Anda di halaman 1dari 4

FORUM PENATAAN RUANG (FPR)

I. DASAR PERATURAN PERLUNYA DIBENTUK FORUM PENATAAN


RUANG (FPR) :

1. Amanat Peraturan menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan


Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2021
Tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang;

2. Amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta


Kerja Khususnya pasal 13, 14, 15 dan 16, meliputi pemerataan
hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan dan
kemandirian

3. Amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21


Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
khususnya pada pasal 93 ayat (3), pasal 113 ayat (3), pasal 129
ayat (3); Pasal 208, Pasal 237 – 239;

4. Amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang


Penataan Ruang

II. KETENTUAN UMUM :

1. Forum Penataan Ruang (FPR) adalah wadah ditingkat pusat dan


daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dengan
memberikan Pertimbangan dalam Penyelenggaraan Penataan
Ruang (Pasal 1 point 10, Permen Agraria Nomor 15 Tahun 2021
tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang);

2. Form Penataan Ruang (FPR) Kabupaten/Kota ditetapkan dengan


Keputusan Bupati/Wali Kota (Pasal 8, Permen Agraria Nomor 15
Tahun 2021 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan
Ruang);

3. Gubernur, Bupati dan Wali Kota melaporkan kinerja Forum


Penataan Ruang didaerah secara berkala kepada Menteri
(Pasal 9, Permen Agraria Nomor 15 Tahun 2021 tentang
Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang);

4. Anggota Forum Penataan Ruang didaerah terdiri atas instansi


vertikal bidang pertanahan, perangkat daerah, Asosiasi Profesi,
Asosiasi Akademisi dan Tokoh Masyarakat (Pasal 10, Permen
Agraria Nomor 15 Tahun 2021 tentang Koordinasi
Penyelenggaraan Penataan Ruang);

5. Ketua Forum Penataan Ruang Kabupaten (Pasal 18, Permen


Agraria Nomor 15 Tahun 2021 tentang Koordinasi
Penyelenggaraan Penataan Ruang) dijabat oleh Sekretaris
Daerah Kabupaten.

6. Dalam hal melaksanakan tugasnya, FPR didaerah dibantu oleh


sekretariat Forum Penataan Ruang didaerah (Pasal 15 point 2
Permen Agraria Nomor 15 Tahun 2021 tentang Koordinasi
Penyelenggaraan Penataan Ruang)

7. Dalam hal FPR didaerah memerlukan kajian secara lebih


mendalam terkait dengan permasalahan Penyelenggaraan
Penataan Ruang, FPR didaerah dapat membentuk Kelompok
Kerja (Pasal 15 point 3,Permen Agraria Nomor 15 Tahun 2021
tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang)

8. Asosiasi Profesi dan Akdemisi yang dimaksud adalah Asosiasi


Sekolah Perencana Indonesia (ASPI), dan Ikatan Ahli Perencana
(IAP) yang ada di daerah tersebut dalam hal ini Provinsi Aceh

9. FPR merupakan TIM yang bertugas untuk KKPR

III. FAKTA – FAKTA MEMPENGARUHI :

1. Menindaklanjuti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang yang mengamanatkan pembentukan FPR didaerah sebagai
pengganti dari Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD)
yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 116 Tahun 2017 Tentang Koordinasi Penataan
Ruang Daerah;

2. Forum Penataan Ruang (FPR) wajib dibentuk tujuannnya


untuk memberi pertimbangan kepada Bupati dalam hal
pemberian izin berusaha dan non berusaha (Kegiatan Pemda
masuk kedalan kegiatan non berusaha);

3. Forum Penataan Ruang (FPR) itu berfungsi untuk memberikan


izin pemanfaatan ruang, didalam proses perizinan OSS,
Bentuknya adalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KPPR);
4. Forum Penataan Ruang (FPR) itu berfungsi dalam mengawal
ketidak sesuaian antara program kerja pemerintah melalui RPJM
nya dengan produk tata ruang (RTRW dan Rencana Rincinya);

5. Forum Penataan Ruang (FPR) itu berfungsi pemberi


persetujuan untuk substansi produk rencana tata ruang, apabila
Berita Acara dari FPR tidak dihadirkan, maka produk tata ruang
tidak dapat dilanjutkan ke tahap persubstansi, karena
rekomendasi tersebut merupakan syarat wajib;

6. Kegiatan FPR ini berkaitan juga dengan peningkatan ekonomi


dan penyerapan tenaga kerja, terkait investasi daerah sesuai
dengan amanat dari UU Cipta Kerja;

7. Pelaksanaan KKPR untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi:

a. KKKPR; dan

b. PKKPR.

8. KKPR untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) meliputi:

a. kegiatan pemanfaatan ruang untuk rumah tinggal pribadi,


tempat peribadatan, yayasan sosial, yayasan keagamaan,
yayasan pendidikan, atau yayasan kemanusiaan;

b. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak bersifat strategis


nasional yang dibiayai oleh APBN atau APBD; dan

c. kegiatan pemanfaatan ruang yang merupakan pelaksanaan


tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dibiayai dari
perseroan terbatas atau Corporate Social Responsibility (CSR).

IV. KETENTUAN PIDANA UU NO. 26 TAHUN 20017 TENTANG


PENATAAN RUANG:

A. Untuk setiap Orang

1. Pasal 69 Ayat (1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata
ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Pasal 69 Ayat (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

3. Pasal 69 Ayat (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

B. Untuk Pemerintah

1. Pasal 37 Ayat (7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang


menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang

2. Pasal 73 :

 Ayat (1 ) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang


menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 Ayat (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Anda mungkin juga menyukai