KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna serta masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu,
kritik serta saran yang bersifat membangun dari pembabaca adalah sangat
berharga bagi kami guna perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan
makalah kami yang lainnya di masa yang akan datang.Besar harapan kami
semoga Buku ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan
referensi bagi penyusunan makalah dengan tema yang senanda di waktu yang
akan datang. Semoga bermanfaat Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
i
DAFTAR ISI
ii
D. JABARIYAH DAN QADARIYAH ................................................ 52
1. Pengertian Jabariyah Dan Qabariyah .....................................52
2. Latar Belakang Munculnya Jabariyah Dan Qadariyah ..........53
3. Tokoh-Tokoh Dan Doktrin-Doktrin Jabariyah Dan
Qadariyah ..............................................................................54
4. Kelompok-Kelompok Jabariyah Dan Qadariyah .................. 59
5. Dalil-Dalil Jabariyah Dan Qadariyah ....................................61
iii
H. AKAL & WAHYU .........................................................................82
1. Akal ....................................................................................... 82
2. Wahyu .................................................................................... 82
3. Hubungan Akal Dan Wahyu .................................................. 83
4. Fungsi Akal Dan Wahyu ....................................................... 83
I. PERBEDAAN PENDAPAT ALIRAN PELAKU DOSA
BESAR MENURUT KHAWARIJ, MURJIAH,
MU’TAZILAH, ASYARIYAH, MATURIDIYAH ....................... 84
1. Pelaku Dosa Besar Menurut Khawarij ................................ 85
2. Pelaku Dosa Besar Menurut Murjiah ..................................85
3. Pelaku Dosa Besar Menurut Mu’tazilah ............................. 86
4. Pelaku Dosa Besar Menurut Asy’ariyah ............................. 86
5. Pelaku Dosa Besar Menurut Maturidiyah ........................... 87
J. PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN: IMAN DAN KUFUR ...... 87
1. Iman dan Kufur Menurut Aliran Khawarij .......................... 87
2. Iman dan Kufur Menurut Murji’ah ...................................... 87
3. Iman dan Kufur menurut Mu’tazilah ................................... 88
4. Iman dan Kufur Menurut Asy’ariyah .................................. 88
5. Iman dan Kufur Menurut Maturidiyah ................................ 89
K. PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN TENTANG
PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA ............89
1. Perbuatan Tuhan .................................................................. 89
2. Perbuatan Manusia .............................................................. 93
L. PERBANDINGAN ANTARA ALIRAN TENTANG:
KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAH TUHAN .................. 95
1. Perbuatan Tuhan ................................................................. 95
2. Kehendak Mutlak Tuhan Dan Keadilan Tuhan .................. 96
iv
3. Perbandingan Antar Aliran Tentang Kehendak Mutlak
Tuhan dan Keadilan Tuhan ................................................. 98
M. ILMU KALAM MODERN ............................................................ 99
1. Ilmu kalam modern menurut M. Abduh .............................. 99
2. Ilmu kalam modern menurut K.H Ahmad Dahlan ...............102
3. Ilmu kalam modern menurut K.H Hasyim Asy’ari ............. 108
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................vi
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kalam dalam agama mempunyai kedudukan yang sama
dengan logika dalam filsafat. Dalam mengkaji agama (al-Qur'an), baik
ayat-ayat yang muhkam maupun yang mutasyabihat sebagai otoritas
teks yang bersumber dari Tuhan, diperlukan sebuah metode untuk
menangkap pesan-pesan-Nya. Ulama-ulama klasik menggunakan ilmu
kalam sebagai metode untuk memantapkan hati dan membela
keyakinan-keyakinan agama dengan menghilangkan berbagai macam
keraguan. Ilmu kalam pada akhirnya menjadi sebuah keniscayaan untuk
dipelajari. Filsafat dan logika digunakan oleh sebagian ulama-ulama
Islam klasik sebagai senjata untuk menangkis serangan-serangan
lawannya, yaitu orang-orang Atheis, Yahudi, Maschi dan Majusi, yang
terus menggelitik kepercayaan-kepercayaan orang Islam dengan
menggunakan senjata yang sama. Senjata itulah yang kemudian menjadi
dasar pertama dalam mengkaji ilmu kalam.
Keyakinan yang benar tidak benar tidak bisa tumbuh kecuali dari
pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang benar tidak akan bisa
lahir kecuali dari cara berpikir yang benar, sementara cara berpikir yang
benar hanya bisa terjadi dari metode berpikir yang benar. Artinya,
metodologi adalah sesuatu yang sangat penting. Barangsiapa yang tidak
menguasi metodologi, berarti ia tidak akan mendapatkan sesuatu secara
benar dan tidak akan bisa mengembangkan apa yang dimiliki.1
1
Abrar M. Dawud Faza, Perspektif Sufistik Ali Shariati Dalam Puisi One Followed
by Eternity of Zeros. Penerbit Panji Aswaja Press, h. 57.
1
Ilmu kalam secara etimologi berarti perkataan, ucapan, firman atau
sabda. Adapun secara terminologi ilmu kalam yaitu ilmu tentang
perkataan mengenai akidah (keagamaan) Islam dengan menggunakan
metode jadal (dialektika) dan dipergunakan untuk mempertahankan
akidah Islam dari serangan non-Muslim yang dianggap sesat ataupun
pemahaman yang sesat.
2
Muhammad Abduh, Ilmu Kalam Modern, Cet Pertama, h. 75.
2
ini lahirlah Mu'tazilah sebagai aliran penengah, tidak terlalu keras
seperti Khawarij juga tidak terlalu lunak seperti Murji'ah. Mereka
mengatakan bahwa seorang mu'min yang berbuat dosa besar tidak akan
dihukum sebagai mu’min juga seorang kafir, tetapi berada di suatu
tempat di antara dua tempat (al-Manzilah Bain al-Manzilatain).
3
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2001), h. 17.
3
Setelah itu bermunculan pula faham Teologi yang lain yang terkenal,
yaitu Jabariyah dan Qadariyah. Karena Mu'tazilah bercorak rasional,
maka aliran ini mendapat tantangan besar dari golongan tradisional
Islam, yaitu aliran Asy'ariyah dan aliran Al-Maturidiyah yang keduanya
disebut ahlussunah wal jama'ah. Ilmu kalam sering menempatkan
dirinya pada dua pendekatan dasar-dasar argumentasi yaitu Aqli dan
Naqli.4 Oleh karena itulah, dari masa kemasa seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka pola pikir yang berbeda pun
semakin banyak bermunculan. Demikian juga dengan ilmu kalam,
pemikiran-pemikiran ilmu kalam dari pertama persoalan ilmu kalam itu
muncul, masa modern, bahkan sampai masa kini terdapat perbedaan
dalam doktrin-doktrin pemikirnya."
4
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978), hlm. 78.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGANTAR ILMU KALAM
1. Definisi Ilmu Kalam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata kalam diartikan dengan
perkataan atau kata yang dikhususkan kepada Allah Swt.5 Sementara
menurut bahasa dalam perspektif tauhid yaitu ilmu yang
membicarakan/membahas tentang masalah ketuhanan/ketauhidan
untuk mengesakan Allah Swt. Ibnu khaldun memberikan pengertian
bahwa Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan untuk
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalildalil aqli (pikiran) dan naqli (al-Qur’an/Hadits) yang
berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari
pemahaman ataupun keimanan Salaf al-Shalah dan Ahli Sunnah yang
diantaranya keimanan kepada Tuhan dan sifat-sifat-Nya, tentang rasul-
rasul dan sifat-sifatnya dan kebenaran keutusannya, demikian pula
tentang kebenaran kabar yang dibawa Rasul itu, sekitar alam gaib,
seperti akhirat dan seisinya.6
Ilmu kalam adalah nama lain dari sebagian nama lain dari
sebagian ilmu yang menjadi dasar kepercayaan atau keimanan dalam
Islam. Nama yang sering disebut adalah ilmu tauhid, ilmu aqaid, ilmu
ushuluddin, ilmu kalam dan teologi Islam. Semua ilmu itu membahas
tata cara yang dipakai untuk mengesakan Tuhan dan meningkatkan
keyakinan kepada Allah Swt. Namun antara setiap ilmu itu terdapat
perbedaan corak karena perbedaan penekanan objeknya. Ilmu tauhid
5
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
6
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2001), h. 3.
5
melihat dari pentingnya keesaan Tuhan, ilmu aqidah melihat dari segi
keesaan Tuhan itu menjadi keyakinan umat Islam, ilmu kalam melihat
dari segi teknis analisisnya yang menggunakan logika atau mantiq.
Adapun teologi Islam pada mulanya diambil dari istilah asing yang
sering dipakai dikalangan Kristen dalam keyakinan mereka, sehingga
istilah itu kurang sesuai untuk dipakai dalam Islam. Tetapi sekarang
istilah teologi banyak dipakai dalam berbagai segi, bukan hanya untuk
ilmu-ilmu ketuhanan tetapi juga untuk ilmu yang berkaitan persoalan
kemasyarakatan sehingga kita hampir sering mendengar istilah teologi
sekuler, teologi pembebasan dan sebagainya. Karena itu sekarang umat
Islam juga suka menggunakan istilah teologi. Untuk membedakan
dengan keyakinan umat Kristen maka dalam Islam dipakai istilah
Teologi Islam.7
7
Afrizal M, Pemikiran Kalam Imam al-Syafi’i, (Pekanbaru: Surat Umat, 2013), h.1
8
Afrizal M, Pemikiran Kalam Imam al-Syafi’i, (Pekanbaru: Surat Umat, 2013), h.2
9
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2001), h. 4-5.
6
a. Persoalan penting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad
permulaan Hijriah ialah Firman Tuhan (Kalam Allah) apakah azali
qodim atau baharu non azalinya Qur’an (Khalq al-Quran).
b. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil ini
nampak jelas dalam pembicaraan para mutakalimin. Mereka
jarang kembali kepada dalil naqli (Quran dan Hadis), kecuali
sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
c. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayan agama
menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam agama
ini dinamakan ilmu kalam untuk membedakannya dengan logika
dalam filsafat.9
9
Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Baitul ihsan,
2006), h. 119.
7
sosial, ilmu-ilmu budaya dan humaniora, ilmu-ilmu alam,
terutama ilmu-ilmu agama, sebagaimana tertera dalam QS. al-
An‘am: 38.10
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada
sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab11, kemudian
kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. Al-An’am Ayat 38).
10
Suparmin dan Toto Suharto, Ayat-ayat aL-Qur’an Tentang Rumpun Ilmu
Agama, Perspektif Epistemologi Integrasi-Interkoneksi(Jakarta: FATABA Press, 2013), h.1.
11
Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan
arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan
ada pula yang menafsirkannya dengan al-Quran dengan arti: dalam al-Quran itu telah ada
pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
12
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta:
Dana Bakhti Prima Yasa, 1997), h. 17
13
Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan
Zaman (Jakarta: Lantabora Press, 2005), h. 228.
8
beragam ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan manusia
itu sendiri.14 Sebagai sumber ilmu kalam, al-Qur’an juga banyak
menyinggung hal yang berkaitan dengan keimanan kepada Tuhan
semesta alam.
QS. al-Ikhlas ayat 1- 4.
ٌ َولَ ۡم َيك ۡن لَّهٗ كف ًوا اَ َحد. لَ ۡم َيل ِۡد ۙ َولَ ۡم ي ۡولَ ۡد. ص َمد ق ۡل ه َو ه
َ ه. ٌّٰللا ا َ َحد
َّ ّٰللا ال
b. Hadits
Hadits secara etimologi adalah segala sesuatu yang
diperbincangkan yang disampaikan baik dengan suara maupun
dengan tulisan. Secara terminologi, oleh jumhur ulama dikatakan
bahwasanya Hadits merupakan sinonim dari Sunnah. Namun
sebagian ulama membatasi pengertian Hadits terhadap apa-apa
yang merupakan perkataan beliau semata, dan di dalamnya tidak
tercakup perbuatan maupun takrir (pernyataan) beliau. Tetapi
yang benar bahwasanya sunnah itu secara bahasa hanya mencakup
dua hal yaitu perbuatan dan pernyataan., sedangkan asal dari
Hadits adalah perkataan. Namun mengingat keduanya merupakan
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Swt, maka
kebanyakan ulama hadits lebih condong menjadikan keduanya
sebagai suatu yang memiliki pengertian yang sama tanpa
menghiraukan pengertian keduanya secara bahasa. Mereka lebih
condong untuk mengkhususkan pengertian hadits Marfu' sebagai
Suparmin dan Toto Suharto, Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Rumpun Ilmu Agama
14
9
Hadits yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw dan tidak
menetapkannya terhadap Hadits yang berasal dari selain beliau
kecuali dengan mentaayidnya (seperti dengan mengatakan hadits
ini marfu' kepada sahabat fulan).
15
Miftakhul Asror dan Imam Musbikhin, Membedah Hadits Nabi Muhammad Saw
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 56
16
Saifuddin Zuhri Qudsi, Umar bin Abdul Aziz dan Semangat Penulisan Hadis,
Esensia, XIV (2013): h. 258.
17
Miftakhul Asror dan Imam Musbikhin, Membedah Hadits Nabi Muhammad Saw,
h. 56.
18
Kamus Besar Bahasa Indonesia
10
bahasa Inggris dikenal dengan istilah Inference, yang berarti
mengeluarkan suatu hasil berupa kesimpulan. Ditinjau dari segi
terminologi pemikiran adalah kegiatan manusia mencermati suatu
pengetahuan yang telah ada dengan menggunakan akalnya untuk
mendapatkan atau mengeluarkan pengetahuan yang baru atau
yang lain.
b. Ilmu Ushuluddin
c. Ilmu Tauhid
19
https://www.synaoo.com/ilmu-kalam/ akses tanggal 12 September 2022.
11
biannallahata’ala waahidada laasyariikalah”, mengiqtiqatkan
bahwa Allah Swt Maha Esa tidak sekutu baginya.
d. Teologi Islam
20
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007,
h. 3.
22
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2001), h. 3
12
Ahmad Hanafi menyatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah Swt), sifat-sifat
yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan
sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang
Rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan
mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak
mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat
padanya.22 Ada pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu
yang membicarakan bagaimana menetapkan keimanan agama Islam
dengan bukti-bukti yang yakin. Menurut Harun Nasution, teologi
dalam Islam disebut `ilm al-Tauhid. Kata tauhid mengandung arti
satu atau Esa dan keEsaan dalam pandangan Islam, sebagai agama
monotheisme merupakan sifat yang terpenting di antara segala sifat-
sifat Tuhan. Teologi Islam disebut pula `ilm al-Kalam.
21
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978), h. ix.
13
mutakallimun dengan filosof muslim. Mutakallimun dan filosof
muslim mempertahankan atau memperkuat keyakinan mereka
dengan menggunakan metode filsafat tetapi mereka berbeda dalam
landasan awal berpijak. Mutakalimun lebih dahulu bertolak dari al-
Quran dan Hadis (wahyu) yang diyakininya (diimani), kemudian
disertakan pembuktian dalil-dalil rasional. Sementara filosof
berpijak kepada logika. Artinya, mereka melakukan sebuah
pembuktian secara rasional, kemudian meyakininya. Meskipun
demikian, tujuan yang ingin dicapai adalah satu yaitu ke-Esaan
Allah dan ke-Mahakuasaan Allah Swt.22
Menurut Nurcholish Madjid, ilmu kalam sering diterjemahkan
sebagai teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama
dengan pengertian teologia dalam agama Kristen. Misalnya dalam
pengertian teologi Kristen, ilmu fiqih dalam Islam termasuk teologi.
Karena itu sebagian di kalangan ahli ada yang menghendaki
pengertian yang lebih praktis untuk menerjemahkan ilmu kalam
sebagai teologis dialektis atau teologi rasional, dan mereka
melihatnya sebagai suatu disiplin ilmu yang sangat khas dalam
Islam.23
3. Objek Kajian Ilmu Kalam
Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh obyeknya. Ada dua
macam obyek ilmu pengetahuan yaitu obyek materia dan obyek forma.
Obyek materia ialah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan obyek
penyelidikan suatu ilmu. Obyek forma ialah obyek materia yang disoroti
22
Rohanda WS, Ilmu Kalam dari Klasik sampai Kontemporer, (Bandung: Najwa
Press, 2006), h. 3.
23
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban. Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 201-
202.
14
oleh suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu yang satu dengan ilmu
lainnya.24
24
Endang Saipuddin Anshori, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1979), h. 50.
15
penuh keragaman agama, dan penerjemahan literatur Syria dan
Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini mendorong pemikir-pemikir
Muslim untuk mengadopsi peristilahan Hellinistik dan bentuk-
bentuk argumentasi rasional umat Kristen Yunani.
16
pada akhirnya menjadi isu terpenting dalam politik keagamaan
Khilafah Abasiyah.25
25
Lapidus, A History of Islamic Societies (New York: Cambridge University Press,
1988), h. 106.
26
Abu Hanifah al-Nu`man, al-Fiqh al-Akbar (Mesir: al-Matba`ah al-`Amirah,
1324), h. 6.
17
Hanifah dan Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa iman itu
bertambah dan berkurang.27
27
W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology Edinburgh: The
University Press, 1985), h. 58.
28
Mulla Husayn, Kitab fi Sharh Wahsiyyat al-Imam al-A`dam Abi Hanifah
(Haidarabad: Da’irat al-Ma`arif al-Nidamiyah, 1321), hlm. 4-5, dan Akmal al-Din, Sharh
Washiyyat al-Imam al-A`dam (Leiden: Universities Bibliotheek, t.th), h. 12-14.
18
Tampaknya janggal ketika nama Qadariyah dalam penggunaan yang
standar diaplikasikan ternyata bukan untuk orang-orang yang
meyakini atau yang menentang doktrin ini, tetapi justru dipakai untuk
orang-orang yang menolaknya. Kemudian Qadariyah diartikan
sebagai kelompok yang mengimani terhadap kehendak bebas
manusia. Namun, seperti kajian-kajian teologi Islam awal, diskursus
ini bukan merupakan pembahasan secara akademik murni, akan
tetapi terkait dengan kepentingan-kepentingan politik, sebagai
contoh justifikasi Umayyah terhadap jabatan kekuasaannya dan
alasan-alasan yang ditujukan terhadap lawan-lawannya.29 Problem
kebebasan kehendak dan paham Qadariyah dimunculkan oleh
kelompok Khawarij, pendirinya adalah Ma`bad al-Juhani dari suku
Juhaya. Ia mendasarkan pandangannya dari seorang Kristen Iraq
yang bernama Susan yang memeluk agama Islam namun ia kembali
memeluk Kristen. Tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana ia
memformulasikan doktrin Qodariyyah, namun paling tidak ia
berpandangan bahwa manusia bebas untuk berbuat, khususnya bagi
orang yang melakukan kesalahan dan keraguan.
29
Watt, Islamic Philosophy, h. 82.
30
Watt, Islamic Philosophy, h. 85.
19
adalah orang yang tidak berbuat dosa, ini mengisyaratkan bahwa
setiap orang mempunyai pilihan dan ia harus bertanggung jawab
atas pilihannya sendiri. Oleh karena itu, Murji’ah dan Mu`tazilah
sepakat dan meyakini bahwa manusia mempunyai kebebasan
kehendak (free will).
31
Lapidus, A History of Islamic Societies (New York: Cambridge University Press,
1988), h. 105
20
memasukkan seluruh manusia ke dalam surga dan tidaklah bersifat
zalim jika Ia memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka.
32
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978), h. 124-127.
33
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
hlm. 128.
21
f. Keyakinan Akan Sifat-Sifat Tuhan
Ada permasalahan berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan
mempunyai sifat atau tidak. Mu`tazilah berpendapat, jika Tuhan
mempunyai sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan Zat Tuhan.
Selanjutnya jika sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal
bukanlah satu, tetapi banyak. Mu’tazilah mengatakan, kekalnya sifat-
sifat akan membawa kepada faham banyak yang kekal (ta`addud
alqudama’).
22
Oleh karena itu, ayat-ayat yang menggambarkan bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat jasmani harus diberi interpretasi lain.34
34
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978), h. 136-137.
35
https://manfaat.co.id/manfaat-mempelajari-ilmu-kalam diakses malam Selasa
tanggal 13 September 2022.
23
dengan paham paham yang beraliran islam tetapi nyatanya berbeda
sekali dengan islam yang sebenarnya.
24
e. Memberikan arahan dan petunjuk kepada orang-orang yang
membutuhkan nasihat
Manfaat selanjutnya yaitu berkenaan dengan orang lain.
Mempelajari ilmu kalam akan membuat seseorang memiliki landasan
pengetahuan yang baik sehingga dari pengetahuan yang didapatkan
setelah mempelajari ilmu kalam dapat diamalkan kepada orang lain
bisa dalam bentuk ceramah atau memberikan nasihat pada yang
membutuhkan. Terkadang ada orang lain disekitar yang menginginkan
penjelasan tentang masalah tertentu yang berhubungan dengan ilmu
kalam sehingga sebagai seseorang yang mengetahui serta telah
mempelajari ilmu kalam kita bisa memberikan penjelasan kepada
orang tersebut.
25
5. Peran dan Fungsi Ilmu Kalam36
a. Memberikan penjelasan landasan keimanan umat islam melalui
pendekatan filsafat dan logis, sehingga kebenaran-kebenaran Islam
tidak saja dipahami secara dogmatis (diterima apa adanya) tetapi bisa
juga dipaparkan.
b. Menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran islam yang terdiri atas
3 pokok, yaitu: Iman sebagai landasan akidah, Islam sebagai
manifestasi syariat, ibadah, dan muamalah, Ihsan sebagai aktualisasi
akhlak.
c. Turut menjawab penyimpangan teologi agama lain yang dapat
merusak akidah umat Islam khususnya ketika Islam bersinggung
dengan teologi agama lain dalam masyarakat yang heterogen
(berbeda-beda).
d. Berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengajak orang yang baru untuk
mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional.
e. Berfungsi menolak akidah yang sesat dengan berusaha menghindari
tantangantantangan dengan cara memberikan penjelasan duduk
perkaranya. Kemudian membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan
logika.
f. Untuk memperkuat, membela dan menjelaskan akidah Islam. Dengan
adanya ilmu kalam bisa menjelaskan, memperkuat dan membelanya
dari berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran islam.
g. Untuk menolak akidah yang sesat denga berusaha menghindari
tantangan-tantangan dengan cara memberikan penjelasan yang logis,
selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika.
36
https://www.synaoo.com/ilmu-kalam/ akses tanggal 13 September 2022.
26
Dengan ilmu kalam bisa memulihkan kembali ke jalan yang murni,
pembaharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran yang sesat.
27
dan Bani Umayah (kaum sendiri) yang tidak hidup semasa
Rasulullah.
28
kejadian itu, sebanyak 700 masyarakat Mesir beramai-ramai ke
Madinah untuk unjuk rasa kepada Utsman dan menuntut agar Sang
Khalifah mengambil sikap tegas mencopot Abdullah. Setelah
beberapa upaya yang juga melibatkan Sayyidah Aisyah dan Ali bin
Abi Thalib, Utsman pun mantap untuk mencopot Abdullah dan
menggantikannya dengan Muhammad bin Abu Bakar atas usulan
warga Mesir sendiri. Surat perintah palsu: Setelah membuahkan
hasil, orang-orang Mesir pun kembali ke negaranya dengan
membawa keputusan tertulis Utsman yang berisi tentang penggantian
gubernur Mesir. Tepat hari ketiga dari perjalanan, mereka dikejutkan
oleh seseorang berkulit hitam legam yang menunggang unta dengan
terburuburu. Mencurigai orang itu, mereka pun memberhentikan dan
menginterogasinya. Selang beberapa waktu, diketahuilah status
orang itu. Ia mengaku sedang melakukan perjalanan ke Mesir untuk
mengantarkan surat khalifah ke gubernur. Orang-orang semakin
curiga ketika yang dimaksud gubernur itu adalah Abdullah bin Sarah,
bukan Muhammad bin Abu Bakar yang baru saja disahkan sebagai
penggantinya. Setelah ditelusuri, orang itu juga mengaku sebagai
pelayan Utsman bin Affan. Namun di sisi lain, ia mengaku sebagai
pelayan Marwan bin Hakam. Orang-orang kemudian
menggeledahnya dan menemukan sebuah surat. Curiga isi surat itu,
Muhammad bin Abu Bakar segera mengumpulkan orang-orang
Anshar, Muhajirin dan beberapa lainnya untuk bersama menyaksikan
isi surat tersebut.
29
sampai datang perintahku. Penjarakanlah orang-orang yang mengadu
kepadaku dan mengatakan bahwa ia telah dizalimi olehmu, sampai
aku memerintahkan hal lain untukmu, insya Allah.” Selesai membaca
surat itu, praktis mereka bingung dan memutuskan untuk kembali ke
Madinah menemui Utsman. Muhammad bin Abu Bakar
membeberkan isi surat itu kepada penduduk Madinah, termasuk
beberapa sahabat Nabi seperti Thalhah, Zubair, Ali, Sa’ad, dan lain
sebagainya. Penduduk Madinah yang membaca surat itu merasa
jengkel dengan Utsman. Orang-orang Madinah yang dulu sempat
konflik dengan Utsman pun semakin menunjukkan kebencian.
Orang-orang menemui Utsman untuk memberi penjelasan atas isi
surat tersebut. Utsman sendiri terkejut begitu melihat isi surat dan
bersumpah demi Allah bahwa bukan ia yang menulisnya. Belum lagi
ada stempel pemerintah di surat itu. Dengan sumpah ini, masyarakat
percaya bahwa Utsman jujur atas pengakuannya. Setelah ditelusuri,
mereka akhirnya berkesimpulan bahwa yang menulis surat itu adalah
Marwan bin Hakam, sekretaris Utsman. Muhammad bin Abu Bakar
beserta rombongan pun memutuskan untuk mencari Marwan sampai
ketemu guna dimintai keterangan. Hanya saja Utsman merahasiakan
keberadaannya karena khawatir akan dibunuh.
30
dijaga, Muhammad bin Abu Bakar masuk dari atap dan
mencengkeram jenggot Utsman. Sebelum masuk, Muhammad bin
Abu Bakar sudah berpesan kepada dua laki-laki yang ada di
sampingnya, “Jika aku sudah meringkusnya, masuklah kalian berdua
dan pukullah Utsman sampai kalian membunuhnya.” Niatnya untuk
membunuh ia urungkan begitu Utsman mengingatkan bahwa andai
Abu Bakar (ayah Muhammad) melihat ini, pasti tidak senang. Begitu
Muhammad bin Abu Bakar melepaskan Utsman, masuk dua orang
lakilaki tadi dan memukul Utsman sampai terbunuh. Inna lillahi wa
inna ilaihi rajiun. Berdasarkan salah satu riwayat, As-Suyuti
mencatat, pembunuh itu adalah pria dari penduduk Mesir dengan
warna kulit sawo matang dan dijuluki dengan nama Himar.
Sementara Ibnu Katsir menjelaskan, menurut Ibu Umar, nama
pembunuh itu adalah Aswad bin Himran.37
37
Di akses dari https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/surat-perintah-palsu-
penyebabkematian-utsman-bin-affan-nxPGw selasa,20september2022
31
orang-orang yang baru dilahirkan kemarin. Mereka cukup makan
garam politik, terutama pada waktu mereka dulu mengorganisasi dan
memimpin orang-orang kafir Quraiys melancarkan perlawanan
bersenjata terhadap Rasulullah s.a.w. dan kaum muslimin.
Nampaknya mereka bukan tidak bertindak, tetapi ada perhitungan
lain.
Pada masa itu tokoh Bani Umayyah yang paling terkemuka ialah
Muawiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi sejarah keislamannya tidak
memungkinkan dirinya dapat dipilih sebagai Khalifah pengganti
Khalifah Utsman bin Affan r.a. Ia memeluk Islam setelah tidak ada
jalan lain untuk menyelamatkan diri dengan jatuhnya kota Makkah
ke tangan kaum muslimin. Ia masuk Islam kurang lebih dua tahun
sebelum wafatnya Rasulullah s.a.w. Sebelum itu ia sangat gencar
memerangi kaum muslimin dalam usaha memukul Islam. Dengan
kata lain, selama masih ada sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. yang
sejak dulu sampai sekarang masih gigih membela kebenaran agama
Allah, seperti Ali bin Abi Thalib r.a. dan lain-lain, harapan bagi
Muawiyah untuk dapat dibai'at sebagai Khalifah penerus Utsman r.a.
tidak mungkin dapat terlaksana. Al Hamid Al Husaini menyebut
usaha merebut atau mewarisi kekhalifahan Utsman lebih dipersulit
lagi oleh dua kenyataan:Pertama, Khalifah Utsman r.a. wafat akibat
terjadinya konflik politik yang gawat dengan rakyatnya sendiri.
Kedua, ia wafat meninggalkan warisan situasi pemerintahan yang
sudah tidak disukai oleh kaum muslimin. Konflik politik dan warisan
situasi yang tidak menguntungkan orang-orang Bani Umayyah itu
perlu "dibenahi" lebih dulu untuk dapat meraih kedudukan sebagai
pengganti Khalifah Utsman. Muawiyah harus dapat menciptakan
situasi baru, di mana konflik politik yang sedang panas itu bisa
32
dialihkan kepada sasaran baru. Untuk ini harus pula dicari "kambing
hitam" yang "tepat".
38
Diakses melalui https://kalam.sindonews.com/read/300710/70/pasca-
terbunuhnyautsman-bin-affan-delapan-hari-tanpa-khalifah-1610586093
selasa,20september2022
33
antara lain Thalhah bin ‘Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Kedua
sahabat itu menemui Ali dan berkata, “Umat ini harus mempunyai
imam” Ali menjawab, “Aku tidak perlu dalam urusan kalian ini,
siapapun yang akan dipilih aku akan menerimanya. Mereka berkata
lagi, ‘Kami tidak memilih siapapun selain engkau” mereka berulang-
ulang mendesak kepada Ali agar bersedia menjadi imam, hingga
akhirnya mereka mengatakan, “sesungguhnya kami tidak mengetahui
apakah ada seseorang yang berhak daripada engkau yang lebih
dahulu masuk Islam dan lebih dekat kekerabatannya dengan Rasul
Saw.” Ali saja menjawab, “Menjadi wazir itu lebih baik daripada
menjadi amir.” Mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak
melakukan apapun hingga kami membai’at engkau.” Ali berkata,
“Jika demikian maka bai’atku di masjid, tidak secara rahasia
melainkan secara terbuka di masjid Saat kaum muslimin telah
berkumpul dan berdatangan ke masjid.
34
membai’at kalian.” Mereka menjawab. “Tidak, melainkan kami
membai’at engkau.” Keduanya membai’at Ali, yang kemudian
diikuti oleh kaum muslimin. Dalam proses pembai’atan Ali sedang
terlaksana, api fitnah tetap berkorbar, bahkan bertambah parah
dengan jatuhnya korban dari orang-orang yang tidak bersalah oleh
pedang saudaranya sendiri di wilayah kaum muslimin.68 Pada masa
khulafa al-rasyidin, bahwa yang membai’at itu adalah ahl al-hall wa
al-aqd (orang-orang yang mendapat kepercayaan umat) dan
kemudian dapat diikuti oleh rakyat pada umumnya seperti pada kasus
pembai’atan Utsman. Akan tetapi, pada umumnya anggota-anggota
ahl al-hall wa al-aqd sebagai wakil rakyat, sebagaimana terjadi pada
kasus Abu Bakar. Di samping itu, katakata (lafadz) bai’at pun
ternyata tidak semuanya sama. Oleh karena itu, lafadz dibuat sesuai
dengan kebutuhan dan sesuai lingkungannya asal tidak bertentangan
dengan semangat dan prinsip-prinsip al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah.39
39
A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam
RambuRambu Syari’ah, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), hal. 103
35
3. Perang Jamal
Pemerintah khalifah ali dapat di katakan sebagai pemerintahan
yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok
kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama dateng dari Thalhah
dan Zubair di ikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadi perang
jamal dikatakan demikian karena Siti Aisyah pada waktu itu
menggunakan unta dalam perang melawan Ali. Di antara fitnah yang
terjadi setelah terbunuhnya ‘Utsman Radhiyallahu anhu adalah
perang Jamal yang terjadi antara ‘Ali Radhiyallahu anhu di satu pihak
dengan ‘Aisyah, Thalhah, dan Zubair Radhiyallahu anhum di pihak
lain. Lalu mereka terus mendesak ‘Ali radhiyallahu anhu agar
menerima bai’at mereka, akhirnya mereka membai’atnya. Di antara
orang yang membai’at beliau adalah Thalhah, dan Zubair
Radhiyallahu anhuma. Kemudian keduanya pergi ke Makkah untuk
melakukan umrah.
36
telah mengabarkan kepada ‘Ali bahwasanya akan terjadi perkara
antara dia dengan ‘Aisyah. 40
Pada peristiwa perang Jamal sama
sekali tidak ada niat dari mereka untuk melakukan peperangan, akan
tetapi terjadinya peperangan bukan atas pilihan mereka. Karena
ketika ‘Ali, Thalhah dan az-Zubair saling berkirim surat, mereka
bermaksud untuk mengadakan kesepakatan damai.
40
Asy-syalab. At-Thariku Al-Islami Wa-Alhamdi-atu Al-Islamiyah,
Terj.Prof.DR.Mukhtar yahya.
37
melakukan peperangan. Demikianlah yang diungkapkan oleh lebih
dari satu orang ulama dan ahli khabar.41
4. Perang Shiffin
Merupakan bagian dari Fitna Pertama (Perang Saudara Islam)
yang berlangsung dari tahun 656–661. Fitna Pertama adalah perang
saudara di awal Negara Islam yang disebabkan oleh pembunuhan
Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 656 oleh pemberontak Mesir.
Perang Shiffin dimulai pada tanggal 26 Juli 657, Pertempuran Siffin
berlangsung selama tiga hari, berakhir pada tanggal 28. Pembunuhan
Utsman bin Affan merupakan tragedi dalam sejarah Islam.
Pembunuhan-pembunuhan yang diakibatkan oleh ketidakpuasan
sebagian umat Islam sekaligus menandai pecahnya persatuan di
antara umat Islam yang telah dirintis oleh Nabi. Hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya stabilisasi politik pasca wafatnya Utsman. Pasca
terbunuhnya Utsman, muncul konflik baru antara dua tokoh Muslim
yang kuat yaitu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu
SufyanKonflik dimulai dengan ketidakmauan Muawiyah untuk
berjanji setia kepada Khalifah Ali dan akhirnya menyebabkan
pecahnya Perang Shiffin.42
Selama tiga hari telah menelan korban sekitar 45.000 orang dari
pasukan Muawiyah hingga 25.000 untuk Ali bin Abi Thalib. Di
medan perang, para arbiter memutuskan bahwa kedua pemimpin itu
setara dan kedua belah pihak mundur ke Damaskus dan Kufah.
41
Di akses dari https://www.anekamakalah sejarah.com/2012/10/makalah-
perangjamal.html pada pukul 15.40
42
Sulistyowati, 2010. Pengaruh Perang Shiffin tahun 658 M terhadap Eksitensi
Kekhalifaha Ali bin Abi Thalib. Skripsi, hlm. 19-20.
http://repositori.uinalauddin.ac.id/2705/1/Risnawati.pdf diakses pada
selasa,20September2022
38
Ketika para arbiter bertemu lagi pada Februari 658, tidak ada resolusi
yang dicapai. Pada 661, setelah pembunuhan Ali, Muawiyah naik ke
kekhalifahan, menyatukan kembali Kekaisaran Muslim. Dimahkotai
di Yerusalem, Muawiyah mendirikan kekhalifahan Umayyah.
Namun, kajian kritis yang dilakukan sejarawan-sejarawan modern,
memperlihatkan bahwa riwayat itu mencerminkan pandangan
kelompok Irak (kebanyakan riwayatnya menjadi rujukan) yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah, musuh Dinasti Umayyah.
Kemungkinan yang telah terjadi adalah bahwa kedua juru runding
memecat kedua pemimpin mereka, sehingga Ali menjadi pihak yang
kalah, karena Muawiyah tidak memiliki jabatan kekhalifahan yang
harus diletakkan. Ia tidak lain hanyalah seorang gubernur sebuah
provinsi.
Hasil arbitrase itu telah menempatkan dirinya setara dengan Ali,
yang posisinya menjadi tidak lebih dari pemimpin yang diragukan
otoritasnya. Berdasarkan keputusan para arbitor, Ali dilengserkan
dari jabatan kekhalifahan yang sebenarnya, sementara Muawiyah
dilengserkan dari jabatan kekhalifahan fiktif yang ia klaim dan belum
berani ia kemukakan di depan publik. Terdapat kerugian lain yang
diderita Ali karena menerima tawaran arbitrase, yaitu turunnya
simpati sejumlah besar pendukungnya. Pendukung yang membelot
itu akhirnya membentuk sebuah sekte baru, bernama Khawarij.
Kelompok ini pada perkembangannya akan memusuhi Ali dan
akhirnya menyebabkan khalifah terbunuh dalam perjalanannya ke
Masjid Kufah, pada 24 Januari 661 M.
5. Peristiwa Tahkim dan Munculnya khawarij
Konflik politik antara Ali Ibn Abi Thalib dengan Muawiyah Ibn
Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib
39
diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak "cerdik"
dalam politik yaitu Abu Musa Al-Asy'ari. Sebaliknya, dari pihak
Muawiyah Ibn Abi Sufyan diutus seorang yang terkenal sangat
"cerdik" dalam berpolitik, yaitu Amr ibn Ash.43
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh
pihak Muawiyah Ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn Ash
yang dapar mengalahkan Abu Musa Al-Asy'ari. Pendukung Ali Ibn
Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok pertama
adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan
mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok
yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa
terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib. Mereka menyatakan diri
keluar dari pendukung Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian melakukan
gerakan perlawanan terhadap semu pihak yang terlibat dalam tahkim,
termasuk Ali Ibn Abi Thalib).44 Sebagai oposisi terhadap kekuasaan
yang ada, Khawarij mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh
orang-orang yang terlibat tahkim sebaga orang-orang kafir. Khawarij
berpendapat bahwa Utsman Ibn Affan telah menyeleweng dari ajaran
Islam.
43
Lihat Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbugal Aspek Jilid II. Ul-Press,
1986
3 Lihat pula Norcholish Madjid, h. 269.
44
M. Ali As-Sayis, op. cit., h. 95-99.
45
Ibnu Muzahim, Waqi'ah al-Shiffin, h. 545;
40
masyarakat Syam menganggap Muawiyah sebagai Amirul
Mukminin.
46
Ibnu Muzahim, Waqi'ah al-Shiffin, h. 484; Baladzuri, Jumalun min Ansab
AlAsyraf, jld 3, h. 111-112.
41
Berdasarkan pengertian etimologi ini, khawarij berarti setiap
muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.47
47
1 Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras, 2013, h. 38
42
dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan
pasukanya) untuk menghentikan peperangan.48
48
3 Novan Ardy Wijaya, op.cit, hlm. 24-28
43
berarti suatu mazhab kalam yang mengharapkan agar dosa-dosa itu
diampuni dan ditukar oleh Allah SWT dengan kebaikan.
49
Harun Nasution, op.cit., hlm. 25
44
kemukakan adalah oang yang berbuat dosa besar masih tetap
mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
Rasul-Nya. Orang seperti ini tetap mengucapkan syahadat sebagai
dasar keimanan.
50
Novan Ardy Wiyani, M.Pd.I., op.cit., hlm. 64.
45
dosa dan pekerjaan jahat yang dilakukannya tidak merugikan orang
itu.51
51
Harun Nasution, op.cit., h. 29.
46
3. Ajaran-ajaran pokok Khawarij dan Murji’ah
Ajaran pokok Khawarij terbagi menjadi 2 diantaranya ialah:
a. Doktrin aqidah
i ). Setiap umat Muhammad Saw. yang terus menerus
melakukan dosa besarhingga matinya belum melakukan
taubat, maka dihukumkan kafi serta kekal dalam neraka.
ii ). Membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala
negara, bila kepala negara tersebut khianat dan zalim.
iii ). Amal soleh merupakan bagian esensial dari iman. Oleh
karena itu, para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut
muslim, tetapi kafi. Dengan latar belakang watak dan
karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan jihad
(perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan
masyarakat pada umumnya.
iv ). Kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk
berpegang kepada keimanan, apakah dalam berpikir,
maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala
tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka
konsekwensinya dihukumkan kafir.
v ). Adanya wa’addan wa’īd(orang yang baik harus masuk
kedalam surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk
neraka).
vi ). Amar ma’ruf nahi munkar.
vii ). Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari
Tuhan
viii ). Qur’an adalah makhluk.
ix ). Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang bersifat
mutasyābihāt (samar).
47
b. Doktrin Politik
i ). Mengakui kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dan
Umar bin Khattab r.a., sedangkan Usman bin Affan r.a. dan
Ali bin Abi Thalib r.a., juga orangorang yang ikut dalam
perang Jamal, dipandang telah berdosa.
ii ). Dosa dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran.
Mereka mengkafikan setiap pelaku dosa besar apabila ia
tidak bertobat. Dari sinilah muncul istilah kafir dalam
faham kaum Khawarij.
iii ). Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas
diantara kaum muslimin. Oleh karenanya, mereka menolak
pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
iv ). Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada
jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang, wajib
diperangi dan bahkan dibunuhnya.
v ). Mereka menerima al-Quran sebagai salah satu sumber di
antara sumbersumber hukum Islam.
vi ). Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib r.a. adalah sah, tetapi
setelah terjadi peristiwa taḥkīm tahun ke-7 dan
kekhalifahannya Usman bin Affan r.a. dianggap telah
vii ). Menyeleweng. Mu’awiyah dan Amr bin Ash dan Abu
Musa al Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah
menjadi kafir.
c. Ajaran pokok dari Murji’ah ada 4 yaitu:
48
ii ). Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim
yang berdosa besar.
iii ). Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
iv ). Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
49
Mereka seakan berkata bahwa memutuskan dengan
cara menunjuk juru runding (ḥakam) tidak sesuai dengan
apa yang diturunkan oleh Allah, yaitu al-Qur’an. Mereka
juga meyakini bahwa ayat 40 surah Yusuf di atas seakan
berarti bahwa pemahaman al-Qur’an merekalah yang
sesuai dengan keputusan Allah.
50
Berdasarkan yang dikemukakan oleh Al jahmiyah
didalam berbagai nash yang menjadikan keimanan atau
kekafiran bertempat pada hati sebagaimana firman Allah
dalam Qs. Al Mujadilah: 22
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam
surga” (Qs. An Nahl: 106 )
Artinya: “kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)”
51
D. JABARIYAH DAN QADARIYAH
1. Pengertian Jabariyah Dan Qabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”.52
bahwa manusia itu tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan
perbuatannya sendiri. Semua kehendak dan perbuatan manusia sudah
ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhanlah yang mempunyai kekuasaan
dan kehendak yang mutlak. Dalam teologi modern, paham Jabariyah
ini dikenal dengan nama fatalisme atau predestination, yaitu bahwa
perbuatan-perbuatan manusia itu telah ditentukan dari sejak azali oleh
qadha dan qadar Tuhan.
Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara, yang berarti
kemampuan dan kekuatan atau kekuasaan. Menurut pengertian
terminologi, Qadariyah adalah aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi dengan tangan Tuhan. Kaum
Qadariyah berpendapat, bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut paham
Qadariyah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya.53 Dalam teologi modern,
paham Qadariyah ini dikenal dengan nama free will, freedom of
willingness atau freedom of action, yaitu kebebasan untuk
berkehendak atau kebebasan untuk berbuat. 54 Jadi, Qadariyah adalah
paham yang menisbatkan kekuasaan kepada manusia.55
52
Adul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Edisi Revisi, (Bandung : CV.
PUSTAKA SETIA, 2012), hlm. 81.
53
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 2018),
h. 33.
54
Hasan Basri, dkk, Ilmu Kalam Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-aliran,
(Bandung : Azkia Pustaka Umum), h. 33.
55
Dr. Suryan A. Jamrah, op. cit., h. 124.
52
2. Latar Belakang Munculnya Jabariyah Dan Qadariyah
Dalam sejarah teologi Islam, paham Jabariyah pertama kali
ditonjolkan oleh Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang menyiarkannya adalah
Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Jahm yang terdapat dalam aliran
jabariah ini samadengan Jahm yang mendirikan golongan al-Jahmiah
dalam kalangan Murji‟ah sebagai Sekretaris dari Syuraih Ibn al-
Harris, ia turut dalam gerakkan melawan kekuasaan Bani Umayyah,
dalam peperangan itu ia tertangkap dan dihukum mati pada tahun 131
H.56
Paham yang dibawa oleh Jahm adalah lawan ekstrim dari paham
yang dianjurkan oleh Ma‟bad dan Ghailan. Manusia, menurut Jahm,
tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak
mempunyai pilihan; manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah
dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. 57
ada teori yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh
pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermadzhab
Qurra dan agama Kristen bermadzhab Yacobit.58
Paham Qadariyah pertama kali ditimbulkan oleh Ma‟bad al-
Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi. Keduanya mengambil paham ini dari
seorang kristen yang telah masuk Islam di Irak. Pada waktu Ma‟bad
mati terbunuh dalam pertempuran melawan al-Hallaj, maka Ghailan
terus menyebarkan paham Qadariyah tersebut di Damaskus. Tetapi
mendapat tantangan dari khalifah Umar Ibn al-Aziz. Akhirnya di
zaman Hisyam „Abd al-Malik, ia harus mengalami hukuman mati.
56
Lihat Fajr al-Islam,255
57
Harun Nasution, op.cit., hlm. 35.
58
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, op.cit., hlm. 84.
53
3. Tokoh-Tokoh Dan Doktrin-Doktrin Jabariyah Dan Qadariyah
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
doktrin Jabariyah ekstrim, dan doktrin jabariyah moderat. Para
pemuka Jabariyah ekstrim diantaranya adalah sebagai berikut :
ii ). Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain
Tuhan.
54
b. Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’ad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di
Damaskus. Ia dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen yang
membicarakan teologi. Doktrin pokok al-Ja‟d secara umum sama
dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskan sebagai berikut :
i ). Al-Qur‟an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru.
Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifakan kepada Allah.
c. An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad an-Najjar
(wafat 230 H). para pengikutnya disebut an-Najjariyah atau al-
Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya adalah :
55
hati (makrifat) pada mata hati sehingga manusia dapat
melihat Tuhan.
d. Adh-Dhirrrar
Nama lengkapmya Dhirrar bin Amr. Pendapatnya tentang
perbuatan manusia sama dengan Husein An-Najjar, yakni bahwa
manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang.
Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya.
Secara tegas, Dhirrar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh
manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhirrar mengatakan
bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indera keenam. Ia
juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi
adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam
menetapkan hukum.59
Doktrin paham qadariyah berdasarkan pada pendapat Ghailan
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas
kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula
yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas
kemauan mereka dan dayanya sendiri. Dalam hal ini manusia
merdeka dalam tingkah lakunya. Ia berbuat baik adalah atas
kemauan dan kehendaknya sendiri. Begitu pula, ia berbuat jahat
atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, ia berhak
59
Ratu Sunti’ah dan Maslani, Ilmu Kalam, (Bandung: Interes Media Foundation,
2014),
56
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak memperoleh hukuman atas kejahatannya.
Salah seorang pemuka qadariyah lainnya, yakni, An-Nazam,
mengemukakan bahwa manusia mempunyai daya, ia berkuasa
atas segala perbuatannya. pada hakikatnya, faham qadariyah
merupakan sebagian dari faham Mu‟tazilah karena imam-
imamnya terdiri dari orang-orang Mu‟tazilah. Pengertian
qadariyah menurut faham Mu‟tazilah bahwa semua perbuatan
manusia diciptakan oleh manusia sendiri, bukan oleh Allah SWT.
Allah SWT tidak mempunayi hubungan dengan perbuatan dan
pekerjaan manusia dana pa yang dilakukan manusia tidak
diketahui oleh Allah SWT sebelumnya, tetapi setelah dilakukan
atau diperbuat manusia baru Allah SWT mengetahuinya. Jadi
Allah pada saat sekarang tidak bekerja lagi karena kodratnya telah
diberikan-Nya kepada manusia dan Ia hanya melihat serta
memperhatikan saja apa yang diperbuat oleh manusia. Jika
manusia mengerjakan amal baik maka ia akan diberi pahala
sebagai imbalan yang diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-
baiknya. Akan tetapi jika kodrat yang diberikan kepadanya tidak
dijalankan sebaik-baiknya maka ia akan dihukum menurut
semestinya. Namun, tidak semua golongan Qadariyah mempunyai
faham demikian. Ada sebagian dari mereka yang memiliki faham
bahwa semua perbuatan yang baik adalah ciptaan Allah Swt
sedangkan perbuatan manusia yang buruk dan maksiat adalah
ciptaan manusia sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Allah
Swt.
57
Dalam memperkuat keyakinan dan fahamnya,
kaum Qadariyah menggunakan dalil-dalil Aqli (akal) dan dalil-
dalil Naqli (Al-Qur‟an dan Hadits).
Mereka mengajukan dalil, jika perbuatan manusia
diciptakan atau dijadkan oleh Allah Swt, mengapa manusia diber
pahala jika berbuat baik dan disiksa jika berbuat maksiat atau
dosa, bukan kah yang membuat atau menciptakan perbuatan itu
adalah Allah Swt sendiri? Jika demikian halnya, berarti Allah
tidak bersikap adil terhadap manusia, sedangkan manusia iyu
sendiri adalah ciptaan-Nya. Dalil akal ini diperkuat oleh kaum
Qadariyah dengna dalil Naqli, yang salah satu diantaranya adalah
surat al-Ra‟d (13) ayat 11 :
“Dia-lah yang Memperlihatkan kilat kepadamu, yang
Menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia Menjadikan
mendung.”
Dalil-dalil yang diungkapkan oleh kaum Qadariyah, baik
yang bersifat aqli maupun naqli menunjukkan kebebasan manusia
dalam menentukan sikap dan perbuatannya sesuai dengan kodrat
yang ia miliki. Faham ini sama dengan faham Mu‟tazilah. Yang
membedakan anatara keduanya adalah kaum Mu‟tazilah
menyatakan bahwa perbuatan manusia yang baik diciptakan oleh
Allah Swt, sedangkan yang buruk diciptakan oleh manusia sendiri.
Sementara itu, kaum Qadariyah menyatakan bahwa perbatan itu
baik atau buruk tidak dijadikan Allah Swt, tetapi semua itu adalah
perbuatan manusia itu sendiri.
58
4. Kelompok-Kelompok Jabariyah Dan Qadariyah
Jabariyah terbagi menjadi beberapa sekte yakni :
a Jahmiyah
Jahmiyah adalah pengikut Jahm bin Shafwan dan mereka
adalah penganut determinisme murni. Jahm sekata dengan
Mu‟tazilah dalam menolak sifat-sifat Allah yang dikatakan
eksternal, tetapi dia juga menambah doktrin-doktrin lainnya.
Diantaranya adalah :
i ). Haram hukumnya menerapkan suatu sifat kepada Allah
yang diterapkan kepada makhluk-makhluknya. Dengan
demikian Jahm menolak bahwa Allah bersifat hidup dan
mengetahui, tetapi ia berpendirian bahwa Allah berkuasa,
pelaku perbuatan, pencipta, sebab kekuasaan, perbuatan,
dan pencipta tidak akan dipertalikan dengan makhluk
manapun.
ii ). Allah mempunyai ilmu dan ilmu-Nya ini tidak kekal dan
tidak bertempat.
iii ). Jika seorang (mengatakan bahwa dia) telah mengetahui
tentang Allah.
Tetapi pada lahiriyahnya dia menolak-Nya, maka
penolakannya ini tidaklah membuatnya kafir sebab penolakannya
itu meghilangkan pengetahuannya itu.
b. Najjariyah
Najjariyah adalah pengikut Husain bin Muhammad al-
Najjar, yang pandangan-pandangannya kebanyakan diadopsi oleh
para penganut Mu‟tazilah di daerah Rayy. Mereka ini terpecah
kedalam berbagai sub kelompok, seperti Barghutsiyah,
Za‟faraniyah dan Mustadrikah, tetapi mereka sependapat dengan
59
kelompok asalnya dalam perkara-perkara yang fundamental.
Mereka sepakat dengan Mu‟tazilah dalam menolak sifat-sifat
Allah, yakni mengetahui, berkuasa, berkehendak, hidup,
mendengar dan melihat. Akan tetapi, mereka sekata dengan
dengan Shifatiyah tentang Allah menciptakan perbuatan-
perbuatan (manusia).
c. Dhirariyah
Dhirariyah adalah pengikut Dhirar bin Amr dan Hafsh al-
Fard. Keduanya sepakat dalam menolak sifat-sifat Allah yang
positif, dan menyatakan bahwa Allah mengetahui dan berkuasa
dalam pengertian bahwa dia tidak bodoh dan tidak pula impontent.
Keduanya berpendirian bahwa Allah memiliki sesuatu “quiditas”
yang hanya diketahui oleh Dia sendiri.12
Qadariyah terbagi menjadi tiga golongan (sekte), yaitu
Qadariyah Musyrikah, Qadariyah Majusiyah, dan Qadariyah
Iblisiyah.
d. Qadariyah Musyrikah
Qadariyah Musyrikah adalah mereka yang mengetahui
qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan
perintah dan larangan.
e. Qadariyah Majusiyah
Qadariyah Majusiyah adalah mereka yang menjadikan Allah
berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya sebagaimana
Qadariyah Musyrikah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam
beribadah kepada-Nya.
60
f. Qadariyah Iblisiyah
Qadariyah Iblisiyah adalah mereka yang membenarkan
bahwa Allah merupakan sumber terjadinya dua perkara, akan
tetapi menurut mereka hal ini saling berlawanan.
5. Dalil-Dalil Jabariyah Dan Qadariyah
a. Dalil- dalil Jabariyah
Dalil-dalil naqli sebagai dasar fatwa Jabariyah ialah :
i ). QS. Ash-Shafaat ayat 96 : Artinya: “Padahal Allah-lah
yang membuat kau dan apa yang kau perbuat itu”.
ii ). QS. Al-Anfal ayat 17 : Artinya: “……dan bukan kau
melempar ketika kau melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar.”
iii ). QS. al-Hadid ayat 22: Artinya: “Tiada sebuah tragedi pun
yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu yaitu gampang bagi Allah.”
Adapaun dalil aqliy yang dijadikan landasan, berikut :
i ). Makhluk dihentikan memiliki sifat sama dengan sifat
Tuhan, dan jika itu terjadi, memiliki arti menyamakan
Tuhan dengan makhluknya.
ii ). Mereka menolak kondisi Allah Maha Hidup dan Maha
Mengetahui, tetapi dia mengakui keadaan Allah Yang
Maha Kuasa.
iii ). Allahlah yang berbuat dan menciptakan, oleh alasannya itu,
makhluk tidak memiliki kekuasaan.
iv ). Manusia tidak memiliki kekuasaan sedikit juapun, insan
tidak dapat dibilang memiliki kesanggupan (Istitha`ah).
61
v ). Perbuatan yang sepertinya lahir dari insan bukan dari
perbuatan insan sebab manusia tidak memiliki kekuasaan,
tidak memiliki harapan dan tidak mempunyai pilihan antara
memperbuat atau tidak memperbuat.
vi ). Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk yaitu
perbuatan Allah dan tindakan itu disandarkan terhadap
makhluk cuma penyandaran majazi. Sama mirip kata
pohon berbuah, air mengalir, kerikil bergerak, matahari
terbit dan karam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya.
b. Dalil-dalil qadariyah
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada argumentasi untuk
menyandarkan perbuatan terhadap Allah. Di antara dalil yang
mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-Alquran yang berbicara
dan mendukung paham itu, mirip berikut:
i ). Fush-Shilat : 40 Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu
inginkan sebenarnya Ia melihat apa yang kau perbuat”.
(QS. Fush-Shilat : 40).
ii ). Ali Imran :165 Artinya: “dan mengapa dikala kau ditimpa
musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu sudah
menimpakan kekalahan dua kali lipat terhadap lawan-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata:
“Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu
dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
iii ). Ar-Ra’d :11 Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah kondisi
[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah karena-alasannya kemunduran
62
mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-Ra’d
:11)
E. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MU’TAZILAH DAN
SYIAH
1. Sejarah kemunculan Mu’tazilah
Mu’tazilah muncul di Kota Basrah (Irak) pada asbad ke-2
H (antara tahun 105-110 H), pada masa Khalifah Abdul Malik
bin Marwan dan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Awal
pemberian nama Mu’tazilah menurut sebagian pendapat
diberikan oleh orang di luar Mu’tazilah. Berdasarkan ucapan
Hasan Al-Bashri, setelah melihat Washil bin Atha’
memisahkan diri dari halaqah yang diselenggarakan olehnya.
Hasan Al-Bashri, dalam sebuah riwayat memberi
komentar “i’tazala ‘anna” (dia mengasingkan diri dari kami).
Akhirnya orang-orang yang mengasingkan diri tersebut disebut
dengan “Mu’tazilah” yang berarti orang yang mengasingkan
diri dari majelis Hasan Al-Bashri.60
Ada yang berpendapat bahwa kelompok Mu’tazilah telah
muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah, yakni
diistilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau
bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik, seperti
peristiwa meletusnya Perang Jamal dan Siffin, yang kemudian
mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam
konflik tersebut memilih jalan tengah. Pada abad ke-2 H,
Mu’tazilah muncul karena dorongan persoalan akidah.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa penyebutan Mu’tazilah
60
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri,2014) h.166
63
karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Murji’ah
dan Khawarij tentang tahkim atau pemberian status bagi orang
yang melakukan dosa besar.
2. Sejarah munculnya Syiah
Mengenai kemunculannya, terdapat beberapa pendapat.
Menurut Abu Zahrah Syi’ah muncul pada akhir masa Khalifah
ketiga, yaitu Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang
pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.61 Sementara menurut
kalangan Syi’ah sendiri, kemunculannya berkaitan dengan
pemilihan khalifah, pengganti Nabi Muhammad. Mereka menolak
pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan.
Menurut pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak
menggantikan beliau. Menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar
muncul ketika terjadi peperangan antara Ali dan Mu’awiyyah
yangdikenal dengan perang Shiffin. Di dalam peperangan ini, Ali
menerima arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyyah. Pasukan Ali
kemudian terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung Ali,
yang kemudian dikenal dengan Syi’ah, dan satu kelompok yang
tidak mendukung Ali dikenal dengan Khawarij.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah terjadi ketidak
kondusifan dalam pemerintahannya. Mu’awiyah menciptakan
tradisi buruk pada masanya yang berlanjut pada masa anaknya,
Yazid dan para penggantinya sampai masa khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Tradisi buruk itu adalah mengutuk Imam Al-Huda,
yaitu Ali bin Abi Thalib pada setiap penutup khutbah
61
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri,2014) h.145
64
jum’at.62 Para sahabat telah melarang Mu’awiyah dan pejabat-
pejabatnya melakukan hal itu. Bahkan Ummu Salamah, istri Nabi
menulis surat kepada Mu’awiyah, “Sesungguhnya Anda telah
mengutuk Allah dan Rasul-Nya karena karena Anda mengutuk Ali
bin Abi Thalib dan orang-orang yang dicintainya. Saya bersaksi
bahwa Rasulullah mencintainya.”
Pada masa Yazid, Husain bin Ali dibunuh secara kejam, dan
darahnya mengalir secara keji, tanpa mengindahkan kehormatan
agama. Anak-anak perempuan Husain dan Ali pun ditawan oleh
Yazid bin Mu’awiyah, sedangkan mereka adalah anak cucu Nabi.
Rakyat menyaksikan hal itu tanpa bisa mencegah dan
mengubahnya. Mereka hanya dapat menahan kemarahan, menekan
perasaan dan menaggung penderitaan yang sangat berat. Karena
itu, mereka terdorong untuk memberikan penghargaan yang
berlebihan terhadap orang-orang yang dianiaya secara kejam oleh
Bani Umayyah. Perlakuan pemerintah itu telah menciptakan
tekanan mental dan jiwa pada diri para pendukung Ali, dan hal itu
mendorong mereka memberikan penghargaan yang berlebihan
terhadapnya, karena rasa kasih sayanag dapat mendorong
timbulnya sikap membesar-besarkan dan melebih-lebihkan.
Irak merupakan tempat munculnya Syi’ah, hal ini
dikarenakan beberapa sebab yang saling mendukung. Ali bin Abi
Thalib menjadikan Irak sebagai kediamannya pada masa
kekhalifahannya. Disana ia bertemu dengan rakyat yang
memandangnya memiliki banyak kelebihan yang membuat mereka
menghargainya. Sementara itu, mereka tidak pernah menunjukkan
62
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta:
Logos Publishing House,1996) h. 36
65
rasa patuh terhadap para penguasa Umawi. Pada masa
kekhalifahannya, Mu’awiyah mengangkat Ziyad bin Abih untuk
memimpin penumpasan kelompok pembangkang itu. Misi Ziyad
belum berhasil mencabut akar-akar kebencian dari dalam jiwa
mereka. Ketika Ziyad wafat, putranya menggantikan posisinya
pada masa kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah. Namun, ketika itu
penduduk Irak telah menjadi kelompok pertama yang
memberontak terhadap para penguasa Umawi sampai kekuasaan
dipegang oleh putra-putra Marwan. Khalifah Abdul Malik bin
Marwan mengangkat Al-Hajjaj untuk memimpin penumpasan
mereka, sehingga api pemberontakan menjadi panas. Namun,
semakin panas api itu, semakin lekat madzhab Syi’ah dalam jiwa
para penganutnya.63
Di samping itu, Irak merupakan tempat pertemuan
peradaban-peradaban kuno. Di sana terdapat berbagai pengetahuan
Persia serta sisa-sisa peradabannya. Filsafat Yunani juga masuk ke
Irak. Berbagai peradaban dan pemikiran itu bercampur di Irak,
sehingga Irak menjadi tempat tumbuhnya berbagai golongan
dalam Islam, khususnya yang berhubungan dengan filsafat. Itulah
sebabnya Syi’ah banyak dipengaruhi oleh pemikiran filosofis yang
telah beradaptasi dengan pemikiran di Irak. Hal ini
memperlihatkan bahwa sejak dahulu Irak penuh dengan berbagai
pemikiran dan akidah sehingga melahirkan madzhab-madzhab
politik dan akidah. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa
dalam kondisi lingkungan seperti itu pemikiran Syi’ah dapat
berkembang.
63
Ibid, hlm.37
66
3. Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan Syiah
a. Tokoh-tokoh Syiah
i ). Abdullah bin Saba’
ii ). Zaid bin Ali Zainul Abidin
iii ). Abu Dzar bin Jundab al Ghiffari
iv ). Salman al Farisi
v ). Abdullah bin Khatab bin Arat
b. Tokoh-tokoh Mu’tazilah
i ). Wasil bin Atha
ii ). Abu Huzail al-Allaf
iii ). Ibrahim bin Sayyar an-Nasam
iv ). Al –Jubba’i
67
Tuhan maha adil. Manusia dihukum Tuhan karena mengerjakan
dosa dan mendapat pahala karena melakukan amal ibadah yang
baik. Oleh karena itu, menurut kaum Mu’tazilah semua
perbuatan manusia dibuat dan diciptakan oleh manusia sendiri,
baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Semua perbuatan
manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan.64
d. Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan Ancaman)
Kaum Mu’tazilah yakin bahwa janji dan ancaman pasti
terjadi, yaitu janji Tuhan yang berupa pahala (surga) bagi orang
yang berbuat baik dan ancaman berupa siksa (neraka) bagi yang
berbuat durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberikan
pengampunan bagi orang-orang yang bertaubat.65
e. Al-Manzilah baina Al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua
Tempat)
Pokok ajaran Al-Manzilah baina Al-Manzilatain adalah
orang Islam yang melakukan dosa besar (maksiat) selain syirik
dan belum bertaubat tidak dikatkan kafir atau mukmin, tetapi
disebut dengan fasik. Keimanan menuntut adanya kepatuhan
kepada Tuhan dan tidak cukup hanya dengan pengakuan dan
pembenaran.66
f. Al-Amru bil Ma’ruf wa An-Nahy ‘An Al-Munkar (Menyuruh
Berbuat Baik dan Melarang Kemungkaran)
Kaum Mu’tazilah mengatakan bahwa akal manusia
sanggup membedakan antara yang baik dan buruk. Kaum
Mu’tazilah menetapkan bahwa semua Muslim wajib melakukan
upaya menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran untuk
64
Mulyono, dkk., Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)
hlm. 169.
65
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
(Jakarta: Logos Publishing House,1996) hlm.153
66
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri,2014) hlm. 169
68
menyiarkan dakwah Islam dan mengetahui orang yang sesat serta
mencegah serangan orang yang mencampur adukkan kebenaran
dan kebatilan sehingga mereka tidak dapat menghancurkan
Islam.67
g. Doktrin Aliran Syiah
i ). Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa
ii ). Al- Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adi
iii ). An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi’ah pada
keberadaan para nabi sama seperti muslimin yang lain.
Kepercayaan Syi’ah tentang kenabian adalah:
1) Jumlah Nabi dan Rasul Allah ada 124.000
2) Nabi dan Rasul terakhir adalah Nabi Muhammad
SAW.
3) Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan
tidak ada cacat apapun. Beliaulah Nabi paling
utama dari seluruh Nabi yang ada.
4) Ahlul Bait (keluarga dekat) Nabi Muhammad
adalah Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan
keturunannya adalah manusia-manusia suci.
5) Al-Qur’an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad
SAW.
iv ). Al-Imamah, bahwa bagi Syi’ah berarti pemimpin urusan
agama dan dunia, yaitu seseorang yang bisa menggantikan
peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemelihara syari’at
Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat.
67
mam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta:
Logos Publishing House,1996) hlm.154
69
v ). Al-Ma’ad, bahwa Syi’ah mempercayai kehidupan
akhirat.68
5. Dalil Mu’tazilah dan Syiah
a. Dalil Al-qur’an ajaran Mu’tazilah
Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Anam; 103,
berbunyi:
ف ۡال َخ ِب ۡي ُر
ُ ارۚ َوه َُو اللَّ ِط ۡي
َ صَ ار َوه َُو يُ ۡد ِركُ ۡالَ ۡب
ُ صَ َل ت ُ ۡد ِر ُكهُ ۡالَ ۡب
Terjemah:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia
dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Anam : 103 )
Menurut Zamakhsyari ayat ini sebagai penjelasan bahwa
Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala kapan pun. Lafad
nafi (la) yang terdapat pada ayat tersebut berlaku umum, tidak
terkait waktu dan tempat tertentu, baik di dunia maupun di
akhirat.
a. Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Qiyamah 22-23,
berbunyi:
68
Mulyono, dkk., Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)
hlm.112
70
nadhirah diartikan oleh Zamakhsyari dengan arti al-tawaqqu wa
al-raja’ (penantian dan pengharapan). Allah adalah esa, dan
tidak ada sesuatu apa pun yang menyerupainya. Dia
bukan jisim (materi), tidak bertubuh, tidak berbentuk, tidak
berdaging, tidak berdarah, tidak adanya warna, rasa, panas,
dingin, basah, dan lain-lain yang merupakan sifat makhluk.
b. Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Baqarah 30,
berbunyi:
إِ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ََلئِ َك ِة
Terjemah:
“Ketika Tuhanmu bersabda kepada Malaikat”
Maka pengertian ‘idz’ (ketika) di dalam firman itu
menunjukkan suatu tempo, yaitu tempo masa silam. Maka sabda
Allah yang dinyatakan itu telah terjadi pada suatu tempo tertentu.
Setiap sesuatu yang terikat kepada tempo adalah suatu
‘kebaruan’. Nyatalah sabda Allah yang dinyatakan itu bukanlah
dimaksudkan atribut azali dari Allah, yakni al-Kalam, tetapi
mestilah diartikan dengan suatu pengertian yang lain.69
ٰٰۤ ُ
َولٮِٕكَ يَ ْق َر ُء ْون ي ِك ٰتبَه بِيَ ِم ْينِه فَا
َ ِام ِه ۚ ْم فَ َم ْن ا ُ ْوت ٍ ع ْوا ُك َّل اُن
ِ َاس بِ ِا َم ُ يَ ْو َم نَ ْد
ْ ِك ٰت َب ُه ْم َو َل ي
ُظلَ ُم ْونَ فَتِي ًَْل
Terjemah:
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap
umat dengan imamnya; dan barang siapa yang diberikan
kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini
akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya
sedikit pun”
69
https://ahamughny.wordpress.com/2009/08/06/al-quran-danmuktazilah/ diakses
pada tanggal 10 Oktober 2022
71
Pada hari pengadilan akhirat, takdir dari setiap orang
yang mengikuti para imamnya yang dipercayainya akan
tergantung dari imam-imam yang dipercayainya itu apabila
ia memang benar-benar mengikuti para imam yang ia
percayai itu. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa
ada dua jenis imam yang diikuti dan diyakini oleh para
pengikutnya. Ada imam yang mengajak manusia untuk
masuk ke dalam api neraka. Untuk kategori ini adalah para
pemimpin yang dzalim di masanya seperti Fir’aun.
ii ). QS. Al-Qashash: 41-42
َص ُرونَ ار ۖ َويَ ْو َم ْٱل ِق ٰيَ َم ِة َل يُن ِ ََّو َجعَ ْل ٰنَ ُه ْم أَئِ َّمةً يَ ْدعُونَ إِلَى ٱلن
ِ َوأَتْبَ ْع ٰنَ ُه ْم فِى ٰ َه ِذ ِه ٱلدُّ ْنيَا لَ ْعنَةً ۖ َويَ ْو َم ْٱل ِق ٰيَ َم ِة هُم ِمنَ ْٱل َم ْقب
َُوحين
Terjemah:
“Dan Kami jadikan mereka para imam yang menyeru
(manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak
akan ditolong. Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka
di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-
orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)” (QS. Al-
Qashash: 41—42).
Al-Qur’an sudah memberikan peringatan kepada
orang-orang yang mengikuti para imam yang dzalim dan
para pengikut imam seperti itu akan mendapatkan takdir
buruknya kelak di akhir zaman. Mereka akan digabungkan
dengan para imamnya itu dalam jahanam.
iii ). QS. As-Sajdah: 24
72
Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang adanya
Imam-Imam yang memang ditunjuk oleh Allah untuk
membimbing manusia ke jalan yang benar. Dalam ayat
tersebut terdapat kalimat جعلناyang berarti “JADIKAN”
dan yang berarti “ أئمةIMAM-IMAM” yang menjelaskan
secara tegas tentang jabatan Imam yang ditunjuk oleh Allah
dan bukan oleh manusia. Dan mereka memiliki fungsi yang
kurang lebih sama dengan nabi walaupun tidak membawa
kitab suci yang baru.
F. ASY’ARIAH DAN MATURIDIAH ILMU KALAM
1. Riwayat hidup singkat Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur
Al-Maturidi
a. Riwayat singkat hidup Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin
Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa
bin Bilal bin Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Beliau lahir
di Basrah tahun 260 H/ 875 M dan wafat di Baghdad tahun 324
H/ 935 M. Sahabat Rosulullah nasab Asy’ari berakhir pada
sahabat yang mulia, Abu Musa Al-Asy’ari yang nama beliau
adalah Abdullah bin Qais bin Hudhar Al-Asy’ari Al-Yamani.70
b. Riwayat singkat hidup Maturidi
Nama adalah Abu Mansur Muhammad bin Mahmud Al-
Maturidi , dilahirkan di Mutarid, sebuah kota kecil di daerah
Samarkand wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah yang sekarang
disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara
pasti, hanya dipastikan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Ia
70
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam edisi Revisi, Cet. III (Bandung :
CV Pustaka Setia,2014), hlm. 146
73
wafat pada tahun 333 H/ 944 M. Gurunya dalam bidang fiqh dan
teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi. Maturidi hidup
pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah pada tahun
232-274 H/ 847-861 M.71
71
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam edisi Revisi, Cet. III (Bandung :
CV Pustaka Setia,2014), hlm. 151
72
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam edisi Revisi, Cet. III (Bandung :
CV Pustaka Setia,2014), hlm. 145
74
kepada negerinya “Maturi” dan pengikut pahamnya ini disebut
Maturidiyah.73
b. Tokoh-tokoh Maturidiyah
73
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam edisi Revisi, Cet. III (Bandung :
CV Pustaka Setia,2014), hlm. 163
75
iii ). Kekuasaan dan Kehendak mutlak Tuhan
iv ). Sifat Tuhan
v ). Melihat Tuhan
vi ). Kalam Tuhan
vii ). Perbuatan manusia
viii ). Pengutusan Rosul
ix ). Pelaku dosa Besar
c. Persamaan doktrin
d. Perbedaan Doktrin
a. Golongan Samarkand
Yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri.74 Pahamnya lebih
dekat kepada Asy’ariyah, sebagaimana pendapatnya tentang sifat-
sifat Tuhan. Dalam hal perbuatan manusia, al-Maturidi sepakat
dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya
mewujudkan perbuatannya. Al-Maturidi dan al-Asy’ari memiliki
persamaan pandangan, menurut al-Maturidi, Tuhan mempunyai
74
Harun Nasution, Teologi Islam, Cet. 5 ( Jakarta: Universitas Indonesia press,
1986), hlm. 78
76
sifat-sifat, Tuhan megetahui bukan dengan dzatnya, melainkan
dengan pengetahuannya.
b. Golongan Bukhara
Yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi. Dia merupakan
pengikut al-Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya. Yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah
pengikut-pengikut al-Bazdawi dalam aliran Maturidiahnya.
Walaupun sebagai pengikut aliran Maturidiyah, al-Bazdawi selalu
sepaham dengan al-Maturidi. Ajaran teologinya banyak dianut
oleh umat Islam yang bermadzhab Hanafi.
75
Harun Nasution, Teologi Islam, Cet. 5 ( Jakarta: Universitas Indonesia press,
1986), hlm. 78
77
pahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil jalan
tengah antara dalil aqli dengan dalil naqli.
G. WAHABI
1. Latar Belakang Kemunculan Wahabi
78
Menurut penuturan al-Maghfurah KH. Siradjuddin Abbas,
praktik dan ajaran wahabi di Makkah dan Madinah, antara lain:
a. Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja
yang melakukan lurus menerima hukuman mati atau di bunuh.
b. Orang yang berusaha memperoleh kasih Tuhannya dengan cara
mengunjungi kuburan orang-orang suci bukanlah orang-orang
yang bertauhid, tetapi termasuk orang musyrik.
c. Tidak boleh membunyikan radio.
3. Tokoh-Tokoh Wahabi
79
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi:
− Qadhi (Hakim) di daerah al-Kharaj semenjak tahun
1357-1371 H,
− Tahun 1390 H – 1395 H Rektor Universitas Islam
Madinah.
− Tahun 1414 H Mufti Umum Kerajaan.
c. Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (1347 H – 1421 H)
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi:
− Imam masjid jami’ al Kabir Unaizaih
− Mengajar di perpustakaan nasional Unaizah
− Dosen fakultas syariah dan fakultas ushuluddin cabang
Universitas Islam Imam Muhammad bin saud di Qasim.
d. Muhammad Nashiruddin Al-Albani (1333 H – 1420 H/1914 M
– 1999 M)
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi:
− 1381 sampai 1383 H: Dosen Hadits Universitas Islam
Madinah
e. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan (1345 H )
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi:
− Dosen Institut Pendidikan Riyad Fakultas Syari’ah,
Fakultas Ushulud Dien, Mahkamah Syariah
− Anggota Lajnah Daimah lil Buhuts wal Ifta’ (Komite
Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa).
− Anggota Haiah Kibaril Ulama’ dan Komite Fiqh
Rabithah Alam Islamiy di Mekkah
− Anggota Komite Pengawas Du’at Haji
− Ketua Lajnah Daimah lil buhuts wal ifta’.
80
− Imam, Khatib dan Pengajar di Masjid Pangeran Mut’ib
bin Abdil Aziz di Al Malzar.
f. Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin (عبد للا بن عبد الرحمن بن
2009- 1933) جبرينM / 1353 – 1430 H,
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi
− Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
− Anggota tetap majlis riset dan fatwa Arab Saudi
− Dosen syariah dan ushuluddin di Arab Saudi
2. Wahyu
76
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam,(Jakarta: UI Press, 1986), hlm.
52.
81
kepada nabi-nabi”. Dalam kata wahyu dengan demikian terkandung
arti penyampaian sabda Tuhan kepada orang pilihanNya agar
diteruskan kepada umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di
dunia ini maupun di akhirat nanti. Dalam Islam wahyu atau sabda
Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul
semuanya dalam Alqur‟an77
77
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, Cet II, 198),
hlm. 15.
78
Harun Nasution , Teologi Islam. (Jakarta : UI Press, 1986), h. 80.
82
4. Fungsi Akal Dan Wahyu
79
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
hlm.125.
83
wahyu adalah menguatkan pendapat akal melalui sifat sacral dan
absolute yang yang terdapat dalam wahyu.
85
anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini
keharamannya, ia dipandang telah kafir.
86
yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat dan lain-lainnya maka
orang itu kafir.80
80
Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani, (dalam buku DR. Abdul Rozak,
M. Ag. hlm:143)
81
Nasution (dalam buku DR. Abdul Rozak, M. Ag. hlm: 144)
82
Ibn Hazm (dalam buku DR. Abdul Rozak, M.Ag. hlm: 148)
87
4. Iman dan Kufur Menurut Asy’ariyah
Agak pelik untuk memahami makna iman yang diberikan oleh
Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, sebab didalam karya-karyanya seperti
Maqalat, Al-Ibanah, dan Al-Luma, ia mendefinisikan iman secara
berbeda-beda. Dalam Maqalat dan Al-Ibanah disebutkan bahwa, iman
adalah qawl dan amal dan dapat bertambah dan berkurang.83
83
Al-Asy’ari (dalam buku DR. Abdul Rozak, M. Ag. hlm: 148
84
Asy Syahrastani (dalam buku DR. Abdul Rozak, M. Ag. hlm: 149)
88
K. PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN TENTANG PERBUATAN
TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA
1. Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam suatu pemikiran kalam berpendapat
bahwasannya tuhan sebagai pencipta, melaksanakan kehendaknya,
Tuhan pasti melakukan berbagai perbuatan. Perbuatan disini
dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Diantara perbuatan tuhan menurut
aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai berikut:
a. Aliran Mu’tazilah
85
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), h. 154.
89
berbuat baik dan terbaik. Oleh karena itu kaum
Mu’tazilah tidak dapat menerima faham bahwa tuhan
dapat memberikan manusia beban yang tak dapat
dipikul.
iv ). Pengiriman rasul-rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan
mereka bahwasannya akal dapat mengetahui hal-hal
gaib, sehingga menurutnya pengiriman rasul-rasul
tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan
pengiriman rasul-rasul kepada umat manusia menjadi
salah satu kewajiban tuhan.
v ). Janji dan ancaman
Dalam pebuatan-perbuatan tuhan termasuk
perbuatan menepati janji dan menjalankan ancaman
(Alwa’d wa al-waid). Janji dan ancaman merupakan
salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran
Mu’tazilah, hal ini erathubungannya dengan dasar
kedua, yaitu keadilan. Tuhan tidak akan bersifat tidak
adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik, dan menjalankan
ancaman terhadap orang yang berbuat jahat.
b. Aliran Asy’ariyah
i ). Kewajiban-Kewajiban Tuhan Terhadap Manusia
Menurur aliran Asy’ariyah, faham kewajiban tuhan
yang dikatakan oleh aliran Mu’tazilah, tidak dapat
diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan
dan kehendak mutlak tuhan yang mereka anut. Faham
yang mengatakan bahwa tuhan dapat berbuat
90
sekehendak hatinya terhadap makhluk mengandung arti
bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa.
ii ). Berbuat Baik dan Terbaik
Hal ini ditegaskan oleh Al-Gazali, ketika
mengatakan bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat
baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian, aliran
Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan mempunyai
kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya
terhadap makhluknya.86
iii ). Beban di Luar Kemampuan Manusia
Aliran Asy’ariyah, karena percaya pada kekuasaan
mutlak tuhan dan berpendapat bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa. Aliran Asy’ariyah
menerima faham pemberian beban di luar kemampuan
manusia. Asy’ariyah sendiri dengan tegas mengatakan
dalam al-Luma’, bahwa tuhan dapat meletakkan pada
manusia beban yang tidak dapat dipikul. Al-Gazali juga
mengatakan demikian dalam al-Iqtisad.
iv ). Pengiriman Rasul-rasul
Walaupun pengiriman rasul memiliki arti penting
dalam teologi. Namun Aliran Asy’ariyah menolak
sebagai kewajiban tuhan. Karena hal itu bertentangan
dengan keyakinan mereka bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia.
Faham ini dapat membawa akibat yang tidak baik.
Sekiranya tuhan tidak mengutus rasul kepada umat
manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan.
86
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta:UI-Press, 1986), h. 129.
91
v ). Janji dan Ancaman
Bagi kaum Asy’ariyah faham ini tidak dapat
berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, dan tentang
tidak adanya kewajibankewajiban bagi tuhan. Tuhan
tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan
menjalankan ancaman yang tersebut dalam al-Qur’an
dan Hadits.
2. Perbuatan Manusia
Berikut ini merupakan perbuatan-perbuatan manusia menurut
aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
a. Aliran Mu’tazilah
92
ii ). Kalau manusia tidak bebas untuk melakukan
perbuatannya, runtuhlah teori pahala dan hukuman yang
muncul dari konsep faham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan
ancaman).
iii ). Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan,
pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali.
Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan
dakwah harus dibarengi kebebasan pilihan?
b. Aliran Asy’ariyah
c. Aliran Maturidiyah
93
manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti
kiasan.87
a. Kaum Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak
rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada
hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak
melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan
dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Qur’an pun jelas
dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim.88
87
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung:Setia Pustaka, 1998), h, 112
88
M.yunan yusuf, alam pikiran islam : pemikiran kalam, perkasa. Jakarta, 1990,
hlm.89
94
b. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, paham kewajiban Tuhan
berbuat baik dan terbaik bagi manusia ash-shalah wa al-ashlah,
sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat di terima
karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, hal ini di tegaskan Al-ghazali ketika
mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan
terbaik bagi manusia. Dengan demikian, aliran Asy’ariyah
tidak menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban.89 Tuhan
dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk
sebagaimana di katakan Al-ghazali, perbuatan-perbuatan
Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun darinya
yang mempunyai sifat wajib.
c. Aliran maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan
pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiah
Bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga
memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah
menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga
pemikiran rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai
kewajiban Tuhan.
89
Yusuf,op.cit,hlm 82
95
adalah umum mengenai segenapnya, tidak terkecuali, tiada
bersyarat lagi tidak terbatas. Jadi pengertian dari kehendak
mutlak Tuhan adalah kemauan atau keinginan Tuhan mengenai
semuanya (alam semesta) tidak terkecuali.
Sedangkan keadilan adalah awalan ke ditambah an, adil
yang berarti sifat yag tidak memihak, sifat berpihak pada yang
benar. Jadi keadilan Tuhan adalah sifat tidak memihak suatu
apapun.
96
3. Perbandingan Antar Aliran Tentang Kehendak Mutlak Tuhan
dan Keadilan Tuhan
a. Aliran Mu`tazilah
Aliran ini berprinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa
Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zhalim dengan
memaksakan kehendak kepada hamba-Nya kemudian
mengharuskan hamba-Nya menanggung akibat perbuatannya
karena manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan
perbuatannya tanpa ada paksaan sedikit pun dari Tuhan.
Dengan kebebasan itulah, manusia dapat bertanggung jawab
atas segala perbuatannya. Tidaklah adil jika Tuhan
memberikan pahala atau siksa kepada hamba-Nya tanpa
mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih dahulu.
b. Aliran Asy`ariyah
97
pahala kepada hamba-Nya atau sebaliknya memberi siksa
dengan sekehendak hati-Nya dan itu semua adil bagi Tuhan
karena Dia penguasa Mutlak.
c. Aliran Maturidiyah
98
ii ). Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan
dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah
maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
2. Kebebasan manusia dan fatalism
Bagi Abduh, di samping mempunyai daya piker,
manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan
sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar
ini di hilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi
makhluk lain. Manusia dengan akalnya mampu
mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya,
kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri,
dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya
yang ada dalam dirinya.
a. Sifat-sifat Tuhan
Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan.
Adapun mengenai masalah apakah sifat itu termasuk
esensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal
itu terletak diluar kemampuan manusia. Dengan
demikian Nasution melihat bahwa Abduh cenderung
kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan
walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
99
c. Keadilan Tuhan
Karena memberikan daya besar kepada akal dan
kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan
untuk memahami dan meninjau ala mini bukan hanya
dari segi kehendak mutlat Tuhan, tetapi juga dari segi
pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat
bahwa ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia
dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa
mamfaat bagi manusia.
d. Antromorfisme
Karena Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio
tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan besar
pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan
sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh
makhluk di alam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk dan
sebagainya mesti difahami sesuai dengan pengertian
yang diberikan orang Arab kepadanya.
e. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya
apakah Tuhan yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh
manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan
kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang pecaya
pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada satu pun dari
makhluk yang menyerupai Tuhan) sepakat menyatakan
bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan
dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan
100
dianugerahkan hanya kepada orang orang tertentu di
akhirat.
f. Perbuatan Tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan
yang wajib, Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam
mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa
yang terbaik bagi manusia.90
Tambah lagi oleh bahan bacaan yang sering beliau gali dari
Majalah Al-Manar dan bahkan beliau pernah berjumpa langsung
dengan Muhammad Rasyid. Sebagai gerakan social-keagamaan,
Muhammadiyah merumuskan identitas dan aspek gerakannya.
Idetitas Muhammadiyah adalah sebagai gerakan islam, dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar dan tajdid. Bergerak dalam tiga hal atau bidang
yaitu, bidang sosial, bidang keagamaan, dan bidang sosial pendidikan
atau sosial kemasyarakatan. Melalui identitas dan bidang gerakan
inilah, Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi modern yang
terbesar di Nusantara bahkan dunia.
90
Gibb, H.A.R. 1995 Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein,
Jakarta: Rajawali press.
101
Karena itu Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharuan
social-religius, reformis-religius dan agent of social change. Beliau
menanamkan ideologi yang berupaya menerapkan norma-norma
agama atas realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan zaman yang berpegang teguh pada dasar-dasar yang
sudah diletakkan oleh agama, yaitu Al-Qur’an dan sunah. Tulisan ini
berupaya untuk menjelaskan tentang pemikiran Ahmad Dahlan yang
berkaitan dengan teologi sosial.91
91
https://madrasahdigital.co/opini/teologi-sosial-membaca-pemikiran-ahmad-
dahlan/ di unduh pada hari rabu 07/12/2022
102
Para sufi adalah orang-orang yang telah sampai kepada
pengetahuan terhadap Tuhan (ma’rifah) dan esensi (haqiqah) Tuhan
(Muhaemin, 2013: 320). Seterusnya, K.H. Hasyim Asy’ari
memaparkan bahwa percaya kepada Keesaan Tuhan membutuhkan
iman. Dan barangsiapa yang tidak beriman tidak akan percaya kepada
Keesaan Tuhan. Maka dari itu, beliau termasuk orang yang
mengecam paham komunisme pada masa hidupnya.
92
Mengenal Pemikiran Teologi Ahlu Sunnah wal Jamaah K.H. Hasyim Asy’ari
103
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta:
Dana Bakhti Prima Yasa, 1997)
Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan
Zaman (Jakarta: Lantabora Press, 2005)
Suparmin dan Toto Suharto, Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Rumpun Ilmu
Agama Perspektif Epistemologi Integrasi-Interkoneksi
Miftakhul Asror dan Imam Musbikhin, Membedah Hadits Nabi Muhammad
Saw (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015)
Saifuddin Zuhri Qudsi, Umar bin Abdul Aziz dan Semangat Penulisan Hadis,
Esensia, XIV (2013)
Miftakhul Asror dan Imam Musbikhin, Membedah Hadits Nabi Muhammad
SAW Kamus Besar Bahasa Indonesia.
https://www.synaoo.com/ilmu-kalam/ akses tanggal 12 September 2022.
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2007
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2001)
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978)
Rohanda WS, Ilmu Kalam dari Klasik sampai Kontemporer, (Bandung:
Najwa Press, 2006)
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban. Sebuah Telaah Kritis
tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan,
(Jakarta: Paramadina, 1992).
Endang Saipuddin Anshori, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1979)
Lapidus, A History of Islamic Societies (New York: Cambridge University
Press, 1988)
vi
Abrar M. Dawud Faza, Perspektif Sufistik Ali Shariati Dalam Puisi One
Followed by Eternity of Zeros. Penerbit Panji Aswaja Press
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Afrizal M, Pemikiran Kalam Imam al-Syafi’i, (Pekanbaru: Surat Umat, 2013)
Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Baitul
ihsan, 2006)
Suparmin dan Toto Suharto, Ayat-ayat aL-Qur’an Tentang Rumpun Ilmu
Agama, Perspektif Epistemologi Integrasi-Interkoneksi(Jakarta:
FATABA Press, 2013)
Abu Hanifah al-Nu`man, al-Fiqh al-Akbar (Mesir: al-Matba`ah al-`Amirah,
1324)
W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology Edinburgh: The
University Press, 1985)
Mulla Husayn, Kitab fi Sharh Wahsiyyat al-Imam al-A`dam Abi Hanifah
(Haidarabad: Da’irat al-Ma`arif al-Nidamiyah, 1321), hlm. 4-5, dan
Akmal al-Din, Sharh Washiyyat al-Imam al-A`dam (Leiden:
Universities Bibliotheek, t.th)
Lapidus, A History of Islamic Societies (New York: Cambridge University
Press, 1988)
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1978)
https://manfaat.co.id/manfaat-mempelajari-ilmu-kalam diakses malam Selasa
tanggal 13 September 2022.
https://www.synaoo.com/ilmu-kalam/ akses tanggal 13 September 2022.
vii
Diakses melalui https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/surat-perintah-palsu-
penyebabkematian-utsman-bin-affan-nxPGw
selasa,20september2022
Diakses melalui https://kalam.sindonews.com/read/300710/70/pasca-
terbunuhnyautsman-bin-affan-delapan-hari-tanpa-khalifah-
1610586093 selasa, 20september2022
Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam
RambuRambu Syari’ah, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003)
Asy-syalab. At-Thariku Al-Islami Wa-Alhamdi-atu Al-Islamiyah, Terj.Prof.
DR. Mukhtar yahya.
Di akses dari https://www.anekamakalah sejarah.com/2012/10/makalah-
perangjamal.html pada pukul 15.40
Sulistyowati, 2010. Pengaruh Perang Shiffin tahun 658 M terhadap Eksitensi
Kekhalifaha Ali bin Abi Thalib. Skripsi, hlm. 19-20.
http://repositori.uinalauddin.ac.id/2705/1/Risnawati.pdf diakses
pada selasa,20September2022
Ibnu Muzahim, Waqi'ah al-Shiffin, h. 484; Baladzuri, Jumalun min Ansab
AlAsyraf
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras, 2013
Adul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Edisi Revisi, (Bandung : CV.
PUSTAKA SETIA, 2012)
Ratu Sunti’ah dan Maslani, Ilmu Kalam, (Bandung: Interes Media Foundation,
2014),
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri,2014)
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri,2014)
viii
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
(Jakarta: Logos Publishing House,1996)
Mulyono, dkk., Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
(Jakarta: Logos Publishing House,1996)
Nok Aenul Latifah, dkk., Paham Ilmu Kalam, (Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri,2014)
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
(Jakarta: Logos Publishing House,1996)
Mulyono, dkk., Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)
https://ahamughny.wordpress.com/2009/08/06/al-quran-
danmuktazilah/ diakses pada tanggal 10 Oktober 2022
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam edisi Revisi, Cet. III (Bandung
: CV Pustaka Setia,2014)
Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani, (dalam buku DR. Abdul Rozak,
M. Ag. hlm:143)
Asy Syahrastani (dalam buku DR. Abdul Rozak, M. Ag. hlm: 149)
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009)
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung:Setia Pustaka, 1998)
M.yunan yusuf, alam pikiran islam : pemikiran kalam, perkasa. Jakarta, 1990
Gibb, H.A.R. 1995 Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein,
Jakarta: Rajawali press.
https://madrasahdigital.co/opini/teologi-sosial-membaca-pemikiran-ahmad-
dahlan/ di unduh pada hari rabu 07/12/2022
Mengenal Pemikiran Teologi Ahlu Sunnah wal Jamaah K.H. Hasyim Asy’ari.
ix
x