dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit untuk perilaku tidak

dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah pada

ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan hubungan yang

bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang sakit.

Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk mengatasi

penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis tentang masa

depan. Sangat penting bahwa keluarga menemukan sumber informasi

yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit itu

mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu bahwa dengan

pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang

kembali ke gaya kehidupan normal.

b. Stigma

Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam

anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita tidak

dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Menyebabkan

beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita

dalam kegiatan tertentu. Hasil stigma dalam begitu banyak di kehidupan

sehari-hari, Tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan

penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan


Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan tingkah

laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan, menakutkan dan

melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan

kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga memahami

kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi marah marah,

cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan kembali ke

rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.

d. Kelelahan

Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang yang

dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai merasa

tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit yang

harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa terjebak

dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika hanya

ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar di luar kendali.

Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki batas yang

ditetapkan di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu dijelaskan

kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa letih, karena

dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-support

penderita.

e. Duka

Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit

mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi


dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan sehari-hari, dan

penurunan yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat menerima

kenyataan penyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan.

Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan

melihat penderita memiliki potensi berkurang secara substansial bukan

sebagai yang memiliki potensi berubah.

f. Kebutuhan Pribadi dan Mengembangkan Sumber Daya Pribadi

Jika anggota keluarga memburuk akibat stres dan terlalu banyak

pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak memiliki

sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, keluarga

harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik, mental

dan spiritual yang sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika menghadapi

anggota keluarga yang sakit mereka. Namun, dapat menjadi bantuan yang

luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa kebutuhan mereka tidak

boleh diabaikan.

2. Penatalaksanaan

a. Perawatan Rumah Sakit

Perawatan rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu menegakkan

diagnostic, menstabilkan pengobatan, demi keamanan diri pasien dan

orang lain (yang mungkin terancam karena perilaku penderita yang kacau

dan tidak sesuai), juga dikarenakan pasien yang bersangkutan tidak

dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Pada saat perawatan di

rumah sakit ini orang tua atau orang yang merawat turut dilibatkan dalam
program rehabilitasi, dengan tetap memperhitungkn tingkat keparahan

pasien.

b. Pendekatan Biologis

Secara umum obat-obatan antipsikotik dapat dikelompokkan dalam 2

golongan besar, yaitu:

1) Kelompok yang tradisional/klasik/tipikal yaitu Dopamine

Receptor Antagonis (DRA). DRA dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu high potency (misalnya CPZ) dan low potency ( misalnya

Haloperidol)

2) Kelompok yang non-tradisional/atipikal yaitu Serotonin

Dopamine Antogonis (SDA)

c. Pendekatan Psikososial

Dalam melakukan intervensi psikososial perlu untuk mementukan

dan kerugian yang akan diperoleh dari suatu pendekatan. Termasuk

dalam pendekatan psikososial ini adalah terapi individu, terapi

kelompok, terapi keluarga, bentuk- bentuk rehabilitasi vokasional,dll.

1) Terapi Individu

Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi psikodinamik, atau

Cognitiven Behavior Therapy (CBT)

2) Terapi Keluarga
Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antara lain (Davison

& Neale, 2001)

a) Memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk symtom dan

tanda- tanda kekambuhan.

b) Memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan

dengan antipsikotik.

c) Menghindari Saling menyalahkan dalam keluarga.

d) Meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan

masalah keluarga.

e) Mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak

social mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.

f) Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan membaik, dan

pasien mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.

3) Terapi Kelompok

Pada dasarnya, melalui terapi kelompok pasien skizofrenia diberi

pelatihan kemampuan social, antara lain bagaimana memecahkan

masalah Social.

Anda mungkin juga menyukai