Anda di halaman 1dari 5

1.

Pertanyaan:
a. Apa saja model/pendekatan kebijakan yang digunakan dalam kebijakan berbasis
bukti (evidence based policy)?
Kebijakan berbasis bukti menggunakan penelitian dan informasi terbaik
yang tersedia mengenai hasil program untuk membuat keputusan di semua
tahapan proses kebijakan dan di setiap cabang pemerintahan. Perkembangan
kebijakan yang terjadi pada berbagai tahap dan meluas dari waktu ke waktu untuk
merespon dan mengatasi masalah yang ada. Menurut Sanderson (2002) bahwa
penekanan lebih harus diberikan pada pengembangan basis bukti yang kuat untuk
kebijakan melalui evaluasi dampak jangka panjang dari kebijakan dan program.
Menurut Krizek (2010) praktik berbasis bukti mengusulkan hubungan yang lebih
baik antara penelitian dan pengambil kebijakan, tetapi menimbulkan beberapa
kekhawatiran tentang jenis bukti, kekuatan dan kejelasan penelitian dalam
perencanaan, dan ketidaksetaraan sumber daya untuk mengintegrasikan penelitian
ke dalam perencanaan.
Model pendekatan yang menggunakan model pendekatan bukti adalah
i. Model Rasional
Model rasional adalah model yang mana di dalam pengambilan
keputusan melalui prosedurnya akan mengajak pada pilihan alternatif
yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, yang ditekankan
pada penerapan rasionalisme dan positifisme. Dengan model ini
diterapkan dengan memperhatikan kejelasan seluruh tahap dari kebijkan
sehingga harus berdasarkan bukti dari tahapan sebelumnya.
ii. Model Sistem
Pendekatan sistem diperkenalkan oleh David Easton yang
melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi
merupakan proses interaksi antara organisme dengan lingkungannya, yang
akhirnya menciptakan kelangsungan dan perubahan hidup yang relatif
stabil. Ini kemudian dianalogikan dengan kehidupan sistem politik.
Model ini didasarkan pada konsep – konsep kekuatan – kekuatan
lingkungan, sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, geografis, dan
sebagainya yang ada disekitarnya. Kebijakan publik merupakan hasil
(output) dari sistem politik. Kebijakan model ini juga melihat dari
tuntutan – tuntutan, dukungan, masukan yang selanjutnya diubah menjadi
kebijakan punlik yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat. Intinya
sistem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.

b. Apabila Indonesia kurang menerapkan kebijakan berbasis bukti (evidence based


policy) dengan baik, maka apa pendekatan yang digunakan dalam proses kebijakan
publik di Indonesia?
Di Indonesia pendekatan kebijkan public yang digunakan adalah kebijakan
kelembagaan. Dalam pandangan ini, suatu kebijakan tidak menjadi suatu kebijakan
publik sebelum kebijakan tersebut diterapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga
pemerintah. Kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan lembaga dalam
ilmu politik tidak mcncurahkan perhatian yang banyak pada hubungan antar struktur
lembaga-lembaga pemerintah dan substansi kebijakan publik.
Sebaliknya, studi-studi lembaga biasanya lcbih berusaha menjelaskan lembaga-
lembaga pemerintah secara khusus, seperti misalnya, struktur, organisasi, kewajiban
dan fungsi-fungsi tanpa secara otomatis menyelidiki dampak dari karakteristik-
karakteristik lembaga-lembaga tersebut pada hasil-hasil kebijakan.
Hal ini terlihat pada setiap kebijakan di Indonesia yaitu :
 Pemerintah memberikan legitimasi/pengesahan terhadap kebijakan publik.
 Kebijakan publik yang dibuat oleh lembaga pemerintah bersifat universal
 Pemerintah memiliki hak memonopoli penggunaan paksaan/kekerasan
untuk mengimplementasikan kebijakannya.

2. Pertanyaan:
a. Lakukan analisis, apakah teori penyusunan agenda kebijakan berlaku untuk kasus
UU No. 2 Tahun 2020 tersebut?
Penyusuna kebijkan tersebut berdasarkan the process approach. Pada tahapan ini
mengidentifikasi tahap-tahap dalam proses kebijkan dan kemudian menganalisis
factor pada setiap tahapnya. Dalam pendekatan proses pertama-tama masalah
yang ada di masyarakat ditetapkan sabagai sebuah isu dalam kebijkan untuk
dipecahkan, kemudian di adopsi, seterausnya dilaksanakan oleh pegawai
pemerintah. Kebijakan ini terlihat bahawa pada pengambilan keputusan
diberlakukan UU No 2 Tahun 2020 tentang pandemic. Kebijkan itu berdasarkan
pandemi yang dihadapi saat itu. Hal itu sesuai dengan alur pada pendekatan
proses bahawa kebijakan diambil beradasarkan kondisi yang dihadapi oleh
pandemic yang mengubah seluruh struktur kehidupan yang mengakibatkan perlu
adanaya kebijakan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

3. Pertanyaan:
a. Lakukan identifikasi aktor-aktor pelaksana kebijakan penanggulangan bencana,
serta bagaimana pengelompokkan setiap aktor kebijakan penanggulangan
bencana tersebut berdasarkan teori aktor-aktor pelaksana kebijakan?
Jawab
Aktor-aktor pelaksana kebijakan penanggulangan bencana dalam kebijkan
tersebut adalah:
i. Legislatif
Aktor ini berperan dalam mengidentifikasi isu kebijakan, mempelajari,
mengkritisi dengan cermat isu bencana yang diahadapi. Badan ini
bertugas mengesahkan peraturan perundang-undangan dalam kebijakan
bencana.
ii. Eksekutif
Aktor ini berperan dalam menumbuhkan inisiatif terhadap kebijakan
peraturan perundang-undangan tentang bencana. Aktor ini akan
membetrikann usulan sehingga dihasilakn kebijakan yang tepat.
iii. Badan Administratif
Aktor ini berperan dalam memberikan tekanan terhadap kebijakan yang
ada.
iv. Warga secara individu
Warga sebagai pelaksana ditingkat bawah akan menjadi ujung tombak
dalam pelaksanaan kebijakan public yang ada.
Berdasarkan tugas dan fungsinyanya maka actor-aktor tersebut dikelompokan
menjadi beberapa kelompok yaitu ;
i. Pembuat keputusan (decision maker) mungkin menilai alternatif-
alternatif kebijakan berdasarkan pada kepentingan partai politiknya
beserta kelompoknya (clientele group). Keputusan yang dibuat
didasarkan pada keuntungan politik dengan dipandang sebagai sarana
untuk mencapai tujuantujuan partai atau tujuan-tujuan kelompok
kepentingan yaitu Legislatif, eksekutif dan badan administrasi
ii. Pelaksana kebijkan. Adalah setiap individu yang menerima dan
menjalankan kebijkan yang ditetapkan, yang termasuk bagian ini adakah
warga secara individu.
b. Apa model implementasi kebijakan yang tepat untuk menganalisis efektivitas
implementasi kebijakan penanggulangan bencana? (Lakukan analisis dengan
memperhatikan model implementasi kebijakan berdasarkan generasi
implementasi kebijakan)
Model implementasi generasi kedua yang mengkaji faktor-faktor penting
yang mempengaruhi efektivitas atau keberhasilan implementasi kebijakan. Pada
implementasi ini menggunakan pendekatan top down, misalnya, dapat disebut
sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi
kebijakan, walaupun dikemudian hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat
perbedaan-perbedaan, sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada
dasarnya mereka bertitik-tolak pada sumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan
kerangka analisis tentang studi implementasi.
Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan
tersentralisir dan dimulai dari actor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari
tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik-tolak dari perspektif bahwa keputusan-
keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus
dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokratbirokrat pada level
bawahnya. Jadi inti pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana
(administrator dan birokrasi) sesuai prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh
para pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah
pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin
terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan.
Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu
implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih
kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan
berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan
secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan
public.
Hal ini terlihat bahwa setiap kebijakan setelah dilaksanakan dia analysis dan
dievalusi kebermanaknaan dari kebijkaan yang dilaksanakan.
4. Pertanyaan:
a. Lakukan analisis on-going evaluation dari kebijakan pelaksanaan vaksinasi
covid-19, khususnya mengenai pelaksanaan pelayanan vaksinasi Covid-19.
Evaluasi ini berdasar pada kondisi di Kota/Kabupaten tempat anda tinggal !
Analisis On going evaluation adalah suatu hal yang berguna untuk
mengevaluasi hal-hal yang dilakukan saat kegiatan, agar dapat secepatnya
ditangani bila ada hal-hal yang tidak sesuai rencana. Setiap kegiatan yang
direncanakan seharusnya diakhiri dengan evaluasi dan dimulai dengan hasil
evaluasi kegiatan sebelumnya.
Pada pelaksanaan imunisasi terdapat beberapa hal yang saya temui, yaitu :
 Pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat
atau bidan
 Pelaksanaan vaksinasi tidak mengganggu jadwal imunisasi lainya
 Dilakukan skrining/penapisan terhadap status kesehatan sasaran
sebelum dilakukan pemberian vaksinasi tetapi belum secara
sepenuhnya
 Menerapkan protokol kesehatan terlihat dengan adanya masker,
pengaturan jarak dan danay hand sanitizer
 Tidak ada kegiatan kegiatan surveilans COVID-19 terutama
dalam mendeteksi kasus dan analisa dampak.
Pada standar yang ditemui dalaam vaksinasi, yaitu :
 Ruangan kurang memadai, hanya ruangan dengan ukuran 6 x 5
dan dengan pelayanan ramai sehingga kurang memadai
 Alur pelayanan telah sesui yaitu skrining dan vaksinasi), dan meja
 2 (pencatatan, termasuk pendaftaran dan perubahan data, dan
observasi)
 Memiliki jadwal yang telah ditentukan sesuai waktu sehingga
tidak mengganggu jadwal imunisasi lain
 Dosis dan jarak vaksinansi telah sesuai dengan yang ditentukan
b. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, berikan rekomendasi anda untuk perubahan
dari kebijakan pelaksanaan vaksinasi covid-19, khususnya mengenai pelaksanaan
pelayanan vaksinasi Covid-19 !
Berdasarkan hasil analisis guna rekomendasi untuk perubahan dari
kebijakan pelaksanaan vaksinasi covid-19, khususnya mengenai pelaksanaan
pelayanan vaksinasi Covid-19:
 Memiliki jadwal yang jelas sehingga sistematis dan dapat
mengukur ketercapaian program dengan jelas.
 Skrining awal dilakukan dengan sepenuhnya sehingga dapat
mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi
 Ada kegiatan kegiatan surveilans COVID-19 terutama dalam
mendeteksi kasus dan analisa dampak secara sitematis sehingga
efek samping dari vaksinasi dapat ditekan.
 Memiliki ruangan vaksinasi bagi setiap faskes sehingga akan dapat
memberikan pelayanan covig secara berkala dan konsisten.

Anda mungkin juga menyukai