Anda di halaman 1dari 56

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA

MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT

(Skripsi)

Oleh
TRI NURLIANINGSIH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA
MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT

Oleh

TRI NURLIANINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia


Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA


MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NON ELEKTROLIT

Oleh

TRI NURLIANINGSIH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas modul berbasis


representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit dari hasil
pengembangan yang dilakukan, mendeskripsikan tanggapan guru terhadap modul
berbasis representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang
dikembangkan, dan mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap modul berbasis
representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang dikem-
bangkan.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan
atau Research and Development (R&D), desain penelitian oleh Borg and Gall.
Langkah yang dilakukan yaitu hanya sampai langkah merevisi hassil uji coba.
Modul yang dikembangkan divalidasi oleh 3 orang validasi ahli mengenai aspek
kesesuaian isi dengan kurikulum, konstruksi, keterbacaan dan kemenarikan.
Uji coba lapangan dilakukan di tiga sekolah. Uji coba lapangan dilakuakan
dengan meminta tanggapan guru yang meliputi aspek kesesuaian isi, konstruksi,
keterbacaan dan kemenarikan, serta meminta tanggapan siswa terhadap aspek
keterbacaan dan kemenarikan. Dari hasil tanggapan guru dan siswa terhadap
modul yang dikembangkan yaitu modul berbasis representasi kimia pada materi
sifat koligatif larutan non elektrolit, diperoleh persentase pada aspek kesesuaian
isi, kontruksi, keterbacaan, dan kemenarikan sebesar 90,91%; 94,44%; 85,32%;
dan 90,28% yang semuanya dikategorikan sangat tinggi. Hasil tanggapan siswa
terhadap keterbacaan dan kemenarikan juga dikategorikan sangat tinggi yaitu
dengan persentase 82,15% dan 82,36%.

Kata kunci : Modul, Representasi Kimia, Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit.
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Tri Nurlianingsih
Nomor Pokok Mahasiswa : 1613023047
Program Studi : Pendidikan Kimia
Jurusan : Pendidikan MIPA
Judul Skripsi : Pengembangan Modul Berbasis Representasi
Kimia pada Materi Sifat Koligatif Larutan Non
Elektrolit

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak di kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam


pernyataan saya di atas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 25 Juli 2021


Yang Menyatakan,

Tri Nurlianingsih
NPM 1613023047
SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga dapat diselesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul
Berbasis Representasi Kimia Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit” sebagai salah
satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan. Tak lupa shalawat serta
salam semoga selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW, seorang suri
tauladan yang sangat luar biasa dalam kesederhanaanya, keluarga, sahabat, serta
umatnya yang senantiasa menjalankan kewajibannya dengan istiqomah.

Sepenuhnya disadari atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang di-


miliki. Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini disampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Undang Rosidin, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
MIPA.
3. Ibu Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia.
4. Ibu Ila Rosilawati, M.Si., selaku pembimbing I memberikan kritik, saran, dan
motivasi selama proses perkuliahan dan proses penyusunan skripsi.
5. Ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc., selaku Pembimbing II dan Pembimbing
Akademik, terima kasih atas kesediaannya membimbing, memberikan saran,
kritik, serta motivasi selama proses perkuliahan dan proses penyusunan
skripsi yang lebih baik.
2
6. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., selaku Pembahas atas keikhlasan, motivasi,
dan kesediaannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan
kepada penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.
7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Kimia dan dosen lain yang telah
memfasilitasi penulis dalam menuntut ilmu selama lebih dari 4 tahun ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi sedikit
banyaknya semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri
dan umumnya bagi pembaca.

Bandar Lampung, 25 Juli 2021


Penulis,

Tri Nurlianingsih
NPM 1613023047
xii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
E. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7


A. Modul ..................................................................................................... 7
B. Representasi Kimia ................................................................................. 15
C. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 19
D. Analisis Konsep ...................................................................................... 19

III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 24


A. Desain Penelitian .................................................................................... 24
B. Sumber Data .......................................................................................... 25
C. Instrumen Penelitian ............................................................................... 25
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 27
E. Alur Penelitian ........................................................................................ 30
F. Analisis Data ........................................................................................... 32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 36


A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 36
B. Pembahasan ........................................................................................... 46
xiii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 58


A. Kesimpulan ............................................................................................. 58
B. Saran ...................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60

LAMPIRAN .................................................................................................... 64
Lampiran 1. Analisis SKL-KI-KD Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit ..... 64
Lampiran 2. Siabus Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit ............................. 75
Lampiran 3. RPP Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit................................. 84
Lampiran 4. Hasil Angket Pendahuluan untuk Guru ....................................... 109
Lampiran 5. Hasil Angket Pendahuluan untuk Siswa...................................... 111
Lampiran 6. Hasil Validasi Ahli Aspek Kesesuaian Isi dengan Kurikulum .... 113
Lampiran 7. Hasil Validasi Ahli Aspek Konstruksi......................................... 116
Lampiran 8. Hasil Validasi Ahli Aspek Keterbacaan ...................................... 119
Lampiran 9. Hasil Validasi Ahli Aspek Kemenarikan..................................... 126
Lampiran 10. Hasil Angket Tanggapan Guru tentang Kesesuaian Isi dengan
Kurikulum ....................................................................................................... 130
Lampiran 11. Hasil Angket Tanggapan Guru tentang Konstruksi ................... 133
Lampiran 12. Hasil Angket Tanggapan Guru tentang Keterbacaan ................ 136
Lampiran 13. Hasil Angket Tanggapan Guru tentang Kemenarikan ............... 143
Lampiran 14. Hasil Angket Tanggapan Siswa tentang Keterbacaan ............... 147
Lampiran 15. Hasil Angket Tanggapan Siswa tentang Kemenarikan ............. 149
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Perbedaan antara buku teks dan modul ...................................................... 8
2. Analisis konsep .......................................................................................... 20
3. Penskoran pada angket berdasarkan skala Likert....................................... 33
4. Tafsiran kriteria tanggapan guru dan validator .......................................... 34
5. Tafsiran kriteria validasi ............................................................................ 35
6. Hasil validasi terhadap modul .................................................................... 44
7. Hasil validasi kesesuaian isi modul ........................................................... 44
8. Hasil tanggapan guru terhadap modul........................................................ 45
9. Hasil tanggapan guru pada aspek kesesuaian isi modul............................. 45
10. Hasil tanggapan siswa terhadap modul ...................................................... 46
xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Representasi ilmu kimia ........................................................................... 17
2. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ..................................... 24
3. Alur penelitian ......................................................................................... 31
4. Cover luar produk modul hasil pengembangan ....................................... 38
5. Cover dalam produk modul hasil pengembangan .................................... 38
6. Kata pengantar produk modul hasil pengembangan ................................ 39
7. Daftar isi produk modul hasil pengembangan ......................................... 39
8. KI-KD produk modul hasil pengembangan ............................................. 39
9. Petunjuk penggunaan produk modul hasil pengembangan ...................... 39
10. Rumusan KD dan Indikator produk modul hasil pengembangan ............ 40
11. Materi pokok produk modul hasil pengembangan ................................... 41
12. Peta konsep produk modul hasil pengembangan ..................................... 41
13. Contoh uraian materi produk modul hasil pengembangan ...................... 41
14. Contoh soal produk modul hasil pengembangan ..................................... 42
15. Rangkuman produk modul hasil pengembangan ..................................... 42
16. Evaluasi produk modul hasil pengembangan........................................... 42
17. Kunci jawaban evaluasi produk modul hasil pengembangan .................. 42
18. Daftar pustaka produk modul hasil pengembangan ................................. 43
19. Cover belakang produk modul hasil pengembangan ............................... 43
20. Indikator pencapaian kompetensi sebelum revisi .................................... 48
21. Indikator pencapaian kompetensi setelah revisi....................................... 48
22. Contoh soal sebelum revisi ...................................................................... 49
23. Contoh soal setelah revisi ........................................................................ 49
24. Cover luar sebelum revisi ........................................................................ 50
25. Cover luar setelah revisi........................................................................... 50
xvi

26. Penguapan air di suhu berbeda sebelum revisi ........................................ 51


27. Penguapan air di suhu berbeda setelah revisi........................................... 51
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia termasuk dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang mem-
pelajari tentang teori, aturan-aturan, fakta, deskripsi, dan peristilahan kimia
(Depdiknas, 2016). Banyak siswa SMA menganggap ilmu kimia sulit dipelajari
dibandingkan ilmu-ilmu lain, sehingga siswa sudah terlebih dahulu merasa kurang
mampu mempelajarinya (Yusfiani dan Situmorang, 2006). Hal ini serupa dengan
yang disampaikan Marsitta (2014), bahwa ilmu kimia merupakan salah satu
pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah.

Kesulitan dalam mempelajari ilmu kimia ini dapat disebabkan oleh sebagian besar
konsep yang dipelajari dalam kimia bersifat abstrak, dan tidak dapat dijelaskan
tanpa menggunakan analogi atau model (Chandrasegaran, dkk., 2007). Konsep
kimia yang kompleks dan abstrak membuat ilmu kimia menjadi sulit bagi siswa
(Marsita, dkk., 2010). Konsep kimia yang abstrak ini dapat disampaikan dengan
representasi yang dapat menghubungkan hal yang abstrak dengan hal yang
konkret sehingga konsep abstrak menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa
(Busrial, 2014).

Salah satu materi yang wajib dipelajari oleh peserta didik adalah sifat koligatif
larutan non elektrolit yang merupakan salah satu materi dalam pembelajaran
kimia di Kelas XII. Kompetensi Dasar 3.1 adalah menganalisis penyebab adanya
fenomena sifat koligatif larutan pada penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,
penurunan titik beku dan tekanan osmosis. Kompetensi Dasar 4.1 adalah menya-
jikan hasil analisis berdasarkan data percobaan terkait penurunan tekanan uap,
kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis larutan. Fenomena
2

sifat koligatif larutan non elektrolit banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga pada proses pembelajaran guru dapat membimbing siswa melihat
fenomena di alam sekitar. Materi sifat koligatif larutan non elektrolit adalah salah
satu materi yang dimungkinkan munculnya miskonsepsi pada pemahaman siswa
(Pinarbasi, Sozbilir, Canpolat, 2009; Talanquer, 2009; dan Louga, Ndunguru,
Mkoma, 2013).

Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, hasil analisis dari buku ajar yang selama
ini beredar dan digunakan oleh siswa yaitu Kimia kelas XII (Muchtaridi, 2017),
Kimia untuk SMA/MA kelas XII (Sudarmo, 2013), dan Kimia untuk SMA kelas
XII (Purba, 2018), pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit, menunjukkan
bahwa buku ajar tersebut belum atau hanya sedikit menampilkan gambar-gambar
submikroskopis sehingga siswa kesulitan dalam mengamati fenomena kimia pada
level submikroskopik.

Untuk membantu siswa memahami konsep yang bersifat abstrak dan tidak dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari, banyak ilmuwan dan peneliti dikhususkan
untuk merancang representasi visual atau model (Chen, 2006). Salah satu repre-
sentasi yang dapat digunakan untuk menerangkan konsep abstrak adalah represen-
tasi kimia. Chiu dan Wu (2009) menjelaskan bahwa representasi kimia merupakan
suatu cara untuk menjelaskan fenomena, konsep abstrak, gagasan, dan proses me-
kanisme. Johnston dalam Chittleborough (2004) mendeskrispsikan bahwa repre-
sentasi kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi dalam konsep-konsep
kimia yaitu level makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Level makrosko-
pik menggambarkan sifat sebagian besar fenomena nyata dan terlihat dalam
pengalaman sehari-hari siswa ketika mengamati perubahan sifat materi (misalnya
perubahan warna, pH larutan, dan pembentukan gas dan endapan dalam reaksi
kimia). Level submikroskopik memberikan penjelasan pada tingkat partikulat
dimana materi digambarkan terdiri dari atom, molekul, dan ion. Level simbolik
melibatkan penggunaan simbol-simbol kimia, rumus dan persamaan, serta gambar
struktur molekul, diagram model dan animasi komputer untuk melambangkan
materi (Chandrasegaran, dkk., 2007).
3

Pembelajaran berbasis representasi kimia dapat ditunjang menggunakan media


ajar salah satunya adalah modul. Modul merupakan paket belajar mandiri yang
meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan serta dirancang
secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar (Mulyasa, 2004).
Komponen-komponen pada modul harus dikemas secara menarik agar dapat me-
rangsang peserta didik untuk berpikir.

Modul yang tepat agar dapat menyampaikan konsep yang abstrak adalah modul
yang menyajikan materi dengan menghubungkan hal yang abstrak dengan hal
yang konkret. Modul berbasis representasi kimia ini dapat digunakan untuk mem-
bantu siswa lebih memahami materi. Tasker & Dalton (2006) menyatakan bahwa
pembelajaran kimia umumnya menggunakan level makroskopik dan simbolik,
sehingga akan terjadi kesalahpahaman dalam pembelajaran kimia berasal dari ke-
tidakmampuan siswa untuk memvisualisasikan struktur dan proses dalam level
submikroskopik (tingkat molekul). Pengembangan modul ini mendukung penera-
pan kurikulum 2013, dimana guru dituntut untuk membimbing siswa untuk lebih
aktif dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 menekankan pada aktivitas siswa,
sehingga pengembangan modul adalah salah satu pendukung dari keterlaksanaan
kurikulum 2013.

Hal ini didukung oleh studi literatur mengenai pengembangan modul berbasis
representasi kimia yang dilakukan oleh Savitri, Firmansyah, dan Wibowo (2017)
pada materi asam basa; pengembangan modul berbasis representasi kimia yang
sudah dilakukan oleh Utomo, Fadiawati, Rosilawati, dan Kadaritna (2013); serta
pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan
yang oleh Achmalia, Rosilawati, dan Kadaritna (2016).

Pada studi lapangan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Banjit, SMA Surya Dharma
2 Bandar Lampung, dan Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Way Tuba, diperoleh
fakta bahwa 66,7% guru tidak membuat bahan ajar. Bahan ajar yang digunakan
dalam proses pembelajaran yaitu LKS yang disediakan oleh pihak sekolah.
Sebanyak 33,3% guru masih belum mengetahui fenomena submikroskopik, dan
4

bahan ajar yang digunakan pada proses pembelajaran pada materi sifat koligatif
larutan non elektrolit belum berbasis representasi kimia.

Berdasarkan hasil studi lapangan yang melibatkan 30 siswa dari 3 sekolah diper-
oleh data bahwa semua siswa memperoleh bahan ajar dari guru pada materi sifat
koligatif larutan non elektrolit. Dalam memahami materi sifat koligatif larutan non
elektrolit sebanyak 66,7% menyatakan menemukan kesulitan. Kesulitan yang
ditemui oleh siswa diantaranya yaitu sulit memahami materi yang terdapat pada
bahan ajar karena bahan ajar hanya berupa penjelasan materi saja tetapi tidak di-
lengkapi dengan gambar-gambar untuk memperjelas uraian materi.

Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul Pengem-


bangan Modul Berbasis Representasi Kimia Pada Materi Sifat Koligatif Larutan
Non Elektrolit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini yaitu:
1. Bagaimana validitas modul berbasis representasi kimia pada materi sifat
koligatif larutan non elektrolit dari hasil pengembangan yang dilakukan?
2. Bagaimana tanggapan guru terhadap modul berbasis representasi kimia pada
materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan?
3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap modul berbasis representasi kimia pada
materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui validitas modul berbasis representasi kimia pada materi sifat
koligatif larutan non elektrolit dari hasil pengembangan yang dilakukan.
5

2. Mendeskripsikan tanggapan guru terhadap modul berbasis representasi kimia


pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan.
3. Mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap modul berbasis representasi kimia
pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah sebagai bahan belajar siswa untuk lebih
memahami materi sifat koligatif larutan non elektrolit dan mempermudah siswa
dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran kimia, khususnya pada
materi sifat koligatif larutan non elektrolit.

2. Bagi guru

Manfaat penelitian ini bagi guru (khususnya guru mata pelajaran Kimia) adalah
dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses
kegiatan belajar mengajar dan sebagai sumber referensi mengenai representasi
kimia dalam pembelajaran kimia, pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit.

3. Bagi sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah sebagai referensi untuk meningkatkan
mutu sekolah dan menjadi sumber informasi yang dapat diterapkan dalam pem-
belajaran kimia untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar permasalahan yang telah dipaparkan dalam penelitian ini menjadi terarah
dan menghindari kajian penelitian yang meluas, maka ruang lingkup masalah
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Modul

Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan


fungsi pendidikan (Indriyanti dkk, 2010). Winkel (dalam Dewi 2010) menjelaskan
bahwa modul adalah merupakan suatu program belajar mengajar terkecil yang
dipelajari oleh peserta didik sendiri kepada dirinya sendiri (self instructional)
setelah peserta didik menyelesaikan yang satu dan melangkah maju dan mem-
pelajari satuan berikutnya. Prastowo (2012) menyebutkan bahwa modul merupa-
kan sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan
bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh peserta didik serta dapat di-
pelajari secara mandiri tanpa membutuhkan fasilitator dan modul juga dapat
digunakan sesuai dengan kecepatan belajar peserta didik.

Modul merupakan salah satu media pembelajaran yang berbentuk naskah atau
media cetak yang sering digunakan oleh guru dan siswa dalam kegiatan belajar.
Modul dirumuskan sebagai salah satu unit yang lengkap yang berdiri sendiri,
terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu para siswa
dalam mencapai tujuan belajar yang telah dirumuskan secara spesifik dan
operasional. Modul digunakan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran
yang memperlihatkan fungsi pendidikan.Strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan
antara fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung pada materi pem-
belajaran. Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kappa-
bilitas yang dapat dipelajari oleh siswa, yaitu informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motorik. Strategi pengorgani-
sasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berfikir, yaitu pem-
8

bentukan konsep, interpretasi konsep dan aplikasi prinsip. Strategi-strategi ter-


sebut memegang peranan penting dalam mendesain pembelajaran. Kegunaannya
dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar yang secara otomatis dapat
meningkatkan hasil belajar (Herawati, 2013).

Sering kali sulit dibedakan antara modul dengan buku teks. Menurut Munadi
(2013), beberapa perbedaan antara buku teks dengan modul, seperti Tabel 1
berikut:
Tabel 1. Perbedaan antara buku teks dan modul

No Buku Teks Biasa Modul


Untuk keperluan umum Dirancang untuk sistem pembelajaran
1.
mandiri
Bukan merupakan bahan belajar yang Program pembelajaran yang utuh dan
2.
terprogram sistematis
Lebih menekankan sajian materi ajar Mengandung tujuan bahan/ kegiatan
3.
dan evaluasi
Cenderung informatif dan searah Disajikan secara komunikatif dan dua
4.
arah
Menekankan fungsi penyajian Dapat menggantikan beberapa peran
5.
materi/informasi pengajar
6. Cakupan materi lebih umum Cakupan bahasan terukur dan terfokus
Pembaca cenderung pasif Mementingkan aktivitas belajar
7.
pemakai

Adapun keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul


menurut Santyasa (2009) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi peserta didik, karena setiap kali mengerjakan tugas
pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
2. Setelah dilakukan evaluasi, pendidik, dan peserta didik mengetahui benar, pada
modul yang mana peserta didik telah berhasil dan pada bagian modul yang
mana mereka belum berhasil.
3. Peserta didik mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya.
4. Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.
5. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut
jenjang akademik.
9

Menurut Hernawan, dkk, (2008) modul dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:
1. Modul sederhana, yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas 3-5
halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran 1-2
jam pelajaran;
2. Modul kompleks, yaitu bahan pembelajaran yang terdiri atas 40-60 halaman,
untuk 20-30 jam pelajaran. Modul kompleks ini dapat dilengkapi bahan audio,
video/film, kegiatan percobaan, praktikum, dan sebagainya.

Ciri-ciri atau karakteristik modul sesuai dengan pedoman penulisan modul yang
dikeluarkan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003
(Lestari, 2013), sebagai berikut:
a. Self instructional; yaitu mampu membelajarkan siswa secara mandiri. Melalui
modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri
sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self
instruksional, maka dalam modul harus: (1.) Berisi tujuan yang dirumuskan
dengan jelas. (2.) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit
kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas. (3.) Menyediakan
contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajar-
an. (4.) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkin-
kan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya.
(5.) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau
konteks tugas dan lingkungan penggunanya. (6.) Menggunakan bahasa yang
sederhana dan komunikatif. (7.) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
(8.) Terdapat instrument penilaian/assessment, yang memungkinkan pengguna-
an diklat. (9.) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya meng-
ukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi. (10.) Terdapat umpan balik
atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi,
dan tersedia informasi tentang pengayaan atau referensi yang mendukung
materi pembelajaran.
b. Self contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh.
Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pemakainya mem-
10

pelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu
kesatuan yang utuh.
c. Stand alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung
pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media
pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pemakainya tidak tergantung
dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau
mengerjakan tugas pada modul tersebut.
d. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel
digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
e. User friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat
dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, meng-
akses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah
dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah
satu bentuk user friendly.

Menurut Sugihartono dkk, (2007) mengemukakan pembelajaran dengan modul


merupakan pembelajaran yang sebagian atau seluruhnya menggunakan modul.
Tujuan dari pembelajaran dengan modul adalah membuka kesempatan bagi
peserta didik untuk belajar menurut kemampuan dan cara masing-masing. Oleh
karena itu, Suryosubroto (1983) mengemukakan bahwa tujuan digunakan modul
di dalam proses belajar mengajar ialah sebagai berikut:
a) Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif;
b) peserta didik dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan
kecepatan dan kemampuannya sendiri;
c) peserta didik dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan
kegiatan belajar sendiri, baik di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan
pendidik;
d) peserta didik dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri
secara berkelanjutan;
e) peserta didik benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar;
f) kemajuan peserta didik dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi
melalui evaluasi yang dilakukan pada setiap modul berakhir;
11

g) modul disusun berdasarkan kepada konsep “mastery learning” suatu


konsep yang menekankan bahwa peserta didik harus secara optimal
menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu.

Dalam penulisan modul, yang harus menjadi perhatian utama adalah peserta didik.
Dengan demikian, dalam merencanakan modul (Sukiman, 2012) perlu disiapkan
hal-hal sebagai beikut:
1. pembuatan outline modul yang akan disusun dalam rangka memberikan
kerangka penulisan modul dan dapat digunakan untuk ke dalam materi
modul dalam setiap jenjang diklat.
2. petunjuk yang harus dilakukan peserta didik dalam mempelajari modul.
3. materi pelajaran yang lalu sebagai pemantapan, terutama yang berkaitan
dengan materi yang akan diberikan.
4. nasihat bagaimana cara belajar memanfaatkan waktu yang tersedia
dengan lebih efektif.
5. tujuan/kompetensi dan materi pelajaran yang akan dipelajari peserta
didik.
6. penjelasan materi baru yang disajikan bagi peserta didik.
7. petunjuk pemecahan masalah untuk membantu memahami materi yang
disajikan.
8. motivasi bagi peserta didik agar senantiasa aktif dalam belajar.
9. contoh, latihan, dan kegiatan yang mendukung materi.
10. tugas dan umpan balik yang dapat mengukur keberhasilan penguasaan
materi
11. kesimpulan modul yang akan dipelajari berikutnya.

Sistematika penulisan modul mencakup lima bagian (Sukiman, 2012): bagian


pendahuluan, kegiatan belajar, evaluasi dan kunci jawaban, glosarium serta daftar
pustaka. Bagian pendahuluan antara lain meliputi:
1. Latar Belakang
2. Deskripsi Singkat Modul
3. Manfaat atau Relevansi
4. Standar Kompetensi
5. Tujuan Instruksional/ SK/ KD
6. Peta Konsep
7. Pentunjuk Penggunaan Modul

Bagian kegiatan belajar berisi tentang pembahasan materi modul sesuai dengan
tuntutan isi kurikulum atau silabus mata pelajaran. Setiap kegiatan belajar me-
nurut Sukiman (2012) meliputi: (1) Rumusan kompetensi dasar (KD) dan indi-
kator, (2) Materi pokok, (3) Uraian materi berupa penjelasan, contoh dan ilus-
12

trasi-ilustrasi, (4) Rangkuman, (5) Tugas/latihan, (6) Tes mandiri, (7) Kunci
jawaban, (8) Umpan balik (feedback).

Pada bagian evaluasi berisi soal-soal untuk mengukur penguasaan peserta didik
setelah mempelajari keseluruhan isi modul. Setelah mengerjakan soal-soal
tersebut, mereka langsung dapat mencocokkan jawaban mereka dengan kunci
jawaban yang tersedia dan sekaligus menganalisis tingkat penguasaan mereka. Di
bagian akhir modul biasanya dilengkapi glosarium dan daftar pustaka. Glosarium
adalah daftar kata-kata yang dipandang sulit beserta penjelasannya. Dengan
adanya glosarium ini diharapkan peserta didik betul-betul dapat belajar mandiri
(Sukiman, 2012).

Modul memerlukan pengaturan muatan konsep untuk lebih memotivasi peserta


didik. Ada beberapa cara untuk mengatur muatan konsep menurut Sukiman
(2012) adalah sebagai berikut: pertama, kepadatan informasi. Penulisan modul
diawali dari materi yang diketahui peserta didik ke materi yang belum diketahui
peserta didik serta pemberian daftar kata sulit dan penyajian konsep secara
konkret disertai contoh. Kedua, simulasi tambahan. Penulisan modul sebaiknya
dapat memberikan rangsangan dengan menambahkan pertanyaan dan kegiatan
yang dapat dianalisis dan dikerjakan peserta didik.

Dalam menyusun modul diperlukan analisis bahan ajar untuk memperoleh modul
yang berkualitas. Menurut Tim penyusun (2006) mengemukakan bahwa untuk
mengevaluasi buku meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, penyajian
materi, keterbacaan, dan grafika.
1. Aspek Kesesuaian Isi dengan Kurikulum
Perkembangan kurikulum akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran
termasuk pola dan susunan materi pembelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik. Materi yang disusun dalam sebuah modul harus sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum,
sehingga indikator keberhasilan siswa dapat tercapai secara maksimal.
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi
aspek-aspek kebutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai siswa.
13

Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap kompetensi inti dan kompetensi
dasar memerlukan jenis materi yang berbeda dalam kegiatan pembelajaran.

Pengembangan materi pembelajaran dalam sebuah modul harus relevan dengan


kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam sebuah kuriku-
lum. Selain itu konsistensi dan kecakupan materi yang dikembangkan baik
dalam sebuah modul siswa maupun bahan ajar lainnya dapat memberikan
dukungan terhadap berhasilnya pencapaian kompetensi inti yang harus dicapai
siswa. Prinsip dasar dalam menentukan materi pembelajaran dalam sebuah
modul yaitu :
a. Relevansi (kesesuaian)
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian kompetensi inti
dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan di-
kuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran
yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis
materi yang lain.
b. Konsistensi (keajegan)
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam,
maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam itu.
c. Adequacy (kecukupan)
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta
didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang
membantu tercapainya kompetensi inti dan kompetensi dasar. Sebaliknya,
jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam
pencapaian target kurikulum pencapaian keseluruhan KI dan KD (Tim
Penyusun, 2008).
2. Aspek penyajian materi
Penyajian materi merupakan cara atau sistem yang ditempuh agar buku yang
disusun menarik perhatian, mudah dipahami, sehingga dapat membangkitkan
semangat siswa. Aspek penyajian materi ini merupakan aspek tersendiri yang
harus diperhatikan dalam buku pelajaran yang diantaranya berkenaan dengan
tujuan pembelajaran, latihan, soal, dan materi pengayaan (Mudzakir, 2010).
14

Bahan ajar yang baik menyajikan bahan secara lengkap, sistematis, sesuai
dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan cara penyajian
yang membuat mudah dibaca dan dipelajari. Berikut adalah poin khusus dalam
penyajian materi menurut Wibowo (2005) :
a. Penyajian konsep disajikan secara runtun mulai dari yang mudah ke sukar,
dari yang konkret ke abstrak dan dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang dikenal sampai yang belum dikenal.
b. Terdapat uraian tentang apa yang akan dicapai peserta didik setelah mem-
pelajari bab tersebut dalam upaya membangkitkan motivasi belajar.
c. Terdapat contoh-contoh soal yang dapat membantu menguatkan pe-
mahaman konsep yang ada dalam materi.
d. Soal-soal yang dapat melatih kemampuan memahami dan menerapkan
konsep yang berkaitan dengan materi dalam bab sebagai umpan balik
disajikan pada setiap akhir bab.
e. Penyampaian pesan antara subbab yang berdekatan mencerminkan keruntut-
an dan keterkaitan isi.
f. Pesan atau materi yang disajikan dalam satu bab, subbab, dan alinea harus
mencerminkan kesatuan tema.
3. Aspek grafika (kemenarikan)
Grafika merupakan bagian dari buku pelajaran yang berkenaan dengan fisik
buku, meliputi ukuran buku, jenis kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, dan
ilustrasi, yang membuat siswa menyenangi buku yang dikemas dengan baik
dan akhirnya juga meminati untuk membacanya (Wibowo, 2005). Komponen
kegrafikan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator (Tim
Penyusun, 2006) adalah sebagai berikut : (a) Ukuran format buku; (b) Desain
bagian kulit atau luar buku; (c) Desain bagian isi yang berhubungan dengan
tipografi tulisan, seperti pemisahan antar paragraf, ukuran tulisan, penempatan
unsur tata letak judul, subjudul, teks, gambar, keterangan gambar, nomor
halaman, warna yang digunakan, serta penggunaan variasi huruf tebal, miring,
kapital; (d) Kualitas kertas; (e) Kualitas cetakan; (f) kualitas jilidan.
15

4. Aspek keterbacaan
Menurut Ambruster dan Anderson dalam Widodo (1993) bahwa keterbacaan
buku pelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menyelidiki beberapa
aspek bahan tertulis yang mengacu pada tingkat kesukaran pemahaman bahan
bacaan tersebut. Bahan ajar tertulis yang sukar dipahami oleh pembaca siswa
menyebabkan rasa malas, tidak tertarik, atau bahkan terjadi frustasi. Hal ini
dikarenakan pembaca mengalami kesulitan dalam penelaahan kata dan kalimat
untuk mendapatkan kesamaan konsep yang paling benar Harrison dalam
Widodo (1993). Auckerman dalam Widodo (1993) menyebutkan bahwa faktor
penyebab kesukaran bacaan yaitu kalimat panjang pendek, sederhana kompleks
dan perbendaharaan kata-kata tunggal majemuk, bersuku kata banyak, kata-
kata abstrak, dan tata konseptual. Kata yang tepat serta dikenal oleh pembaca
dapat membantu pemahaman pembaca sedangkan kata kurang tepat akan
menyebabkan pembaca menghentikan kegiatan membaca. Faktor cetakan, garis
bawah, cetak miring, kepadatan kata, tata letak, dan masalah kekompakan serta
bahasa dapat mempengaruhi pemahaman bacaan Knutton dalam Widodo,
(1993). Hal tersebut dapat memperjelas dan menegaskan isi buku yang
dianggap penting, karena dengan adanya faktor tersebut menyebabkan
timbulnya perbedaan penafsiran dan perbedaan persepsi dari masing-masing
pembaca. Widodo (1993) menyimpulkan bahwa keterbacaan bahan ajar
berkaitan dengan tiga hal, yaitu kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman.

B. Representasi Kimia

Berdasarkan kamus Hughes, dkk. (1995), definisi dari kata ‘representation’


berarti sesuatu yang merepresentasikan yang lain (‘means something that
represents another’). Kata menyajikan (represents) memiliki sejumlah makna
termasuk: mensimbolisasikan (to symbolize); memanggil kembali pikiran melalui
gambaranatau imajinasi (to imagination); memberikan suatu penggambaran (to
depict as). Makna istilah-istilah tersebut memperkuat pentingnya suatu repre-
sentasi untuk membantu mendeskripsikan dan mensimbolisasikan dalam suatu
16

eksplanasi. Penggunaan representasi dengan berbagai cara atau model representasi


untuk merepresentasikan suatu fenomena disebut representasi kimia.

Treagust (2008) mengkategorikan model-model dalam representasi kimia untuk


belajar konsep sains adalah analogi, pemodelan, diagram dan multimedia. Dengan
definisi yang lebih luas, semua model representasi seperti model, analogi, per-
samaan, grafik, diagram, gambar dan simulasi yang digunakan dalam sains/kimia
dapat dirujuk sebagai bentuk metafora. Suatu metafora menyediakan deskripsi
mengenai fenomena nyata dalam term yang berbeda, dimana siswa menjadi lebih
akrab mengenalinya.

Heuvelen dan Zou dalam Sunyono (2012) membagi representasi ke dalam dua
jenis, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi internal didefinisikan
sebagai konfigurasi kognitif individu yang diperkirakan berasal dari perilaku yang
menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah,
sedangkan representasi eksternal dapat didefinisikan sebagai situasi fisik yang
terstruktur yang dapat dilihat sebagai mewujudkan ide-ide fisik. Menurut pan-
dangan kontruktifis dalam Meltzer dalam Sunyono (2012), representasi internal
ada di dalam kepala siswa dan representasi eksternal disituasikan oleh lingkungan.
Ainsworth dalam Sunyono (2012) membuktikan bahwa banyak representasi dapat
memainkan tiga peranan utama. Pertama, mereka dapat saling melengkapi.
Kedua, suatu representasi yang lazim tidak dapat menjelaskan tafsiran tentang
suatu representasi yang lebih tidak lazim. Ketiga, suatu kombinasi representasi
dapat bekerja bersama membantu siswa menyusun suatu pemahaman yang lebih
dalam tentang suatu topik yang dipelajari.

Johnstone dalam Chittleborough (2004) membagi representasi ilmu kimia ke


dalam tiga level representasi yang berbeda yaitu makroskopik, sub mikroskopik
dan simbolik. Ketiga level representasi kimia tersebut dapat dihubungkan dalam
gambar 1 sebagai berikut :
17

Gambar 1. Representasi Ilmu Kimia (Treagust, dkk, 2003).

Adapun penjelasan dari ketiga jenis level representasi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Representasi Makroskopis
Representasi makroskopis melalui pengamatan nyata/dilihat (visible) dan
dipersepsi oleh panca langsung maupun tak langsung. Perolehan pengamatan
itu dapat melalui pengalaman sehari-hari, penyelidikan di laboratorium secara
aktual, studi di lapangan dan secara tak langsung melalui perubahan warna,
suhu, pH larutan, pembentukan gas diobservasi ketika suatu reaksi kimia
berlangsung. Seorang siswa dapat merepresentasikan hasil pengamatan yang
diperoleh dari kegiatan di laboratorium melalui berbagai model representasi,
misalnya dalam bentuk laporan tertulis, diskusi, presentasi oral, diagram, grafik
dan sebagainya. Representasi level makroskopis bersifat deskriptif, namun
demikian pengembangan kemampuan pebelajar merepresentasikan level
makroskopis memerlukan bimbingan agar mereka dapat fokus terhadap aspek-
aspek apa saja yang paling penting untuk diamati dan direpresentasikan
berdasarkan fenomena yang diamatinya.
2. Representasi Submikroskopis
Representasi submikroskopis merupakan representasi kimia yang menjelaskan
mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom atau molekular)
terhadap fenomena makroskopis yang diamati. Penggunaan istilah sub-
mikroskopis merujuk pada level ukuran yang direpresentasikannya lebih kecil
dari level makroskopis. Level representasi submikroskopis yang dilandasi teori
partikulat materi digunakan untuk mengeksplanasi fenomena makroskopis
dalam term partikel-partikel, seperti molekul-molekul dan atom-atom.
18

Operasi pada level submikroskopis memerlukan kemampuan berimajinasi


dan memvisualisasikan. Model representasi pada level ini dapat diekspresikan
mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu
menggunakan kata-kata (verbal), diagram, gambar, model dua dimensi atau
tiga dimensi, baik yang statis maupun dinamis (berupa animasi).
3. Representasi Simbolis
Representasi simbolis adalah representasi kimia secara kualitatif dan kuanti-
tatif. Representasi simbolis dapat berupa rumus kimia, persamaan reaksi,
stoikiometri dan perhitungan matematik. Menurut Taber (2009), representasi
simbolis bertindak sebagai bahasa persamaan kimia sehingga terdapat aturan-
aturan yang harus diikuti. Level representasi simbolis mencakup semua
abstraksi kualitatif yang digunakan untuk menyajikan setiap item pada level
submikroskopis.

Penelitian yangdilakukan oleh Gabel, dkk. (Wu, 2003) menunjukkan bahwa level
submikroskopis dan simbolik sulit untuk dipahami siswa karena kedua represen-
tasi tersebut tidak dapat dilihat dan abstrak, sedangkan pemahaman siswa ter-
hadap kimia biasanya bergantung pada perolehan informasi yang dapat dilihat.
Umumnya pembelajaran kimia hanya membatasi pada dua level representasi,
yaitu makroskopik dan simbolik. Level berpikir mikroskopik dipelajari terpisah
dari dua tingkat berpikir lainnya, siswa diharapkan dapat mengintegrasikan sendiri
dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku tanpa pengarahan dari guru.
Selain itu, siswa juga lebih banyak belajar memecahkan soal matematis tanpa
mengerti dan memahami maksudnya. Keberhasilan siswa dalam memecahkan
soal matematis dianggap bahwa siswa telah memahami konsep kimia. Padahal,
banyak siswa yang berhasil memecahkan soal matematis tetapi tidak memahami
konsep kimianya karena hanya menghafal algoritmanya. Siswa cenderung hanya
menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik yang bersifat abstrak
(dalam bentuk deskripsi kata-kata) akibatnya tidak mampu untuk membayangkan
bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi.
19

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan mengenai pengembangan modul berbasis representasi


kimia yaitu:
1) Pengembangan bahan ajar berbasis representasi kimia pada materi partikel
materi oleh Utomo, Fadiawati, Rosilawati, dan Kadaritna (2013), hasil yang
diperoleh pada materi partikel materi memiliki persentase sangat tinggi untuk
aspek konstruksi yaitu sebesar 100%, serta persentase 80% untuk aspek
kesesuaian isi dengan kurikulum dan aspek keterbacaan, sehingga bahan ajar
layak digunakan sebagai media belajar.
2) Pengembangan modul berbasis representasi kimia oleh Savitri, Firmansyah,
dan Wibowo (2017) pada materi asam basa memiliki persentase 87,33% pada
penilaian ahli materi dan 92,5% pada penilaian ahli media, dan diperkuat dari
hasil tanggapan siswa terhadap kualitas modul pembelajaran yaitu 87,65%
dengan kategori sangat baik, berdasarkan hasil uji kualitas modul, maka modul
dinyatakan layak sebagai media belajar bagi siswa.
3) Pengembangan bahan ajar berbasis representasi kimia pada materi teori
tumbukan oleh Achmalia, Rosilawati, dan Kadaritna (2016), hasil yang didapat
pada penelitian ini pada materi teori tumbukan memiliki persentase sangat
tinggi pada aspek kesesuaian isi dengan kurikulum 84,58%, aspek konstruk 84,
61% dan aspek keterbacaan 85,79%, sehingga bahan ajar layak digunakan
sebagai sumber belajar.

D. Analisis Konsep

Herron dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa Analisis konsep merupa-


kan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencana-
kan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah diguna-
kan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep
sifat koligatif larutan non elektrolit dapat dilihat pada Tabel 2.
20

Tabel 2. Analisis konsep


Nama / Jenis Atribut konsep Posisi konsep Non
Definisi konsep Contoh
label konsep Kritis Variabel Superordinat Ordinat Subordinat contoh
Konsentrasi adalah Konkret - Persen berat - Jumlah zat Mol Satuan - Persen - Molaritas Kilogram
Konsentrasi satuan yang - Persen -Volume konsentrasi berat - Kemolalan Sentimeter
menyatakan volume - Persen - Fraksi mol
banyaknya suatu zat - Normalitas volume
dalam suatu - Kemolaran - Normalitas
campuran - Kemolalan - Kemolaran
- Fraksimol - Kemolalan
- Fraksi mol
Persen Satuan konsentrasi - Jumlah - Jeniszat Konsentrasi - Persen - Larutan Larutan
berat yang menyatakan bagian zat - Massa zat volume Alkohol NaCl 0,1
jumlah bagian berat terlarut yang terlarut - Kemolaran 10% M
zat terlarut yang terdapat dalam - Kemolalan
terdapat dalam 100 100 bagian - Fraksi mol
bagian larutan larutan
Persen Persen volume adalah Konkret Jumlah bagian - Jenis zat Konsentrasi -Persen berat - 51,79 % Larutan
volume konsentrasi yang volume zat - Volume zat - Normalitas volume NaCl 0,1
menyatakan jumlah terlarut yang terlarut - Kemolaran alkohol M
bagian volume zat terdapat dalam - Kemolalan dalam
terlarut yang tedapat 100 bagian - Fraksi mol 100%
dalam 100 bagian volume volume
volume larutan larutan larutan
Normalitas Normalitas adalah Konkret Jumlah mol - Jumlah Konsentrasi - Persen - Larutan Larutan
satuan konsentrasi ekivalen zat ekuivalen berat NaOH 2 N alkohol
yang menyatakan terlarut dalam zat terlarut - Persen 10%
Menyatakan jumlah 1 liter larutan volume
mol ekivalen zat - Kemolaran
terlarut dalam 1 liter - Kemolalan
larutan. - Fraksi mol
Kemolaran Kemolaran Konkret Jumlah mol - Jumlah mol Konsentrasi - Persen - Larutan Larutan
(molaritas) adalah zat terlarut zat terlarut berat HCL 2 M NaOH 1
21

Tabel 2 (Lanjutan)
satuan konsentrasi dalam 1 liter - Volume - Persen N
yang menyatakan larutan larutan volume
jumlah mol zat - Normalitas
terlarut dalam 1 liter - Kemolalan
larutan - Fraksi mol
Kemolalan Kemolalan Konkret Jumlah mol zat - Jumlah mol Konsentrasi - Persen - Larutan urea Larutan
(molalitas) adalah terlarut dalam 1 zat terlarut berat 0,25 m HCL
satuan konsentrasi kg (1000 g) - Massa - Persen 2M
yang menyatakan pelarut pelarut volume
jumlah mol zat - Normalitas
terlarut dalam 1 kg - Kemolaran
(1000 g) pelarut - Fraksi mol
Fraksi mol Fraksi mol adalah Konkret Jumlah mol zat - Jumlah mol Konsentrasi - Persen - Fraksi mol Molaritas
konsentrasi yang terlarut dan zat terlarut berat urea dalam larutan
menyatakan jumlah mol zat - Jumlah mol - Persen larutan urea gula
perbandingan jumlah pelarut terhadap zat pelarut volume
mol zat terlarut dan jumlah mol - Jumlah mol - Normalitas
jumlah mol zat larutan total -Kemolaran
pelarut terhadap - Kemolalan
jumlah mol larutan
Sifat Sifat Koligatif Abstrak Penurunan Jenis zat Larutan - Sifat - Penurunan - Larutan Larutan
Koligatif Larutan bergantung tekanan uap, terlarut, koligatif tekanan uap, urea alkohol
Larutan pada jenis zat terlarut kenaikan titik volume larutan non - Kenaikan - Larutan
tetapi hanya didih, larutan, elektrolit titik didih, gula
bergantung pada penurunan titik konsentrasi - Sifat - Penurunan - Larutan
konsentrasi zat beku, tekanan zat terlarut koligatif titik beku garam
terlarutnya osmotik larutan - Tekanan
elektrolit osmotik
Penurunan Penurunan tekanan Konkrit Tekanan uap Jenis zat Sifat - Kenaikan Persamaan Penurunan Penurunan
tekan uap uap adalah selisih jenuh diatas terlarut, koligatif titik didih, penurunan tekanan uap titik beku
antara tekanan uap larutan konsentrasi larutan - penurunan tekanan uap larutan urea larutan
pelarut dengan zat terlarut titik beku, diatas glukosa
tekanan uap larutan - tekanan larutan
osmosis
22

Tabel 2 (Lanjutan)
Tekanan Tekanan uap jenuh Konkrit Hukum Raoult Jenis zat Penurunan Tekanan uap Persamaan Tekanan uap Tekanan
uap jenuh diatas larutan adalah terlarut tekanan uap di atas cairan hukum jenuh diatas uap jenuh
diatas Tekanan yang Raoult larutan gula pelarut
larutan ditimbulkan oleh uap penurunan murni
jenuh suatu larutan tekanan uap
Kenaikan Kenaikan titik didih Konkrit - Titik didih Konsentrasi Sifat - Penurunan - Titik didih Kenaikan Penurunan
titik didih adalah selisih antara larutan zat terlarut koligatif titik beku larutan titik didih tekanan
titik didih larutan - Titik didih larutan - Tekanan - Titik didih larutan uap
dengan titik didih pelarut osmotik pelarut glukosa larutan
pelarutnya - Tetapan urea
kenaikan titik
didih
- Kemolalan
larutan
Titik didih Titik didih adalah Konkrit - Titik didih Jenis zat Kenaikan Titik beku Tetapan - Titik didih Titik beku
suhu pada saat larutan terlarut titik didih kenaikan air 100 oC air 0oC
tekanan uap cairan - Titik didih titik didih - Titik didih
sama dengan tekanan pelarut larutan
uap di permukaan glukosa
1050C
Tetapan Tetapan kenaikan Konkrit Konstanta - Jenis zat Kenaikan - Kemolalan Jumlah mol Kb air = Kf air =
kenaikan titik didih adalah kenaikan titik terlarut titik didih larutan larutan 0,52 1,86
titik didih Konstanta kenaikan ddih - Jumlah zat - Tetapan
(Kb) titik didih molal terlarut kenaikan
titik beku
Penurunan Penurunan titik beku Konkrit - Titik beku - Jenis zat Sifat - Penurunan - Titik beku Penurunan Kenaikan
titik beku adalah selisih antara larutan terlarut koligatif tekanan uap larutan titik beku titik didih
titik beku pelarut - Titik beku Konsentrasi larutan - Kenaikan - Titik beku larutan larutan
dengan titik beku pelarut zat terlarut titk didih pelarut glukosa glukosa
larutan - Tetapan - Tekanan
penurunan osmotik
titik beku
Titik beku Titik beku aalah suhu Konkrit - Titik beku Jenis zat Penurunan Titik didih Tetapan - Titik beku Titik didih
pada saat tekanan uap larutan terlarut titik beku penurunan air 0oC air 100OC
23

Tabel 2 (Lanjutan)
cairan sama dengan - Titik beku titik beku - Titik beku
tekanan uap pelarut asam asetat
padatannya 16,6 oC
Tetapan Tetapan penurunan Konkrit Konstanta - Jenis zat Penurunan - Tetapan Jumlah mol Kf asam Kb asam
penurunan titik beku adalah penurunan terlarut titik beku kenaikan larutan asetat = asetat =
titik beku konstanta penurunan titik beku - Jumlah zat titik didih 3,57 3,07
(Kf) titik beku molal molal terlarut - Kemolalan
larutan
Tekanan Tekanan osmotik Abstrak - Peristiwa Konsentrasi Sifat - Penurunan - Peritiwa Tekanan Larutan
osmotik adalah perbedaan osmosis zat terlarut koligatif tekanan uap osmosis osmotik isotonik
tekanan hidrostika - Osmosis Volume larutan - Kenaikan - Osmosis darah
maksimum antara balik larutan titik didih balik manusia
suatu larutan dengan - Faktor van’t Suhu - Penurunan pada 37oC
pelarutnya hoff titik beku adalah 7,7
atm
Osmosis Osmosis adalah Abstrak Perembesan -Konsentrasi Tekanan Osmosis - Peristiwa Tekanan
perembesan molekul molekul zat terlarut osmotik balik osmosis hidrostatik
pelarut dari pelarut - Volume dalam sel larutan
kedalam larutan, atau larutan darah merah
dari larutan lebih
encer ke larutan lebih
pekat, melalui selaput
semipermeabel
Persamaan Persamaan van’t hoff Konkrit Tekanan - Volume - Sifat - Kemolaran - Tekanan
Van’t hoff menyatakan bahwa osmotik laruutan koligatif larutan osmotik
tekanan osmotik -Konsentrasi larutan - Tetapan larutan
larutan larutan encer zat terlarut - Tekanan gas sukrosa
dapat dihitung - Suhu osmotik 0,001 M
dengan rumus serupa absolut adalah
dengan persamaan larutan 0,024 Atm
gas ideal
III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam pengembangan modul materi sifat


koligatif larutan non elektrolit berbasis representasi kimia ini mengacu pada
metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D).
pengembangan modul pada penelitian ini menggunakan model dari Borg and
Gall.

Menurut Borg dan Gall (1981), ada sepuluh langkah dalam pelaksanaan strategi
penelitian dan pengembangan. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan
menggunakan metode Research and Development (R&D) ditunjukkan pada
Gambar 2 berikut:

Penelitian & Perencanaan Pengembangan Uji coba


pengumpulan draf produk lapangan awal
data

Uji pelaksanaan Penyempurnaan Uji coba Merevisi hasil


lapangan produk hasil uji lapangan uji coba
lapangan

Penyempurnaan Deseminasi dan


produk akhir implementasi

Gambar 2. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menggunakan metode


Research and Development (R&D).
25

Namun pada penelitian dan pengembangan modul berbasis representasi kimia ini
hanya dilaksanakan sampai 5 tahap, yaitu penelitian dan pengumpulan data,
perencanaan, pengembangan draf produk, uji coba lapangan awal, serta merevisi
hasil uji coba.

B. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa tahap, yaitu
tahap studi lapangan, tahap pengembangan dan tahap uji coba lapangan awal.
Pada tahap studi lapangan, sumber data diperoleh dari tiga orang guru dan 30
orang peserta didik kelas XII IPA dari SMA Negeri 1 Banjit, SMA Surya Dharma
2 Bandar Lampung dan Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Way Tuba. Pada tahap
pengembangan, sumber data diperoleh dari tiga orang dosen Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Lampung. Selanjutnya, pada tahap uji coba lapangan awal,
sumber data diperoleh dari tiga orang guru kimia dan 30 siswa kelas XII IPA dari
SMA Negeri 1 Banjit, SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung, serta Madrasah
Aliyah Miftahul Ulum Way Tuba.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat bantu untuk mengumpulkan data atau informasi


(Arikunto, 2008). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen pada studi lapangan, intrumen validasi ahli dan instrumen uji coba
lapangan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Instrumen pada studi lapangan

Instrumen pada studi lapangan terdiri dari lembar angket analisis kebutuhan guru
dan lembar angket analisis kebutuhan siswa. Lembar angket analisis kebutuhan
guru dan siswa ini digunakan untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa ter-
hadap penggunaan modul pada pembelajaran sifat koligatif larutan non elektrolit.
26

2. Instrumen validasi ahli

Instrumen yang digunakan pada validasi ahli meliputi instrumen validasi ke-
sesuaian isi, konstruksi, keterbacaan, dan kemenarikan. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Instrumen validasi kesesuaian isi
Instrumen ini disusun dalam bentuk angket validasi aspek kesesuaian isi materi
dengan kurikulum untuk mengetahui kesesuaian modul dengan kompetensi inti
(KI), kompetensi dasar (KD), kesesuaian indikator, materi, dan kesesuaian urutan
materi dengan indikator. Hasil dari validasi aspek kesesuaian isi berfungsi
sebagai masukan dalam pengembangan atau tepatnya revisi pada modul berbasis
representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit.

b. Instrumen validasi aspek konstruk


Instrumen ini disusun dalam bentuk angket validasi yang digunakan untuk menge-
tahui kesesuaian konstruksi modul yang dikembangkan. Pada aspek konstruksi,
dilakukan penilaian terhadap keseseuaian validitas pada tampilan dan bagian-
bagian penyusun modul. Hasil dari validasi aspek kontruksi berfungsi sebagai
masukan dalam pengembangan atau tepatnya revisi pada modul berbasis represen-
tasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit.

c. Instrumen validasi aspek keterbacaan


Instrumen validasi aspek keterbacaan disusun dalam bentuk angket validasi keter-
bacaan yang digunakan untuk mengetahui apakah keterbacaan modul pada materi
sifat koligatif larutan non elektrolit yang berkaitan dengan variasi bentuk huruf
(font), variasi ukuran huruf, kualitas gambar yang digunakan, perpaduan warna,
penulisan keterangan gambar dan tabel, penggunaan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan penggunaan bahasa yang
komunikatif dan mudah dipahami. Hasil dari validasi aspek keterbacaan berfungsi
sebagai masukan dalam pengembangan atau tepatnya revisi pada modul berbasis
representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit.
27

d. Instrumen validasi aspek kemenarikan


Angket validasi kemenarikan digunakan untuk mengetahui kemenarikan modul
berbasis representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit.

3. Instrumen uji coba lapangan

Instrumen yang digunakan pada uji coba lapangan terdiri dari angket tanggapan
guru dan angket tanggapan siswa. Berikut penjelasannya:

a. Angket tanggapan guru


Angket tanggapan guru berisi kesesuaian isi dengan kurikulum, konstruk,
keterbacaan, dan kemenarikan terhadap modul yang dikembangkan. Pada aspek
kesesuaian isi dengan kurikulum terdiri atas kesesuaian isi dengan KI-KD-
Indikator yang ditetapkan serta kesesuaian isi dengan representasi kimia. Pada
aspek keterbacaan terdiri atas keterbacaan modul dari segi ukuran dan jenis huruf
serta penggunaan bahasa, pada aspek konstruk terdiri atas kesesuaian tahap pem-
belajaran yang berbasis representasi kimia dan aspek kemenarikan digunakan
untuk mengetahui kemenarikan modul berbasis representasi kimia pada materi
sifat koligatif larutan non elektrolit.

b. Angket tanggapan siswa


Angket tanggapan peserta didik berupa penyataan-pernyataan yang terkait aspek
keterbacaan dan kemenarikan modul yang telah dikembangkan. Pernyataan
dalam aspek keterbacaan sama dengan pernyataan yang tertuang dalam instrumen
validasi dan angket tanggapan guru, sedangkan pernyataan dalam aspek keme-
narikan berkaitan dengan desain, variasi bentuk dan ukuran font, kualitas gambar,
tata letak gambar, perpaduan warna, dan kemenarikan atas tersedianya modul
yang dikembangkan.

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat prosedur pelaksanaan penelitian dengan langkah-


langkah sebagai berikut:
28

1. Penelitian dan pengumpulan data

Studi penelitian dan pengumpulan data bertujuan untuk menghimpun data tentang
kondisi yang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar untuk produk
yang dikembangkan. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan dengan cara
analisis kebutuhan, studi literatur, dan studi lapangan.

a. Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan pada penelitian ini dilakukan pada 3 buku ajar, yaitu Buku
Kimia untuk SMA/MA Kelas XII yang ditulis oleh Sudarmo (2013), Buku Kimia
Kelas XII yang ditulis oleh Muchtaridi (2017), dan Kimia untuk SMA Kelas XII
yang ditulis oleh Michael Purba (2018).

b. Studi literatur

Pada tahap studi literatur dilakukan dengan cara analisis terhadap materi sifat
koligatif larutan non elektrolit yang meliputi KI, KD, indikator, analisis konsep,
silabus, dan RPP, serta mencari literatur mengenai modul dan produk terkait
dengan modul berbasis representasi kimia. Hasil dari kajian tersebut dijadikan
sebagai acuan dalam mengembangkan modul berbasis representasi kimia sifat
koligatif larutan non elektrolit.

c. Studi lapangan

Studi lapangan bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta di lapangan mengenai


penggunaan modul berbasis repserentasi kimia pada materi sifat koligatif larutan
non elektrolit. Studi lapangan dilakukan di SMA Negeri 1 Banjit, SMA Surya
Dharma 2 Bandar Lampung, dan Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Way Tuba.
Sumber data diperoleh dari 1 guru dan 10 siswa dari masing-masing sekolah, dan
pengumpulan data dilakukan dengan pengisian angket oleh guru dan siswa.

2. Perencanaan produk

Pada tahap perencanaan meliputi rancangan produk yang akan dihasilkan serta
proses pengembangannya. Penyusunan modul berbasis representasi kimia pada
29

materi sifat koligatif larutan non elektrolit ini didasarkan pada hasil analisis
kebutuhan, studi literatur dan studi lapangan yang dilakukan. Tujuan dari peng-
gunaan modul berbasis representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non
elektrolit ini adalah untuk mencapai tujuan dari penggunaan produk yaitu sebagai
modul yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran
pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit serta sebagai referensi bagi pen-
didik, sekolah, dan peneliti lain dalam menyusun dan mengembangkan modul.

Modul yang dikembangkan terdiri dari materi sifat koligatif larutan non elektrolit,
rangkuman materi serta latihan soal mengenai sifat koligatif larutan non elektrolit.
Komponen-komponen pada produk ini mencakup tinjauan mata pelajaran, sajian
materi modul, dan daftar pustaka.

3. Pengembangan produk awal

Pengembangan produk awal terbagi menjadi dua tahap, yaitu penyusunan draf
modul dan penyusunan instrumen validasi. Pada tahap pertama yaitu penyusunan
draf hingga menjadi produk awal berupa modul sifat koligatif larutan non
elektrolit berbasis representasi kimia. Modul yang dikembangkan terdiri dari
cover luar depan, cover dalam, identitas modul, kata pengantar, daftar isi, KI-KD
indikator, uraian materi modul yang terdiri dari 3 sub-bab, rangkuman, soal
evaluasi, kunci jawaban soal evaluasi, daftar pustaka, dan cover belakang.

Tahap selanjutnya yaitu melakukan penyusunan instrumen untuk validasi ahli


berupa instrumen validasi kesesuaian isi dengan kurikulum, keterbacaan, dan
konstruk. Produk yang telah disusun kemudian divalidasi oleh pakar atau tenaga
ahli yaitu dosen pendidikan kimia Universitas Lampung. Validasi modul ber-
tujuan untuk memperoleh pengakuan atau pengesahan kesesuaian modul dengan
kebutuhan sehingga modul tersebut layak dan cocok digunakan dalam pembela-
jaran.

Validasi ini terdiri dari validasi kesesuaian isi dengan kurikulum, keterbacaan,
konstruk, dan kemenarikan. Jika validator setuju dengan draf modul maka dilan-
jutkan ke tahap selanjutnya, tetapi jika validator kurang setuju peneliti merevisi
30

kembali draf modul tersebut. Setelah merevisi draf modul tersebut peneliti kem-
bali ke validator jika validator setuju ke tahap selanjutnya. Berdasarkan kegiatan
validasi draf modul dihasilkan draf modul yang mendapat rekomendasi/masukkan
dan persetujuan dari validator sesuai dengan masing masing aspek validasi.
Rekomendasi-rekomendasi tersebut digunakan sebagai bahan penyempurnaan
terhadap modul yang dikembangkan.

Setelah melakukan diskusi dengan pakar atau tenaga ahli pada tahap validasi
desain, maka akan dapat diketahui kelemahan dan kekurangan dari modul yang
telah disusun, selanjutnya dilakukanlah perbaikan desain sesuai dengan masukan
dari pakar atau tenaga ahli. Hasil perbaikan atau rekomendasi dari validator
selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

4. Uji coba lapangan

Pada tahap uji coba lapangan, guru diminta untuk memberi tanggapan terhadap
modul yang dikembangkan mengenai kesesuaian isi dengan kurikulum, konstruk,
keterbacaan, dan kemenarikan modul dengan mengisi angket dan memberikan
tanggapan terhadap pernyataan yang ada. Untuk siswa, tanggapan berupa aspek
keterbacaan dan kemenarikan modul. Tanggapan siswa ini dilakukan dengan
mengisi angket yang disediakan.

E. Alur Penelitian

Alur atau tahapan-tahapan penelitian dalam pengembangan modul berbasis


representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit ini dapat
digambarkan melalui diagram alir Gambar 3 sebagai berikut:
31

Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan dilakukan degan cara menganalisis
materi sifat koligatif larutan elektrolit yang berkaitan
dengan fenomena submikroskopik. Pada anaisis
kebutuhan digunakan 3 buku kimia kelas XII

Penelitian
Studi literatur Studi lapangan dan
pengumpulan
data
- Analisis KI-KD-Indikator Pengisian angket
- Analisis konsep pendahuluan oleh guru dan
- Analisis silabus siswa di SMA Negeri 1
- Pembuatan RPP Banjit, SMA Surya
- Mengkaji teori mengenai Dharma 2 Bandar
modul dan penelitian terkait Lampung, dan Madrasah
pengembangan modul Aliyah Miftahul Ulum
berbasis representasi kimia. Way Tuba.

Perencanaan
Rancangan pengembangan
produk
produk
Pengembangan produk
awal
Penyusunan draf modul Instrumen
berbasis representasi validasi
kimia
Pengembangan
Draf produk
1
Tidak
Revisi Validasi ahli

Ya

Draf
2
Uji coba
Uji coba lapangan awal terbatas

Revisi modul hasil uji coba


Revisi
hasil uji
Hasil revisi modul hasil coba
uji coba

Gambar 3. Alur Penelitian


32

F. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada pengembangan modul berbasis representasi


kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yaitu analisis deskriptif.
Hasil pengisian angket pada studi lapangan serta hasil validasi ahli akan diolah
dengan cara sebagai berikut:

1. Teknik analisis data hasil pengisian angket pada studi lapangan

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data pengisian angket dilakukan dengan
cara:
a. Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan
pertanyaan pada pedoman wawancara dan angket.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk


memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-
dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya sampel.

c. Menghitung persentase jawaban, bertujuan untuk melihat besarnya persentase


setiap jawaban dari pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis
sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase
jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:

% J in =
 Ji 100% (Sudjana, 2005)
N
Keterangan:
% J in = Persentase pilihan jawaban-i
 Ji = Jumlah responden yang menjawab-i
N = Jumlah seluruh responden (Sudjana, 2005)

d. Menjelaskan hasil penafsiran persentase jawaban responden dalam bentuk


deskriptif naratif.
33

2. Teknik analisis data angket hasil validasi ahli, tanggapan guru dan
tanggapan siswa

Analisis data yang dilakukan pada pengembangan modul berbasis representasi


kimia pada materi sifat koligatif larutan non elektrolit yaitu analisis deskriptif.
Angket yang diolah pada penelitian ini adalah angket hasil validasi ahli, angket
tanggapan guru, dan angket tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan.

Adapun kegiatan dalam analisis data angket hasil validasi ahli, tanggapan guru
dan tanggapan siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengkode dan mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan
jawaban berdasarkan pertanyaan angket.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk


memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-
dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket).

c. Memberi skor jawaban responden. Penskoran jawaban responden dalam


angket dilakukan berdasarkan Tabel 3.

Tabel 3. Penskoran pada angket berdasarkan skala Likert.

No. Pilihan Jawaban Skor


1. Sangat Setuju (SS) 3
2. Setuju (S) 2
3. Tidak Setuju (TS) 1
Sumber: Sugiyono (2010)

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden. Pengolahan jumlah skor (  S )

jawaban angket adalah sebagai berikut:


1) Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)
Skor= 3 × jumlah responden
2) Skor untuk pernyataan Setuju (S)
Skor= 2 × jumlah responden
3) Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS)
Skor= 1 × jumlah responden
34

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan meng-


gunakan rumus sebagai berikut:

% X in =
 S 100% (Sudjana, 2005)
S maks
Keterangan:
% X in = Persentase jawaban angket pengembangan modul berbasis
representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan elektrolit.

S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

f. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat kesesuaian


isi, konstruksi, dan keterbacaan dan kemenarikan modul berbasis representasi
kimia dengan rumus sebagai berikut:

%X i =
%X in
(Sudjana, 2005)
n
Keterangan:

%Xi = Rata-rata persentase angket pengembangan modul

%X in = Jumlah persentase angket pengembangan modul

n = Jumlah pertanyaan angket (Sudjana, 2005)

g. Menafsirkan persentase jawaban angket secara keseluruhan dengan


menggunakan tafsiran seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Tafsiran kriteria tanggapan guru dan validator

Persentase % Kriteria
80,1-100 Sangat tinggi
60,1-80 Tinggi
40,1-60 Sedang
20,1-40 Rendah
0,0-20 Sangat rendah
Sumber: Arikunto (2008)
35

h. Menafsirkan kriteria validasi analisis persentase produk hasil validasi ahli


dengan menggunakan kriteria seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria validasi

Persentase Tingkat Kevalidan Keterangan


100-76 Valid Layak/Tidak perlu direvisi
75-51 Cukup valid Cukup layak/direvisi sebagian
60-26 Kurang valid Kurang layak/revisi sebagian
<26 Tidak valid Tidak layak/revisi total
Sumber: Arikunto (2008)
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Modul berbasis representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non
elektrolit yang dikembangkan telah valid dan layak digunakan dalam pem-
belajaran. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil validasi aspek kesesuaian
isi dengan kurikulum, konstruksi, keterbacaan, dan kemenarikan berkriteria
tinggi dan sangat tinggi.
2. Tanggapan guru terhadap modul berbasis representasi kimia pada materis ifat
koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan dilihat dari aspek kese-
suaian isi dengan kurikulum, aspek konstruk, aspek keterbacaan, dan aspek
kemenarikan dikategorikan sangat tinggi.
3. Tanggapan siswa terhadap modul berbasis representasi kimia pada materis ifat
koligatif larutan non elektrolit yang dikembangkan dilihat dari aspek keter-
bacaan dan kemenarikan dikategorikan sangat tinggi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:


1. Modul berbasis representasi kimia pada materi sifat koligatif larutan non
elektrolit yang dikembangkan telah valid, sehingga diharapkan produk ini dapat
digunakan dalam pembelajaran kimia di sekolah.
2. Perlu dilakukan pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi
lain.
59

3. Perlu lebih banyak mencari referensi yang berkaitan dengan materi yang
digunakan untuk pengembangan modul.
4. Perlu lebih mempersiapkan studi lapangan dan uji coba lapangan agar guru dan
siswalebih antusias ketika mengisi angket analisis kebutuhan, tanggapan gur,
dan tanggapan siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, M A., Fadiawati., & Tania, L. 2015. Pengembangan Lks Berbasis


Multipel Representasi Pada Materi Klasifikasi Materi. Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Kimia, Vol. 4, No.2, Edisi Agustus 2015, hal. 720-731.

Arikunto, S. 2008. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta. Bina Aksara.

Busrial, A. R. 2014. Pengembangan Lembara Kerja Siswa Berbasis Representasi


Kimia pada Materi Larutan Penyangga. Skripsi. Lampung. Universitas
Lampung.

Chandrasegaran, A. L., Treagust D. F., Mocerino, M. 2007.The Development of


Two-tier Multiple-choice Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary
School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reaction Using
Multiple Levels of Representation. Chemsitry Education Reserach and
Practice. 8 (3): 293-294.

Chen, Y. 2006. A Study of Comparison the Use of Augmented Reality and


Physical Models in Chemistry Education. U.S.A.. University of
Washington.

Chittleborough, G. D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical


Represen-tations in Developing students’ Metal Models of Chemical
Phenomena. Curtin University of Technology.

Chiu, M.H. dan Wu H.K. 2009. The Roles of Multimedia in the Teaching
andLearning of the Triplet relationship in Chemistry. Multiple
Representations in Chemical Education. p. 251-283.

Depdiknas. 2016. Permendiknas No 22 tahun 2016 tentang standar Isi. Jakarta.


Depdiknas.

Djamarah, S.B. dan Zain, A. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka
Cipta.

Ergul,R., Simsekli, Y., Calis, S., Ozdil, Z., Gocmencelebi, S., dan Sanli, M. 2011.
The Effects of Inquiry-Based Science Teaching on Elementary School
61

Students Science Process Skills and Science Attitudes. Bulgarian Jurnal of


Science and Education Policy (BJSEP) vol 5(1), p.48-68.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur


Atom Dari SMAHingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Bandung. UPI
Bandung.

Helni, W., Wildan, H., & Muntari. 2013. Pengembangan Modul Ikatan Kimia
Berbasis Mms (Makroskopik Mikroskopik Simbolik) Untuk Meningkatkan
Efektivitas Pembelajaran Kimia Siswa Smk. Jurnal Ilmiah Pendidikan Kimia
“Hydrogen” Vol. 1 No. 2, hal 122-129.

Hernawan, Permasih, A.H., dan Dewi, L. 2008. Pengembangan Modul. Bandung.


UPI.

Keil, Chris, dkk. 2009. Improvements in Student Achievement and Science


Process Skills UsingEnvironmental Health Science Problem-Based
Learning Curricula. Electronic Journal of Science Education.13(1).

Marsita, R. A., Sigit P. dan Ersanghono K. 2010. Analisis Kesulitan BelajarKimia


Siswa SMA dalam Memahami Teori Larutan Penyangga dengan
Menggunakan Two-tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia, 4 (1): 512-520.

Marsitta, U. 2014. Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada materi Reaksi Readoks
di Kelas X SMA Negeri 8 Jambi. Skripsi. Jambi. FKIP Universitas Jambi.

Mudzakir, A.S. 2010. Penulisan buku teks yang berkualitas. http://file.upi.edu


/Direktori. Diakses pukul 9.15pm tanggal 15 Februari 2016.

Mulyasa , E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik, dan


Implementas. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Munadi, Y. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada (GP) Press.

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains.


ArtikelPendidikan. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 dari
http://fisikasmaonline.blogspot.com/keterampilan-proses-sains.html.

Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta.


Diva Press.

Pusparini, H. L. P. 2009. Pengembangan Program Pembelajaran Kimia


StrukturAtom Interaktif Berbasis Komputer.Singaraja. Universitas
Pendidikan Ganesha.
62

Rahmawati, A. 2015. Pengembangan Modul Kimia Dasar Berbasis Multipel


Level Representasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Mahasiswa. Jurnal pendidikan mipa Vol 5, No 2, Hal. 5-18.

Ranti, M.G. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika


Bilingual Untuk SMA Kelas X. Jurnal Vol. 9 No 1 Tahun 2014.
Banjarmasin. STKIP PGRI.

Rustaman , N, Y., S.Dirdjoemarto., A. Yudiyanto., Y. Acahmad., Subekti., D.


Rochintaniawati, dan M. Nurjhan. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi.
Bandung. UM Pres.

Sudarmo, U. 2013. Kimia untuk SMA/MA kelas XII. Jakarta. Erlangga.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung.


Alfabeta.

Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yokyakarta. Pedajogja.

Sukmadinata, N.S. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja


Rosdakarya.

Sukmadinata. 2015. Metode penelitian pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Sunyono. 2012. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multiple Representasi


(Model SiMaYang). Bandar Lampung. Aura Printing Publishing.

Supriadi, D. 2000. Anatomi Buku Sekolah di Indonesia: Problematik Penilaian,


Penyebaran, dan Penggunaan Buku Pelajaran, Buku Bacaan, dan Buku
Sumber. Yogyakarta. Adicipta Karya Nusa.

Taber, K. S. 2009. Learning at the symbolic level. In Multiple Representations in


Chemical Education. p. 75-105.

Tasker, R.dan Dalton, R. 2006. Research into Practice: Visualisation of the


Molecular World Using Animations. Journal Chemistry Education Research
and Practice.

Tim penyusun. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. Jakarta. BSNP.

Treagust, D. F. 2008. The Role of Multiple Representations in Learning Science:


Enhancing Students’ Conceptual Understanding and Motivation. In Yew-
Jin And Aik-Ling (Eds). Science Education At The Nexus Of Theory And
Practice. Sense Publishers. p. 7-23. Rotterdam – Taipei.

Wibowo, M.E. 2005. Hati-hati Menggunakan Buku Pelajaran. http://www.suara


merdeka.com/harian/0508/09/opi04.htm. Diakses pukul 9.15pm tanggal 2
Januari 2016.
63

Widodo, A. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Keterampilan


Proses Sains pada Materi Asam Basa. Skripsi. Universitas Lampung.
Bandar lampung.

Widodo, C. S. dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta. Elex
Media Komputindo.

Yusfiani, M. dan Situmorang, M. 2006. Analisis Kesulitan Pembelajaran Kimia di


SMA Kota Medan, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain.

Anda mungkin juga menyukai