*************************************************************
**
Pada zaman dahulu, di Tanah Melayu hidup seorang nelayan tua bernama Awang
Gading. Dia tinggal sendirian di tepi sebuah sungai yang luas dan jernih.
Walaupun hidup seorang diri, Awang Gading selalu berbahagia. Dia mensyukuri Pernikahan mereka diadakan dengan pesta yang sangat meriah, semua tetangga
setiap nikmat yang diberikan Tuhan. Hari-harinya dihabiskan untuk bekerja dan kerabat kedua mempelai di undang. Aneka hidangan tersedia dengan
mencari ikan dan kayu. melimpah. Seluruh undangan gembira menyaksikan pasangan pengantin itu.
Dayang Kumunah gadis yang sangat cantik dan Awangku Usop seorang pemuda
Suatu hari, Awang Gading mengail di sungai. Sambil berdendang riang, dia yang sangat tampan. Sungguh pasangan yang serasi.
menunggui kailnya. Burung-burung turut berkicau menambah kegembiraan
Awang Gading. Sayang, sudah berkali-kali umpannya dimakan ikan, namun saat Awangku Usop dan Dayang Kumunah hidup berbahagia. Namun kebahagiaan
kailnya di tarik, ikannya terlepas lagi. mereka tak berlangsung lama. Beberapa minggu setelah pernikahan, Awang
gading meninggal dunia. Hingga berbulan-bulan Dayang Kumunah bersedih
"Air pasang telan ke ingsang, air surut telan ke perut,renggutlah....! Biar putus meskipun Awangku Usop selalu berusaha membahagiakan hati istrinya tersebut.
jangan rabut," terdengar dendang Awang Gading sambil melempar pancingnya Untunglah, kesedihan Dayang Kumunah segera terobati dengan kelahiran anak-
kembali. Perlahan hari beranjak petang, namun tak seekor ikan pun di perolehnya. anaknya yang berjumlah lima orang. Meskipun kini telah memiliki lima orang
"Alangkah tidak beruntungnya diriku hari ini," keluh Awang Gading. Ia bergegas anak, Awangku Usop merasa kebahagiaannya belum lengkap sebelum melihat
membereskan peralatan pancingnya dan berniat pulang. Tiba-tiba terdengar suara Dayang Kumunah tertawa.
tangis bayi, dengan penasaran Awang Gading mencari asal suara tersebut. Tak
lama kemudian, Awang Gading melihat bayi perempuan tergolek di atas batu. Suatu hari, anak bungsu mereka mulai dapat berjalan dengan tertatih-tatih. Semua
Sepertinya dia baru saja di lahirkan oleh ibunya lalu ditinggal pergi begitu saja. anggota keluarga tertawa bahagia melihatnya, kecuali Dayang Kumunah.
Awangku Usop meminta Dayang kumunah untuk tertawa, Dayang Kumunah
"Anak siapa gerangan? kasihan, ditinggal seorang diri di tepi sungai," gumam menolaknya, namun suaminya terus mendesak. Akhirnya, Dayang pun tertawa.
Awang Gading kemudian membawa pulang bayi perempuan tersebut. Awang Saat tertawa itu, tampaklah insang di mulut Dayang Kumunah yang menandakan
Gading memberi nama bayi tersebut Dayang Kumunah. Sejak kehadiran Dayang, ia keturunan ikan. Setelah itu, dayang segera berlari ke sungai, Awangku Usop
awang bertambah rajin bekerja. Awang memberikan kasih sayang dan perhatian beserta anak-anaknya heran dan mengikutinya. Perlahan-lahan tubuh Dayang
yang melimpah untuk Dayang. Berbagai pengetahuan yang dimiliki ditularkannya berubah menjadi ikan. Awangku Usop dan anak-anaknya ditinggalkannya.
kepada Dayang. tak lupa pelajaran budi pekerti juga diberikannya. Kadang Awangku Usop telah mengingkari janjinya dengan meminta Dayang Kumunah
diajaknya dayang mencari kayu atau mengail untuk mengenal alam secara lebih tertawa.
dekat.
Awangku Usop segera menyadari kekhilafannya dan meminta maaf. Dia meminta
Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan berbudi. Dia juga Dayang Kumunah kembali ke rumah mereka. Namun, semua sudah sudah
rajin membantu bapaknya. Sayang, Dayang Kumunah tidak pernah tertawa. Suatu terlambat. Dayang Kumunah telah tejun ke sungai. Dia telah menjadi ikan dengan
hari, seorang pemuda kaya bernama Awangku Usop singgah di rumah Awang bentuk badan cantik dan kulit mengilat tanpa sisik. Mukanya menyerupai raut
Gading. Dia terpesona saat melihat kecantikan Dayang Kumunah. Tak lama manusia. Ekornya seolah-olah sepasang kaki yang bersilang. Orang-orang
kemudian Awangku Usop melamar Dayang pada Awang Gading. Lamaran menyebutnya ikan patin.
Awangku Usop diterima, tetapi Dayang Kumunah mengajukan syarat, "Kanda
Usop, sebenarnya kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Saya berasal dari Awangku Usop dan anak-anaknya sangat bersedih. Mereka berjanji tidak akan
sungai dan mempunyai kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya akan makan ikan patin karena di anggap sebagai keluarga mereka. Itulah sebabnya
menjadi istri yang baik, tetapi jangan minta sata untuk tertawa,"pinta Dayang orang Melayu yang tidak makan ikan patin.
Kumunah. Awangku Usop menyetujui syarat tersebut.
*******************************Tamat*************************
******
Agar tidak karam, kapal itu ditambatkan pada sebuah batu besar yang
terdapat di pinggiran bukit (bukit tersebut sekarang dinamakan Bukit
Jambu). Batu tempat tambatan kapal itu sekarang dinamakan Batu
Tambatan Perahu.
Waktu terus berjalan, dan dari perkimpoian itu lahirlah seorang putra. Suatu
hari, sang kakek, si Raja Hindustan, membuatkan mainan untuk cucunya.
Sewaktu asyik bermain, mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Anak tersebut
menangis sejadi-jadinya. Ibunya, Putri Sari Banilai tanpa pikir panjang
langsung terjun ke laut untuk mengambilkan mainan tersebut. Sungguh
ASAL USUL DANAU TOBA
*******************************************
Dahulu, di Dumai ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu
bernama Cik Sima. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Seri Bunga
Tanjung. Cik Sima mempunyai tujuh orang putri yang cantik-cantik. Di berjatuhan menimpa pasukan Pangeran Empang Kuala yang sedang
antara ketujuh putrinya, putri bungsulah yang paling cantik. la bernama beristirahat. Sebentar saja pasukan tersebut dapat dilumpuhkan. Pangeran
Mayang Sari. Empang Kuala pun terluka.
Suatu hari, ketujuh putri ini sedang mandi di Lubuk Sarong Umai. Mereka Dalam kondisi yang lemah itu, datanglah utusan Ratu Cik Sima.
tidak menyadari bahwa ada orang yang sedang memerhatikan mereka.
Pangeran Empang Kuala yang secara tidak sengaja sedang melewati daerah “Hamba datang sebagai utusan Ratu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu
itu terkagum-kagum dengan kecantikan ketujuh putri itu. Namun, matanya meminta Tuan untuk menghentikan peperangan ini. Peperangan ini tidak
terpaku pada Putri Mayang Sari. ada kebaikannya bagi kedua belch pihak. Hanya akan menimbulkan
kesengsaraan,” kata utusan Ratu Cik Sima
“Hmm, cantik sekali gadis itu. Gadis cantik di Lubuk Umai. Dumai…
Dumai,” bisiknya pada diri sendiri. Pangeran Empang Kuala menyadari bahwa pihaknyalah yang memulai
semua kerusakan ini. Akhirnya, ia memerintahkan pasukannya untuk
Sekembalinya ke kerajaan, Pangeran Empang Kuala memerintahkan mundur.
utusannya untuk pergi ke Kerajaan Seri Bunga Tanjung untuk meminang
Putri Mayang Sari. Secara adat, Cik Sima menolak dengan halus pinangan Sepeninggal pasukan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima bergegas
kepada putri bungsunya, karena seharusnya putri tertualah yang harusnya menuju tempat persembuyian ketujuh putrinya. Namun, ia sangat terpukul,
menerima pinangan lebih dahulu. karena dilihatnya ketujuh puterinya telah meninggal dunia, karena
kelaparan. Peperangan berlangsung Iebih lama dari perkiraan mereka,
Pangeran Empang Kuala murka mendengar pinangannya ditolak. Lulu, ia sehingga bekal makanan yang ditinggalkan tidak cukup
mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu Cik Sima tak kuasa menahan sesal dan kesedihan atas kehilangan
Mendapat serangan tersebut, Cik Sima segera mengamankan ketujuh putri-putrinya. la jatuh sakit dan meninggal dunia.
puterinya ke dalam hutan. Mereka disembunyikan di sebuah lubang yang
ditutupi atap terbuat dari tanah dan dihalangi oleh pepohonan. Cik Sima Konon, kata Dumai diambil dari kata-kata Pangeran Empang Kuala ketika
juga membekali ketujuh puterinya bekal makanan selama tiga bulan. sedang melihat Putri Mayang Sari di sungai. Kini, di Kota Dumai terdapat
Setelah itu, Cik Sima kembali ke medan perang. situs bersejarah, yaitu sebuah persanggrahan Putri Tujuh yang letaknya di
daerah wilayah kilang Minyak PT Pertamina Dumai.
Pertempuan berlangsung selama berbulan-bulan. Telah lewat tiga bulan
pertempuran tidak juga selesai dan pasukan Cik Sima semakin terdesak.
Korban sudah banyak sekali berjatuhan dan kerajaan pun porak poranda. *******************************Tamat*************************
Akhirnya, Cik Sima meminta bantuan jin yang sedang bertapa di Bukit ******
Hulu Sungai Umai.