Anda di halaman 1dari 1

LEGENDA BATU AMPAR = BATU YANG TERHAMPAR

September 24, 2017 admin


Dari tradisi lisan yang tertutur dari mulut ke mulut, nama Batu Ampar, sebuah kawasan di
sisi Selatan Pulau Batam yang terkenal dengan kawasan industrinya ini, juga tak luput
memiliki hikayat laiknya kawasan lain seperti Kampung Agas, Duriangkang, Pulau Buluh dll.

Dalam sebuah literatur yang bertutur tentang cerita rakyat Kepulauan Riau yang ditulis Abdul
Razak,  disebutkan bahwa nama “Batu Ampar” diambil dari kata “batu yang terhampar”
(baca: ampa). Konon ceritanya. Ada seorang lelaki kumal dan ceking yang hidup di wilayah
geografis Kepulauan Riau. Selagi bujang, orang-orang memanggilnya si Badang.
Perawakannya kecil, lengannya sepintas mudah patah dan kakinya seperti terkena penyakit
lumpuh.

Singkat cerita, sedikit-demi sedikit si Badang tumbuh menjadi pria yang jujur, sederhana,
suka berkelana dan perkasa. Dari Kepulauan Riau, ia pun berpindah-pindah, ke Bintan, Daik,
Pulau Buluh hingga ke Tumasik (Singapura).

Di Tumasik, si Badang yang sakti bahkan sampai mewakili negeri Tumasik beradu kekuatan
melawan orang kuat dari India. Orang kuat asal India itu menghadap Tuan Putri, penguasa
Tumasik untuk menyerahkan semua hartanya kepada Tuan Putri apabila kalah dalam adu
kekuatan. Tetapi, sebagai balasan, Tuan Putri harus menyerahkan Tumasik kepadanya jika
dia berhasil menang dalam adu kuat dengan si Badang, yang jadi kepercayaan Tuan Putri.

Mengambil tempat di Pantai Timur Tumasik, persisnya di depan Pulau Sentosa, adu kekuatan
pun dimulai. Orang kuat dari India itu pun memamerkan kekuatannya dengan mengangkat
sebuah batu besar. Meski beratnya hampir setengah ton, ia mampu mengangkatnya hingga di
atas kepalanya. Melihat itu, Tuan Putri gusar dan gugup, dalam hatinya ia terus berpikir yang
tidak-tidak mengenai nasib negerinya jika si Badang kalah dalam pertandingan.

Hingga pada akhirnya giliran si Badang unjuk kekuatan. Ia menuju ke batu besar yang dapat
diangkat oleh lawan tandingnya itu. Sebelum mengangkat batu itu, sejenak ia menghadap ke
Gunung Ledang, lalu ke Selat Singapura. Lepas itu, dengan enteng ia mengangkat batu itu
dan melambung-lambungkan menggunakan tapak tangan kanannya. Ia kemudian
memindahkannya pula ke tapak tangan kirinya.

Sejurus berlalu, si Badang mengambil ancang-ancang dan sontak melembarkan batu besar
berwarna hitam kemerah-merahan itu ke laut. Batu itu segera melesap ke udara dan akhirnya
menghilang dari pandangan. Jadilah si Badang sebagai pemenang. Tuan Putri pun girang
bukan main.

“Di manakah batu lemparan itu terjatuh?” tanya tuan Putri kepada si Badang. “Patik pikir
batu itu jatuh bersepai (baca: pecah berserakan) di kawasan yang berjarak sekitar 10 mil laut
dari sini pada sebuah daratan, tuanku,” jawab si Badang.

Merasa tidak puas, Tuan Putri mengirim utusan untuk mencari tahu tempat batu itu jatuh.
Bersama si Badang, utusan itu tiba di bagian Utara sebuah pulau (kini dikenal dengan nama
Batam). Kepingan-kepingan batu itu tersusun bagus dan indah sehingga membentuk
hamparan batu. Dikatakanlah oleh utusan itu sebagai Batu Ampar (baca: batu ampa). Sejak
itu, kawasan itu lama-lama menjadi dikenal  dengan sebutan Batu Ampar hingga kini.

Anda mungkin juga menyukai