Anda di halaman 1dari 3

Pandemi covid-19 belum selesai, namun tak membuat dunia Pendidikan absen.

Pendidikan memang
salah satu faktor penting dalam membuat perubahan dunia, karenanya pendidikan harus terus berjalan,
termasuk didalamnya Pendidikan di Perguruan tinggi, yang menjadi tempat untuk mencetak para
intelektual muda. Para intelektual ini diharapkan menjadi pemimpin bangsa nantinya, karena itu
berbagai macam program di Perguruan Tinggi telah diujicobakan.

Salah satu yang menjadi terobosan dari Mentri Pendidikan Nadiem Makarim adalah Program Kampus
Merdeka yang merupakan program turunan dari kebijakan Merdeka Belajar. Tujuan dari program ini
adalah membuka kesempatan bagi mahasiswa agar lebih mudah terjun di dunia kerja.

Sebelumnya, Kemendikbud telah menjelaskan terkait kebijakan Kampus merdeka ini yakni sebagai
berikut :

Pertama, Sistem akreditasi perguruan tinggi,

Kedua, Hak belajar tiga semester di luar prodi

Ketiga, Pembukaan prodi baru

Keempat, kemudahan menjadi PTN-BH

Sekilas, memang terlihat kebijakan ini mempermudah mahasiswa maupun kampus sendiri. Namun kita
tidak bisa menafikan ada unsur kepentingan lain dibelakangnya, terlebih lagi kebijakan ini
memang berkaitan erat dengan pihak korporasi. Lebih dari 300 perusahaan yang
bekerjasama dalam kebijakan kampus merdeka ini, mulai dari perusahaan kecil sampai
perusahaan raksasa di tanah air.

Fakta diatas setidaknya menjelaskan bahwa arah dan tujuan Pendidikan kita saat ini
membuka jalan lebar bagi korporasi untuk mengambil banyak keuntungan. Kampus bisa
disertir untuk bisa memenuhi apa yang diinginkan korporasi. Penentuan kurikulum
misalnya, kampus bisa bebas menentukan kurikulum Bersama industri dan asing.
Begitupula dengan SKS yang ditempuh dengan kuliah dan magang di industry, yang
menjadikan mahasiswa hanya berorientasi pada kebutuhan industry saja, tidak lagi menjadi
harapan generasi yang membangun bangsa dengan kecerdasan intelektualnya. Akhirnya
mental para mahasiswa hanya mental pekerja saja, disibukan dengan tujuan duniawu
semata dan lupa akan kewajiban yang lain.

Bukan hanya mahasiswa, dosen yang merupakan tenaga pendidik pun disibukan dengan
tuntutan akreditasi dan peringkat kampus yang tak berkesudahan, hingga akhirnya
terabaikan perannya dari mendidik para cendikiawan yang berkontribusi bagi umat dan
negara. Maka sempurnalah kerusakan masuk dalam Pendidikan kita saat ini.
Hal ini menunjukan bahwa negara abai dalam perannya mengurusi pendidikan saat ini.
Pendidikan yang semestinya menjadi tanggung jawab penuh negara, diserahkan pada pihak
lain agar ikut ambil bagian. Negara berlepas tangan yang akhirnya masuk liberalisasi
dikalangan kampus.

***

Hal ini menunjukkan juga kepada kita abainya peran negara dalam mengurusi ranah
pendidikan yang semestinya menjadi tanggung jawab negara secara penuh, bukan malah
memasukkan pihak lain untuk ikut ambil bagian. Negara bahkan juga berlepas tangan akan
segala kerusakan yang terjadi atas masuknya sekulerisasi dan liberalisasi di kalangan
kampus.

Negara juga masih tidak belajar tentang makna kebangkitan yang hakiki dalam ranah
pendidikan. Bahwasanya kebangkitan peradaban manusia tidaklah bergantung pada
kemajuan teknologi dan pengetahuan, namun tergantung kepada kualitas dari generasi
penerus itu sendiri. Jika generasi penerusnya saja dirusak oleh paham Sekuler dan Liberal,
mau sebanyak apapun lulusan yang dihasilkan hanya akan membawa kerusakan. Negara
kita mungkin terlalu silau dengan kemajuan dunia barat hari ini, hingga tak menyadari krisis
generasi terbaik pun semakin menggerogoti negri-negri barat hari ini diakibatkan aturan-
aturan hidup Kapitalisme yang mereka terapkan.

Hal ini sangat jauh berbeda dengan bagaimana Islam memandang terkait pendidikan dan
kebangkitan generasi. Islam yang adalah sebuah aturan sempurna bagi kehidupan,
menetapkan bahwa peran negara lah yang bertanggung jawab besar untuk memberikan
pendidikan yang terbaik bagi umat. Pendidikan yang diberikan pun, bukanlah pendidikan
yang mengarah pada capaia Materi seperti hari ini, melainkan pendidikan yang mengarah
pada pembentukan pribadi-pribadi muslim/ah yang terbaik, yang tidak hanya untuk
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun lebih dasar dari itu adalah menjadikan
umat sebagai orang-orang yang bertaqwa kepada pencipta manusia, Allah SWT.

Maka tidak heran, pada masa kegemilangannya, Islam mampu mencetak generasi-generasi
terbaik seperti Asy-Syafi’i, Al-Khawarizmi, Al-Ghazali, Al-biruni, dsb. Dimana mereka tidak
hanya berjasa dibidang ilmu pengetahuan dan penemuan, namun disamping itu sekaligus
menjadi seorang ulama yang memberikan kontribusi untuk agama Islam. Selain itu,
kontribusi yang mereka berikan untuk pengetahuan dan penemuan adalah untuk kebaikan
dan kesejahteraan masyarakat, sehingga sampai hari ini pun masih bisa merasakan
manfaat dan kebaikan dari apa yang dahulu para ilmuan dan cendikiawan muslim
kontribusikan. Berbeda kenyataan dengan hari ini dimana para ilmuan dan cendekiawan
hanya berfokus pada capaian materi semata, sehingga apa yang mereka ciptakan, lambat
laun membawa dampak negatif bagi manusia dan sekitarnya. Sebagaimana hari ini barat
dan seluruh ilmuan didunia berusaha mencari cara agar manusia tidak semakin kecanduan
akan teknologi seperti internet dan sosial media, karna sadar akan bahayanya. Ini
membuktikan hari ini,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan bukanlah demi kebaikan hajat hidup
manusia, namun hanya demi mendapatkan keuntungan materi semata.

Untuk itulah Islam hadir sebagai sebuah petunjuk hidup yang khas dan sempurna, yang
mengatur segala lini kehidupan manusia dengan rinci dan detail. Namun, sayangnya saat
ini, penerapan Islam masih jauh dari kata sempurna, bahkan manusia hari ini cenderung
tidak ingin diatur dengan Islam. Maka harusnya dari sini kita bisa belajar terkait gentingnya
kembali hidup dengan menerapkan aturan Islam secara Kaffah, tidak hanya demi
kemaslahatan yang kita dambakan, namun lebih dari itu, adalah sebagai konsekuensi
keimanan kita kepada Allah SWT beserta seluruh Syariat-syariat-Nya.

Anda mungkin juga menyukai