Anda di halaman 1dari 14

RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.

KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI


PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS )
SOFIA NURYANTI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di kancah perekonomian

Indonesia memegang peranan penting sebagai badan usaha maupun agen

pembangunan nasional yang bertujuan mencari profit. Sebagaimana ditegaskan

pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara. BUMN merupakan salah satu bentuk nyata implementasi Pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945. Pada praktiknya kinerja BUMN dinilai belum

memadai sehingga banyak kendala dalam persaingan bisnis global. BUMN belum

mampu menghasilkan laba yang tinggi bagi perusahaan dan belum sepenuhnya

menghasilkan barang dan atau jasa yang berkualitas tinggi dengan modal

terjangkau. Hal ini mengakibatkan BUMN belum sepenuhnya mampu

menjalankan fungsi sebagai pelopor maupun penyeimbang perusahaan swasta

besar (Safitri, 2012).

PT. Kertas Leces merupakan BUMN kertas tertua kedua setelah pabrik

kertas Padalarang yang beroperasi mulai tahun 1940. Pabrik yang berlokasi di

Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur ini memproduksi kertas

tulis cetak dengan bahan baku kertas bekas dan ampas tebu dengan

menggunakan proses soda. Kertas Leces memiliki beberapa anak perusahaan

yang beroperasi di bidang percetakan, converting tissue napkin, mini market,


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
2
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
1

SPBU, unit angkutan darat serta unit pendidikan dari jenjang pendidikan taman

kanak-kanak sampai dengan jenjang pendidikan diploma (Kauler, 2015).

Kondisi perekonomian global saat ini masih pada fase yang penuh dengan

ketidak pastian. Krisis ekonomi global 2009 lalu membawa dampak pada

perekonomian Indonesia yang ditandai dengan semakin melemahnya pendapatan

negara. Hal ini berdampak pada permintaan barang ekspor domestik yang

menurun. Di sisi lain menurunnya volume keuangan tersebut membawa dampak

pada perusahaan besar terancam bangkrut dan pengangguran dunia semakin

meningkat tajam (Kemenkeu, 2015).

Pada kenyataannya perusahaan tidak selalu menunjukkan

perkembangan dan peningkatan profit dalam operasional perusahaan. Setiap

perusahaan, baik berskala besar maupun kecil harus bisa menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan sangat cepat.

Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan akan

mampu bertahan sedangkan perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan

perubahan lingkungan akan mengalami kemunduran (Robbins, 2005).

Kertas Leces mengalami kerugian dari tahun 2005 hingga tahun 2013. Perseroan

sempat mencatat laba sebesarRp. 9 miliar pada tahun 2012, namun tidak cukup

menutup kerugian pada tahun 2006 sebesar Rp. 145,277 miliar. Direkur Kertas

Leces, Budi Kusmawoto mengatakanbahwa Kertas Leces tidak memiliki hutan

industri sehingga operasional perusahaan sangat bergantung pada harga bahan

baku dari pasar yang diatur oleh pemain berskala

besar(Pratama, 2014). Di sisi lain kapasitas produksi terus meningkat sedangkan

bahan baku hutan industri terus menipis akibat diraup oleh pesaing kertas

lainnya. PT. Kertas Leces Persero terhitungpada bulan Juni, 2010 telah berhenti

beroperasi sejak Perusahaan Gas Negara (PGN) menghentikan pasokan gasnya


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
3
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
karena Kertas Leces sedang terpuruk hutang sebesar Rp.41 miliar. Hal ini

menyebabkan dua ribu karyawan menganggur tidak digaji (Nurmayanti, 2013).

Manajemen SDM harus mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan

yang akan terjadi dalam situsi genting sehingga perusahaan harus tetap survive

dalam menghadapi tantangan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan

(Dessler, 2003). Salah satu strategi yang dilakukan oleh manajemen SDM adalah

dengan efisiensi karyawan. Efisiensi merupakan salah strategi yang dilakukan

perusahaan agar tetap bertahan dalam menghadapi suatu krisis (Hartoyo, 2009).

Definisi efisiensi sendiri adalah ukuran perbandingan antara penggunaan

masukan dengan penggunaan sebenarnya(Hasibuan, 2000). Efisiensi merupakan

suatu usaha untuk memberantas pemborosan bahan dan tenaga kerja maupun

gejala-gejala yang merugikan. Efisiensi yang dilakukan perusahaan kebanyakan

dalam wujud pemutusan hubungan kerja atau yang dikenal dengan PHK. Kasus

PHK yang terjadi merupakan salah satu dampak dari kondisi kehidupan politik

yang mulai goyah yang disusul dengan marutnya kondisi perekonomian

(Wahyuni, 2009). Definisi PHK sendiri menurut Undangundang Nomor 13 tahun

2003 tentang ketenagakerjaan adalah pengakhiran hubungan kerja antara

pekerja atau karyawan dengan pengusaha yang dapat menyebabkan berakhirnya

hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (Ernawati, 2009).

PT. Kertas Leces dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada

24 Agustus 2014 (Wardhana, 2015). Pailit merupakan suatu keadaan dimana

debitur tidak mampu melakukan pembayaran terhadap utang-utang dari para

krediturnya (Rivai, 2004). Adanya kesulitan tersebut, perusahaan juga

mengalami masalah dalam operasional perusahaan dan cenderung tidak bisa

membayar kewajiban gaji kepada karyawan. Hal ini terbukti sejak saat itu proses

produksi Kertas Leces terhenti dan kesulitan mencairkan hak karyawan.

Pemutusan hubungan kerja massal yang dilakukan pada 1700 karyawan lebih ini

masih meninggalkan tunggakan gaji dan tunjangan pendidikan selama hampir


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
4
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tiga tahun sebesar Rp. 56 miliar. Sedangkan pihak perusahaan belum

bisa memberikan kepastian jangka waktu pelunasan hak normatif karyawan yang

belum dibayar (Wardhana, 2015).

Peneliti melakukan wawancara pada salah satu subjek SP generasi X

pada 2 desember 2014. Pada saat itu status mereka masih sebagai karyawan

perusahaan yang tidak dibayar gajinya. Subjek mengatakan bahwa sering terjadi

pertengkaran dengan sang istri karena kebutuhan rumah tangga yang

terbengkalaiselama gaji belum dibayar. Menurut subjek, biaya sekolah anak

menjadi terhambat karena penghasilan yang digunakan sebagai operasional

keuangan keluarga menjadi tersendat. Dari hasil wawancara awal tampak bahwa

ada rutinitas yang terganggu keseimbangannya sejak gaji tidak dibayar. Ribuan

tenaga kerja mantan perusahaan milik negara ini sedang dihadapkan pada

kekhawatiran yang mengganggu stabilitas yang berefek ke sektor hidup lain.

Karyawan menerima surat keputusan pemutusan hubungan kerja pada

tanggal 30 Juni 2015 sedangkan gaji yang belum diterima oleh mereka terhitung

sejak bulan Juni 2013. Kertas Leces tidak mampu memenuhi hak karyawannya

hampir tiga puluh bulan. Pihak perusahaan juga melakukan pemutusan hubungan

kerja massal tanpa pesangon. Sungguh ironis jika BUMN sebagai hak milik

negara belum mampu memberikan hak karyawan selama hampir tiga tahun

terakhir ini. Belasan mantan karyawan PT. Kertas Leces melakukan aksi protes

pada Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementrian

BUMN pada tanggal 14 september 2015 di Jakarta untuk menagih hak-hak

karyawan yang di PHK (Wardhana, 2015). Hal ini dilakukan sebagai wujud protes

atas tidak terpenuhinya hak normatif karyawanPemaknaan semua karyawan yang

mengalami pemutusan hubungan kerja ini tidak semua sama. Banyak individu

yang gagal mamaknai status pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal negatif

yang mengubah dunia dalam perspektif yang sempit.


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
5
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pengangguran merupakan salah satu masalah serius dalam

perekonomian dunia. Pada perekonomian modern, kehilangan pekerjaan dapat

memicu matinya tempat kerja dan pengurangan karyawan dalam jumlah besar

yang belum pernah terpikirkan oleh mereka sebelumnya untuk kehilangan

pekerjaan sebelum masa pensiun (Price, Friedland, & Vinokur, 1998).Menurut

laporan Organization for Economic Cooperation and Development sekitar 8 juta

orang menganggur di Amerika Serikat pada tahun 1994. Dari mereka 8 juta

orang, antara lima puluh dan enam puluh lima persen dari mereka yang

menganggur disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (U.S.Department of

Labor, 1995). Demikian pula, Wahyuni (2009) mencatat angka Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia sampai pertengahan tahun 2009

diperkirakan mencapai 72.000 orang dan diperkirakan akan terus bertambah tiap

tahunnya.

Frankl (1984) memaparkan bekerja sebagai aktivitas bermakna bagi

seseorang untuk mencapai tujuan yang lebih luas dalam kehidupannya.

Seseorang akan melihat sebuah pekerjaan sebagai sarana untuk menghasilkan

penghasilan yang lebih besar sehingga akan meningkatkan kesejahteraan hidup.

Sejalan dengan itu, Seligman (2002) mengatakan bahwa individu yang bekerja
akan mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-orang di
lingkungannya. Individu yang bekerja selain mendapatkan upah, mereka merasa
dapat mengembangkan diri yang akan meningkatkan penghargaan pada dirinya.
Sementara Morin (2004) mendefinisikan bahwa seseorang akan memaknai kerja
sebagai kecenderungan dalam mencapai tujuan yang akan mempengaruhi
perilaku dan kerangka berpikirnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bekerja
merupakan sebuah rutinitas yang bermakna bagi seseorang untuk mendapatkan
penghasilan sehingga dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu pemenuhan
kebutuhan dan penghargaan diri. Bagaimana dengan individu yang harus
berhenti bekerja karena pemutusan hubungan kerja yang tidak direncanakan
sebelumnya?

Meskipun hubungan kerja antara karyawan dan pengusaha cepat atau

lambat akan berakhir, namun dari penelitian DeFrank dan Ivancevich (1986)

pemutusan hubungan kerja yang terencana atau tidak terncana memiliki dampak

pada kondisi psikologis para karyawan korban PHK sehingga mempengaruhi


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
6
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kesejahteraan karyawannya. Individu yang kehilangan pekerjaan akan

kehilangan penghasilan yang mereka peroleh dalam bentuk gaji atau upah.

Individu akan mempersepsikan kehilangan pekerjaan tersebut tergantung pada

tingkat keterlibatan dengan pekerjaan mereka. Selain itu mereka merasa

kehilangan teman-teman yang merupakan rekan kerja seperjuangan di tempat

kerja. Selain itu Bennet, Martin, Bies, & Brockner (1995) menemukan bahwa

kebanyakan karyawan mengalami perasaan kecewa, pesismis dan merasa

terisolasi sosial akibat dampak negatif pemutusan hubungan kerja ini. Efek

psikologis yang bervariasi ini mengakibatkan kepercayaan diri dan harga diri yang

berkurang. O'Brien dan Kabanoff (1979) menambahkan bahwa individu yang

tidak mempunyai penghasilan cenderung kurang memperhatikan kesehatan

fisiknya karena alokasi dana kesehatan berkurang. Mayoritas mereka mengalami

gangguan kesehatan akibat stres oleh pemutusan hubungan kerja ini.

Wawancara dilakukan kembali pada subjek SP generasi X setelah

menerima SK pemutusan kerja pada 17 Oktober 2015. Subjek mengatakan

bahwa ada kekecewaan atas tindakan perusahaan yang melakukan pemutusan

hubungan kerja massal. PHK massal meninggalkan hutang pada karyawan atas

tunggakan gaji dan pesangon yang belum dibayar. Bahkan rekan kerja subjek

harus terlibat hutang pada rentenir untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan

biaya sekolah anak. Subjek menginginkan terpenuhinya hak mereka sebagai

modal untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Pemutusan hubungan sebelum

masa pensiun akan cenderung membuat individu merasa kurang puas akan

karirnya selama ini. Demikian Latack dan Dozier (1986) mengatakan bahwa

kehilangan pekerjaan dapat menghilangkan arena dimana keberhasilan peran

kerja seseorang dapat dicapai. Beberapa efek negatif dari kehilangan pekerjaan

termasuk stres, kecemasan, depresi, rendah diri, dan berkurangnya kepuasan

hidup. Kehilangan pekerjaan dapat mengakibatkan ketidakpastian, komitmen

rendah, dan sinisme yang bisa terbawa ke pekerjaan berikutnya.


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
7
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Peneliti menggali lagi lebih dalam akan dampak yang dirasakan akibat

pemutusan hubungan kerja pada 18 oktober 2015. Subjek mengutarakan bahwa

dia sering mengalami sakit migren setelah pemutusan hubungan kerja.

Tersendatnya biaya kuliah anak sulung dan si bungsu masih menduduki bangku

sekolah sering memicu pertengkaran dengan sang istri. Subjek merasa pesimis

tidak mampu membiayai kuliah anak bungsunya. Bahkan subjek juga

menceritakan bahwa istri rekan kerjanya rela meminta pekerjaan kepada

tetangganya sebagai buruh cuci pakaian. Penelitian Leana dan Ivancevich (1987)

menjelaskan bahwa pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja tidak hanya

berpengaruh pada kesejahteraan fisik dan emosional tetapi juga berdampak pada

struktur hubungan keluarga. Insiden perceraian dan kekerasan rumah tangga

yang tinggi sering ditemukan karena efek menganggur yang terlalu lama. Individu

yang berstatus sebagai pencari nafkah harus kehilangan pendapatan sehingga

berdampak pada perekonomian keluarga.

Temuan Wanberg (2012) menyatakan bahwa pengangguran akibat

pemutusan hubungan kerja yang terjadi di masyarakat berdampak pada

kesehatan fisik dan psikologis. Pengangguran dapat mengakibatkan berbagai

konsekuensi yang terkait stres bagi individu, termasuk depresi, kecemasan, dan

penyakit fisik.Pengangguran dan kesehatan psikologis dapat berefek pada emosi

dan keadaan mental individu, kemampuan untuk berfungsi di masyarakat dan

kapasitas dalam memenuhi tuntutan hidup sehari-hari. Ditambahkan oleh Korpi

(2001) bahwa pengangguran yang dialami oleh individu akan mempengaruhi

kesehatan fisik karena ketidakmampuan individu dalam pemeliharan kesehatan

seperti membeli makanan sehat dan pelayanan kesehatan.

Selanjutnya Mallinckrodt dan Fretz (1988) melaporkan bahwa kekhawatiran

keuangan dan kurangnya dukungan sosial diprediksi dapat meningkatkan stres

pada individu yang kehilangan pekerjaan.

Kehilangan pekerjaan bagi seseorang biasanya dianggap sebagai


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
8
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
peristiwa negatif tetapi setelah periode waktu tertentu pengalaman

kehilangan pekerjaan dapat dilihat secara positif (Hartley, 1980). Pemutusan

hubungan kerja merupakan kesempatan untuk menghapus diri dari pekerjaan

yang tidak memuaskan serta dapat mempromosikan pertumbuhan karir. Individu

yang menganggap pekerjaan lama kurang menantang akan mempersepsikan

pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal yang positif untuk pertumbuhan karir

selanjutnya.

Demikian juga Latack dan Dozier (1986) mengatakan bahwa sebuah karir

menyediakan ruang bagi seseorang untuk pertumbuhan dan keberhasilan

psikologis. Karyawan yang memaknai pemutusan hubungan kerja ini sebagai hal

positif dapat meningkatkan motivasi untuk mengembangkan karir baru yang lebih

baik dari sebelumnya dan kesempatan untuk meraih sukses secara psikologis.

Beberapa faktor yang memberikan efek positif atas kehilangan pekerjaan terdiri

dari faktor individu yang meliputi usia, pemahaman individu, tingkat kegiatan

setelah kehilangan pekerjaan dan faktor lingkungan yang meliputi dukungan

sosial, ketersediaan sumberdaya keuangan. Sparks (1987) juga melaporkan

bahwa dukungan dan bantuan dari keluarga dan rekan kerja berguna untuk

mengurangi stres akibat kehilangan pekerjaan dan mencari pekerjaan baru pasca

pemutusan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja akan membawa dampak berbeda-beda bagi

individu. Individu yang memaknai pemutusan hubungan kerja sebagai hal positif

akan mampu bangkit dari kemalangan dan melanjutkan kehidupan selanjutnya.

Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa oleh situasi kemalangan

dan tekanan yang berat pada individu ini dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade

& Fredrikson, 2004). Resiliensi merupakan hal penting pada individu yang

dihadapkan pada situasi yang terdesak dan sulit. Individu resilienmampu merubah

mindset dalam memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Orang

yang memiliki resiliensi tinggi akan mengadopsi mekanisme pertahanan dari stres
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
9
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
agar tangguh dalam memaknai pemutusan hubungan kerja ini. Resiliensi

dapat berguna bagi ketahanan mental seseorang dalam menghadapi masa

pengangguran yang terlalu lama (Kinicki, 1989).

Topik keberagaman generasional dalam lingkungan kerja menjadi tren

popular yang menarik untuk dikaji oleh beberapa praktisi. Hal ini dikarenakan

adanya asumsi bahwa setiap generasi yang muncul akan memiliki perbedaan

yang signifikan akan tujuan, ekspektasi dan nilai kerja (Cennamo & Gardner,

2008). Adanya asumsi ini, membuat peneliti meyakini bahwa setiap generasi

memiliki nilai yang unik yang membedakan dengan generasi lain. Konsep

generasi ditemukan oleh Mannheim yang merupakan suatu konsep yang

menggambarkan kelompok yang terbentuk oleh suatu kedekatan lokasi sosial

yang dialami bersama tanpa memerlukan kedekatan mental atau fisik tertentu

(Strauss & Howe, 1991). Setiap anggotagenerasi yang berbeda mengalami

pengalaman dan peristiwa yang dialami bersamasehinggapengelompokan

generasi didasarkan atas belief bahwa setiap generasi memiliki sekumpulan nilai

dan sikap yang berbeda antar generasi (Parry & Urwin, 2011). Penelitian

fenomena generasi didasarkan pada budaya yang berkembang di Amerika,

namun penelitian menemukan kesamaan karakteristik generasional pada

berbagai negara yang berbeda karena mereka mengalami peristiwa traumatis

secara global. Adanya asumsi ini dapat menjelaskan konsep pembentukan

generasi secara global (Parry & Urwin, 2011).

Menurut Robbins (2005) kepribadian individu umumnya dianggap

terbentuk dari jalinan keturunan, lingkungan, dan situasi yang ada di sekitar

individu. Pernyataan ini sejalan dengan penjelasan bahwa batasan tahun

kelahiran digunakan untuk membedakan pengalaman historis dan sosial politik

yang dialami oleh anggota generasi yang berbeda-beda (Howe & Strauss, 2007).

Adanya asumsi ini memberikan penjelasan bahwa adanya keterkaitan antara usia

dan pengalaman masa lalu yang dialami secara kolektif dapat membentuk

pengaruh sikap dan perilaku kerja (Rhodes, 1983). Selanjutnya Rhodes


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
10
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menyatakan bahwa sebagian besar temuan penelitian menemukan

adanya hubungan positif antara usia dengan kepuasan kerja dan komitmen

organisasi serta hubungan negatif antara usia dengan perilaku turnover.Konsep

generasi yang dibedakan berdasarkan rentang usia akan memberikan implikasi

pada perbedaan cara pandang dan pengalaman hidup. Temuan-temuan ini

memberikan petunjuk mengenai perbedaan generasional memberikan pengaruh

pada cara pandang individu dalam menghadapi fenomena (Zemke, Raines, &

Filipczak, 2000).

Perbedaan generasi dalam dunia industri di Indonesia merupakan

fenomena yang tergolong baru karena banyak ditemukan gesekan antar generasi

di lingkungan kerja. Menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,

jumlah generasi baby boomers sebesar 52 juta, selanjutnya generasi X sebesar

35 juta sedangkan generasi Y sebesar 81 juta (Badan Pusat Statistik,

2010).Selain itu, berdasarkan hasil survey di Indonesia, ditemukan generasi X

dan generasi Y merupakan tenaga kerja yang sering berpindah kerja sebesar

72% jika dibandingkan dengan generasi baby boomers sekitar 52% (Ephrillya,

2012). Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan dengan pihak serikat buruh

Kertas Leces, ditemukan bahwa mayoritas karyawan yang bekerja di PT. Kertas

Leces berasal dari generasi X.

Dinamika kehidupan yang begitu cepat pada era turbulensi ini akan begitu

cepat pula mempengaruhi kehidupan masyarakat agregat di dalamnya. Demikian

juga dengan fenomena pemutusan hubungan kerja pada karyawan yang belum

terbayarkan gaji tiga tahun terakhir merupakan hal yang menarik untuk dikaji.

Dalam mendefinisikan resiliensi, individu perlu mempertimbangkan usia dan

kapasitas psikologis untuk mengembangkan perilaku dalam menghadapi

kesengsaraan (McCubbin, 2001). Pernyataan ini mendukung asumsi bahwa

perbedaan generasional memberikan pengaruh pada sikap dan cara pandang


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
11
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
individu karena tiap generasi memiliki karakteristik yang unik yang

membedakan satu sama lain (Glass, 2007).

Penelitian lain juga memberikan petunjuk bahwa usia berperan penting

dalam pembentukan preferensi nilai kerja yang dimiliki seseorang; karyawan yang

lebih tua lebih menganggap penting nilai kerja dari pada karyawan yang lebih

muda (Cherrington, Condie, & England, 1979; Vallerand, O‟Connor, & Hammel,

1995; Kanfer & Ackerman, 2004). Dari paparan sebelumnya membuat peneliti

mengerucutkan topik penelitian pada subjek generasi X yang

merupakankelompok individu yang lahir antara tahun 1961 dan 1981 (Strauss &

Howe, 1991). Sirias,Karp, dan Brotherton(2007) mengatakan bahwa generasi X

memiliki tuntutan, harapan, nilai-nilai dan cara kerja yang cukup berbeda dari

generasi yang lain. Generasi X cenderung aman dengan stabilitas pekerjaan dan

penghasilan mereka sehingga menerima ketidakstabilan pekerjaan sebagai

karakteristik alami. Generasi X lebih mandiri, memiliki daya saing dan kerja sama

yang kuat dalam sebuah tim. Hal ini karena kehidupan kecil mereka dibesarkan

pada keadaan keluarga yang kurang kondusif. Temuan-temuan di atas

mendukung prekusor peneliti bahwa generasi X lebih menganggap penting nilai

kerja dari pada generasi yang lebih muda.

Penelitian mengenai resiliensi karyawan yang mengalami pemutusan hubungan

kerja belum banyak dikembangkan oleh para ahli. Konsep resiliensi yang ingin

diteliti oleh peneliti lebih menekankan bagaimana pola adaptasi positif dan

strategi copingpada karyawan generasi X yang mengalami pemutusan hubungan

kerja secara tidak terencana.Dalam hal ini generasi X yang memasuki akhir masa

pensiun dihadapkan pada berbagai ancaman dan ketidak pastian terkait dengan

status sebagai karyawan PHK yang belum dibayar gaji (tiga tahun terakhir) dan

pesangonnya.

B. Fokus Penelitian
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
12
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Berdasarkan fenomena lapangan yang muncul, fokus dari

penelitian ini adalah menggali lebih dalam tentang resiliensi karyawan generasi X

yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Peneliti membatasi resiliensi

sebagai pola adaptasi positif individu dalam menghadapi tekanan atas status

pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada sektor perekonomian dan

berpengaruh pada aspek kehidupan lainnya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menggambarkan resilensi pada karyawan

generasi X dalam menghadapi status pemutusan hubungan kerja. Tujuan

spesifik penelitian ini adalah mengetahui pola adaptasi positif individu dalam

menghadapi pemutusan hubungan kerja sebagai strategi individu untuk bertahan

hidup. Manfaat penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah :

1. Bagi karyawan PHK generasi X yang menjadi responden penelitian.

Penelitian ini memberikan gambaran dan pemahaman kemampuan

resiliensi yang dimilikinya sebagai pola adaptasi positifdalam menghadapi

statusnya sebagai karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja secara

tidak terencana dan ketidak pastian mengenai gaji (tiga tahun terakhir) dan

pesangon yang belum terbayar.

2. Bagi manajemen perusahaan Kertas Leces,

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai dinamika psikologis resiliensi

karyawan generasi X yang mengalami pemutusan hubungan kerja beserta pola

adaptasi positif yang mereka hadapi dalam menghadapi status pemutusan

hubungan kerja dan ketidak pastian gaji (tiga tahun terakhir) dan pesangon yang

belum dibayar. Gambaran ini dapat dipergunakan oleh bagian manajemen Kertas

Leces untuk mengevaluasi kinerja perusahaan mengapa perusahaan pailit

sehingga membawa dampak pada kesejahteraan seluruh karyawan Kertas Leces.


RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
13
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Gambaran ini juga dapat digunakan sebagai masukan dan protes kepada

manajemen agar mereka memikirkan pelunasan uang tunggakan gaji dan

pesangon yang belum terbayar.

3. Peneliti selanjutnya,

Dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk

meneliti fenomena resiliensi karyawan pada perusahaan pailit dan mungkin dapat

diteruskan dengan topik resiliensi pada generasi yang berbeda.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai resiliensi cukup banyak ditemukan di penelitian Indonesia

dan penelituan yang didapatkan di luar Negeri. Keaslian penelitian ini meliputi tiga

hal. Keaslian penelitian pertama terletak pada setting tema penelitian yang

diangkat. Penelitian resiliensi dalam setting Psikologi Industri dan Organisasi

dilakukan oleh Saptoto (2009) yang meneliti dinamika psikologi resiliensi para

asisten dosen yang bekerja di PT BHMN (Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik

Negara). Hasil penelitian menunjukkan bahwa para asisten dosen melakukan

resiliensi dalam menghadapi ancaman ketidak pastian tentang struktur jabatan.

Resiliensi para asisten dosen didukung faktor lain yaitu keterlibatan akademis dan

pemberian kesempatan akademis sehingga menimbulkan komitmen organisasi

dalam diri asisten dosen.

Keaslian penelitian kedua terletak pada topik penelitian yang diangkat.

Penelitian resiliensi dengan topik pemutusan hubungan kerja pernah dilakukan

oleh Muchlisah (2010) tentang Makna Kerja Bagi Karyawan yang pernah di PHK

di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna kerja bagi para

karyawan yang pernah mengalami pemutusan hubungan kerja. Karyawan

memaknai pekerjaan sebagai sebuah karir, simbol pengakuan sosial, dan sarana
RESILIENSI KARYAWAN GENERASI X PT.KERTAS LECES PERSERO YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
( SEBUAH STUDI KASUS ) SOFIA
NURYANTI
14
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sosialisasi. Dinamika psikologi yang didapatkan menyangkut perasaan

negatif yang dirasakan ketika terjadinya PHK seperti: kaget, cemas, dan kecewa.

Keaslian penelitian ketiga terletak pada responden

yang digunakan.Generasi X merupakan fenomena yang telah lama

muncul. Hanya saja konsep generasi X selalu dikaitkan dengan motivasi dan nilai

kerja yang membedakan antar lintas generasi. Peneliti ingin mengkaji bagaimana

generasi

X menghadapi kemalangan akibat pemutusan hubungan kerja.

Anda mungkin juga menyukai