Anda di halaman 1dari 2

Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak mudah rusak
dan dapat disimpan, menghentikan reaksi enzimatis, dan mecegah pertumbuhan kapang,
jamur, dan mikroba. Ada beberapa proses pengeringan yaitu pengeringan menggunakan sinar
matahari langsung. Proses pengeringan ini biasanya disebut dengan pelayuan alamiah
dilakukan selama 2-3 hari diruangan tertutup dengan menggunakan fiber. Bagian-bagian
tanaman yang dikeringkan menggunakan sinar matahari adalah akar, rimpang, kulit batang,
dan biji-bijian. Sedangkan bagian daun atau bunga yang mengandung minyak atsiri tidak
tepat dilakukan pengeringan menggunakan sinar matahari karena dapat menurunkan kadar
simplisia (Widiyaastuti, 2004). Pengeringan yang dapat dilakukan adalah dengan metode rak
pengeringan atau system artifial drying. Metode ini untuk pengeringan terhadap simplisia
yang mudah menguap pada suhu tinggi dan mengalami perubahan warna jika dikeringkan
dengan sinar matahari. Selanjutnya pengeringan buatan mengunakan oven. Biasanya
pengeringan menggunakan oven dilakukan setelah dilakukan pelayuan secara alamiah. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan hasil pengeringan simplisia yang optimal sehingga
mendapatkan kadar air yang diinginkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan yaitu, suhu pengeringan, kelembaban udara, kadar air, aliran udara, waktu
pengeringan, dan luas permukaan simplisia. Kadar air merupakan salah satu aspek yang
sangat diperhatikan dalam proses pengeringan karena kadar air yang tinggi pada simplisia
dapat menjadi media pertumbuhan mikroba yang dapat mempengaruhi kualitas dan mutu
simplisia yang dihasilkan. Berdasarkan KEMENKES RI. NO 661/MENKES/SK/VII/1994
kadar air yang diperbolehkan tidak lebih dari 10%. Jika kadar lebih dari 10% dapat
menyebabkan pertumbuhan mikroba karena air merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme dan juga sebagai media terjadinya reaksi enzimatis yang dapat menguraikan
senyawa aktifnya. Setiap simplisia memiliki persyaratan kadar air yang berbeda seperti yang
disebutkan dalam KEMENKES RI. NO 261/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Farmakope
Herbal Indonesia Edisi Pertama.
No. Nama Tanaman Susut Pengeringan
1. Buah Adas Tidak lebih dari 10 %
2. Umbi Lapis Bawang Tidak lebih dari 10 %
Putih
3. Rimpang Bangle Tidak lebih dari 10 %
4.
15. Buah
Daun Cabe
KumisJawa
Kucing 10 %
Tidak lebih dari 12
5.
16. Rimpang Jahe merah
Kunyit 10 %
Tidak lebih dari 12%
6.
17. Rimpang Jahe
Daun Legundi Tidak lebih dari 10 %
7.
18. Daun Jambu
Rimpang Biji
Lengkuas Tidak lebih dari 10 %
8.
19. Daun
DagingJambu
BuahMente 11 %
Tidak lebih dari 10
9. Daun JatiDewa
Mahkota Belanda Tidak lebih dari 12 %
10.
20. Kulit
Buah Kayu Manis
Mengkudu 12%
Tidak lebih dari 10 %
11.
21. Buah
HerbaKumukus
Meniran 10 %
Tidak lebih dari 14
12.
22. Rimpang Kencur
Herba Pegagan 10 %
Tidak lebih dari 11
13.
23. Daun Kenikir
Kulit Pule 13 %
Tidak lebih dari 10
14.
24. Kulit
Daun Batang
Salam Kragean 11 %
Tidak lebih dari 10
25. Herba Sambiloto Tidak lebih dari 10 %
26. Daun Sembung Tidak lebih dari 10 %
27. Daun Tapak Liman Tidak lebih dari 10 %
28. Rimpang Teki Tidak lebih dari 10 %
29. Daun Tempuyung Tidak lebih dari 10 %
30. Rimpang Temu Tidak lebih dari 11 %
Giring
31. Rimpang Temu Tidak lebih dari 10 %
Kunci
32. Rimpang Temu Tidak lebih dari 13 %
Lawak
Tambahan DAPUS

Anonim. 1994. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


661/MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Widiyastuti, Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai