Anda di halaman 1dari 10

RESUME KEPERAWATAN DASAR

“Konsep dan Askep Pemenuhan Kebutuhan Cairan”


Dosen Pengampu: Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep., M.Pd

Oleh:
Ni Luh Lina Rismayanti
P07120122042
01
1.2/D-III Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
E. Rencana Tindakan Keperawatan:
1. Memberi minum per oral
Pengertian: Pemberian minuman kepada pasien secara langsung melalui mulut
sesuai daftar minuman diit pasien.
Indikasi:
1) Pasien yang dapat minum sendiri
2) Pasien yang tidak dapat minum sendiri
Tujuan:
1) Memberikan minuman kepada pasien tepat pada waktunya dan sesuai
kebutuhan diitnya.
2) Membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien.
Persiapan tempat dan alat:
Baki berisi:
1) Gelas yang berisi minuman yang dianjurkan
2) Tutup gelas
3) Alas gelas
4) Serbet/tisu
5) Sedotan
Persiapan pasien:
1) Pastikan identitas pasien benar
2) Kaji kondisi pasien
3) Beritahu dan jelaskan pada pasien/keluarganya tindakan yang dilakukan
4) Jaga privasi pasien
5) Atur posisi pasien serta
Persiapan lingkungan: Menutup pintu atau jendela atau memasang sampiran
serta mengatur suasana yang nyaman bagi pasien.
Pelaksanaan:
Pada pasien yang dapat minum sendiri
1) Merapikan lingkungan pasien
2) Mencuci tangan
3) Mencocokan minuman dengan kartu diit/daftar diit pasien
4) Membawa baki dekat pada pasien
5) Memberitahu pasien dan memberi penjelasan seperlunya
6) Atur posisi pasien menjadi posisi fowler
7) Bentangkan serbet dibawah dagu pasien
8) Mengangkat alat-alat minum pasien bila pasien telah selesai minum
9) Mencuci tangan
Pada pasien yang tidak dapat minum sendiri
1) Merapikan lingkungan pasien
2) Mencuci tangan
3) Mencocokan minuman dengan kartu diit/daftar diit pasien
4) Membawa baki dekat pada pasien
5) Memberitahu pasien dan memberi penjelasan seperlunya
6) Membaringkan pasien senyaman mungkin jika diusahan posisi kepala
pasien lebih ditinggikan
7) Membentangkan serbet dibawah dagu pasien
8) Membantu pasien untuk minum
9) Membersihkan mulut pasien
10) Merapikan posisi pasien
11) Bereskan alat
12) Cuci tangan
Evaluasi: Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan
Sikap:
1) Menunjukkan sikap sopan dan ramah
2) Menjamin privasi pasien
3) Bekerja dengan teliti
4) Memperhartikan body mechanism
Dokumentasi:
1) Mencatat tidakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil
tindakan, respon objektif dan subjektif).
2) Catat jenis minuman yang diberikan dan banyaknya minuman yang
diberikan.
3) Dokumentasi dicatat dengan jelas/mudah dibaca.
4) Dokumentasi ditandatangani dan diberi nama lengkap dan jelas.

2. Memasang infus
Pengertian: Memasukan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah
vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan
infus set.
Tujuan:
1) Sebagai tindakan pengobatan
2) Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit
Kebijakan:
1) Pasien dengan dehidrasi
2) Pasien sebelum transfusi darah
3) Pasien pra dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan
4) Pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut.
5) Pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya harus dengan
cairan infus.
Persiapan Alat:
1) Seperangkat infust steril.
2) Cairan infus yang diperlukan (Asering, RL, Dektrose 5%, Nael 0,9%)
3) Janum infus steril sesuai ukuran yang dibutuhkan.
4) Kapus alkohol dalam tempatnya.
5) Kain kassa steril dalam tempatnya
6) Tourniquet
7) Pengalas/periak
8) Bengkok.
9) Standar infus
10) Sarung tangan steril.
11) Betadin
12) Plester dan gunting perban
13) Spalk din kasa gulung bila perlu.
14) Tempat cuci tangan
15) Alat tulis
Persiapan Pasien:
1) Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan, jika
keadaan memungkinkan.
2) Pakaian pasien pada daerah yang akan dipasang infus harus dibuka
Tindakan:
1) Cek kebutuhan pasien.
2) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan para pasien tujuan dan proseslur
3) Persiapan alat-alat sesuai kebutuhan
4) Alat-alat didekatkan ke pasien.
5) Botol cairan digantung pada standar infus
6) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan penusukkan dan
dekat bengkok disisi penusukkan
7) Perawat cuci tangan kemudian memakai sarung tangan
8) Tutup botol cairan di desinfeksi.
9) Infuset dibuka, keluarkan selang udara lalu tusukkan ke botol infus
10) Udara dalam selang dikeluarkan dengan mengalirkan cairannya
11) Alirkan cairan sehingga mengisi setengah bagian tabung pengatur
tetesan dan selang terisi cairan, perhatikan jarum jangan sampai alat
penetes terendam
12) Selang di klem.
13) Daerah yang akan ditusuk dipasang tourniquet sehingga vem akun jelas
terlihat (+ 10 em diatas lokasi yang akan diinfus).
14) Daerah yang akan ditusuk di desinfeksi dengan kapas alkohol.
15) Tisukkan jarum infus kedalam vena yang dimaksud. Darah yang dihisap
sedikit untuk memastikan apakah jarum infus telah masuk kedalam vena
dengan cepat.
16) Lepaskan tourniquet, setelah jarum infus dipastikan masuk kedalam
venu, daerah ujung jarum ditekan dan pangkal jarum dihubungkan
dengan ujung selang
17) Periksa lagi lancar tidaknya tetesan, terjadi pembengkakan atau tidak.
Apabila tidak terjadi jarum dipertahankan letaknya dengan kasa betadin
dan plester
18) Atur tetesan sesuai dengan kebutuhan.
19) Beritahukan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai dilakukan.
20) Rapihkan alat-alat, lepas sarung tangan,
21) Caci tangan setelah melakukan tindakan.
22) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan jam pemasangan, jenis
cairan, jumlah tetesan menit, parna dan paraf perawat yang memasang
3. Merawat luka infus
Pengertian: Merawat tusukan infus (dressing infus)
Tujuan: Mencegah terjadinya infeksi pada daerah luka tusukan infus
Indikasi: Pasien yang terpasang infus
Menyiapkan alat:
1) Perlak dan pengalas
2) Kapas alcohol
3) Instrumen steril (pinset, gunting dan kom)
4) Bengkok
5) Tempat sampah
6) Kasa steril
7) Sarung tangan
8) Salep antibiotic dan larutan antiseptic
9) Plester
10) Pinset bersig dan larutan desinfektan
11) Gunting bersih
Tahap Kerja:
1) Menggunakan sarung tangan
2) Meletakan perlakdan pengalas di bawah lengan pasien
3) Membuka balutan infus yang kotor dengan pinset bersih
4) Mengkaji tanda infeksi pada luka tusukan
5) Membersihkan luka tusukan infus dengan larutan antiseptic
6) Mengoleskan salep antibiotic pada daerah tusukan
7) Menutup luka tusukan infus dengan kasa steril
8) Memfiksasi selang infus dengan plester
Tahap Terminasi:
1) Mengevaluasi perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
2) Menyimpulkan hasil kegiatan
3) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Mengakhiri kegiatan
5) Merapikan alat
6) Melepas sarung tangan
7) Membuka sampiran
8) Mencuci tangan
4. Memonitor tetesan infus
Pengertian: Pemantauan perawat untuk mencatat hasil dari data pasien sebelum
maupun setelah melakukan tindakan perawatan infus
Tujuan:
1) Untuk mengetahui pengertian monitoring infus intravenai
2) Untuk mengetahui jenis-jenis set intravena
3) Untuk mengetahui larutan infus yang layak dipakai.
4) Mengetahui cara melepaskan infus
5) Mengetahui cara pergantian set infus
Persiapan alat:
1) Perlak dan pengalas
2) Sarung tangan
3) Kapas alcohol larutan antiseptic (klorheksidin glukonat 2%, alcohol 60-
90% atau PVI 10%)
4) Plester
5) Gunting pleste
6) Bengkok
Prosedur:
1) Perhatikan pasien selama perasat dijalankan kecepatan tetesan harus
diobservasi dengan ketat untuk memastikan kecepatan jumlah cairan
yang diinfuskan. Tinggi kantong infus juga akan mempengaruhi tetesan
karena gravitasi meningkatkan kecepatan aliran daerah
2) Tusukkan infus harus dipantau untuk memastikan tidak adanya tanda-
tanda infeksi dan kanula harus tetap berada pada tempatnya dan tidak
tersumbat
3) Kanula harus dibilas secara teratur, setiap selesai pemberian obat IV.
4) Bagi pasien yang masih kekurangan cairan maka diharuskan untuk
menggantikan cairan infus yang sudah kosong dengan cairan yang baru.
5) Jika selang infus terjadi penyumbatan atau kerusakan maka harus segera
diganti.
6) Perhatikan keadaan penderita selama dipasang infus bila terjadi reaksi
tersebut infus dihentikan dahulu dan laporkan pada dokter
7) Jangan sampai ada udara masuk kedalam pembuluh udara bekerja selalu
dan ingat dasar-dasar aseptik dan sterilitet
8) Catatlah macam cairan dan banyaknya tetesan permenit
9) Denyut nadi dan tensi darah harus dikontrol selama perasat dijalankan
5. Mengumpulkan urin untuk pemeriksaan
Pengertian: Suatu tindakan mengambil sejumlah urine sebagai sampel untuk
pemeriksaan laboratorium.
Tujuan:
Mengambil sampel urine yang tidak terkontaminasi untuk menganalisa urine
rutin atau test diagnostic yang meliputi test kultur dan sensitivitas. Mengetahui
adanya mikroorganisme dalam urine
Pengkajian:
• Mengkaji instruksi/pesanan medik untuk pemeriksaan diagnostic
• Mengkaji intake dan pola eliminasi klien
• Mengkaji singkat pengetahuan klien akan prosedur dan tujuan
pemerikasaan urine.
• Mengkaji tujuan pengambilan sampel urine, untuk menetukan metode
yang tepat dalam pengambilan sampel urine.
Intervensi:
Persiapan alat:
• Bokal/botol/wadah
• Handscoen bersih
• Pot/urinal
• Nierbeken/bengkok.
• Perlak/alas
Menurut cara pengambilan sampel urine:
Melalui kateter
• Spuit 10 cc
• Klem penjepit
• Kapas alcohol 70%
Dengan cara mid steam
• Baskom berisi air hangat, sabun, washlap dan handuk
• Pinset steril dan kapas betadine
Persiapan Klien: Menjelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya
pengambilan sampel urine.
Implementasi:
a. Melalui kateter
• Kateter dengan port
• Kateter tanpa port
b. Dengan mid steam
Evaluasi:
• Mengevaluasi hasil pemeriksaanlaboratorium untuk mengetahui hasil
test.
• Mengevaluasi respon klien selamapelaksanaan prosedur.
• Mengobservasi karakteristik urine warna, kepekatan dan bau.
Dokumentasi:
• Mencatat jumlah, warna, baud ankonsistensi urine
• Mencatat waktu dan cara pengambilansampel urine.
• Mencatat respon klien selama prosedur.
6. Melaksanakan bladder training
Pengertian: Salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih
yang mengalami gangguan kekeadaan normal atau kefungsi optimal
neurogenik.
Tujuan:
1) Melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan
dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih
2) Mengembangkan tonus otot kandung kemih
3) Memperpanjang interval waktu berkemih
4) Meningkatkan kapasitas kandung kemih
5) Mengurangi atau menghilangkan inkontinesia
6) Meningkatkan kemandirian dalam manajemen kandung kemih.
Indikasi:
1) Pasien yang mengalami retensi urin
2) Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi
spingter kandung kemih terganggu
3) Pasien yang mengalami inkontinesia.
Persiapan perawat:
1) Persiapan lingkungan; data biografi pasien;
2) Bicarakan keinginan pasien, kekhawatirannya, ketakutannya dengan
cara yang simpatik dan teliti.
Persiapan pasien:
1) Berikan salam, perkenalkan diri, dan identitas klien dengan memeriksa
identitas klien secara cermat
2) Kaji kondisi pasien
3) Ajarkan kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan yang akan
dilakukan dengan prosedur yang benar.
Persiapan alat:
1) Handscoon
2) Klem (khusus klien yang memakai kateter)
3) Jam tangan
4) Obat diuretik jika diperlukan
5) Air minum dan tempatnya
Persiapan lingkungan: Menjaga privasi pasien dengan menutup sampiran
Tahapan Pra Interaksi:
1) Baca catatan medis klien dan daftar intake dan output
2) Siapkan alat dan privacy ruangan
3) Cuci tangan.
Tahap Orientasi:
1) Berikan salam, panggil klien dengan namanya
2) Memberitahu pasien tentang hal yang akan dilakukan.
Tahap Interaksi:
Pasien yang tidak terpasang kateter
1) Tentukan waktu biasanya klien berkemih
2) Rencanakan waktu toilet terjadwal berdasarkan pola dari klien, bantu
seperlunya
3) Berikan pasien sejumlah cairan untuk diminum pada waktu yang
dijadwalkan secara teratur (2500 ml/hari)
4) Anjurkan klien untuk menunggu selama 30 menit kemudian coba pasien
untuk berkemih:
a. Posisikan pasien dengan paha fleksi, kaki dan punggung
disupport
b. Perintahkan untuk menekan atau memasage diatas area bladder
atau menginkatkan tekanan abdominal dengan cara bersandar ke
depan. Ini dapat membantu dalam memulai pengosongan
bladder
c. Anjurkan klien untuk berkonsentrasi terhadap BAK
d. Anjurkan klien untuk mencoba berkemih setiap 2-3 jam pada
siang hari dan pada malam hari cukup 2 kali, batasi cairan setelah
jam 17.00
5) Anjurkan pasien untuk berkemih sesuai jadwal, catat jumlah cairan yang
diminum serta urine yang keluar dalam waktu berkemih
6) Anjurkan klien untuk menahan urin. Jika diperlukan tes residu urine
secara langsung dengan kateterisasi
7) Kaji adanya tanda-tanda retnsi urin
8) Anjurkan klien untuk melakukan program latihan secara continue.
Pasien dengan terpasang kateter:
1) Tentukan pola waktu yang biasanya klien berkemih
2) Rencanakan waktu toilet terjadwal berdasarkan pola dari klien, bantu
seperlunya
3) Berikan klien sejumlah cairan untum diminum pada waktu yang
dijadwalkan secara teratur (2500 ml/hari) berikan sekitar 30 menit
sebelum waktu jadwal untuk berkemih
4) Beritahu klien untuk menahan berkemih (pada pasien yang terpasang
kateter, klem selang kateter 1-2 jam, disarankan bisa mencapai waktu 2
jam kecuali pasien merasa kesakitan)
5) Kosongkan urine bag
6) Cek dan evaluasi kondisi pasien, jika pasien merasa kesakitan dan tidak
toleran terhadap waktu 2 jam yang ditentukan, maka kurangi waktunya
dan tingkatkan secara bertahap
7) Lepaskan klem setelah 2 jam dan biarkan urine mengalir dari kandung
kemih menuju urine bag hingga kandung kemih kosong
8) Biarkan klem tidak terpasang 15 menit, setelah itu klem lagi 1-2 jam
9) Lanjutkan prosedur hingga 24 jam pertama
10) Lakukan bladder training hingga pasien mampu mengontrol keinginan
untuk berkemih.
11) Jika klien memakai kateter, lepaskan kateter jika klien sudah merasakan
keinginan untuk berkemih.
Tahap Terminasi:
1) Menjelaskan ke klien bahwa prosedur telah dilaksanakan
2) Membereskan alat
3) Melepaskan handscoon dan mencuci tangan.
Evaluasi:
1) Evaluasi respon klien
2) Berikan reinforce ent positif
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Mengakhiri dengan baik.
F. Evaluasi Keperawatan Pada Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi
adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi
menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan,
atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera
setelah mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat segera
memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu (misalnya, satu
kali seminggu untuk klien perawatan dirumah) menunjukan tingkat kemajuan untuk
mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan dan
memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).

Anda mungkin juga menyukai