Anda di halaman 1dari 9
avmmanksetra) bagi kepentingan upacara keagamaan yang terletak di lereng barat Tengger. » 4. Sciarah Desa Jatimulyo, Samaan dan Lowokwaru 2... Gambaran Paleo-Ekologis Poda sb-DAS Hulu, Bangawan Brantas empat kali mengalami sebahan aliran. Terhitung dari trk-nya di Desa Sumber Brantas eo Desa Sidomulyo di Kota Batu, Brantas mengalir dari utara ‘sennin ke selatan. Lantaran membentur lereng utara Panderman soak G, Kavi), ma anya berubah menjadi barat- timur hingga Jodipan di Kota Malang". Kembali alirannya terbentur lereng, . Joreng barat G. Buring, schingga berbelok dengan arah utara- hingga Sengguruh di bagian selatan Kab. Malang. Sesudah itu, }ivannya membelok ke barat, lantaran membentur lereng utara aa Kapur Selatan. Di seberang utara aliran barat-timur Brantas Jetak Jatimulo, Samaan dan Lowokwaru. -ah ini diapit oleh dua jalan besar, yaitu J]. Soekarno-Hatta di an Jl. Jaksa Agung Suprapto di sisi timur. Permukaan tanahnya elatif datar, meski ada cekungan-cekungan tanah di sana-sini, yang run hujan tergenang air. Untuk mempercepat pengeringan, uatlah saluran pematus di bawah tanah (arung) ke arah aliran tas. Pada tahun 1998, dari jembatan JI. Sockarno-Hatta hingga 5 Km ke arah timur dijumpai mulut dan ujung arung. Kecuali lut arung yang disumbat oleh warga sekitar — lantaran menjadi ‘ang musang, ada dua ujung arung yang ditemukan secara tidak ja [ketika menggali sumur], Kini di atasnya dibangun rumah al, sehingga lenyap abadi, Arung bevada di kedalaman + 6 m di bawab tanah, Saluran air ini diketemukan di areal perumahan, di sebelah tinur jembatan. Air di dalamnya masih mengalir. Pada bagian entu dari dinding arung dilengkapi dengan tatanan batu kerakal. pat tejadi kelokkan aliran berbentuk meander, terhitung dari Oro-oro Dowo menyu ke sckitar Alon-alon Bunder hingga di Jodipan. Pada sekitar kelok meander itulab sentra Kota Malang berada (Periksa Foto No. 1). Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang 133 Dimungkinkan masih ada arung lainnya, karena memperlihatkan adanya pereabangan, dengan oroientasi ke aliran Brantas (Cahyono, 1000). Salah satu tempat di Kelurahan Samaan, yang pada masa Hindus Buddha menduduki posisi penting adalah Tembalangan, Toponimi “Tembalangan” dapat diidentifikasikan sebagai “Tamwlang’, yakni nama ibukota Mataram pada masa pemerintahan Pu Sindok. Sayang sekali, sejak tahun 1980-an Dusun Tembalangan menjadi areal perumahan, sehingga banyak jejak budaya masa lalu yang rusak ata bahkan hilang, Yang tersisa adalah peninggalan purbakala di cungkup Mbah Tugu, Jl. Jaksa Agung Suprapto I-E. Kelurahan Samakan Kee. Lowokwaru Kota Malang, Permukaan tanah pada Punden Tugu lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Kesan sakral oleh adanya pohon besar yang menaungi situs. Jarak situs dan aliran Brantas tak seberapa jauh (+ 400 m) ‘ara ekologis terdapat relasi antara jejak budaya yang diketemukan dan aliran Brantas. Hal ini Kian memperkuat simpulan bahwa DAS Brantas adalah tempat terpilih bagi areal hunian manusia, tidak terkecuali manusia Prasejarah di Malang. Peninggalan arkelogis juga pernah dijumpai di halaman biara Ursulin atau sekolah Corjessu, kemudian direlokasi ke cungkup Mbah Tugu. Sekolah Corj kuno, yang konon populer dengan nama "Celaket”. Nama ini hingga di sebelah utaranya, Dengan demikian, s stu menghadap ke jalan poros kini masih dikenal sebagai nama jalan dan nama kampung yang padat permukiman, dimana punden Mbah Tugu berada. Oleh karena posisi Celaket di lintasan jalan poros dan dekat dengan lokasi benteng, Belanda yang pertama, maka dapat difahami bila arsitektur bergaya Indis pertama kali hadir di 2. Rekonstruksi Historis Jejak budaya di utara aliran Brantas bagian timur VJatimulyo, Samaan dan Lowokwaru) memperlihatkan lintas masa. Yang tertua berasal dari Jaman Prasejarah, Pendapat ini mendasarkan pada temuan di situs Mbah Tugu. Nama “Tugu” adalah sebutan dari 134 Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang, varga setempat untuk fugu batu, yang diidentifikasikan sebagai “menhir”, Artefak ini ditemukan pada tahun 1928, ketika penggalian tanh di belakang Bangunan Cor Jessu. Selain tugu batu ditemukan pula lumpang baty dari monolith tanpa ditarah, benda menyerupai miniatur rumah dari batu andesit, batu lempeng, dan sisa punden perundak. Situs ini acapkali dinyatakan sebagai artafek Jaman Prascjarah dari Masa Bereocok Tanam. Pentarikhannya pada jaman Prasejarah perlu lebih dicermati, karena bukan tidak mungkin asalnya justru dari akhir Masa Hindu-Buddha. Yang menarik dari tugu batu (T: 88 cm, P: 37 cm, L: 30 Cm) au adalah bentuknya, yang menyerupai phallus. Bentuk yang demikian banyak hadir pada Akhir Majapahit. Begitu pula artefak knya menyerupai minatur rumah dari batu, hadirpada Masa Hindu-Buddha. Artefak ini jelas bukan merupakan waruga, melainkan miniatur lumbung batu. Adapun lempengan batu itu adalah batu pipisan yang berbentuk sederhana. Dengan demikian artefek-artefak tersebut lebih tepat untuk ditempatkan pada masa akhir Hindu-Buddha, yang berkenaan dengan tradisi agraris. Penempatannya pada Masa Hindu Buddha dikuatkan oleh temuan Jain yang berupa periuk berisi lembaran-lembaran emas bertuliskan nama-nama dewa Hindu. Artefak ini direlokasi ke Museum Nasional Jakarta pada tahun 1928. Arca phallus adalah media upacara yang lazim di dalam ritus kesuburan (vertility cult). Kemungkinan adanya kultus kesuburan ini diperkuat oleh temuan yang berupa miniatur lumbung batu, yang di tempat lain banyak diketemukan di sekitar persawahan, bahkan ada yang dilengkapi dengan tulisan "Sri” yakni sebutan bagi Dewa Padi*. Lumpang batu dan pipisan juga merupakan perangkat pokok yang yah Madura dan G. Semeru, banyak di- ari batw andesit, Pada atapnya i dan gambar kerang bersayap (sangka). Gronevel o1) berpendapat bahwa miniatur nmbung bi disawah, untuk memnja Sri sebagai penguasa padi. Temuan 31 Di Jawa Timur, wtamanya di jumpai artefak berbentuk n acapkali dijumpai ti (dalum Santiko, 1980 nakan dalam upa adi atur lumbung padi Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang 135 dalam budaya agratis. Benda-benda semacam itu pat mass a Hindu-Buddha acap ir bersai van dengan bangunan berundap yang, kultural ditandai oleh revivalisasi (revitalisai tran megalitik. Jika benar demikian, pada masa akhir Hindu-Buddha daerah Claket dan sekitarnya masih memiliki areal persawahan dan didukung pemangku budaya agraris. Lokasinya dekat dengan aliray Bratas, sehingga cocok untuk budaya tanaman padi-padian Situs lain yang tak kalah penting di daerah ini aday, ‘Tembalangan, Prasasti Turyyan bertarikh Saka 851 (929M, apy ditulis atas perintah Sri Maharaja Rake Hino Dhyah Sindok sp Isanawikramadharmotunggadewawijaya, sisi belakang bas kei memuat kalimat”.... Sri Maharaja makadatwan i Tamulang (Sx Maharaja berkeraton di Tamwlang)” (Nastiti, 2003:149), Prasast; yang masih in situ ditemukan di Dukuh Watugodeg Desa ‘Tanggung Kec. Tirem Kab. Malang ini menyebut ibukota kerajaan (kadatwan) Mataram pasca dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada sekitar tahun 929 M, yaitu di Tamwlang. Boechari (dalam SNI II, 2010:189) melokasikan mungkin di dekat Jombang, di sana masih ada Desa Tambelang. Namun di bagian lain dari buku ity (hal. 184), dinyatakan “........ Di Jawa Timur, di daerah yang sudah dikenal ada pemguasa daerah yang tunduk kepada Mataram, yaity daerah Kanuruhan, Pu Sindok membangun ibu kota baru, yaitu di Tamwlang”. Pada permyataan terakhir, Boechari tidak melokasikan di Jombang, namun nampaknya di Malang, sebab watak Kanuruhan berada di daerah ini. Pertanyaannya “di tempat mana Tamwlang barada di daerah Malang Raya?” Ada suatu tempat di wilayah Kota Malang, yang namanya dekat dengan amwlang, yaitu Kampung ‘Tembalangan di Kelurahan Ada cukup alasan untuk melokasikan ‘Tamvlang &i Tembalangan. Pertama, Tembalangan dapat dieja menjadi “Tembalangan’. Samaan. dentkian pernah puta didapati di sis Sis Koa Batu (Cayo 20139) 136 Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang . avtinvaz tempat bermama “Tembalang”. Konsonan "B" acap bertukar -schingga’Tembalang > Temwalang, Dengan melesapkan emwalang > Temwlang. Apabila vokal "e” diganti dengan dengan’ waka "a", 9°, Temwvlang > Tamwlang. Kedua, satu-sattmya prasasti Pu Sindok yang menycbut ibukota Mataram berada di Tamwlang adalah Prasasti Turyyan, yang berasal dari Turen di wilayah Malang Raya, Kampung Tembalangan berada di Kota Malang, yakni dalam wilayah Malang Raya. Terlalu jauh bila Tamlang hams janh-jauh di Jombang, padahal yang ng berasal dari Malang. memberitakan adalah y Ketiga, setidaknya ada delapan prasasti Pu Sindok yang tersebar di Malang Raya, antara lain Prasasti Turyyan (929 M), Prasasti Linggasuntan (929 M), Prasasti Gulung-gulung (9929 M), Prasasti Himad (930 M), Prasasti Jru-jru (930 M), Prasasti Kanuruhan A dan B (943 M), dan Prasasti Muneang (944 M). Tiga diantaranya, yaitu Prasasti Tuvan, Linggasuntan dan Gulung-gulung adalah prasasti Sindok yang tertua (929 M). Dua lainnya, yakni Himad dan Jru-jru, dikeluarkan satu hatan kemudian (930 M). Sedangkan sisanya, yaitu Kanuruhan A dan B serta Muncang dikeluarkan lebih kemudian (943 dan 944 M). Boleh jadi dalam kurun waktu 929-944 M, ibukota pemerintahan Mataram berada di Malang, Setelah itu, direlokasikan ke daerah lain, kemungkinan ke Jombang. Sebagai penguasa baru di daerah Malang, wajar jika Sindok menganugerahkan tanah-tanah perdikan (sima) di daerah Malang untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari warganya. Keempat, pilahan pada Tembalangan, yang berada di utara aliran Brantas, tak janh dari Karangbesuki-Dinoyo antara lain sosial dan budaya yang tertua di daerah ini, Mengingat bahwa s abad VIII M, daerah di DAS Metro dan Brantas telah berkembang menjadi pusat peradaban, yakni ibukota kerajaan otonom Kanyuruhan (VIII-IX M.), kemudian (IX-X mempertimbangkan adanya si Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang 137 M.) menjadi pus t watak Kanuruhan di bawah kuasa Mataram”, Artinya, hampir ker: basis politik di sini, Kelima, sebagai penguas memindahkan pusat kuasaan Mal ty abad sebelum Sindok memindahkan ibukota nm Matai ‘am ke daerah Malang, Mataram telah memilikj ang pertama kalj um dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, pilihan kepada Malang sebagai pusat pemerintahan tepat dari segi pertahanan dan keamanan. Geografis Malang yang berada di lingkung gunung dan diitis-iris oleh aliran sungai adalah terugvaal basis — basis pengunduran diri_ untuk kepentingan konsolidasi kekuatan — yang tebilang ideal. Sayang sekali, sejauh ini belum diperoleh tinggalan arkeologis yang signifikan di Kampung Tembalangan dan sekitarnya, yang dapat dijadikan pembukti bahwa pada abad X daerah ini pemah menjadi ibukota Kerajaan Mataram, Daerah Tembalangan, yang kini berkembang menjadi permukiman padat, menjadi faktor penyimaan Jejak budaya masa lalu di sini. Sejauh ini, data yang sampai kepada Kita atas pada temuan sejumlah arung di sepanjang aliran Brantas serta tinggalan purbakala di Punden Mbah Tugu. Agak jauh darinya, yaitu di situs Mbenjing juga ditemukan jejak-jejak budaya Masa Hindu-Buddha. Tidak banyak tinggalan purbakala yang kini didapati di Situs Mbenjing, yang berloksi di Dukuh Mbenjing Kel. Jatimulyo Kee. Lowokwaru. Areal seikitar situs berupa areal makam unum, di tanah membukit + 200 m dari aliran Brantas. Di sebelah selatan situs 32 Nama “Kanjuruhan” atau “Kanyuruhan” adalah sebutan yang diguoakan dalam ta prasasti untuk kerajaan dilembab Metrosabad VII M dalam statusaya sebagai kerajaan yang merdeka (otonom). Sedangkan nama “Kanuruhan* baru digunak yang kini bermama Malang menjacli bagian dari kerajaan thin yang lebib besar, yakni Kerajaan Mataram., Bilamana pevubahan itu tejadh? Yang pasti, d dan telah berstatus watak dari kerajaan Mataram, Amat mungkio ali status ite jadi jataram diperintah oleh Balitung, sebagai raja pe ‘melalukan ckspansi kekuasaan ke witayal Jawa Timur, tak tetkecuali ke duerah Malang, dengan menaklukkan n Kanyuruhan, 138 Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang qvongalir kali Kecil. Sedangkan di areal situs berdiri pohon pohon ‘ang menguatkan kesan arkhaisnya. Situs Mbenjing adalah h punden desa, yang berada di timur laut kompleks makam. anya dipisahkan oleh aliran sungai keeil. Sebenarnya situs ini an Candi Panggung (Punden Rejisari). ak dengan petirthan Candi: Panggung ym di sebelah timurnya. Oleh karena itu pada mas besa, jaraknya dari pat Dengan be alan pintas lalu at relasi antar pemangku budaya di kedua tempat ini. Voto 50. Patirthan Candi Panggung (Punden Bejisari) Later sejarah Situs Mbenjing kurang jelas. Namun, yang pasti sal dari Masa Hindu-Buddha dan Masa Perkembangan Islam. arkeologi yang didapati hanya berupa bata-bata kuno gerabah non-glasir. Selain itu, terdapat dua makam naungi cungkup. Warga setempat meyakini sebagai pusara n mengkisahkan bahwa Mbah voramg “sing mbabad, atau sing mbedah krawang pembuka)" daerah Mbenjing dan sekitarnya, Belum diperoleh kepastian apakah kedua makam itu merupakan makam yang sesungguhnya ataukah "makam semu”. Kendatijirat dan lantai makam telah dilapisi keramik, namun nisannya menggunakan bata besar, yakni bata-bata kuno, yang bisa jadi berasal dari masa pra-Islam, Bata-bata demikian banyak terdapat di sekitar cungkup mn. Ada yang pecahan, ada pula utuhan, bahkan membentuk aii Bul dan istrinya. Tradis Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang 139 struktur, Sclain itu tidak sedikit terdapat pecahan gerabah tia non. glasir di permukaan tanah. Adanya bata-bata besar, teb: dalam pembakaran serta fragmen- petunnjk bahwa Situs Mben: jan matang ‘agmen gerabah itu menjadj ng berasal dari Masa Hindu-Buddha yang berlanjut ke Masa Perkembangan Islam. Jika benar demikian, Situs Mbenjing adalah situs lintas masa. Foto 51. Nisan dari bata kuno iakam Mbah Bul Tidak banyak yang bisa direkonstruksikan kesejarahan Lowokwaru pada Masa Hindu-Buddha. Petunjuk yang relatif jelas tentangnya adalah dari namanya, yaitu Lowokwaru, yang berasal dari kata “lowok” dan “waru”, Jelas bahwa waru adalah nama pohon yang banyak tumbuh di Jawa. Di daerah Malang unsur nama “waru” banyak digunakan sebagai nama desa atau kampung. Menurut Ismail Lutfi (2003:35), salah satu arti kata “lowok" dalam Bahasa Jawa Bart adalah bunga. Sedangkan dalam bahasa Jawa Kuna artinya adalah terbuka lebar (Zoetmulder, 1995:609). Kiranya arti sebagai bunga lebih tepat untuk konteks Lowokwaru, terlebih lagi jika mengingat babwa di Malang terdapat sejumlah desa/kelurahan yang memakai lowok”, seperti: Lowok Surah, Lowok Jati, Lowok Doro, dsb, Pada nama-nama itu, setelah ka “lowok” diikuti oleh nama 140 Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang Seon? dalam Lowok War boleh jadi berasal dati yn snk kata “ha” mengalami_pelesapan di, Dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkan A. Wohart adalah salah sebuah desa (teanua) dalam Xonnmbon, slain Desa Ralingawan, Panawi Prasasti Guling-gulung (029 M), Waharn aldavipatihpangkurbernamasang Ran ksi dalam penetapan ati sebagai salah seorang < sebagai sima. Keterangan serupa didap ndungan, yang ditulis pada masa pemerintahan ng lebih kemudian, Menurut prasasti nokur dijabat oleh sang Hawang, yang turut pada penetapan Wurandungan sebagai sima. telah terjadi pergantian jabatan patih pangkur, dari ke sang Hawang. Menilik Waharu menjadi tempat angkur, maka desa ini bisa dibilang desa penting, okur adalah satu diantara sekitar 12 pejabat di tingkat a dengan tawam dam tirip, pejabat pangkur bertugas rusi pajak yang masuk ke perbendaharaan kerajaan ero e.a., SNI II, 2010:230). Identifikasi Waharu dengan om» cukup beralasaa bila melihat kedekatan jaraknya dengan taran dan Polowijen. 3. Sub-Area Timur sub-area timur terbentang dari lembah Kali Bango, Amprong as hingga Jereng barat Gunung Buring. Ada tiga wilayah ») pada sub-area timur, yaitu (1) Bunulrejo dan Kedungkandang, dyopuro, Lesanpuro dan Cemoro-kandang, (3) Kotalama den Folehan. Sebagaimana halnya dengan sub-area barat, pada 4 Hindu-Buddha hingga Masa Perkembangan Islam ada banyak peristiwa penting berlangsung di sub-area timur, yang mewarnai iesejarahan Malang. Oleh karenanya, pada bagian ini dipaparkan hingga tujuh kesejarahan desa kuno. Pararan berikut_ memberi Wanwacarita, Kesejarahan Desa-desa Kuno di Kota Malang 141

Anda mungkin juga menyukai