Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH STUDI KELAYAKAN BISNIS

PROGRAM CSR PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE

DOSEN PENGAJAR : JATMIKO

NAMA KELOMPOK :
1. ARI RATNA TRI FIANTI ( 20160101385 )
2. DITA FATSA S ( 20160101216 )
3. DEVY UTAMY ( 201511217 )
4. FELIX CHUANGSON ( 20160101417 )
5. MIMING AULIA PUTRI ( 20160101329 )
6. YUNIRA BALQIS ( 20160101346 )

TAHUN AJARAN 2019 – 2020

1
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENELITIAN
MANFAAT PENELITIAN
KERANGKA PERMIKIRAN
BAB II
PEMBAHASAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
MEDIA CSR
KERANGKA KONSEP
METODOLOGI PENELITIAN
BAB III
LAMPIRAN
KESIMPULAN
BAB IV
PENUTUP

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan sebutan
corporate social responsibility (CSR) di Indonesia kini tengah memasuki babak baru,
dimana corporate social responsibility bukan lagi menjadi sebuah tren atau formalitas
event sesaat. Lebih dari itu, corporate social responsibility merupakan komitmen
perusahaan yang menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan etika bisnis dan
praktik bisnis yang berkesinambungan (sustainable) secara ekonomi, sosial dan
lingkungan. Adanya kesadaran perusahaan akan dampak lingkungan yang ditinggalkan
dan orientasi pada keuntungan, menyebabkan perusahaan dan para pelaku bisnis
dituntut untuk lebih bertanggung jawab dan terlibat dalam penanggulangan masalah
kerusakan lingkungan hidup dan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Kondisi tersebut mempengaruhi kesadaran suatu perusahaan dan para pelaku bisnis akan
pentingnya melaksanakan corporate social responsibility.
Dengan dikukuhkannya UU no. 40 tahun 2007, kedudukan corporate social
responsibility sebagai salah satu kewajiban perusahaan semakin kuat. Meskipun tahun
2007 adalah tahun dimana corporate social responsibility baru mendapat kedudukan atas
dasar hukum, namun kegiatan dan aktivitas corporate social responsibility telah lama
dilakukan oleh sebagian perusahaan di Indonesia. Saidi dan Abidin dalam Edi Suharto
(2009) menujukkan bahwa terdapat 279 kegiatan corporate social responsibility dengan
jumlah dana Rp 115,3 M selama tahun 2004. Informasi tersebut dalam dilihat pada tabel
1.1. Dengan adanya legalitas kegiatan corporate social responsibility bagi perusahaan di
Indonesia, maka terjadi kemungkinan adanya peningkatan kegiatan corporate social
responsibility bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Tabel 1. 1 Kegiatan Corporate Social Responsibility Berdasarkan Jumlah
Kegiatan dan Dana
No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana
(Rupiah)
1 Langsung 113 (40.5%) 14.2 M
2 Yayasan Perusahaan 20 (7.2%) 20.7 M
3 Bermitra dengan Lembaga Sosial 114 (51.6%) 79 M

4 Konsorsium 2 (0.7%) 1.5 M


Jumlah Total 279 115.3 M

Sumber: Saidi dan Abidin dalam (Edi Suharto, 2009)

3
Ketetapan Undang-Undang tersebut kemudian mendorong banyak perusahaan untuk
menunjukkan eksistensinya melalui corporate social responsibility. Salah satu industri
yang menerapkan corporate social responsibility adalah industri asuransi. Industri
asuransi menempatkan corporate social responsibility sebagai sesuatu yang penting untuk
diperhatikan. Hal ini dikarenakan industri asuransi harus mempertimbangkan dampak
kehadirannya di masyarakat, yakni industri asuransi jiwa dalam beberapa tahun belakang
menunjukkan potensi yang positif dengan rata-rata pertumbuhan 20-30% dalam lima
tahun terakhir (Intana, 2013). Dengan masih sangat kecil presentase penduduk Indonesia
yang berasuransi, sehingga Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas untuk digarap
(Meryana, 2013). Keadaan politik dan ekonomi yang masih belum stabil di Indonesia,
menimbulkan kebutuhan rasa aman di masyarakat. Asuransi juga memiliki peran yang
besar dalam perekonomian di tiap negara, karena menyediakan lapangan pekerjaan,
adanya perlindungan bagi orang-orang dari kerugian ekonomi, dan memberikan
kesempatan untuk menabung dan investasi uang. Di sisi lain, industri asuransi merupakan
industri yang tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan dan pelayanan kepada pelanggan.
Oleh karena itu, hubungan perusahaan dan masyarakat pada akhirnya tidak berorientasi
pada keuntungan finansial semata, tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat
juga menjadi fokus perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Dengan adanya
corporate social responsibility, diharapkan dapat menjembatani perusahaan untuk
bersentuhan dan berkomunikasi langsung dengan stakeholders yang berdekatan dengan
bisnis perusahaan demi menjaga relasi yang baik.
Dalam membangun dan memelihara relasi sosial dengan stakeholders, para pelaku
corporate social responsibility tidak hanya bergantung pada media komunikasi
konvensional, melainkan juga pada berbagai saluran komunikasi yang baru.
Perkembangan informasi pada masyarakat ditemukan adanya kecenderungan konvergen
bahwa internet akan menjadi transportasi komunikasi utama pada abad ke-21, karena
memiliki potensi untuk menyediakan interaktifitas, menyediakan atau bahkan
menyesuaikan transportasi komunikasi dan untuk menawarkan sebuah platform untuk
dialog permanen sebagai pintu gerbang ke perusahaan (Ihlen, L. Barlett, & May, 2011).
Dengan terjangkaunya internet dan semakin tingginya mobilitas, media baru menjadi
channel yang diminati untuk berkomunikasi, hal ini dibuktikan dengan data statistik yang
mengungkapkan bahwa penetrasi internet yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut
survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang
dilakukan, penetrasi internet di Indonesia berangsur naik dari tahun ke tahun. Pada tahun
2010 hanya 42 juta, lalu meningkat pada tahun 2011 menjadi 55 juta, hingga mencapai 63
juta pada tahun 2012 atau penetrasinya 24,23 persen dari populasi Indonesia. Media baru

4
berkembang dari sekedar sarana informasi menjadi sarana interaksi. Seperti yang
dikemukakan oleh Capriotti, bahwa penetrasi internet yang berkembang sangat pesat
memiliki dampak yang besar dalam setiap aspek kehidupan dan telah merevolusi cara
manusia maupun suatu organisasi dalam berkomunikasi (Capriotti, 2009; Springston
2001).
Kehadiran media baru memberikan banyak manfaat kepada perusahaan, yaitu dengan
jangkauannya yang global, kecepatannya dalam mengirim pesan, tingginya tingkat
interaktivitas, dan biaya yang terjangkau. Bagi pelaku bisnis, perkembangan teknologi
informasi dan internet membuka peluang bisnis yang sangat besar. Media baru dengan
kekuatannya melahirkan alternatif baru bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan
aktifitas perusahaan secara lebih terbuka. Media baru telah digunakan oleh beberapa
perusahaan dan stakeholders sebagai platform yang sangat penting untuk menyediakan
atau untuk mengakses informasi dalam hal kinerja lingkungan, aktifitas sosial dan strategi
ekonomi atau isu-isu yang terkait dengan corporate social responsibility (Jonker, 2006).
Salah satu perusahaan yang memanfaatkan media baru dalam program corporate
social responsibility adalah PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia). Pada
bulan Oktober 2012, Prudential Indonesia secara resmi meluncurkan Cha-Ching Money
Smart Kids, yang merupakan suatu inisiatif sosial yang dikemas dalam bentuk financial
literacy (edukasi finansial) dasar bagi anakanak. Cha-Ching Money Smart Kids melalui
medium animasi musikal, merupakan inisiatif pertama di Indonesia bahkan di Asia yang
mengajarkan pentingnya pengaturan keuangan bagi anak-anak usia 7 – 12 tahun.
Pendekatan edutainment yang digunakan dalam Cha-Ching Money Smart Kids juga untuk
membangun pemahaman anak-anak akan empat pilar fundamental pengaturan
keuangan, yaitu memperoleh (earn), menyimpan (save), membelanjakan (spend) dan
menyumbangkan (donate).
Program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids didasarkan oleh
adanya kebutuhan yang semakin tinggi akan pengetahuan pengelolaan keuangan sejak
dini bagi anak-anak, seiring dengan tingginya tingkat persaingan baik di sekolah ataupun
di dunia kerja. Kondisi ini menuntut agar anak-anak Indonesia semakin terampil dalam
hal-hal mendasar seperti pengetahuan pengaturan keuangan yang baik. Kebutuhan akan
adanya financial literacy bagi anak-anak didukung oleh survei yang dilakukan oleh
Prudential di tujuh negara di Asia termasuk Indonesia tahun 2012, yaitu 61% dari orang
tua di Indonesia menyatakan bahwa mereka memiliki keahlian yang baik terhadap
pengelolaan keuangan, 92% seluruh orang tua di Indonesia menginginkan anaknya untuk
memiliki pengetahuan dalam mengatur keuangan yang baik. Sayangnya, hanya 8% dari
orang tua yang beranggapan bahwa anaknya memiliki pengetahuan dalam mengatur

5
keuangan. Angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan rata-rata negara di Asia, yaitu
sebesar 13%.
Mayoritas orang tua di Indonesia, menyatakan bahwa mereka ingin terlibat lebih jauh
dalam mendidik anak dalam mengatur keuangan mereka, karena mereka merasa hal ini
menjadi tanggung jawab orang tua. Memberikan edukasi finansial kepada anak-anak
tidaklah mudah, maka dibutuhkan sarana yang mampu menarik anak-anak agar mereka
tertarik memelajarinya. Salah satu media yang dapat menarik perhatian anak-anak adalah
media baru. Sarana edukasi dalam media baru juga didukung oleh para orang tua.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Prudential Indonesia, hampir seluruh orang tua,
yaitu sebanyak 95% mendukung adanya program edukasi mengenai pengaturan
keuangan dan lebih memilih televisi dan internet sebagai medium penyampaiannya
(Sumohandoyo, 2012). Dalam prakteknya, Prudential Indonesia memanfaatkan media
baru dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids sebagai
sarana financial literacy, yang meliputi website, dan social media, yaitu: YouTube,
Facebook Fans Page, dan Twitter.
Penelitian ini menarik karena program corporate social responsibility yang dilakukan
oleh Prudential Indonesia memanfaatkan media baru sebagai sarana financial literacy
dengan teknik yang berbeda. Sementara perusahaan lainnya merasa puas dengan
memanfaatkan media baru untuk menjalin komunikasi dengan stakeholders, sebagai
sarana komunikasi kegiatan perusahaan maupun sebagai ajang promosi perusahaan.
Prudential melakukan langkah lebih jauh dengan menyusun sebuah kampanye online
yang terintegrasi untuk memanfaatkan media baru dalam program corporate social
responsibility yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk
mengidentifikasi pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility
sebagai sarana financial literacy.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
“Bagaimana Prudential Indonesia memanfaatkan media baru dalam program corporate
social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids sebagai sarana financial literacy?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan
media baru dalam program corporate social responsibility ChaChing Money Smart Kids
Prudential Indonesia sebagai sarana financial literacy.

6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a. Dapat dijadikan bahan referensi bagi pihak-pihak terkait dengan topik penelitian
b. Memperkaya kajian di bidang Ilmu Komunikasi khususnya komunikasi strategis,
serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang berkenaan dengan
topik media baru dan corporate social responsibility.

2. Manfaat Non Akademis


a. Dapat menjadi acuan bagi pihak-pihak terkait untuk semakin memerbaiki setiap
kegiatan corporate social responsibility yang dijalankan.
b. Dapat memberikan cara-cara yang menarik dalam pemanfaatan media baru
dalam program corporate social responsibility.

E. Kerangka Pemikiran
Bahasan ini merupakan kerangka berpikir peneliti mengenai pemanfaatan media baru
dalam program corporate social responsibility sebagai sarana financial literacy. Dalam
penelitian ini terdapat beberapa kata kunci yang menjadi poin-poin penting dalam
kerangka pemikiran, diantaranya: corporate social responsibility, media baru dan media
baru sebagai sarana komunikasi program corporate social responsibility, yang akan
dijabarkan sebagai berikut:

7
BAB II
PEMBAHASAN

1. Corporate Social Responsibility


Konsep mengenai corporate social responsibility telah menjadi topik pembicaraan
sejak tahun 1950-an. Pada awalnya, konsep ini muncul di negaranegara yang memiliki
banyak perusahaan besar untuk menggulingkan kapitalis kolonialisme yang pada saat
itu mendominasi. Para aktivis sosial beranggapan bahwa produksi masal yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar perlahan akan mendominasi standar
kinerja bisnis dengan cara yang menyimpang. dan berimbas kepada masyarakat. Ketika
itu aktivitas corporate social responsibility lebih banyak bergerak dalam konteks
mengeruk keuntungan bagi perusahaan semata, dan lebih banyak lagi diwajibkan
untuk melakukan recovery terhadap lingkungan. Sehingga tanggung jawab sosial yang
diberikan oleh perusahaan terhadap komunitas yang ada di sekitarnya lebih banyak
bersifat charity (Solihin, 2008).
Pada era tahun 1970-an dan 1980-an, aktivitas corporate social responsibility oleh
perusahaan tidak fokus pada sebagian besar komunitas yang berada di wilayah
perusahaan, terutama komunitas lokal yang pola hidupnya jauh berbeda dengan
komunitas perusahaan (Solihin, 2008). Komunitas yang berada di sekitar perusahaan
tidak terlalu diperhatikan, terutama aspek yang hanya menguntungkan perusahaan.
Sedangkan segala hal yang berkenaan dengan kerugian perusahaan, baik dalam segi
kehilangan barang maupun kriminalitas di daerah pemukiman karyawan, banyak
ditimpakan ke komunitas lokal. Perkembangan selanjutnya yaitu pada era 1990-an,
corporate social responsibility sampai dengan sekarang menunjukkan adanya
kepedulian terhadap komunitas sekitarnya. Hal ini banyak disebabkan oleh adanya
tekanan komunitas sekitar perusahaan yang turut serta dalam proses kebijakan
perusahaan. Perusahaan diwajibkan untuk turut mengikuti perkembangan sosial
komunitas sosial.
Konsep corporate social responsibility pada masa sekarang telah mengalami
perubahan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya pandangan yang
beranggapan bahwa salah satu keberhasilan perusahaan ditentukan oleh adanya
perhatian perusahaan terhadap lingkungan. Dengan kata lain, keberhasilan suatu
perusahaan dapat dilihat dari bagaimana perusahaan mengelola corporate social
responsibility terhadap komunitas di sekitar daerah operasional dan publik pada
umumnya, tidak semata-mata dari segi meraih keuntungan. Hal ini didukung oleh

8
pandangan Kotler dan Nancy Lee, yaitu semula corporate social responsibility
dilaksanakan dalam rangka pendekatan tradisional, yaitu dimana implementasi
corporate social responsibility dianggap sebagai beban belaka, kini sudah timbul
kesadaran di mana pelaksanaan corporate social responsibility merupakan bagian yang
menyatu dalam strategi bisnis suatu korporasi (Kotler & Lee, 2005).
Pendekatan perusahaan mengenai corporate social responsibility kemudian
bergeser menjadi bagian filantropi perusahaan. Hal ini dikemukakan oleh Kotler dan
Lee (2005), yaitu adanya pergeseran tersebut adalah untuk membuat komitmen
jangka panjang untuk masalah-masalah sosial tertentu dan inisiatif menyediakan lebih
dari kontribusi tunai, sumber dana dari bisnis unir serta anggaran filantropis,
membentuk aliasi startegis, dan melakukan semua ini dengan cara yang bertujuan
untuk kemajuan bisnis. Kotler dan Lee kemudian membagi pergeseran pendekatan
corporate social responsibility menjadi dua, yaitu:
a. The Traditional Approach: Fulfilling an Obligation
Fulfilling an Obligation merupakan pendekatan tradisional dimana perusahaan akan
menyalurkan dana sebanyak mungkin, semata-mata untuk mencerminkan persepsi
bahwa perusahaan telah memuaskan kelompok-kelompok marjinal. Tujuanya adalah
untuk membuat publik percaya bahwa sesuatu yang baik telah terjadi.
b. The New Approach: Supporting Corporate Objectives as Well
Supporting Corporate Objectives as Well fokus pada berbuat baik dan berbuat baik,
yakni perusahaan mengembangkan dan melaksanakan program corporate social
responsibility untuk melakukan hal yang terbaik bagi kepentingan masyarakat.
Ditambah lagi bagi para manajer untuk membuat komitmen jangka panjang, seperti
dukungan teknologi, akses pelayanan, dan sumbangan peralatan pensiun. Perusahaan
juga perlu memperhatikan beberapa hal yang mendukung perusahaan, diantaranya
komunikasi perusahaan, sumber daya manusia dan hubungan masyarakat.
Pernyataan tersebut kemudian membuktikan bahwa pembangunan masyarakat
yang telah terjadi bertahun-tahun merupakan aktivitas filantropis bagi perusahaan.
Artinya, aktivitas tersebut jauh dari tujuan bisnis, bukan merupakan aspek
fundamental dalam perusahaan. Kemudian pandangan tersebut beralih bahwa minat
konsumen kini bergeser pada kepedulian sosial dan lingkungan. Minat konsumen ini
kemudian menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan. Pernyataan Carly Fiorina
menambah bukti mengenai pergeseran minat konsumen yang beralih kepada program
corporate social responsibility. Dengan demikian, aktivitas corporate social
responsibility menjadi bagian penting dalam perusahaan.

9
Pada umumnya sistem pelaksanaan program corporate social responsibility dapat
berbeda tiap jenisnya antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain,
tergantung nilai-nilai yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti akan melihat jenis-jenis program corporate social
responsibility yang dipetakan oleh Siegel dan Wright (dalam McWilliams, S, & Wright,
2006), yaitu persuasif dan informatif. Komunikasi persuasif merupakan upaya
corporate social responsibility untuk secara positif memengaruhi audiens terhadap
program corporate social responsibility yang diselenggarakan. Sedangkan informatif
merupakan perusahaan hanya memberikan informasi mengenai corporate social
responsibility perusahaan. Jenis-jenis program corporate social responsibility tersebut
kemudian dapat menentukan media komunikasi yang digunakan perusahaan untuk
mengkomunikasikan program corporate social responsibility yang akan dilakukan.
Komitmen dan program corporate social responsibility pada perusahaan umumnya
berusaha untuk menyesuaikan beberapa bagian dari perilaku perusahaan, dalam kasus
ini Prudential Indonesia merupakan industri yang bergerak dalam bidang financial,
maka salah satu program corporate social responsibility bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang melek akan pengelolaan keuangan (financial literacy). Berikut sekilas
mengenai pembelajaran financial literacy:
a. Pengertian Financial Literacy
Ilmu mengenai keuangan merupakan sebuah ilmu yang dinamis dan praktiknya
melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ilmu ini mutlak diperlukan
setiap orang agar dapat secara optimal menggunakan instrumen-instrumen serta
produk-produk finansial yang ada serta dapat membuat keputusan keuangan yang
tepat, dengan kata lain setiap orang harus memiliki financial literacy yang memadai.
Menurut Lusardi (2008), financial literacy adalah knowledge of basic financial
concepts, such as the working of interest compounding, the difference between
nominal and real values and the basic of the risk diversivication.
U.S Financial Literacy and Education Commision (2007), mendefinisikan financial
literacy adalah “...the ability to use knowledge and skills to manage financial resources
effectively for a lifetime of financial well-being”.
Dari definisi tersebut, dengan kata lain financial literacy adalah pengetahuan
mengenai konsep-konsep dasar keuangan, termasuk diantaranya pengetahuan
mengenai bunga majemuk, perbedaan nilai nominal dan nilai riil, pengetahuan dasar
mengenai diversifikasi risiko, nilai waktu dari uang dan lain-lain untuk membuat
keputusan yang efektif mengenai keuangan demi kesejahteraan finansial.

10
b. Aspek dalam Financial Literacy
Financial literacy menurut Mandell dan Klein (2007) mencakup beberapa aspek
dalam keuangan, yaitu pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal
finance), manajemen uang (money management), manajemen kredit dan utan (credit
and debt management), tabungan dan investasi (saving and investment), serta
manajemen risiko (risk management).
1. Pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal finance)
Pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi mencakup pemahaman
terhadap beberapa hal-hal yang paling dasar dalam sistem keuangan, seperti
perhitungan tingkat bunga sederhana, bunga majemuk, pengaruh inflasi, oportunity
cost, dan lain-lain.
2. Manajemen uang
Aspek ini mencakup bagaimana seseorang mengelola uang yang dimilikinya
serta kemampuan menganalisis sumber pendapatan pribadinya. Manajemen uang
juga terkait dengan bagaimana seseorang membuat prioritas penggunaan dasar
serta membuat anggaran.
3. Manajemen Kredit dan Utang
Ada kalanya seseorang mengalami kekurangan dana sehingga harus
memanfaatkan kredit maupun utang. Semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan
hidup mengakibatkan tidak semua pengeluaran dapat lagi dibiayai dengan
pencapatan, seperti rumah, kendaraan dan biaya pendidikan. Menggunakan kredit
maupun utang dapat menjadi pertimbangan untuk mengatasi hal tersebut. Dengan
sumber pendanaan berupa kredit maupun utang, individu dapat mengkonsumsi
barang dan jasa pada saat ini, dan membayarnya di masa yang akan datang.
Pengetahuan yang cukup yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi
kelayakan kredit, pertimbangan dalam melakukan pinjaman, jangka waktu
pinjaman, sumber hutang ataupun kredit dan lain-lain sangat dibutuhkan agar
dapat menggunakan kredit dan hutang secara bijaksana.
4. Tabungan dan investasi
Tabungan (saving) adalah bagian pendapatan masyarakat yang tidak digunakan
untuk konsumsi. Masyarakat yang memiliki penghasilan lebih besar dari kebutuhan
konsumsi akan memiliki kesempatan untuk menabung. Investasi (investment)
adalah bagian dari tabungan yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan kembali

11
barang dan jasa (produksi). Dalam pemilihan tabungan, ada enam faktor yang perlu
dipertimbangan (Kapoor, et.al., 2001:147) yaitu:
1. Tingkat pengembalian (persentase kenaikan tabungan)
2. Inflasi (perlu dipertimbangkan dengan tingkat pengembalian karena dapat
mengurangi daya beli)
3. Pertimbangan-pertimbangan pajak
4. Likuiditas (kemudahan dalam menarik dana jangka pendek tanpa kerugian
atau dibebani fee)
5. Keamanan (ada tidaknya proteksi terhadap kehilangan uang jika bank
mengalami kesulitan keuangan, dan
6. Pembatasan-pembatasan dan fee (penundaan atas pembayaran bunga yang
dimasukkan dalam rekening dan pembebanan fee suatu transaksi tertentu untuk
penarikan deposito).
Dalam berinvestasi, terdapat banyak instrumen investasi yang dapat dipilih
individu, baik pada aset riil seperti tanah, properti, emas, maupun aset keuangan
seperti saham, sertifikat deposito, dan reksadana.
Dalam berinvestasi, ada lima faktor yang mempengaruhi pilihan investasi
(Kapoor, et.al., 2001:414), yaitu:
1. Keamanan dan risiko.
2. Komponen faktor risiko.
3. Pendapatan investasi.
4. Pertumbuhan investasi.
5. Likuiditas.
Individu diharapkan memahami hal-hal tersebut agar dapat menabung secara
efektif ataupun agar mampu berinvestasi baik di aset riil maupun di aset keuangan.
5. Manajemen risiko
Menurut Miller (1983) risiko dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian atau
kemungkinan adanya kerugian finansial. Respon tiap individu berbedabeda
terhadap risiko, tergantung pengalaman masa lalu serta motivasi psikologis.
Kebanyakan individu cenderung menghindari situasi yang menimbulkan rasa tidak
aman ataupun tidak berkecukupan. Oleh karena itu, penting untuk dapat
menghadapi risiko dengan cara yang logis dan terkendali. Cakupan risiko yang
dihadapi individu meliputi:
1. Risiko personal, yang meliputi risiko akibat kematian, kecelakaan, ataupun
penyakit

12
2. Risiko kewajiban, yaitu tanggung jawab terhadap kerugian ekonomi orang lain
akibat kelalaian kita
3. Risiko aset, yaitu risiko atau rusak atau hilangnya aset yang kita miliki.
Cara kita menangani risiko akan berpengaruh terhadap keamanan finansial di
masa yang akan datang. Salah satu cara menanggulangi risiko tersebut adalah
dengan cara mengasuransikan aset ataupun hal-hal beresiko. Dibutuhkan
pengetahuan atau literasi yang memadai untuk dapat mengelola risiko-risiko
tersebut dan terhindar dari risiko tambahan akibat kurangnya pengetahuan.

2. Media Baru
Dalam penelitian ini, media baru dijadikan kajian utama. Peneliti menjabarkan apa
saja yang menjadi karakteristik umum dari media baru, yang memiliki sejumlah
perbedaan dengan media konvensional. Kerangka berpikir akan dituangkan dalam
sejumlah poin, yaitu: karakteristik media baru dan pola komunikasi dalam media baru

a. Karakteristik Media Baru


Perkembangan informasi dan teknologi telah melahirkan media baru (new
media) yang merujuk pada perubahan dalam proses produksi, distribusi dan
pengguunaan media. Definisi media baru menurut McQuail (2005) adalah: New
media are currently new to the extent that they combine (1) computing (which
allows processing of content , such as retrieval through associations of words or
other indices, and structuring of communications, such as conversational t hreads
in new groups), (2) telecommunication networks (which allow access and
connectibility to diverse and otherwise distant other people and content), and (3)
digitalization of content (which allows transference across distribution networks,
reprocessibility and the content as data, and integration and presentation of
multiple modes such as text, audio and video.
Media baru tidak hanya dapat dipahami sebagai media lama yang mampu
mentransformasikan ke dalam bentuk digital dan memiliki kemampuan
multimedia. Namun, media baru juga merupakan fenomena perubahan komunikasi
manusia yang berada dalam lingkungan sosial.
Lievrouw dan Livingstone (2009) menyatakan: Information and communication
technologies and their associated social context, incorporating the artifacts or
devices that enable and extend we engage to communicate; the communication
activities or practices we engage in to develop and use these devices; and social
arrangements or organizations that form around the devices and practices.

13
Selain definisi mengenai media baru, McLuhan mengungkapkan beberapa kata
kunci dalam memahami media baru. Pertama digitality, dimana seluruh proses
produksi media diubah ke dalam bentuk digital. Kedua, interactivity yang merujuk
pada adanya kesempatan dimana teks dalam media baru mampu memberikan
kesempatan bagi pengguna untuk “write back into text”, yakni dapat diartikan
dengan komunikasi dapat berjalan dua arah (two ways communications). ketiga,
highly individuated, yaitu merujuk pada adanya desentralisasi proses produksi dan
distribusi pesan yang menumbuhkan keaktifan individu (McLuhan, 1999).
Rogers mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan karakter dalam proses
komunikasi dikarenakan adanya media baru:
1. Interactivity, terdapat dua pengertian, yaitu pertama, adanya kemampuan
dalam sistem media baru untuk “talk back” kepada pengguna, seperti adanya
partisipasi seseorang individu dalam sebuah percakapan. Dapat dikatakan
bahwa media baru berkemampuan untuk memberi respon terhadap
penggunanya (interaktivitas antara manusia dengan mesin). Kedua,
interaktivitas antar pengguna dengan pengguna lainnya.
2. De-Massified, yakni kontrol terhadap sistem komunikasi terletak pada
pengguna, bukan pada produser media tersebut. Dengan kata lain, pengguna
memiliki kebebasan secara penuh akan informasi yang ingin diterima.
3. Asynchronous, media baru memiliki kemampuan untuk menyesuaikan waktu
dengan pengguna. Berbeda dengan media konvensional, dimana pengguna
harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi agar dapat
mendapatkan konten informasi yang diinginkan. Dapat dikatakan pengguna
tidak harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi, karena pengguna
memiliki kendali yang penuh untuk dapat bebas kapan saja dalam mencari
informasi yang diinginkan. Termasuk dalam pertukaran pesan, pada media baru
adanya jeda waktu antara pengiriman dan penerimaan pesan. Hal ini
menjadikan media baru lebih fleksibel dalam dimensi waktu (Rogers, 1986).

b. Pola komunikasi dalam media baru


Menurut Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2010) terdapat empat pola
komunikasi yang terjadi dalam media baru.
1. Allocution, merupakan pola komunikasi one-way communication, seperti dalam
media konvensional, dimana penyebaran informasi berasal dari satu sumber
yang kemudian diterima oleh banyak orang.

14
2. Consultation, merupakan seleksi informasi dari sumber tertentu.
3. Registration, biasanya pemerintah atau organisasi menjadi sumber utama yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari publik mengenai berbagai hal,
misalnya: polling, referenda, atau reservasi.
4. Conservation, yakni pola komunikasi dua arah, dimana terjadi pertukaran
informasi yang interaktif antara komunikator dan komunikan. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. 2 Pola Komunikasi dalam Media Baru
Control of Information Base
Control of time and items Central Distributed
selected
Central Allocution Registration
Distributed Consultation Conversation
Sumber: Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2005)

Dalam media baru terdapat beberapa bentuk dan pola komunikasi yang terjadi,
yang diklasifikasikan dengan melihat struktur komunikasi berdasarkan pola dan
tempo aliran komunikasi yang terjadi. Berdasarkan pola komunikasi, dikenal
dengan adanya one to one communication, dimana seseorang berkomunikasi
secara privat dengan seorang lainnya; one to many communication, memungkinkan
satu orang mengirim pesan kepada banyak orang; dan many to many
communictaion dimana memungkinkan banyak orang mengirimkan pesan ke
banyak orang juga. Sedangkan berdasarkan tempo aliran komunikasi, maka
dibedakan menjadi dua, yakni synchronous yang menuntut kesamaan waktu antar
partisipan komunikasi, misalnya chat room; dan asynchronous yang memungkinkan
adanya jeda waktu antara pengiriman antar pengiriman dan penerimaan pesan,
sehingga partisipan komunikasi tidak perlu ada dalam waktu yang bersamaan.

Tabel 1. 3 Bentuk dan Pola Komunikasi dalam Media Baru


Synchronous Asynchronous
One to One Internet mesenger e-mail
One to Many Internet radio Web page
Many to Many IRC Message board
Sumber: Peter Dahlgren (dalam Lindawati, 2009)

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik benang merah bahwa media baru berbeda
dengan media konvensional. Perbedaan tersebut berasal langsung dari perbedaan
mendasar, seperti interaktivitas, asynchronicity dan demassification dari media

15
baru. Media baru memiliki aksesbilitas dan jangkauan yang luas bagi penggunanya
sebagai saluran alternatif dimana informasi dapat dikirim dan diproses
dibandingkan dengan media konvensional (Rogers, 1986). Hal tersebut berimbas
pada perubahan tampilan informasi, dimana media baru lebih berisi informasi,
tidak hanya hiburan, mengingat media baru bukanlah media satu arah.
Media baru hadir dalam beragam tipe teknologi komunikasi, yang masing-
masing menawarkan pendekatan dan fungsi komunikasi yang berbeda. McQuail
(2010) kemudian membagi tipe teknologi tersebut menjadi lima tipe terkait dengan
keberadaan media, yaitu:
1. Media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media)
Pesan dalam jenis teknologi ini bersifat privat dan mudah hilang. Selain itu,
hubungan yang terbangun oleh jenis teknologi ini lebih utama dibandingkan dengan
informasi yang disampaikan. Misalnya, telepon, handphone dan e-mail.
2. Media bermain interaktif (interactive play media)
Interaktivitas dan dominasi dari kepuasan dalam proses yang diciptakan oleh
jenis teknologi ini bersifat lebih utama dibandingkan dengan penggunaannya.
Dengan kata lain, semakin interaktif proses komunikasi, semakin menarik pula
permainannya. Misalnya, permainan berbasis komputer, video games, permainan
yang terdapat pada internet, dan perangkat realitas virtual.
3. Media pencari informasi (information search media)
Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan mudah.
Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek yang diperkuat oleh
teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu sama lain dan setiap pengguna
dapat membagikan dan memperbaiki informasi yang telah tersedia. Misalnya:
internet, world wide web (WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast
teletext), pelayanan data melalui radio (radio data services).
4. Media Partisipasi Kolektif (collective participatory media)
Jenis teknologi ini tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi,
melainkan ide, pengalaman serta pengembangan hubungan personal aktif yang
dimediasi oleh komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini, yaitu mulai dari
tujuan yang instrumental sampai emosional. Misalnya, penggunaan internet untuk
berbagi dan pertukaran informasi, pendapat dan pengalaman.
5. Teknologi Substitusi Media Penyiaran
Teknologi ini memungkinkan media baru untuk menerima dan mengunduh
konten yang sebelumnya didistribusikan oleh media penyiaran konvensional.

16
Dengan metode yang serupa, media baru juga menawarkan kegiatan menonton
film, acara televisi, ataupun mendengarkan musik dan radio. Teknologi ini sering
kita sebut dengan online streaming TV atau online streaming radio.

3. Media Baru dan Anak-Anak


Anak-anak dengan ciri khasnya, yaitu memiliki energi yang besar, rasa ingin tahu,
dan keinginan belajar yang terus menerus. Mereka tumbuh dengan diberi kesempatan
untuk menjadi apa yang mereka inginkan, termasuk menjadi pemimpin masa depan.
Namun, pada saat yang sama, anak-anak juga dapat menjadi salah satu warga global
yang rentan dan terpinggirkan. Adalah penting bagi aktor global untuk sama-sama
bergandengan tangan melindungi anakanak dengan agar mereka mampu bertahan
hidup dan berkembang.
Kini muncul fenomena baru yakni, perusahaan mulai memberi perhatiannya pada
anak-anak, dengan berusaha berinteraksi dengan anak-anak setiap hari. Di banyak
bagian negara, anak-anak semakin diakui menjadi kelompok konsumen sendiri.
Mereka dinilai memiliki kekuatan yang patut diperhitungkan sebagai konsumen, tetapi
retap saja mereka membutuhkan perlindungan yang pantas dari produk maupun
layanan yang tidak aman dan pantas mereka dapatkan.
Bisnis memiliki kekuatan uuang besar untuk melindungi anak-anak dari bahaya dan
dapat meningkatkan kehidupan mereka, di mana mereka difasilitasi oleh suatu
perusahaan yang memayungi mereka. Di sisi lain, bisnis juga dapat memiliki kekuatan
untuk mengabaikan atau bahkan membahayakan kepentingan anak-anak, sehingga
dapat menimbulkan kerusakan atau bahkan mengancam perkembangan dan
kelangsungan hidup mereka. Secara global, menjadikan anak-anak sebagai fokus
dalam bisnis dalam sebuah perusahaan dapat tercermin pada banyak perusahaan yang
menegaskan posisi yang kuat pada CSR (corporate social responsibility) yang mereka
jalankan. Seperti kebanyakan aktor bisnis, mereka akan memperkenalkan produk,
layanan bahkan corporate social responsibility mereka di mana target mereka ada.
Oleh karena itu, pada masa sekarang media baru-lah yang kemudian menjadi media
yang mereka sasar untuk berkomunikasi dengan targetnya, terutama pada anakanak.
Media baru dipilih oleh aktor bisnis sebagai media untuk menargetkan anakanak
adalah sebagai berikut:
a. Internet merupakan bagian dari budaya anak-anak
b. Orang tua kurang mengerti sejauh mana anak-anak ternyata sedang menjadi target
bisnis secara online

17
c. Anak-anak online tanpa pengawasan orang tua
d. Tidak seperti media konvensional, pada media baru tidak terdapat adanya
pengaturan mengenai iklan
e. Dapat dikemas lebih menarik, interaktif berbasis pada produk dan brand sehingga
perusahaan dapat dengan mudah membangun loyalitas daripada anak-anak.
Media baru merupakan media yang sedang digandrungi dan populer di kalangan
anak-anak dan menawarkan banyak kesempatan untum bersosialisasi, belajar, hiburan
dan menjadi kreatif dengan cara yang baru melalui integrasi fungsi yang berbeda,
seperti berbagi foto, menulis pada blog, bermain permainan dan berkirim pesan.
Perusahaan yang menggunakan media baru sebagai media penyampaian program
corporate social responsibility atau dalam memperkenalkan produk dan layanannya,
caranya yaitu:
a. Mengemas official website mereka menjadi website yang interaktif, seperti
menyediakan aplikasi permainan yang dipenuhi dengan multimedia yang canggih
b. Membangun relationship building – membangun hubungan pribadi antara anak-
anak dan perusahaan, melalui social media seperti Facebook, Twitter maupun
Youtube.

c. Viral Ads, “iklan” yang dirancang untuk diteruskan kepada teman-teman pengguna
sosial media

d. Perilaku penargetan, di mana “iklan” akan dikirimkan pada pengguna berdasarkan


informasi pribadi yang telah diposting atau dikumpulkan.

4. Media Baru Sebagai Sarana Komunikasi Program Corporate Social


Responsibility
Dewasa ini teknologi dan informasi sangatlah berkembang, hal ini ditandai dengan
hadirnya media baru. Media baru merupakan salah satu media yang sedang
digandrungi oleh masyarakat, dan telah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat,
termasuk masyarakat Indonesia.Yang termasuk pada media baru adalah blog, website,
Youtube, Flickr, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Media baru kemudian memungkinkan
masyarakat untuk berinteraksi dengan tidak mengindahkan jarak, ruang dan waktu.
Hal ini kemudian berdampak pula pada cara orang berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya. Kekuatan yang dimiliki oleh media baru yaitu kecepatan dan
interaktivitas kemudian dapat diadopsi dalam berbagai bentuk kegiatan dalam
perusahaan, termasuk pada pengimplementasian program corporate social
responsibility pada perusahaan.

18
Media baru kemudian muncul untuk turut memberi andil dalam perkembangan
dinamika dalam praktik aktivitas program corporate social responsibility. Kini,
pendekatan corporate social responsibility bergerak dari praktik corporate social
responsibility tradisional ke dalam pendekatan online, misalnya mensingkronisasikan
website perusahaan dengan adanya report mengenai program corporate social
responsibility, brosur, leaflet, slide presentasi, dan video klip, daripada hanya memuat
tulisan dan materi audiovisual.
Program corporate social responsibility dalam dunia maya memberikan manfaat
dengan memudahkan perusahaan berinteraksi dengan stakeholders. Dengan adanya
tools interaksi secara langsung dan bersifat any-to-any communication sehingga
tercipta proses komunikasi yang interaktif antara perusahaan dan stakeholders.
Springston (dalam Ihlen, L. Barlett, & May, 2011) mengungkapkan dengan lahirnya
media baru perusahaan tidak lagi sebagai pihak utama yang menyediakan informasi,
tetapi memiliki peran dalam mengubah stakeholders menjadi partisipan aktif dalam
proses komunikasi dan secara aktif mencari informasi serta membentuk dan
mendistribusi informasi mengenai program corporate social responsibility. Hal
tersebut dikarenakan media baru bersifat real time, sehingga informasi yang diterima
oleh stakeholders tidak dikontrol oleh perusahaan yang menjalankan aktivitas
corporate social responsibility, namun informasi juga dapat diperoleh dari website
maupun media sosial yang diunggah oleh stakeholders lain.
Disisi lain, kegiatan corporate social responsibility yang dilakukan oleh perusahaan,
hendaknya dikomunikasikan untuk membuktikan adanya aktivitas corporate social
responsibility yang dijalankan, menumbuhkan awareness stakeholders dan mencegah
sikap sketpik yang ditimbulkan stakeholders atas aktivitas corporate social
responsibility. Setiap perusahaan berhak memilih medium komunikasi untuk
menginformasikan dan berinteraksi dengan stakeholders dalam aktivitas corporate
social responsibility mereka. Namun, dengan berkembangnya teknologi informasi dan
komunikasi, medium tersebut lebih baik menggunakan two-way communication untuk
berinteraksi dengan stakeholders. Sehubungan dengan pengungkapan aktivitas
corporate social responsibility, media baru merupakan media yang memiliki
kesempatan sebagai salah satu media komunikasi corporate social responsibility (Kent
& Taylor, 1998). Ketika media konvensional tidak dapat menjangkau kepuasan, media
baru menjanjikan sebagai media yang dapat meningkatkan awareness stakeholders
dan dapat dengan aktif mempromosikan usaha corporate social responsibility serta
mampu mengurangi sikap skeptis stakeholders dengan cara berdialog dan interaksi
yang bersifat personal.

19
F. Kerangka Konsep
Penelitian ini fokus pada pemanfaatan media baru pada program corporate social
responsibility. Pada umumnya sistem pelaksanaan program corporate social responsibility
dapat berbeda tiap jenisnya antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain,
tergantung nilai-nilai yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Dalam
penelitian ini peneliti akan melihat jenisjenis program corporate social responsibility yang
dipetakan oleh Siegel dan Wright (1999), yaitu persuasif dan informatif. Jenis-jenis
program corporate social responsibility tersebut kemudian digunakan untuk meneropong
penggunaan media oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan program corporate social
responsibility yang akan dilakukan.
Adanya perkembangan teknologi dan infomasi yang semakin pesat dalam turut
memberi andil dalam perkembangan dinamika praktik aktivitas program corporate social
responsibility. Kecenderungan peningkatan penetrasi internet di Indonesia juga
merupakan salah satu fase konsep corporate social responsibility mengintegrasikan
masuk ke dalam ranah online, yakni dengan memanfaatkan media baru. Salah satu praktik
baru dalam aktivitas corporate social responsibility adalah kombinasi antara corporate
social responsibility dengan media baru.
Dalam kasus ini, Prudential Indonesia menggunakan beragam media baru dala, corporate
social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids. Media baru tersebut meliputi website,
Youtube, Facebook Fans Page dan Twitter. Dalam konteks penelitian ini, telah dijelaskan
bahwa salah satu konsep kuncinya akan dibedah menurut pengelompokan media baru
oleh McQuail (2010), yakni dengan membaginya menjadi lima ketegori menurut
fungsinya, yaitu: media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media),
media bermain interaktif (interactive play media), media pencari informasi (information
search media), media partisipasi kolektif (collective participatory media) dan teknologi
subsitusi media penyiaran. Berdasarkan kategori teknologi media baru oleh McQuail
(2010), salah satu konsep yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah ragam jenis media
baru yang digunakan dan kaitannya dengan pemanfaatan ragam media baru tersebut
dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids.
Setelah diketahui adanya pemanfaatan dari ragam media baru yang digunakan untuk
mengkomunikasikan program corporate social responsibility, akan dianalisis bagaimana
pemanfaatan ragam media baru tersebut sebagai sarana financial literacy. Untuk
mengetahuinya, peneliti menggunakan lima aspek financial literacy yang dikemukakan
oleh Mandell dan Klein (2007), yaitu mengenai keuangan pribadi (basic personal finance),
manajemen uang (money management), manajemen kredit dan hutang (credit and debt

20
management), tabungan dan investasi (saving and investment), serta manajemen risiko
(risk management).
Teknologi komunikasi baru juga membawa perubahan terhadap perusahaan dan SDM
yang bekerja di dalamnya. Perubahan tersebut dapat berupa efisiensi dan produktivitas
yang merupakan pengaruh yang diharapkan dari pemanfaatan media baru yang tidak
hanya diasumsikan berdasarkan manfaat teknis teknologi komunikasi baru semata,
melainkan juga mempertimbangkan penggunaan terhadap hal tersebut dalam proses dan
praktik komunikasi dalam perusahaan. Berdasarkan pernyataan ini, konsep yang ingin
diteliti adalah manfaat dan kendala yang dialami oleh Prudential Indonesia dalam
pemanfaatan media baru pada program corporate social responsibility yang dilakukannya.

21
Skema Riset:

Pengelompokan media Lima aspek financial


Persuasif baru menurut McQuail: literacy:

a. Media komunikasi a. Pengetahuan dasar


interpersonal mengenai keuangan
Jenis Program Corporate b. Media bermain pribadi (basic personal
Social Responsibility interaktif finance)
menurut Siegel dan Wright: c. Media pencari informasi b. Manajemen Uang
d. Media partisipasi c. Manajemen Kredit dan
kolektif Hutang
Informatif e. Teknologi subsitusi d. Tabungan dan investasi
media penyiaran e. Manajemen risiko
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Menurut Nasution dalam Rianto (Rianto, 2008) berdasarkan kriteria tujuan, jenis
penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penelitian eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggali data dan
informasi tentang suatu topik/isu yang belum atau baru dikenal, biasanya untuk
kepentingan pendalaman/penelitian yang lebih sistematis.
b. Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memaparkan gambaran
keadaan dan sifat situasi/fenomena sosial secara detail, sistematis dan akurat.
c. Penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan sebab dan akibat (kausal) antar variabel dengan menguji hipotesis guna
memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi.
Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian deskriptif, dimana bertujuan
untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu, serta memaparkan situasi dan peristiwa secara faktual dan cermat
(Rakhmat, 2009). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengadakan deskripsi guna
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi-situasi sosial (Rianto, 2008).
Berdasarkan tujuan tersebut, studi deskriptif dinilai sebagai jenis penelitian yang
memiliki kapasitas untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini. Dimana
penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana PT. Prudential Indonesia
memanfaatkan media baru dalam Program corporate social responsibility Cha-Ching
Money Smart Kids PT. Prudential Indonesia sebagai financial literacy secara rinci dan
jelas. Sifat penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, karena dianggap
relevan dalam mendeskripsikan sebuah fenomena secara utuh dan menyeluruh.
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi sebuah situasi.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode studi kasus.
Metode studi kasus dipilih karena studi kasus merupakan strategi yang cocok jika
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why" (Yin, 2005). Pada
dasarnya penelitian ini mencari jawaban terhadap bagaimana Prudential Indonesia
memanfaatkan media baru dalam Program corporate social responsibility Cha-Ching
Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai sarana financial literacy.

23
Studi kasus juga dilakukan ketika peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya
terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam kontes kehidupan nyata
(Yin, 2002). Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana program corporate social
responsibility dibangun oleh institusi yang terkait. Selain itu, pemanfaatan media baru
merupakan fenomena kajian terkini yang dilakukan oleh perusahaan dalam program
corporate social responsibility.
Sebagai suatu upaya penelitian, studi kasus dapat memberi nilai tambah pada
pengetahuan secara unik mengenai fenomena individual, organisasi, sosial dan politik
(Yin, 2002). Dalam hal ini, pemanfaatan media baru yang dilakukan oleh PT. Prudential
Life Assurance (Prudential Indonesia) menggunakan teknik yang berbeda
dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang mayoritas menggunakan media baru
untuk berkomunikasi dengan stakeholders. PT. Prudential Life Assurance (Prudential
Indonesia) melakukan hal yang selangkah lebih maju dengan memanfaatkan media
baru dalam program corporate social responsibility.

3. Objek Penelitian Lokus:


Institusi, dimana objeknya adalah sebuah perusahaan asuransi yang melaksanakan
program corporate social responsibility berbasis media baru. Menarik karena
perusahaan asuransi ini menjadi perusahaan asuransi yang melakukan langkah lebih
jauh dengan menyusun sebuah program corporate social responsibility online yang
terintegrasi untuk memanfaatkan media baru.

Fokus:
Mengetahui pemanfaatan media baru dalam program corporate social
responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai sarana
financial literacy. Kemudian akan dilihat jenis program corporate social responsibility
yang diterapkan, apakah menerapkan jenis program corporate social responsibility
informatif ataukah persuasif. Selanjutnya, media baru yang digunakan dalam program
corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids akan dikelompokkan
berdasarkan fungsinya. Jenis program corporate social responsibility dan
keterkaitannya atas ragam media baru yang digunakan tersebut kemudian
menghantarkan peneliti untuk meneliti apakah ragam media baru yang digunakan
bermanfaat sebagai sarana financial literacy. Untuk meneropongnya, peneliti akan
mengklasifikasikan ragam media baru tersebut dengan aspek financial literacy.

24
4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data untuk memeroleh
informasi yang dibutuhkan guna memenuhi tujuan penelitian, yaitu:

a. Wawancara
Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah wawancara.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan format tanya
jawab secara terencana. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan berbagai
informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Peneliti akan
melakukan wawancara dengan pihak pelaku kegiatan secara langsung maupun
tidak langsung melalui media komunikasi, seperti e-mail dan telepon, dengan pihak
yang berkaitan dan memahami objek penelitian.
Terdapat dua jenis tipe wawancara dalam studi kasus, yaitu pertanyaan terbuka
(open-ended) dan pertanyaan tertutup (close-ended). Pertanyaan terbuka
menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons, dengan
kata lain peneliti dapat bertanya kepada informan mengenai fakta-fakta suatu
peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (Yin, 2002).
Sebaliknya, pertanyaan tertutup membatasi repons terhadap orang yang
diwawancarai. Dalam penelitian ini, menggunakan tipe pertanyan terbuka, karena
penelitian kualitatif menggunakan pendekatan pertanyaan yang fleksibel, dimana
peneliti tidak perlu mengikuti serangkaian pertanyaan yang telah dijadikan
panduan dalam wawancara. Peneliti menggunakan pedoman wawancara, yang
digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus
dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan
tersebut telah dibahas atau ditanyakan.
Informan dalam penelitian ini adalah:
1. Kukuh Kristianto : Corporate social responsibility Manager
2. Wolga Setyanto : Corporate Communication bagian Digital
3. Resha Adhi Pradipta : Corporate Communication bagian Executive Digital
Wawancara langsung dilakukan dalam dua kali, yaitu:
1. Wawancara langsung dengan Kukuh Kristianto pada 2 Juni 2013 di Kidzania,
Pasific Place Jakarta
2. Wawancara langsung dengan Resha Adhi Pradipta dan Wolga Setyanto pada
11 Agustus 2013 di Prudential Tower, Kav. 79 Jakarta

25
Wawancara melalui telefon dilakukan satu kali, yaitu:
1. Wawancara melalui telefon dengan Resha Adhi Pradipta pada 19 September
2013.
b. Observasi
Penelitian ini menggunakan observasi lapangan yang dilakukan dengan
mengikuti salah satu kegiatan offline aktivitas program corporate social
responsibility Cha-Ching Money Smart Kids, saat pembukaan wahana Prudential
Vault Security and Depository Service di Kidzania Jakarta pada tanggal 2 Juni 2013.
Penelitian ini juga menggunakan pengamatan media baru sebagai proses data
sekunder. Peneliti akan mengamati media baru yang digunakan dalam program
corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia
sebagai saluran komunikasi utama.

c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan penggunaan dokumen sebagai salah satu sumber
data berupa data tertulis yang dapat menunjang dalam pembahasan penelitian.
Dapat dikatakan dokumen memainkan peranan penting dalam pengumpulan data
studi kasus karena fungsi utama pengumpulan data melalui studi dokumentasi
adalah untuk menguatkan dan menambahkan bukti dari sumber data (Yin, 2002).
Dokumen ini meliputi surat-surat, notulensi rapat, laporan, proposal, press release,
dan artikel yang dapat menunjang pembahasan masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis teks-teks tertulis yang berkaitan
dengan penyebaran informasi mengenai program corporate social responsibility
Cha-Ching Money Smart Kids. Studi dokumentasi digunakan untuk memperkuat
dan menambahkan bukti akan analisis peneliti terhadap penggunaan media baru
oleh Prudential dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money
Smart Kids.

5. Teknik Analisis Data


Terdapat tiga analisis data dalam metode studi kasus, yaitu perjodohan pola,
pembuatan penjelasan dan analisis deret waktu (Yin, 2002) Teknik penjodohan pola,
yaitu membandingkan pola yang didasar atas kenyataan dengan pola yang
diprediksikan. Jika terdapat kesamaan dengan pola yang diprediksikan. Jika terdapat
kesamaan dalam kedua pola, akan menguatkan validitas internal studi kasus. Teknik
pembuatan penjelasan, yaitu dengan membuat penjabaran mengenai kasus yang

26
bersangkutan. Sedangkan teknis analisis deret waktu, yaitu dengan menganalisis deret
waktu secara langsung dan analog dengan analisis deret waktu yang diselenggarakan
dengan eksperikmen dan kuasi eksperimen. Semakin rumit dan tepatnya pola yang
ditemukan, maka makin tertumpu analisis deret waktu dan menjadikan landasan yang
kokoh untuk penarikan konklusi studi kasus.
Dalam kaitannya dengan kasus Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia),
peneliti menggunakan analisa teknik perjodohan pola, yaitu teknik yang
membandingkan pola berdasarkan kenyataan pola dengan pola yang diprediksikan.
Jika kedua pola terdapat kesamaan, maka hasil tersebut dapat membantu sebuah studi
kasus dalam memperkuat validitas internalnya. Hasil penemuan pola diantara data
temuan dengan proposisi proporsi teoritis yang dibangun dalam bentuk analisis
dominan perjodohan pola atau pattern matching yang kemudian dipaparkan secara
naratif (Yin, 2002).
Setelah peneliti merasa cukup dengan data yang diperoleh kemudian peneliti
kembali mengolah data yang di dapat. Proses terakhir peneliti akan memaparkan data
yang diperoleh dan melakukan analisis data dengan menganalisis hasil penelitian dan
teori yang digunakan sebagai landasan peneliti untuk melakukan penelitian dalam
bentuk narasi. Kemudian peneliti akan menguji keabsahan yang diperoleh dalam
proses penelitian, hal ini bertujuan untuk memastikan temuan pada penelitian dapat
dipercaya atau dapat dipertimbangkan. Adapun uji validitas yang peneliti gunakan
adalah teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh (Moleong, 2006). Moleong
(2006) menyatakan, dalam teknik triangulasi terdapat empat macam, yaitu teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

27
BAB III
LAMPIRAN

Proses Kegiatan CSR Cha-Ching Money Smart Kids PT. Prudential Life Assurance .

28
KESIMPULAN

29
BAB IV
PENUTUP

30

Anda mungkin juga menyukai