Anda di halaman 1dari 3

Celah Kecil Pada Kepompong Kupu-Kupu

Oleh Deswita Aulia Pristanti XII-MIPA 1

Arlyta Eka Revalina Putri merupakan seorang gadis yang lahir di Bojonegoro, Jawa
Timur. Pada tanggal 7 bulan Januari tahun 2005. Saat ini ia tinggal di desa Banjarjo dan menjadi
salah satu siswa di kelas XII-MIPA 1 SMA Negeri 4 Bojonegoro dan kerap sekali dipanggil
dengan sapaan Arlyta.

Arlyta merupakan anak yang aktif, kritis, optimis, rajin dan baik. Ia memiliki hobi yang
bermacam-macam di berbagai bidang. Namun hingga saat ini ia sedang menekuni di bidang
kesenian, yaitu menari. Arlyta memiliki dua bersaudara, ia memiliki seorang adik yang masih
berada di bangku sekolah menengah yang bernama Ardyla.

Sejak kecil Arlyta sudah aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya adalah tari, berenang,
basket, hingga kempo. “Harapnya saya dapat menemukan jati diri dan passion saya di berbagai
bidang yang pada saat itu saya ikuti” ucapnya. Disamping itu ia juga mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari orang tua dan keluarga lainnya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, ia mulai berhenti dari beberapa bidang itu.
“Saya merasa kurang cocok dengan beberapa bidang yang saya ikuti, sehingga saya memutuskan
untuk berhenti” tuturnya.

2017 merupakan tahun dimana ia mulai memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Masa SMP merupakan masa dimana kita menginjak remaja, masa dimana kita sedang labil-
labilnya sehingga sulit menentukan keputusan. Begitu juga dengan yang dialami oleh Arlyta pada
saat itu.

“Pada saat SMP saya merasa antara senang dan sedih” ucapnya. Ia merasa takut jika hobi-
hobinya akan menganggu focus belajarnya, karena Arlyta diterima di SMP favorit yang ada di
Bojonegoro, sehingga nilai menjadi tuntutan utama. Sedangkan ia mulai ingin mendalami tarinya
saat di SMP. Tapi semangat ia tidak akan pernah padam, dia selalu mengatur waktunya untuk
belajar dan kegiatan lainnya. Selain itu dia juga bergabung dengan Ekstra tari di sekolah. Hal itu
menjadi sebuah keuntungan supaya ia dapat lebih mengasah bakatnya.

Arlyta mulai mengenal bidang kesenian terutama tari pada SD kelas 4 yang pada saat itu
ia menginjak umur 10 tahun. Arlyta berasal dari SD Kepatihan, Bojonegoro. Waktu ia masih
berada di sekolah dasar Arlyta termasuk siswa yang teladan dan berprestasi. Banyak prestasi
yang sudah ia raih, antara lain pada saat kelas 1 dan 2 ia mendapat peringkat 3, pada kelas 3
mendapat peringkat 2, kelas 4 mendapat peringkat 4, kelas 5 mendapat peringkat 4, kelas 6
mendapat peringkat 1 dan ia juga mendapat 7 besar hasil Ujian Nasional (UN) terbaik se-sekolah.
Tak hanya itu, ia juga pernah mengikuti perlombaan sempoa pada kelas 2 dan meraih juara 3.

Pada kelas 4 Arlyta bergabung di salah satu sanggar yang ada di Bojonegoro. Sanggar
tersebut bernama sanggar Pamardisiwi yang berlokasi di Dinas Pendidikan Bojonegoro. Di
sanggar itu ia mengikuti pentas tari yang bertema “Tari Kelinci”. Namun, Arlyta kurang merasa
nyaman di sanggar tersebut. “Saya di sana hanya tahan satu tahun, karena guru di sanggar itu
banyak yang sudah sepuh, jadi saya merasa kurang klop di sana”. Uangkap Arlyta.

Kemudian ketika ia menginjak kelas 5 Arlyta bergabung dengan sanggar yang lain, yaitu
sanggar Anglingdharma yang berlokasi di samping stadion Bojonegoro. Saat di sanggar
Anglingdharma dia juga mengikuti pentas tari yang diadakan di Dinas Pendidikan Bojonegoro
yang bertema “Tari Pendi Pendi”. Namun ia juga sempat berhenti pada kelas 9 dan saat itu wabah
Covid-19 juga menyerang, membuat Arlyta harus vakum dari tari terlebih dahulu.

Saat memasuki Sekolah Menengah Pertama saat ia masih ke 7, Arlyta bergabung dalam
ekstra tari sekolah. Dan dia juga mengikuti Pawai Budaya kabupaten Bojonegoro yang bertema
“Kayangan Api”. Namun saat menginjak kelas 8 tari nya mulai goyah karena ia harus focus di
organisasinya yaitu OSIS dan pada kelas 9 ia juga harus berhenti karena harus focus UN.

“Waktu SMA kelas 10 saya mulai ikut tari lagi, namun waktu itu masih belum efektif
karena kondisi saat itu juga masih belum kondusif karena ada wabah Covid-19” ucap Arlyta.

Arlyta masih terus berusaha untuk kembali bergelut dengan dunia tari. Ia berusaha
menyalakan kembali api yang sudah padam. Di waktu yang kurang efektif dan tidak kondusif ia
tetap mengasah bakatnya sedikit demi sedikit. Api itu mulai menyala karena semangat dan
usahanya yang terus membara.

Ternyata benar, usaha dan kerja kerasnya tidak menghianati hasil. Di SMA ini ia sudah
banyak mengikuti event besar meskipun belum mendapat juara, tetapi itu juga sudah menjadi
sebuah pencapaian yang berharga baginya.

“Saya merasa senang dan bangga, karena saat SMA ini saya bisa ikut banyak perlombaan.
Ya, meskipun belum juara tetapi saya sudah sangat bangga atas pencapain saya saat ini” tuturnya.
Pada kelas 11 hingga 12 ini ia telah membuktikan semua usahanya dalam berlatih selama
bertahun-tahun dengan mengikuti berbagai ajang perlombaan, diantaranya adalah SMA Awards
tahun 2021, Fastfour sekolah, undangan tari di Bakorwil, lomba FSPN (Festival Seni Pelajar
Nasional), mengisi acara perpisahan siswa kelas 12, Pawai Budaya, hingga mengisi pembukaan
di pernikahan salah satu guru di SMA N 4 Bojonegoro.

Kerja keras terbayar menjadi bukti bahwa segala usaha, perjuangan, dan pengorbanan
yang dilakukan akan mendapatkan balasan yang setimpal. Cepat atau lambat akan membuahkan
hasil. Dalam kehidupan, kita harus berani menerima tantangan untuk merasakan nikmatnya
kesuksesan. Namun, untuk mencapai kesuksesan, kita harus melakukan upaya terbaik.

Dari kisah Arlyta dapat kita ambil berbagai nilai moral yang dapat kita terapkan kepada
diri kita. Kita harus bekerja keras untuk mewujudkannya, karena sesuatu yang ‘besar’, tak pernah
dating dengan mudah, melainkan dengan perjuangan dan pengorbanan. Tidak ada hal berharga
yang datang dengan mudah.

Terkadang juga membutuhkan waktu yang tak sebentar, sehingga selain bekerja keras,
kita juga harus memiliki sifat sabar dan ulet. Tandanya pekerja keras adalah orang yang bekerja
tanpa keluhan. Di kala kita merasa sedih akan lika-liku proses kesuksesan inilah ada peran doa
dan dukungan orang-orang tercinta yang sangat penting. Usaha dan doa adalah dua hal yang
harus seimbang kita lakukan agar diberikan kemudahan dalam setiap usaha yang dikerahkan.

Kerja keras ibarat tangga dan keberuntungan ibarat lift, terkadang lift bisa gagal, tapi
tangga akan selalu membawamu ke puncak.

Anda mungkin juga menyukai