PT Kertas Luces
PT Kertas Luces
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
memadai sehingga banyak kendala dalam persaingan bisnis global. BUMN belum
mampu menghasilkan laba yang tinggi bagi perusahaan dan belum sepenuhnya
menghasilkan barang dan atau jasa yang berkualitas tinggi dengan modal
PT. Kertas Leces merupakan BUMN kertas tertua kedua setelah pabrik
kertas Padalarang yang beroperasi mulai tahun 1940. Pabrik yang berlokasi di
tulis cetak dengan bahan baku kertas bekas dan ampas tebu dengan
SPBU, unit angkutan darat serta unit pendidikan dari jenjang pendidikan taman
Kondisi perekonomian global saat ini masih pada fase yang penuh dengan
ketidak pastian. Krisis ekonomi global 2009 lalu membawa dampak pada
negara. Hal ini berdampak pada permintaan barang ekspor domestik yang
perusahaan, baik berskala besar maupun kecil harus bisa menyesuaikan diri
Kertas Leces mengalami kerugian dari tahun 2005 hingga tahun 2013. Perseroan
sempat mencatat laba sebesarRp. 9 miliar pada tahun 2012, namun tidak cukup
menutup kerugian pada tahun 2006 sebesar Rp. 145,277 miliar. Direkur Kertas
bahan baku hutan industri terus menipis akibat diraup oleh pesaing kertas
lainnya. PT. Kertas Leces Persero terhitungpada bulan Juni, 2010 telah berhenti
yang akan terjadi dalam situsi genting sehingga perusahaan harus tetap survive
dalam menghadapi tantangan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan
(Dessler, 2003). Salah satu strategi yang dilakukan oleh manajemen SDM adalah
perusahaan agar tetap bertahan dalam menghadapi suatu krisis (Hartoyo, 2009).
suatu usaha untuk memberantas pemborosan bahan dan tenaga kerja maupun
dalam wujud pemutusan hubungan kerja atau yang dikenal dengan PHK. Kasus
PHK yang terjadi merupakan salah satu dampak dari kondisi kehidupan politik
PT. Kertas Leces dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada
membayar kewajiban gaji kepada karyawan. Hal ini terbukti sejak saat itu proses
Pemutusan hubungan kerja massal yang dilakukan pada 1700 karyawan lebih ini
bisa memberikan kepastian jangka waktu pelunasan hak normatif karyawan yang
pada 2 desember 2014. Pada saat itu status mereka masih sebagai karyawan
perusahaan yang tidak dibayar gajinya. Subjek mengatakan bahwa sering terjadi
keuangan keluarga menjadi tersendat. Dari hasil wawancara awal tampak bahwa
ada rutinitas yang terganggu keseimbangannya sejak gaji tidak dibayar. Ribuan
tenaga kerja mantan perusahaan milik negara ini sedang dihadapkan pada
tanggal 30 Juni 2015 sedangkan gaji yang belum diterima oleh mereka terhitung
sejak bulan Juni 2013. Kertas Leces tidak mampu memenuhi hak karyawannya
hampir tiga puluh bulan. Pihak perusahaan juga melakukan pemutusan hubungan
kerja massal tanpa pesangon. Sungguh ironis jika BUMN sebagai hak milik
negara belum mampu memberikan hak karyawan selama hampir tiga tahun
terakhir ini. Belasan mantan karyawan PT. Kertas Leces melakukan aksi protes
karyawan yang di PHK (Wardhana, 2015). Hal ini dilakukan sebagai wujud protes
mengalami pemutusan hubungan kerja ini tidak semua sama. Banyak individu
yang gagal mamaknai status pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal negatif
memicu matinya tempat kerja dan pengurangan karyawan dalam jumlah besar
orang menganggur di Amerika Serikat pada tahun 1994. Dari mereka 8 juta
orang, antara lima puluh dan enam puluh lima persen dari mereka yang
diperkirakan mencapai 72.000 orang dan diperkirakan akan terus bertambah tiap
tahunnya.
Sejalan dengan itu, Seligman (2002) mengatakan bahwa individu yang bekerja
akan mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-orang di
lingkungannya. Individu yang bekerja selain mendapatkan upah, mereka merasa
dapat mengembangkan diri yang akan meningkatkan penghargaan pada dirinya.
Sementara Morin (2004) mendefinisikan bahwa seseorang akan memaknai kerja
sebagai kecenderungan dalam mencapai tujuan yang akan mempengaruhi
perilaku dan kerangka berpikirnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bekerja
merupakan sebuah rutinitas yang bermakna bagi seseorang untuk mendapatkan
penghasilan sehingga dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu pemenuhan
kebutuhan dan penghargaan diri. Bagaimana dengan individu yang harus
berhenti bekerja karena pemutusan hubungan kerja yang tidak direncanakan
sebelumnya?
lambat akan berakhir, namun dari penelitian DeFrank dan Ivancevich (1986)
pemutusan hubungan kerja yang terencana atau tidak terncana memiliki dampak
kehilangan penghasilan yang mereka peroleh dalam bentuk gaji atau upah.
kerja. Selain itu Bennet, Martin, Bies, & Brockner (1995) menemukan bahwa
terisolasi sosial akibat dampak negatif pemutusan hubungan kerja ini. Efek
psikologis yang bervariasi ini mengakibatkan kepercayaan diri dan harga diri yang
hubungan kerja massal. PHK massal meninggalkan hutang pada karyawan atas
tunggakan gaji dan pesangon yang belum dibayar. Bahkan rekan kerja subjek
harus terlibat hutang pada rentenir untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
masa pensiun akan cenderung membuat individu merasa kurang puas akan
karirnya selama ini. Demikian Latack dan Dozier (1986) mengatakan bahwa
kerja seseorang dapat dicapai. Beberapa efek negatif dari kehilangan pekerjaan
Tersendatnya biaya kuliah anak sulung dan si bungsu masih menduduki bangku
sekolah sering memicu pertengkaran dengan sang istri. Subjek merasa pesimis
tetangganya sebagai buruh cuci pakaian. Penelitian Leana dan Ivancevich (1987)
berpengaruh pada kesejahteraan fisik dan emosional tetapi juga berdampak pada
yang tinggi sering ditemukan karena efek menganggur yang terlalu lama. Individu
konsekuensi yang terkait stres bagi individu, termasuk depresi, kecemasan, dan
pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal yang positif untuk pertumbuhan karir
selanjutnya.
Demikian juga Latack dan Dozier (1986) mengatakan bahwa sebuah karir
psikologis. Karyawan yang memaknai pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal
positif dapat meningkatkan motivasi untuk mengembangkan karir baru yang lebih
baik dari sebelumnya dan kesempatan untuk meraih sukses secara psikologis.
Beberapa faktor yang memberikan efek positif atas kehilangan pekerjaan terdiri
dari faktor individu yang meliputi usia, pemahaman individu, tingkat kegiatan
bahwa dukungan dan bantuan dari keluarga dan rekan kerja berguna untuk
mengurangi stres akibat kehilangan pekerjaan dan mencari pekerjaan baru pasca
individu. Individu yang memaknai pemutusan hubungan kerja sebagai hal positif
dan tekanan yang berat pada individu ini dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade
& Fredrikson, 2004). Resiliensi merupakan hal penting pada individu yang
dihadapkan pada situasi yang terdesak dan sulit. Individu resilienmampu merubah
yang memiliki resiliensi tinggi akan mengadopsi mekanisme pertahanan dari stres
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
9
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
agar tangguh dalam memaknai pemutusan hubungan kerja ini. Resiliensi
popular yang menarik untuk dikaji oleh beberapa praktisi. Hal ini dikarenakan
adanya asumsi bahwa setiap generasi yang muncul akan memiliki perbedaan
yang signifikan akan tujuan, ekspektasi dan nilai kerja (Cennamo & Gardner,
2008). Adanya asumsi ini, membuat peneliti meyakini bahwa setiap generasi
memiliki nilai yang unik yang membedakan dengan generasi lain. Konsep
yang dialami bersama tanpa memerlukan kedekatan mental atau fisik tertentu
generasi didasarkan atas belief bahwa setiap generasi memiliki sekumpulan nilai
dan sikap yang berbeda antar generasi (Parry & Urwin, 2011). Penelitian
terbentuk dari jalinan keturunan, lingkungan, dan situasi yang ada di sekitar
yang dialami oleh anggota generasi yang berbeda-beda (Howe & Strauss, 2007).
Adanya asumsi ini memberikan penjelasan bahwa adanya keterkaitan antara usia
dan pengalaman masa lalu yang dialami secara kolektif dapat membentuk
adanya hubungan positif antara usia dengan kepuasan kerja dan komitmen
pada cara pandang individu dalam menghadapi fenomena (Zemke, Raines, &
Filipczak, 2000).
fenomena yang tergolong baru karena banyak ditemukan gesekan antar generasi
di lingkungan kerja. Menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,
dan generasi Y merupakan tenaga kerja yang sering berpindah kerja sebesar
72% jika dibandingkan dengan generasi baby boomers sekitar 52% (Ephrillya,
2012). Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan dengan pihak serikat buruh
Kertas Leces, ditemukan bahwa mayoritas karyawan yang bekerja di PT. Kertas
Dinamika kehidupan yang begitu cepat pada era turbulensi ini akan begitu
juga dengan fenomena pemutusan hubungan kerja pada karyawan yang belum
terbayarkan gaji tiga tahun terakhir merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
dalam pembentukan preferensi nilai kerja yang dimiliki seseorang; karyawan yang
lebih tua lebih menganggap penting nilai kerja dari pada karyawan yang lebih
muda (Cherrington, Condie, & England, 1979; Vallerand, O‟Connor, & Hammel,
1995; Kanfer & Ackerman, 2004). Dari paparan sebelumnya membuat peneliti
merupakankelompok individu yang lahir antara tahun 1961 dan 1981 (Strauss &
memiliki tuntutan, harapan, nilai-nilai dan cara kerja yang cukup berbeda dari
generasi yang lain. Generasi X cenderung aman dengan stabilitas pekerjaan dan
karakteristik alami. Generasi X lebih mandiri, memiliki daya saing dan kerja sama
yang kuat dalam sebuah tim. Hal ini karena kehidupan kecil mereka dibesarkan
kerja belum banyak dikembangkan oleh para ahli. Konsep resiliensi yang ingin
diteliti oleh peneliti lebih menekankan bagaimana pola adaptasi positif dan
kerja secara tidak terencana.Dalam hal ini generasi X yang memasuki akhir masa
pensiun dihadapkan pada berbagai ancaman dan ketidak pastian terkait dengan
status sebagai karyawan PHK yang belum dibayar gaji (tiga tahun terakhir) dan
pesangonnya.
B. Fokus Penelitian
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
12
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Berdasarkan fenomena lapangan yang muncul, fokus dari
penelitian ini adalah menggali lebih dalam tentang resiliensi karyawan generasi X
sebagai pola adaptasi positif individu dalam menghadapi tekanan atas status
spesifik penelitian ini adalah mengetahui pola adaptasi positif individu dalam
tidak terencana dan ketidak pastian mengenai gaji (tiga tahun terakhir) dan
hubungan kerja dan ketidak pastian gaji (tiga tahun terakhir) dan pesangon yang
belum dibayar. Gambaran ini dapat dipergunakan oleh bagian manajemen Kertas
3. Peneliti selanjutnya,
Dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
meneliti fenomena resiliensi karyawan pada perusahaan pailit dan mungkin dapat
D. Keaslian Penelitian
dan penelituan yang didapatkan di luar Negeri. Keaslian penelitian ini meliputi tiga
hal. Keaslian penelitian pertama terletak pada setting tema penelitian yang
dilakukan oleh Saptoto (2009) yang meneliti dinamika psikologi resiliensi para
asisten dosen yang bekerja di PT BHMN (Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik
Resiliensi para asisten dosen didukung faktor lain yaitu keterlibatan akademis dan
oleh Muchlisah (2010) tentang Makna Kerja Bagi Karyawan yang pernah di PHK
di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna kerja bagi para
memaknai pekerjaan sebagai sebuah karir, simbol pengakuan sosial, dan sarana
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
14
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sosialisasi. Dinamika psikologi yang didapatkan menyangkut perasaan
negatif yang dirasakan ketika terjadinya PHK seperti: kaget, cemas, dan kecewa.
muncul. Hanya saja konsep generasi X selalu dikaitkan dengan motivasi dan nilai
kerja yang membedakan antar lintas generasi. Peneliti ingin mengkaji bagaimana
generasi