Anda di halaman 1dari 6

AQUA Dalam GCG

13:26 ULI FEBRIARNI No comments


Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan
perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan
agar tidak merugikan para stakeholder. Good Corporate Governance memang menyangkut
orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik. Corporate governance
yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia.
Konglomerat yang tidak baik dalam menjalankan usaha dan pemerintah yang korup adalah
contohnya.
Menyehatkan ekonomi nasional juga berarti menerapkan prinsip Good Corporate
Governance ini dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pentingnya GCG dalam
menjalankan sebuah perusahaan akan menggiring perusahan menjadi perusahan yang
semakin sehat. Perkembangan usaha dewasa ini telah sampai pada tahap persaingan global
dan terbuka dengan dinamika perubahan yang demikian cepat. Dalam situasi kompetisi
global seperti ini, Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu keharusan dalam
rangka membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan sustainable.
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan
bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru,
Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan
baik. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder. Dari berbagai hasil pengkajian yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset
independen nasional dan internasional, menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap arti
penting dan strategisnya penerapan prinsip-prinsip GCG oleh pelaku bisnis di Indonesia.
Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia.
Penerapan GCG Di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini
ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim politik yang berkuasa di Korea
Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga negara yang di awal tahun 1990-an dipandang
sebagai the Asian tiger, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada
akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda,
kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali negara-negara yang amat terpukul oleh
krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan
para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang
sama juga terlihat dengan Thailand maupun negara-negara ASEAN lainnya.
Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi
berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para
konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang
dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi
kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi
kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan
rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan;

keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak
memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Awal Pendirian
Aqua merupakan pelopor industri air minum di Indonesia. Kalau kita mau menilik sedikit
pada sejarahnya, AQUA didirikan oleh Tirto Utomo, warga asli Wonosobo yang setelah
keluar bekerja dari Pertamina mendirikan usaha air minum dalam kemasan (AMDK) tahun
1920-1994. Lelaki ini yang menggagas awal ide AMDK. Kegiatan fisik perusahaan dimulai
sejak tanggal 2 februari 1973, ditandai dengan dibangunnya pabrik di kawasan Pondok Ungu,
Bekasi, Jawa Barat. Sedangkan untuk produk komersilnya dimulai sejak tanggal 1 oktober
1974. Pada mulanya produk yang dihasilakn oleh AQUA adalah air mineral botol kaca 950ml
yang kemudian disusul dengan AQUA 5 galon. Memasuki tahun 1974 sampai dengan 1978
merupakan masa sulit AQUA. Dikarenakan minimnya tingkat permintaan masyarakat
terhadap produk AQUA.
Pada mulanya segmen dari AQUA adalah masyarakat golongan kelas menengah ke atas, baik
perkantoran maupun rumah tangga. sehingga muncul produk baru yaitu AQUA berukuran
1500ml, 500ml, dan juga 220ml. Dengan diversifikasi ini menjadikan masyarakat memiliki
pilihan untuk membeli air mineral tersebut. Ditambah dengan perujbahan kemasan yang pada
awalnya hanya menggunakan kaca beralih ke plastik. Dengan ini distribusi dapat menjadi
lancar dan juga terhindar dari resiko pecahnya produk di jalan.
Untuk meningkatkan penjualan secara luas dan dapat menjangkau wilayah Indonesia, maka
AQUA harus segera meningkatkan kapasitas produksinya. Sampai pada akhirnya aqua
memilikik kapasaitas dengan total 1,665 milyar liter per tahun.
Strategi Kemasan
Saat ini produk AQUA terdiri dari beraneka ragam kemasan, baik kemasan ulang-alik
(returnable) ataupun sekali pakai (disposable)
Kemasan sekali pakai terdiri atas:
- Botol PET (Poly Ethelene Terephthalate) : 1500 ml, 625 ml, 600 ml, 330 ml
- Gelas plastik PP (Poly Propelene) : 240 ml
Kemasan sekali pakai terdiri atas
- Botol Kaca: 375 ml
- Botol PC (Poly Carbonate): 5 Galon (19 lt)
Langkah AQUA dari tahun ke tahun :
- 1993 Menyelenggarakan program AQUA Peduli (AQUA Cares), sebagai langkah pendauran
ulang botol plastik AQUA menjadi materi plastik yang bisa dapat digunakan kembali.
- 1995 AQUA menjadi pabrik air mineral pertama yang menerapkan sistem produksi in line
di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan pembuatan kemasan AQUA dilakukan bersamaan.
Hasil sistem in line ini adalah botol AQUA yang baru dibuat dapat segera diisi air bersih di
ujung proses produksi., sehingga proses produksi menjadi lebih higienis.
- 1998 Penyatuan AQUA dan grup DANONE pada tanggal 4 September 1998. Langkah ini
berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air
mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia.
- 2001 DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 % menjadi
74 %, sehingga DANONE kemudian menjadi pemegang saham mayoritas AQUA Group.
AQUA menghadirkan kemasan botol kaca baru 380 ml pada 1 November 2001.
- 2002 Banjir besar yang melanda Jakarta pada awal tahun menggerakkan perusahaan untuk
membantu masyarakat dan juga para karyawan AQUA sendiri yang terkena musibah tersebut.

AQUA menang telak di ajang Indonesian Best Brand Award. Mulai diberlakukannya
Kesepakatan Kerja Bersama [KKB 2002 - 2004] pada 1 Juni 2002.
- 2003 Perluasan kegiatan produksi AQUA Group ditindaklanjuti melalui peresmian sebuah
pabrik baru di Klaten pada awal tahun. Upaya mengintegrasikan proses kerja perusahaan
melalui penerapan SAP (System Application and Products for Data Processing) dan HRIS
(Human Resources Information System).
- 2004 Peluncuran logo baru AQUA. AQUA menghadirkan kemurnian alam baik dari sisi isi
maupun penampilan luarnya. AQUA meluncurkan varian baru AQUA Splash of Fruit, jenis
air dalam kemasan yang diberi esens rasa buah strawberry dan orange-mango. Peluncuran
produk ini awalnya ingin memperkuat posisi AQUA sebagai produsen minuman, namun
karena kurangnya sosialisasi kepada konsumen, bahwa sebenarnya AQUA Splash Of Fruit
bukanlah air mineral biasa namun masuk dalam kategori beverages. Sehingga di dalam
penjualannya tidak boleh dijemur seperti produk air mineral, namun harus dimasukan
kedalam lemari pendingin atau cooling box
- 2005 DANONE membantu korban tsunami di ACEH. Pada tanggal 27 September, AQUA
memproduksi MIZONE, minuman bernutrisi yang merupakan produk dari DANONE.
MIZONE hadir dengan dua rasa, orange lime dan passion fruit.
- 2006-2008 DANONE berupaya untuk membuat pabrik di Serang, namun karena DANONE
di demo oleh warga sekitar, Bupati, DPRD dan LSM, serta terlebih lagi kasus ini sudah
sampai Gubernur Banten yang bukan menjadi rahasia merupakan Putri dari 'penguasa' Banten
maka DANONE dengan terpaksa 'kalah' atau membatalkan atau mundur dari pembuatan
Pabrik di Serang. Walapun sebenarnya sebenarnya DANONE bisa berhasil membuat pabrik
di Serang seandainya DANONE mau membuatkan fasilitas umum yaitu Air Bersih bagi
warga sekitar, karena sebenarnya yang dibutuhkan warga sekitar itu hanyalah Air Bersih
bukannya hanya sekedar survey atau malah penghijauan. Keadaan inilah yang sayangnya
justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mencari 'keuntungan' pribadi.
Jika kita melihat sedikit sepak terjang yang dilakukan oleh AQUA ada beberapa hal menarik
yang dapat kita pelajari dari rentetan sejarah yang pernah dimana pada ada pola ekspansi
yang dilakukan oleh AQUA dengan menggandeng DANONE sebagai mitra dengan tujuan
untuk menjadikan AQUA-DANONE air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia.
Terbukti setelah proses merger tersebut pihak DANONE menambah saham kepemilikan
mereka dari 40% menjadi 74 %. Hal ini sekaligus memantapkan posisi DANONE dalam
AQUA group.
Dalam hal pemasaran AQUA mencoba mencari beberapa alternatif menjanjikan untuk
mengembangkan pola produk yang ada di dalamnya. Terbukti dengan adanya diversifikasi
produk seperti, Air mineral (Aqua itu sendiri), kemudian dengan adanya AQUA Splash of
Fruit, jenis air dalam kemasan yang diberi esens rasa buah strawberry dan orange-mango,
dan juga MIZONE yang menjadi petarung untuk berhadapan dengan minuman isotonik yang
ada.
Kemudian dalam hal sosial AQUA sebenarnya telah melakukan beberapa kegiatan sebagai
bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat sekitar. Hal ini merupakan
salah satu bentuk etika perusahaan yang coba dilakukan oleh pihak AQUA dalam
perjalannannya menuju GCG. Seperti yang dilakukannya pada tahun 2002 yaitu banjir
Jakarta, kemudian pada saat tsunami Aceh. Aqua merupakan pelopor bisnis AMDK, dan saat
ini menjadi produsen terbesar di Indonesia. Dan kita meyakini bahwa pangsa pasar Aqua saat
ini telah merambah ke pasar yang lebih luas yaitu kawasan Asia Tenggara. Untuk di
Indonesia sendiri, keseluruhan produk yang dijual AQUA mencapai 50-60% penjualan

AMDK yang ada di Indonesia. Sejak dipeloporinya AMDK oleh AQUA maka Sejak saat
itulah, orang Indonesia mulai mengkonsumsi AMDK dengan membeli.
Danone, sebuah korporasi multinasional asal Perancis, mulai unjuk gigi ketika memasuki
masa 15 tahun terakhir. AQUA Danone berambisi untuk memimpin pasar global lewat tiga
bisnis intinya, yaitu: dairy products, AMDK dan biskuit. Sedangkan untuk produk AMDK,
Danone mengklaim telah menempati peringkat pertama dunia lewat merek Evian, Volvic, dan
Badoit. Sebagai produsen AMDK nomor satu dunia, Danone harus berjuang keras menahan
gempuran Coca-Cola dan Nestle. Danone terus menambah kekuatannya dengan memasuki
pasar Asia, dan mengambil alih dua perusahaan AMDK di Cina.
Semenjak tahun 1998 ketika Danone berhasil membeli saham Aqua maka secara resmi
diumumkanlah penyatuan kedua perusahaan tersebut. Lalu kemudian babak baru dimulai
dengan diluncurkannya Aqua Danone. Korporasi ini kemudian meningkatkan kepemilikan
saham di PT. Tirta Investama dari semula 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian
menjadi pemegang saham mayoritas Aqua-Danone.
AQUA Danone Dalam Bingkai GCG
Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua
Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di
Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan
merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah
menjadi seperti merk generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14 pabrik yang
memroduksi Aqua.
Sejak tahun 1998, Aqua sudah dimiliki pula oleh perusahaan multinasional dari Perancis,
Danone, hasil dari penggabungan Aqua Golden Mississippi dengan Danone. Tirto berjasa
besar atas perkembangan bisnis atau usaha AMDK di Indonesia, karena sebagai seorang
pioneer maka Almarhum berhasil menanamkan nilai-nilai dan cara pandang bisnis AMDK di
Indonesia.
Dimana dalam sebuah manajemen diperlukan adanya good corporate governance dalam
sebuah manajemen perusahaan. Sedangkan pada tataran realitanya Dalam berbisnis, AquaDanone kerap melanggar prinsip good corporate governance (GCG) dan merugikan
masyarakat. Salah satu contoh adalah pada eksploitasi air di Kubang Jaya, Babakan Pari,
Kabupaten Sukabumi. Mata air di Kubang telah dieksploitasi habis-habisan oleh Aqua sejak
tahun 1992. Kawasan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian, yang kemudian dirubah
menjadi kawasan seperti hutan dan juga mendadak dikeluarkannya peraturan bahwa lahan
tersebut tidak boleh digarap oleh warga. Penjagaan agar tidak adanya warga yang masuk
dilakukan dengan dipagari tembok oleh Aqua-Danone dan dijaga ketat oleh petugas. Tak ada
seorang pun yang boleh memasuki kawasan tersebut tanpa surat ijin langsung dari pimpinan
kantor pusat Aqua Grup di Jakarta.
Berkaca pada sejarah yang lalu, pada awalnya air yang dieksploitasi adalah air permukaan.
Namun sejak 1994, eksploitasi jalur air bawah tanah dilakukan menggunakan mesin bor
tekanan tinggi. Implikasinya adalah, menurut beberapa sumber sejak saat itu kualitas dan
kuantitas sumberdaya air di wilayah tersebut menurun drastis. Lalu kemudian permainanpun
semakin berlanjut ketika masyarakat harus membayar mahal dikarenakan minimnya air
bersih yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan oleh pihak Aqua-Danone. Bahkan
beberapa sumur menjadi kering. Sebelumnya, tinggi muka air sumur mencapai 1-2 meter.

Ketika sumber air belum dieksploitasi, masyarakat hanya menggali sumur sedalam 8-10
meter untuk kebutuhan air bersih. Saat ini, warga perlu menggali hingga lebih dari 15-17
meter, atau membeli mesin pompa untuk mendapatkan air.
Masalah lain di Kubang Jaya adalah, kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi
pertanian. Masalah ini dialami petani dari hampir semua kampung di kawasan desa Babakan
Pari. Para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air
yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak mendapat bagian air dan mengandalkan
air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan
mengakibatkan masalah perekonomian serius bagi para petani. Hal serupa juga terjadi di
Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Aqua-Danone mengeksploitasi air besar-besaran
dari sumber mata air sejak 2002. Padahal, mayoritas penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Karena debit air menurun drastis sejak Aqua-Danone beroperasi, maka petani
harus menyewa pompa untuk irigasi. Parahnya, untuk kebutuhan sehari-hari pun, warga harus
membeli air dari tangki air dengan harga mahal. Hal ini karena sumur-sumur mereka sudah
mengering akibat pompanisasi besar-besaran yang dilakukan Aqua-Danone. Ini sangat
ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang memiliki 150-an mata air.
Hal ini kemudian memicu reaksi dari masyarakat petani dan pemerintah daerah di Kabupaten
Klaten pada tahun 2004. Karena Air yang dulu melimpah mengairi sawah, kini mulai
mengering dan menyusahkan para petani di Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Akibatnya pemerintah Kabupaten Klaten juga mengancam
akan mencabut ijin usaha perusahaan tersebut, tapi sampai saat ini eksploitasi air tanah di
Klaten oleh Aqua-Danone masih terus berlangsung. Diperkirakan eksploitasi air yang
dilakukan pada sumber-sumber air di Kabupaten Klaten oleh Aqua-Danone mencapai 40 juta
liter/bulan (Balai Pengelolaan Pertambangan dan Energi/ BPPE). Jika dengan estimasi harga
jual Rp 80 miliar/bulan maka nilai eksploitasi air mencapau Rp 960 miliar/tahun. Sementara
itu, untuk eksploitasi di Klaten tersebut, Aqua-Danone/ PT Tirta Investama (AGM) hanya
membayar retribusi Rp 1,2 miliar, sebagai PAD Kabupaten Klaten, dan sekitar Rp 3-4 juta
pembayaran pajak (Pasal 5 Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003). Untuk
di sumur Klaten yang seharusnya hanya diizinkan untuk menyedot air sebanyak 20 liter/detik
(karena tanpa Amdal), pihak Danone-Group mampu menguras air hingga 64 liter/detik.
Jika kita mau melihat ke dalam, ada 5 pilar utama dalam GCG yaitu:
1.Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan. AQUA selalu memberi keterbukaan informasi materrril dan
relevan sesuai dengan apa yang terjadi saat ini. akan tetapi keterbukaan informasi tersebut
masih sebatas pada tataran kepentingan perusahaan. Karena terbuka samapai saat ini AQUA
hanya memberikan informasi sebatas bagaimana proses AQUA menemukan mata air. Tapi
mengenai bagaimana pengolahan dan dampak ke lingkungan tidak pernah di blowup ke
permukaan.
2.Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. AQUA memiliki fungsi, struktuur , dan sistem boleh kita katakana sudah memenuhi
kualifikasi diatas rata-rata. Tapi jangan lupa tentang pertanggungjawaban. Setiap akhir tahun
AQUA berwajib untuk memeberikan laporan pertanggung jawaban kepada stakeholder yang
ada. karena setiap mereka yang disana memiliki hak untuk mendapatkan pelaporan tersebut.
3.Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

AQUA telah melakukan salah satu pilar GCG yaitu responcibility, akan tetapi ternyata dibalik
segala bentuk program CSR AQUA masih banyak yang tertinggal menjadi buah masalah,
seperti berkurangnya asupan air untuk lahan pertanian. Disanalah AQUA harus bertanggung
jawab untuk mewujudkan GCG. Pilar ketiga ini memberikan satu catatan yaitu dimana CSR
harus berangkat dari etika bukan hanya sekedar pencitraan perusahaan.
4.Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Untuk pilar ke empat ini AQUA menurut saya telah mencapai fase
kemandirian. Untuk internal control AQUA memiliki sistem yang sudah tersinergi secara
apik, akan tetapi beberapa kali AQUA melakukan kecerobohan dan keteledoran dimana
AQUA telah melakukan kesalahan procedural bahwa kegiatan yang dilakukan ternyata
merugikan warga sekitar, yaitu pengguna air pada umumnya.
5.Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Pilar kelima inilah kerap menjadi perdebatan panjang. Keadilan memang tidak memiliki tolak
ukur yang baku. Akan tetapi ketika tidak ada dari kedua belak pihak merasa tidak dirugikan,
bisa dikatakan kesetaraan sudah dilakukan dengan baik.
Pada kasus AQUA sampai saat ini apa yang menjadi kompensasi bagi daerah penghasil atau
mata air yang digunakan sebagai sumber AMDK AQUA? Bagaimana dengan kesejahteraan
masyarakat sekitarnya? Bagaimana tentang kelestarian lingkungannya? Hal tersebut harus
mendapat kajian serius. Karena, kalau mengacu pada ulasan diatas, AQUA belum bisa
melaksanakan GCG dengan maksimal. Ketika profitabilitas diatas etika dan tanggung jawab
serta kelalaian dal hal tatakelola, maka sulit akan tercapai GCG yang ideal.
http://lpmekonomika.blogspot.co.id/2011/04/aqua-dalam-gcg.html

Anda mungkin juga menyukai