Definisi
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan,
elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini
sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi
dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan
pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini
merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen
intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung
jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena
didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia,
riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan
diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan
dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan mempertahankan sistem.
A. Persiapan
1. Persiapan Klien
Cek perencanaan Keperawatan klien
Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2. Persiapan Alat
Standar infus
Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
Bidai / alas infus
Perlak dan torniquet
Plester dan gunting
Bengkok
Sarung tangan bersih
Kassa seteril
Kapas alkohol dalam tempatnya
Bethadine dalam tempatnya
B. Pelaksanaan
Perawat cuci tangan
Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
Mengisis selang infus
Membuka plastik infus set dengan benar
Tetap melindungi ujung selang seteril
Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas
Menggantung cairan infus di standar cairan infus
Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )
Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
Cek adanya udara dalam selang
Pakai sarung tangan bersih bila perlu
Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus
Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dipungsi
Memilih vena yang tepat dan benar
Memasang torniquet
Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari
atas ke bawah sekali hapus
Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka
mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
Torniquet dicabut
Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya
sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit
Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan
untuk fiksasi
Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak
tercabut
Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
Perawat cuci tangan
Catat tindakan yang dilakukan
C. Evaluasi
Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan
D. Dokumentasi
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi /
respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath,
vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan.
MELEPAS INFUS
A. PERSIAPAN ALAT
1. Perlak dan pengalas
2. Sarung tangan
3. Kapas alkohol
4. Plester
5. Gunting plester
6. Bengkok
B. PROSEDUR
1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat
3. Mencuci tangan
4. Memasang perlak dan pengalas
5. Memakai sarung tangan
6. Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alkohol
7. Melepas plester dan kassa dari kulit
8. Menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus pelan-pelan
9. Menekan kapas alkohol dengan plester
10. Membereskan alat dan merapikan pasien
11. Melepas sarung tangan
12. Mencuci tangan
13. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
A. Fase Prainteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
o 1 sol tranfusi darah dengan blood filter
o Ciran isotonik (Nacl 0,9%)
o produk darah
o Obat-obatan sesuai dengan program medic
o Handscoen disposable
o Tensimeter dan thermometer
B. Fase orientasi
1. Memberikan salam teraupelik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan ,tanda dan gejala reaksi tranfusi
3. Menayakan persetujuan / kesiapan pasien
4. Minta tanda tangan persetujuan / informan konsen
C. Fase kerja
1. Periksa produk darah yang di siapkan, golongan darah dan kesusaaian cross math, jumlah
darah dan nomor kantong , masa berlaku.
2. Menggunakan hanskun
3. Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk darah
4. Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
5. Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada satu waktu, kecuali
diwajibkan oleh kondisi pasien.
6. Monitor temapat Iv terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan infeksi local.
7. Monitor tanda-tanda vital (pada awal, sepanjang dan setelah tranfusi)
8. Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
9. Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
10. Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse Monitor kecepatan
aliran tranfusi
11. Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam darah atau produk
12. Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai
D. Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak waktu pertemuan selanjutnya.
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
5. Membersihkan peralatan
6. Buka sarung tangan dan cuci tangan
1. Tujuan
2. Persiapan
A. Alat
a. bak instrumen
b. spuit 10 cc
c. bengkok
d. Handscoen
e. aquadest
f. gunting plaster
g. perlak
h. kateter
i. Kapas air
j. kasa
k. Urine bag
l. jelly/vaselin
m.Selimut
3. Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %
4. Prosedur
1)pada laki-laki
b) Mendekatkan alat-alat
c) Memasang sampiran
d) Mencuci tangan
n) Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas
panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi
larutan klorin.
r) Membereskan alat.
s) Mencuci tangan.
2) pada wanita
b) Mendekatkan alat-alat
c) Memasang sampiran
d) Mencuci tangan
q) Membereskan alat
r) Mencuci tangan
Melepas Kateter
Tujuan:
Peralatan :
a) Sarung tangan
b) Pinset
c) Spuit
d) Batadine
e) Bengkok 2 buah
f) Plester
g) Bensin
h) Lidi wetan
Prosedur:
a) Meberitahu pasien
b) Mendekatkan alat
c) Memasang sampiran
d) Mencuci tangan
h) Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan
kateter pada bengkok.
j) Membereskan alat
l) Mendokumentasikan.
SOP MEMASANG DAN MENCABUT NGT
DEFENISI
Melakukan pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke lambung (gaster)
TUJUAN
a. Memasukkan makanan cair/obat-obatan, cair/padat yang dicairkan
b. Mengeluarkan cairan/isi lambung dan gas yang ada dalam lambung
c. Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
d. Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau trauma
e. Mengambil spesimen dalam lambung untuk studi laboratorium
DILAKUKAN PADA
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor
mulut/faring/esofagus
3. Pasien yang tidak mampu menelan
4. Pasien pasca operasi pada mulut/faring/esofagus
PERSIAPAN ALAT
1. Selang NGT no.14/16 (untuk anak-anak lebih kecil ukurannya)
2. Jelly
3. Spatel lidah
4. Handscoen steril
5. Senter
6. Spuit/alat suntik ukuran 50cc
7. Plester
8. Stetoskop
9. Handuk
10. Tissue
11. bengkok
PROSEDUR
1. Mendekatkan alat ke samping klien
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
3. Membantu klien pada posisi fowler/semi fowler
4. Mencuci tangan
5. Periksa kepatenan nasal. Minta pasien untuk bernapas melalui satu lubang hidung saat lubang
yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, bersihkan mucus dan sekresi dari
hidung dengan kassa/lidi kapas. Periksa adakah infeksi
6. Memasang handuk diatas dada klien
7. Buka kemasan steril NGT dan taruh dalam bak instrumen steril
8. Memakai sarung tangan
9. Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara menempatkan ujung selang dari
hidung klien ke ujung telinga atas lalu dilanjutkan sampai processus xipodeus
10. Beri tanda pada selang yang telah diukur dengan plester
11. Beri jelly pada NGT sepanjang 10-20 cm dari ujung selang tersebut
12. Meminta klien untuk rileks dan bernapas normal. Masukkan selang perlahan sepanjang 5-
10cm. Meminta klien untuk menundukkan kepala (fleksi) sambil menelan.
13. Masukkan selang sampai batas yang ditandai
14. Jangan memasukkan selang secara paksa bila ada tahanan
a. jika klien batuk, bersin, hentikan dahulu lalu ulangi lagi. Anjurkan klien untuk tarik napas
dalam
b. jika tetap ada tahanan, menarik selang perlahan-lahan dan masukkan ke hidung yang lain
kemudian masukkan kembali secara perlahan
c. jika klien terlihat akan muntah, menarik tube dan menginspeksi tenggorokan lalu melanjutkan
memasukkan selang secara bertahap.
15. Mengecek kepatenan
a. Masukkan ujung pipa sampai dengan terendam dalam mangkok berisi air, klem dibuka jika
ternyata sonde masuk dalam lambung maka ditandai dengan tidak adanyagelembung udara
yang keluar
b. Masukkan udara denga spuit 2-3 cc ke dalam lambung sambil mendengarkan dengan
stetoskop. Bila terdengar bunyi kemudian udara dikeluarkan kembali dengan menarik spuit
16. Pasang spuit/corong pada pangkal pipa apabila sudah yakin pipa masuk lambung
17. Memfiksasi selang pada hidung dengan plester
18. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman
19. Merapikan dan membereskan alat
20. Melepas sarung tangan
21. Mencuci tangan
22. Mengevaluasi respon klien
23. Pendokumentasian tindakan dan hasil.
Prosedur Pelepasan NGT
Intubasi lambung melalui rongga hidung (yang disebut dengan rute nasogastrik) adalah prosedur
umum yang memberi akses ke perut untuk tujuan diagnostik dan terapeutik. Sebuah selang
nasogastric tube (NGT) digunakan dalam prosedur ini. Pemasangan maupun pelepasan dari selang
NGT merupakan prosedur yang tidak nyaman bagi pasien jika pasien tidak cukup siap. Kali ini
dokudok membahas prosedur pelepasan dari NGT ini.
Peralatan yang diperlukan dalam pelepasan NGT:
1. Lepaskan sarung tangan dan apron dan membuang semua peralatan yang telah dipakai. Cuci
tangan menggunakan air dan sabun.
2. Dokumentasikan pelepasan NGT pada rekam medis.
3.
2. Persiapan
Pesiapan Alat Hecting
1) Spuit 5 cc
2) Kapas Alkohol 70%
3) Lidokain 1%
4) Pengalas
5) Kasa steril
6) Gunting benang
7) Nalpoeder
8) Pinset anatomis
9) Korentang
10) Jarum kulit
11) Jarum otot (bila perlu)
12) Benang kulit (side)
13) Benang otot/ catgut(bila perlu)
14) Nierbekken (bengkok)
15) Larutan antiseptik/ garam faal
16) Kom
17) Sarung tangan steril
18) Waskom berisi larutan chlorine 0,5 %
3. Penatalaksanaan
1) Memakai sarung tangan
2) Mengkaji luka, kedalaman, luasnya dan keadaan luka
3) Membersihkan luka dengan larutan antiseptik atau larutan garam faal. Gunakan kassa terpisah untuk
setiap usapan, membersihkan luka dari area yang
kurang terkontaminasi ke area lebih bersih.
4) Menyiapkan injeksi lidokain 1 %.
5) Lakukan desinfeksi pada ujung luka / daerah yang akan disuntik dengan menggunakan alkohol 70%
6) secara sirkuler dengan diameter kerang lebih 5 cm
7) Menyuntikan lidokain secara sub cutan di sekitar tepi luka.
8) Melakukan aspirasi, apabila tidak ada darah
9) masukan lidokain secara perlahan-lahan sambil menarik jarum dan memasukan obat sepanjang tepi
luka. Lakukan pada tepi luka yang lainnya.
10) Tunggu 2 menit agar lidokain berreaksi
11) Sambil menungu reaksi obat, siapkan nalpoeder, jarum dan benang.
12) Uji reaksi obat dengan menggunakan pinset
13) Jahit luka kurang lebih 1 cm diatas ujung luka dan ikat, gunting benang sisakan kira-kira 1 cm. jahit
satu persatu dengan jarak jahitan satu dengan yang lainnya kurang lebih 1 cm,
14) Teruskan sampai semua luka terjahit.
15) Berikan antiseptik pada luka
16) Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan plester
17) Rapikan pasien
18) Bereskan alat
19) Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan chlorin 0,5% bersama alat-alat lainnya selama 10 menit
20) Cuci tangan
CHECKLIST HECTING
Nilai
No Butir yang dinilai
0 1 2
A. SIKAP
4. Percaya diri
0 Terlihat gugup, tidak melakukan kontak mata dan suara kurang
jelas
23 Mencuci tangan
0 tidak dilakukan
Total skor : 32
C. TEKNIK
1. Tidak dilakukan
1. Menjaga privasi dengan ucapan atau memperagakan menutup
pintu/ sampiran saja
2. Menjaga privasi dengan ucapan dan memperagakan menutup
pintu / sampiran
TOTAL SCORE : 10
B. Up Hecting
1. Dasar teori up Hecting
Pengangkatan jahitan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan juga
untuk mencegah infeksi. Bila luka telah kuat dan sembuh primer, maka jahitan atau benangnya dapat
diangkat. Seringkali dalam 5 – 10 hari pasca operasi.
3. Penatalaksanaan
1) Beritahu klien tindakan yang akan dilakukan
2) Pasang sampiran / tirai
3) Pelaksanaan
4) Pasang perlak dan pengalasnya dibawah daerah yang akan dilakukan perawatan
5) Cuci tangan dengan sabun dan di air mengalir
6) Pakai sarung tangan
7) Atur posisi klien senyaman mungkin
8) Buka balutan luka lama dan buang ke bengkok
9) Kaji luka (pastikan luka kering)
10) Angkat dan tahan bagian luar jahitan dengan pinset, kemudian potong benang di bawah simpuldengan
gunting up hecting.
11) Cabut benang dari kulit secara perlahan
12) Bersihkan luka dengan kassa betadine
13) Lakukan tindakan antisepsis
14) Tutup kembali luka dengan kassa steril
15) Pasang plester
16) Rapikan pasien
17) Bereskan alat
18) Lepas sarung tangan
19) Rendam alat dan sarung tangan dalam larutan chlorin 0,5 %
20) Cuci tangan
CHECKLIST UP-HECTING
Nilai
No Butir yang dinilai
0 1 2
A. SIKAP
1. Menyambut pasien dengan ramah dan sopan
0 Tidak dikerjakan
1 memberikan salam saja
4. Percaya diri
0 Terlihat gugup, tidak melakukan kontak mata dan suara kurang
jelas
B. CONTENT
0 tidak dilakukan
0 tidak dilakukan
1 dilakukan dengan tidak lengkap
Total skor : 32
C. TEKNIK
TOTAL SCORE : 10
A. PENGERTIAN
-Suatu tindakan merekam aktivitas listrik jantung yang berawal dari nodus sinoatrial, yang
dikonduksikan melalui jaringan serat-serat (sistem konduksi) dalam jantung yang menyebabkan
jantung berkontraksi, yang dapat direkam melalui elektroda yang dilekatkan pada kulit.
C. INDIKASI PEMASANGAN
1. Adanya kelainan –kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan-kelainan myokard seperti Infark Miokard, hypertrofi atrial dan ventrikel
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama Digitalis
4. Gangguan Elektrolit
5. Adanya Perikarditis
6. Pembesaran Jantung
D. KONTRA INDIKASI
Tidak ada
E. PERSIAPAN ALAT
1. Memeriksa kelengkapan alat EKG yang akan digunakan, sbb :
a. Buku panduan untuk pemeriksaan EKG
b. Mesin EKG beserta electrode dan kabel listrik (power) dan kabel untuk ground
c. Kertas Interpretasi EKG, Pulpen, pensil
d. Silokain Jelly/ air
e. Kapas Alkohol dalam tempatnya
f. Kertas tissue
2. Memeriksa Fungsi alat sehingga siap digunakan
3. Membawa alat kedekat pasien
F. PERSIAPAN PASIEN
1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga
2. Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga
3. Meminta persetujuan pasien
4. Mengatur posisi tidur terlentang pada pasien
G. PROSEDUR
1. Perawat mencuci tangan
2. Memasang Arde
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam tangan, gelang dan
logam lain.
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah dada, kedua
pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset electrode
6. Mengoleskan Jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly, gunakan kapas basah
7. Menyambungkan Kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai pasien, untuk
merekam ekstremitas lead ( Lead I, II, III, aVR, aVF, AVL) dengan cara sbb :
a. Warna Merah pada Tangan Kanan
b. Warna Hijau pada Kaki Kiri
c. Warna Hitam pada Kaki Kanan
d. Warna Kuning pada Tangan Kiri
8. Memasang Elektrode dada untuk rekaman Precordial Lead sbb :
V1 : Spatium Interkostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum
V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum
V3 : ditengah diantara V2 dan V4
V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiria
V5 : Sejajar V4 garis aksilaris kiri
V6 : Sejajar V6 garis mid aksilaris
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)
9. Melakukan Kalibrasi 10mm dengan keadaan 25 mm/volt/ detik
10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan Lead yang terdapat pada mesin
EKG
11. Melakukan Kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal dan jam rekaman serta nomor
Lead dan nama pembuat rekaman EKG
H. SIKAP
1. Menjaga Privasi pasien
2. Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan
3. Memperlihatkan sikap keramah-tamahan
4. Menujunkkan sikap yang sopan
I. TERMINASI
1. Memberitahukan hasil kegiatan kepada pasien
2. Merapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
3. Mengkomunikasikan hasil ke pihak terkait/ profesi lain.
B. TUJUAN
C. INDIKASI
D. PERALATAN
1. Bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa secukupnya
2. NaCl atau air matang
3. Canule suction
4. Perlak dan pengalas
5. Mesin suction
6. Kertas tissue
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tahap PraInteraksi
Tahap Orientasi
Tahap Kerja
Tahap Terminasi
C. Tujuan
1. Mengurangi atau menghilangkan jaringan mati (nekrotik) & sekresi yang terjadi pada
luka insisi.
2. Mempercepat proses penyembuhan luka.
3. Mengurangi resiko terjadinya infeksi.
D. Pengkajian yang perlu dilakukan
1. Mengkaji adanya riwayat alergi plester ataupun obat.
2. Mengkaji luas, lokasi & kondisi luka insisi.
3. Mengkaji program instruksi medik terkait prosedur perawatan luka, frekuensi ganti
balutan & tipe balutan.
E. SOP Perawatan Luka
A. Fase Prainteraksi
1. Mengecek catatan medis dan perawatan.
2. Cuci tangan.
3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan sesuai dengan kondisi luka.
Alat Steril :
Ø Bak instrumen.
Ø Pinset anatomis.
Ø Pinset cirurgis.
Ø Arteri klem.
Ø Kapas lidi.
Ø Depper.
Ø Gunting lurus.
Ø Gunting up heacting.
Ø Kom tutup.
Ø Kassa steril.
Ø Perban gulung dalam tromol.
Ø Korentang beserta tempatnya.
Ø Hand scone steril.
Alat Bersih :
Ø Bak instrumen.
Ø Hand scone bersih.
Ø Gunting perban.
Ø Pinset anatomi bersih.
Ø Plester.
Ø Perban gulung atau elastis perban.
Ø Kapas alkohol dalam tempatnya.
B. Fase Interaksi
1. Memberikan salam terapeutik (Assalamu’alaikum Bpk/Ibu).
2. Melakukan evaluasi/validasi (Bagaimana perasaannya hari ini).
3. Melakukan kontrak (waktu, tempat & topik).
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
5. Menjaga privasi klien dengan memasang schrem atau penghalang.
C. Fase Kerja
1. 9. Cuci tangan dan pasang sarung tangan bersih.
2. 10. Mengatur posisi pasien.
3. Mempersiapkan dan meletakkan alat didekat pasien.
4. Perawat mencuci tangan.
5. Pasang alas/perlak dibawah luka.
6. Letakkan bengkok dekat dengan area luka yang akan dirawat.
7. Gunakan pinset untuk mengangkat balutan lama, sebelumnya jangan lupa
menggunakan kapas alkohol untuk membuka plester dan buang dalam bengkok.
8. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril.
9. Lepaskan hand scone bersih.
10. Set up peralatan, membuka peralatan steril & siapkan cairan yang diperlukan.
11. Kenakan hand scone steril.
12. Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, integritas jahitan, karakter drainase.
13. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% pegang kassa yang telah dibasahi
larutan NaCl dengan pinset. Gunakan kassa untuk sekali usap, bersihkan dari
daerah yang kurang terkontaminasi ke daerah yang terkontaminasi.
14. Lakukan nekrotomi jika ada jaringan nekrosis.
15. Membilas luka dengan larutan NaCl 0,9%.
16. Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi.
17. Berikan obat jika dipesankan.
18. Tutup luka dengan kassa steril yang telah diberi larutan steril lalu dilapisi lagi
dengan kassa kering.
19. Lepaskan hand scone.
20. Pasang plester.
21. Bantu pasien untuk posisi yang nyaman.
22. Rapikan alat-alat.
23. Cuci tangan.
D. Fase Terminasi
1. Mengevaluasi klien setelah ganti balutan.
2. Rencana tindak lanjut.
3. Kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
4. Pendokumentasian kondisi luka.
A. PENDAHULUAN
Cairan intravena dapat efektif dalam mengembalikan volume (darah) intravaskular, namun cairan
intravena tidak mempengaruhi kemampuan darah untuk membawa oksigen. Jika sel darah merah dan
sel darah putih, trombosit atau protein darah hilang karena perdarahan atau penyakit, maka perlu
dilakukan penggantian cairan berupa komponen-komponen darah tersebut guna mengembalikan
kemampuan darah untuk menstransport oksigen dan karbondioksida, untuk membuat bekuan darah,
untuk melawan infeksi dan mempertahankan cairan ekstrasel tetap berada didalam kompartemen
intravaskuler.
B. PENGERTIAN
Transfusi darah adalah memasukkan darah lengkap atau komponen darah kedalam sirkulasi vena.
C. TUJUAN
Umum :
Untuk memenuhi kebutuhan sel darah : eritrosit, leukosit, trombosit, plasma atau protein tubuh.
Khusus :
- Untuk mengembalikan volume darah setelah perdarahan hebat
- Untuk mengembalikan kemampuan darah membawa oksigen
- Untuk memberikan faktor plasma, seperti faktor hemolitik (antihemophilic factor, AHF) atau faktor
VII atau konsentrasi trombosit yang mencegah atau mengobati perdarahan
Produk Manfaat
Darah lengkap Tidak umum digunakan kecuali pada kasus perdarahan akut yang
ekstrem. Menggantikan volume darah dan semua produk darah :
SDM, plasma, protein plasma, trombosit segar, dan faktor
pembekuan lain.
Sel darah merah Meningkatkan kemampuan darah dalam membawa oksigen pada
pasien anemia, pembedahan atau klien yang menderita gangguan
perdarahan lambat. Satu unit meningkatkan hematokrit sekitar 4%.
Sel darah merah otolog Menggantikan darah setelah pembedahan elektif yang direncanakan.
Klien mendonorkan darahnya untuk transfusi otolog pada minggu 4-
5 minggu sebelum pembedahan.
Faktor pembekuan darah Digunakan pada klien yang mengalami defisiensi faktor pembekuan.
dan kriopresipitat Masing-masing memberikan faktor berbeda yang terlibat dalam jalur
pembekuan darah : Kriopresipitat juga mengandung fibrinogen.
B. Fase Interaksi
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Melakukan validasi atau evaluasi
3. Melakukan kontrak (topik, waktu, dan tempat)
4. Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah tindakan
5. Menjaga privasi klien
C. Fase Kerja
1. Mencuci tangan dan menggunakan hand scoon
2. Meletakkan alat kedekat pasien
3. Mengatur posisi pasien
4. Pertahankan teknik aseptik saat menyiapkan cairan infus :
- Gantungkan cairan infus (NaCl 0,9%) pada tiang infus dan lakukan desinfeksi tutup botol
cairan infus dengan kapas alkohol/swab antiseptic
- Lepaskan selang transfusi set dari wadah dan tarik keluar
- Geser klem selang disepanjang selang sampai berada tepat dibawah bilik tetes untuk
memfasilitasi aksesnya
- Tutup klem selang transfusi set
- Biarkan ujung selang transfusi set tetap tertutup plastik sampai transfusi set dipasang (untuk
mempertahankan kesterilan ujung selang)
- Lepaskan tutup botol/kantong cairan infus dan tusukan selang transfusi set ke botol/kantong
cairan infus
- Isi “Chamber” dengan cairan infus 1/3-1/2 bagian dan alirkan cairan sampai keujung
selang. Jika didalam selang masih ada udara, maka buka tutup jarum dan keluarkan
udaranya hingga tidak ada, selanjutnya klem selang infus dan tutup jarum kembali.
5. Memberikan label pada botol cairan infus NaCl 0,9% 250 ml (tanggal dan jam pemasangan,
tanggal dan jam dilepaskan, terapi, tetesan).
6. Tentukan area penusukan intravena kateter pada bagian distal terlebih dahulu dan pilih vena
yang besar, bila perlu cukur bulu pada area penusukan.
7. Letakkan pengalas dibawah area penusukan.
8. Memasang torniquet 5-15 cm diatas vena yang akan ditusuk sampai vena terlihat jelas dan
membersihkan area penusukan dengan kapas alkohol/swab antiseptic. Untuk memobilisasi
vena lakukan peregangan kulit dengan cara menarik kulit dengan kuat kebagian distal.
10. Membuka jarum (aboket/vemflon), pegang kuat dengan tangan dominan lalu masukkan
jarum infus (aboket/vemflon) kedalam vena sepanjang 1 cm dengan lubang jarum menghadap
keatas dengan sudut 15-30 derajat.
11. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (aboket/vemflon). Jika terlihat ada darah dalam
jarum (aboket/vemflon) maka tarik keluar bagian dalam jarum sejauh 1 cm sambil
menyusupkan bagian luarnya lebih jauh kedalam vena.
12. Fiksasi tempat penusukan dengan menggunakan hansaplas, buka torniquet, lalu tekan pada
bagian atas vena dengan menggunakan ibu jari tangan kiri agar darah tidak keluar. Kemudian
jarum bagian dalam ditarik keluar, selanjutnya sambungkan aboket/vemflon dengan selang
infus set secara cepat dan cermat.
13. Buka klem pada selang transfusi set dan bila tidak ada tanda-tanda infiltrasi dan cairan infus
dipastikan menetes dengan baik, kemudian melakukan fiksasi jarum (aboket/vemflon) dengan
plester (catatan : tempat penusukan dapat ditutup dengan kasa + betadin).
14. Menghitung tetesan infus NaCl 0,9% dengan seksamaa sesuai instruksi.
15. Dapatkan komponen darah yang tepat untuk klien :
- Periksa program dokter sesuai instruksi
- Periksa format permintaan dan label kantong darah dengan seorang teknisi
laboratorium atau sesuai kebijakan lembaga. Khususnya periksa nama klien, nomor
identitas, golongan darah (A, B, AB atau O) dan kelompok Rh klien, nomor donor
darah, dan tanggal kadaluarsa darah. Periksa adanya ketidaknormalan warna,
gumpalan SDM, gelembung udara dan bahan asing lainnya. Kembalikan darah yang
sudah kadaluarsa atau yang tidak normal ke bank darah
- Dengan perawat lain, bandingkan catatan darah laboratorium dengan : nama, nomor
identitas klien, nomor pada label kantong darah, golongan darah (A, B, AB atau O
dan tipe Rh) pada label kantong darah
- Jika ada informasi yang tidak begitu cocok, beritahu perawat yang bertanggung jawab
dan bank darah. Jangan memberikan darah sampai ketidakcocokan diperbaiki atau
diklarifikasi.
- Tanda tangani format yang tepat dengan perawat lain sesuai dengan kebijakan
lembaga.
- Pastikan bahwa darah ditinggalkan pada suhu ruangan tidak lebih dari 30 menit
sebelum memulai transfusi. SDM akan rusak dan kehilangan keefektifannya setelah
ditinggalkan selama 2 jam pada suhu ruangan. SDM yang lisis melepaskan kalum ke
aliran darah yang menyebabkan hiperkalemia. Lembaga dapat menetapkan waktu
yang berbeda untuk mengembalikan darah ke bank darah jika kantong darah tersebut
tidak dipakai. Saat komponen darah menghangat maka risiko pertumbuhan bakteri
juga meningkat. Jika pemberian transfusi darah ditunda tanpa terduga maka
kembalikan darah ke bank darah. Jangan menyimpan darah didalam kulkas. Suhu
kulkas tidak secara tepat diatur dan darah dapat menjadi rusak.
16. Pastikan identitas klien.
- Tanyakan nama lengkap klien
- Periksa gelang tangan klien untuk melihat nama dan nomor identitasnya. Jangan
memberikan darah ke seorang klien yang tidak menggunakan gelang tangan
17. Susun perlengkapan transfusi set :
- Pastikan bahwa filter darah didalam bilik tetes tepat untuk darah lengkap atau
komponen darah yang akan ditransfusikan. Setelah cairan NaCl 0,9% diberikan
sebelum memulai transfusi darah untuk membersihkan kateter IV dari lauran atau obat
yang tidak sesuai. Tutup klem transfusi set.
18. Persiapan kantong darah :
- Balikkan kantong darah secara perlahan beberapa kali untuk mencampur sel-sel darah
dengan plasma. Membalikkan kantong darah dengan kasar dapat merusak sel-sel darah.
- Buka port kantong darah dengan menarik carikannya kebelakang.
- Tusukan transfusi set kedalam kantong darah
- Gantung kantong darah
- Buka klem transfusi set secara perlahan
19. Tetapkan transfusi darah :
- Darah akan mengalir kedalam bilik tetes yang sebelumnya telah berisi cairan NaCl
0,9%
- Ketuk-ketuk filter untuk mengeluarkan setiap residu udara didalam filter
- Atur kembali kecepatan aliran darah dengan klem transfusi set
20. Pantau klien secara ketat selama 5 sampai 10 menit pertama :
- Alirkan darah secara perlahan selama 15 menit pertama dengan tetesan 20 tetes per
menit
- Perhatikan adanya reaksi transfusi yang merugikan, seperti mengigil, mual, muntah,
takikardi. Mengidentifikasi reaksi tersebut dengan cepat guna meminimalisir akibat
dari reaksi transfusi.
- Ingatkan klien atau keluarga untuk memanggil perawat jika gejala yang tidak lazim
dirasakan saat transfusi.
- Jika reaksi ini terjadi maka laporkan pada perawat yang bertanggung jawab dan lakukan
tindakan keperawatan yang tepat.
21. Dokumentasikan data yang terkait :
- Catat waktu mulai pemberian darah, termasuk tanda-tanda vital, jenis darah, nomor unit
darah, nomor urut (mis, nomor 1 dan 3 unit darah yang diprogramkan), tempat punksi
vena, ukuran jarum, dan kecepatan aliran darah.
22. Pantau klien :
- Lima belas menit setelah memulai transfusi, periksa TTV klien. Jika tidak ada tanda-
tanda reaksi tetapkan kecepatan aliran yang dibutuhkan.
PEMBERIAN SUNTIKAN IM, IV, SC, IC
A. Tahap PraInteraksi
- Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
- Mencuci tangan
- Menyiapkan obat dengan benar
- Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
B. Tahap Orientasi
- Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
- Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
- Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
- Memasang perlak dan alasnya
- Membebaskan daerah yang akan di injeksi
- Memakai sarung tangan
- Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi terhadap adanya
edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan parut, memar, abrasi atau infeksi.
- Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke luar \diameter
±5cm)
- Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
- Memasukkan spuit dengan sudut 900, jarum masuk 2/3
- Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
- Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
- Mencabut jarum dari tempat penusukan
- Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan
- Membuang spuit ke dalam bengkok
C. Tahap Terminasi
- Melakukan evaluasi tindakan
- Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
- Berpamitan dengan klien
- Membereskan alat-alat
- Mencuci tangan
- Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Prosedur Kerja:
- Cuci tangan.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah yang akan dilakukan
penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup buka atau ke ataskan.
- Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang akan diberikan.
Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan pelarut (aquades
steril).
- Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
- Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
- Desinfeksi dengan kapas alkohol.
- Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada bagian atas daerah yang
akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau
membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
- Ambil spuit yang berisi obat.
- Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh
darah dengan sudut penyuntikan 150 - 300
- Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung
semprotkan obat hingga habis.
- Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah
penusukkan dengan kapas alkohol, dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam
bengkok.
- Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat
serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada)
3. Prosedur
- cuci tangan
- siapkan obat sesuai dengan prinsip 5 benar
- identifikasi klien
- beri tahu klien prosedur kerjanya
- atur klien pada posisi yang nyaman
- pilih area penusukan
- pakai sarung tangan
- bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol
- pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan non dominan
- buka tutup jarum
- tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan dengan ujung
jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan dominan,masukkan jarum dengan sudut
450 atau 900 .
- lepaskan tarikan tangan non dominan
- tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit.
- jika tidak ada darah,masukan obat perlahan-lahan.jika ada darah tarik kembali jarum dari
kulit tekan tempat penusukan selama 2menit,dan observasi adanya memar, jika perlu berikan
plester,siapkan obat yangbaru.
- cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum di masukan,sambil melakukan
penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
- jika ada perdarahan,tekan area itu dengan menggunakan kasa steril sampai perdarahan
berhenti.
- kembalikan posisi klien
- buang alat yang sudah tidak dipakai
- buka sarung tangan
- Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat,
serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada)
SUNTIKAN INTRAKUTAN (IC)
1.Pengertian
Pemberian obat dengan cara intracutan adalah pemberian obat dengan caramemasukkan obat
kedalam permukaan kulit. Tempat penting yang banyak dipakai untuk melakukan suntikan
intrakutan adalah bagian atas dari lengan bawah.
Pemberian obat dengan intracutan :
-Pasien mendapatkan pengobatb sesuai program pengobatan dokter.
-Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
-Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes).
-Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan skin test).
Persiapan alat pemberian obat intrakutan
- buku catatan pemberian obat
- kapas alkohol
- sarung tangan sekali pakai
- obat yang sesuai
- spuit 1 ml dengan uk.25,26,atau 27, panjang jarum ¼ samapi 5/8 inci
- pulpen atau spidol
- bak spuit
- baki obat
3. Prosedur
- Cuci tangan.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
- Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka
dan ke ataskan.
- Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik.
- Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquadcs (cairan
pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan
siapkan pada bak injeksi atau steril.
- Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
- Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
- Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 50 – 150
dengan permukaan kulit.
- Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
- Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
- Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis
obat serta reaksinya setelah penyuntikan.
SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Sebagaimana pada umumnya penyusunan sebuah SOP, Standar Operasional Prosedur program
imunisasi juga disusun berdasarkan beberapa sub pokok bahasan, seperti Tujuan, Ruang Lingkup,
Prosedur, dan pokok bahasan lainnya.
Tujuan penyusunan SOP Imunisasi, sebagai acuan dalam pelayanan imunisasi bagi bayi, balita dan anak
sekolah di Posyandu, Polindes, Pustu, Puskesmas, Rumah Sakit, maupun di Sekolah. Sedangkan ruang
lingkup SOP ini meliputi pelayanan imunisasi bagi bayi, balita dan anak sekolah, serta Wanita Usia
Subur (WUS)
Pelayanan imunisasi dimulai dengan adanya petugas yang menuju lokasi pelayanan imunisasi, baik di
Posyandu, sekolah yang ditentukan, dengan terlebih dahulu mengambil peralatan imunisasi dan vaksin
di Puskesmas. Setelah proses penyuntikan vaksin selesai, kemudian dilakukan pencatatan di buku KIA,
kohort bayi, dan register. Setelah pelaksanaan selesai pelayanan imunisasi vaksin yang masih utuh
belum dibuka dikembalikan ke Puskesmas, sedangkan sisa atau wadah dibuang kedalam incinerator.
Syarat keterampilan petugas imunisasi dapat berlatar belakang pendidikan Dokter, Bidan, serta Perawat.
Sedangkan jenis pelayanan imunisasi terdiri dari pelayanan imunisasi rutin, tambahan, dan khusus.
Imunisasi wajib terdiri atas Imunisasi rutin; Imunisasi tambahan; dan Imunisasi khusus.
Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal, sedangkan imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal, terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun, yaitu:
Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (Batita); anak usia
sekolah dasar; dan wanita usia subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan yaitu:
Pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B
(DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-
HB-Hib) dan Campak.
Pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yaitu
Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
Pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (TT).
Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu (imunisasi ini tidak menghapuskan kewajiban
pemberian imunisasi rutin.
Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat
terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu, seperti persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa. Sedangkan jenis imunisasi khusus antara lain imunisasi Meningitis Meningokokus, demam
kuning, dan Anti Rabies (VAR).
Prosedur Kerja
Penyiapan Pelayanan Imunisasi, meliputi peralatan logistik imunisas. Logistik yang dimaksud antara
lain meliputi vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency kit, dan dokumen pencatatan status
imunisasi. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan imunisasi tergantung pada perkiraan
jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan imuniasi secara
lengkap antara lain:
1. Termos/Vaksin carrier
2. Cool Pack / Kotak dingin cair
3. Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
4. Alat suntik
5. Safety box (kotak pengaman)
6. Pemotong/kikir ampul pelarut
7. Formulir
8. Kapas dan wadah
9. Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lainnya)
10. Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
11. Kartu-kartu Imunisasi (KMS, kartu TT)
12. Buku register bayi dan WUS
13. Tempat sampah
14. Sabun untuk cuci tangan
1. Sebelum membuka lemari es, tentukan seberapa banyak vial vaksin yang dibutuhkan untuk
pelayanan.
2. Catat suhu di dalam lemari es.
3. Pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM dan tanggal
kedaluarsa (EEFO, FIFO).
Sebelum melakukan imunisasi, kita harus yakin bahwa vaksin telah aman untuk diberikan, dengan
prosedur sebagai berikut:
1. Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunkan vaksin atau pelarut
tersebut.
2. Periksa alat pemantau botol vaksin (VVM). Jika vaksin sudah masuk kriteria C dan D jangan
dipergunakan.
3. Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal kadaluarsa telah
lewat.
4. Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan adanya
pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku (vaksin-vaksin DTP, DT,
TT, HepB, DTP-HepB ) telah membeku, anda sebaiknya melakukan tes kocok.
Penting diperhatikan, bahwa selama proses pelayanan imunisasi harus diperhatikan pemeliharaan cold
chain, dengan beberapa poin penting berikut:
1. Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine carrier dengan
menggunakan cool pack, agar suhu tetap terjaga pada temperature 20-80 C dan vaksin yang
sensitive terhadap pembekuan tidak beku.
2. Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
3. Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine carrier yang tertutup
rapat.
4. Jangan membuka vaccine atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran datang.
5. Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama.
6. Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial lama habis.
7. Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari cahaya matahari
dan suhu luar, seharusnya dengan cara diletakkan di lubang busa yang terdapat diatas vaksin
carrier (lihat gambar di bawah).
8. Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack.
9. Bila vaksin yang sudah dilarutkan sudah habis, pelarutan selanjutnya dilakukan bila telah ada
anak yang hendak diimunisasi.
Beberapa persyaratan ruangan pelayanan imunisasi yang menetap (fasilitas pelayanan kesehatan),
antara lain:
• Mudah diakses
• Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
• Cukup tenang
Sedangkan syarat tempat pelayanan imunisasi lapangan (outreach)
• Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
• Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.
Dalam mengatur tempat imunisasi, kita juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan keluar dari
pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;
2. Tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas tidak terkena sinar matahari;
3. Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan
4. Melaksanakan kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap yang memberikan
pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);
5. Jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi sehingga tidak penuh
sesak;
6. Segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan meja imunisasi
anda.
Dibawah ini beberapa contoh SOP Imunisasi yang diambil dari beberapa sumber :
1 Nama Kegiatan
Pemberian Imunisasi DPT-Hb Combo
2 Tujuan
DPT agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit Dipteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B
3 Ruang Lingkup
Semua pasien yang akan melakukan imunisasi DPT di Posyandu pada anak berumur 2-11 bln
4 Keterampilan Petugas
a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat
5 Alat dan Bahan
a. Vaksin DPT
b. Spuit disposible
c. Kapas alkohol
6 Langkah Kerja :
7 Indikator Kinerja
Mendapatkan hasil yang tepat dan benar
1. Nama pekerjaan
Pemberian Immunisai Polio
2. Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi polio agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit
polio.
3. Ruang Lingkup
Semua pasien yang akan melakukan imunisasi polio di unit pelayanan Posyandu pada anak berumur 0
- 11 bln
4. Ketrampilan Petugas
a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat
5. Uraian Umum
Imunisasi polio diberikan pada bayi mulai umur 0 – 11 bulan dalam ruang lingkup Posyandu dan 0 –
59 bulan untuk kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Imunisasi polio di Puskesmas diberikan sampai 4 kali dengan selang waktu 1 bulan
6. Alat dan bahan
· Pinset
· Vaksin polio dan pipet
7. Langkah kerja
a. Petugas mencuci tangan
b. Pastikan vaksin polio dalam keadaan baik (perhatikan nomor , kadaluarsa dan vvm )
c. Buka tutup vaksin dengan menggunakan pinset / gunting kecil
d. Pasang pipet diatas botol vaksin
e. Letakkan anak pada posisi yang senyaman mungkin
f. Buka mulut anak dan teteskan vaksin volio sebanyak 2 tetes
g. Pastikan vaksin yang telah diberikan ditelan oleh anak yang diimunisasi
h. Jika di muntahkan atau di keluarkan oleh anak, ulangi lagi penetesan
i. Saat meneteskan vaksin ke mulut, pastikan agar vaksin tetap dalam kondisi steril
j. Rapikan Alat
k. Petugas mencui tangan
8. Indikator kiner
Mendapatkan hasil yang baik dan efektif
1. Nama Pekerjaan
Pemberian Imunisasi BCG
2. Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG ) agar anak mempunyai
daya tahan terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC)
3. Ruang Lingkup
Semua pasien yang akan di imunisasi BCG di unit pelayanan statis pada anak berumur kurang dari 2
bulan.
4. Ketrampilan Petugas
a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat
5. Uraian Umum
· Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosa.
· Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam
6. Alat dan Bahan
a. Vaksin BCG
b. Pelarut vaksin
c. Spuit disposible 0,05 cc
d. Disposibel 5 cc untuk melarutkan
e. Kapas steril (air panas)
f. Kartu imunisasi
7. Langkah Kerja
8. Indikator Kinerja
Mendapatkan hasil yang baik , tepat dan akurat
1. Nama Pekerjaan
Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid
2. Tujuan
Sebagai acuan untuk melaksanakan suntikan TT untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
3. Ruang lingkup
Petunjuk kerja ini mencakup unit pelayanan di ruang tindakan, unit pelayanan KIA yang diberikan
pada ibu hamil dan calon penganten.
4. Ketrampilan petugas
a Bidan terlatih.
b Dokter
c Perawat terlatih
5. Uraian Umum
a Imunisasi Tetanus Toxoid terbukti sebagai satu upaya pencegahan penyakit Tetanus.
b Diberikan pada usia kehamilan trimester pertama, dengan interval waktu 4 minggu.
c Disuntikan pada lengan atas secara intra muscular (im) sebanyak 0,5 ml, Intra Muskular atau
subcutan
d Sebelumnya lengan dibersihkan dengan kapas steril (air panas).
e Kontra indikasi : gejala –gejala berat karena dosis pertama TT
f Referensi : pedoman teknis Imunisasi tingkat Puskesmas.
6. Alat dan Bahan
a Vinset
b Kapas steril (air panas).
c Spuit 0,5 cc
d Vaksin TT
7. Instruksi Kerja
a Lakukan identifikasi dan anamnesa dengan menanyakan pada pasien :
· Nama, Umur dan alamat
· Apakah ada alergi terhadap obat-obatan
b Pastikan kondisi pasien dalam keadaan sehat
c Siapkan bahan dan alat suntik
d Ambil vaksin dengan jarum dan semprit disposible sebanyak 0,5 ml
e Persilahkan pasien duduk
f Oleskan kapas alkohol pada lengan kiri bagian atas
g Suntik pada lengan kiri bagian atas secara intra musculer
h Buang jarum bekas suntikan ke dalam kotak
i Persilahkan pasien menunggu 15 menit di luar, dan jika tidak terjadi efek samping pasien boleh
pulang
j Catat pada buku status dan KMS ibu hamil
8. Indikator Kinerja
Tidak dak terjadi tetanus toxoid pada saat melahirkan
Refference, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Dalam arti luas ialah setiap zat kimia
yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologis merupakan ilmu yang sangat luas
cakupannya.
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai
perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam
tubuh. Dalam pelaksanaannya, tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan
pemberian secara langsung ke pasien. Hal ini semata-mata untuk mempengaruhi kebutuhan pasien.
Farmakologi menjadi penting karenamempelajari tentang efek dari obat, sehingga diharapkan mampu
B. Pemberian Obat
Untuk obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata digunakan untuk persiapan
pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil, pengukuran refraksi lensa dengan
melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata, untuk mengobati gangguan mata dan untuk
2. Pipet.
5. Plester.
6. Kassa.
7. Kertas Tisue
8. Balutan.
9. Sarung Tangan.
Prosedur Kerja :
1. Cuci Tangan.
5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata ke arah hidung. Apabila
6. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari telunjuk di atas tulang
orbita.
7. Teteskan obat mata diatas sakus konjungtiva. Setelah tetesan selesai sesuai dengan dosis, anjurkan
9. Cuci tangan.
Memberikan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada umumnya
obat tetes telinga yang dapat berupa obat antibiotik diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya
2. Penetes.
3. Spekulum telinga.
6. Plester.
7. Kain kassa.
8. Kertas tissu.
9. Balutan.
Prosedur Kerja :
1. Cuci Tangan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai dengan daerah yang akan diobati,
4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/ ke belakang pada orang dewasa dan ke
5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai dosis pada dinding
6. Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukkan atau oleskan salep pada liang telinga.
9. Cuci tangan.
Memberikan obat tetes hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan peradangan
2. Pipet
3. Spekulum hidung
6. Plester
7. Kain kasa
8. Kertas tisue
9. Balutan
Prosuder Kerja :
1. Cuci tangan
4. Berikan tetesan obat sesuai dengan dosis pada tiap lubang hidung
6. Cuci tangan
Prinsip 12 Benarpemberianobat
1. Benar Pengkajian
Data tentang kebutuhan pasien akan pengobatan dilakukan melalui pengkajian yang benar.
Hal yang tidak boleh terlewatkan pada pengajian sebelum pemberian obat adalah TTV
2. Benar obat
Bandingkan label obat dgn permintaan obat, ulangi pada saatmengembalikan obat ke rak semula
Bila label tidak terbaca, obat tidak boleh dipakai, begitu pula jika isinya tidak uniform, harus
dikembalikan ke farmasi
Komponen dari perintah pengobatan adalah: tanggal dan saat perintah ditulis, nama obat, dosis obat,
rute pemberian, frekuensi pemberian, serta tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan.
Meskipun merupakan tanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu
komponen tidak ada, perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan
3. Benar dosis
Sebelum memberikan obat pd pasien periksa dosisnya, jika ragu tanyakan kepada penulis resep atau
apoteker
Perawat harus menghitung setiap obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut :
Dosis minimal : dosis paling kecil yang masih mempunyai efek terapeutik
Dosis terapeutik : dosis antara minimal dan maksimal yang mempunyai efek terapeutik bagi pasien
4. Benar klien
Cocokan antara Dokumen dengan pasien dengan cara lihat gelang identitas, papan nama pasien, dan
jika Pasiennya sadar ditanyakan langsung kepada pasien dan meminta klien menyebutkan namanya
sendiri
6. Benar waktu
Dosis obat diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, sehinnga kadar obat dalam plasma dapat
dipertahankan
7. Benar dokumentasi
Setelah obat diberikan harus dicatat dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat diberikan. Bila obat tidak
diminum/tdk berhasil diberikan kepada pasien maka harus dicatat alasannya dan harus dilaporkan
8. Benar Penolakan
10. Interaksi antara obatdengan obat atau obat dengan makanan, Alergi obat
Perawat telah memastikan bahwa pasien tidak mengalami alergi terhadap obat yang akan diberikan.
Cara:
Perawat memiliki pengetahuan dan bisa memastikan bahwa obat yang akan diberikan tidak mengalami
: Penurunan Absorbsi, Penurunan Efek Terapeutik, Tidak menimbulkan Efek toksik Jika diberikan
Perawat diharapkan memantau dan mengevaluasi efek kerja obat setelah pemberian obat.
C. Fase Kerja
8. Cuci tangan
9. Pakai hand scone
10. Putar dosis insulin sesuai instruksi
11. Melakukan 6 benar (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu,
benar dokumentasi)
12. Mengkaji identitas klien (cek nama pada gelang klien/ minta klien untuk
menyebutkan namanya)
13. Memberikan posisi yang nyaman dan bantu klien dalam memilih posisi yang benar
dan nyaman
14. Memilih lokasi penyuntikan
15. Lakukan disenfeksi area penyuntikan
16. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk meregangkan area injeksi
17. Menggunakan tangan dominan untuk memegang flex pen dan tusukkan jarum
dengan sudut 45͒ atau 90͒ dari permukaan kebawah dermis
18. Mengangkat jarum dengan cepat sambil menekan kulit dengan tangan non dominan
19. Memijat secara perlahan dengan kapas alkohol
20. Membantu klien mendapatkan posisi yang nyaman
21. Melepaskan sarung tangan
22. Membereskan alat
23. Cuci tangan
D. Fase Terminasi
24. Mengevaluasi respon klien
25. Memberikan rencana tindak lanjut
26. Melakukan kontrak selanjutnya
27. Mendokumentasikan tindakan dan respon klien
POLA ELIMINASI
Kaji pasien mengenai :
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan
mengontrol BAK, adanya perubahan lain
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan
mengontrol BAB, adanya perubahan lain
Keyakinan budaya dan kesehatan
Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
Penggunaan bantuan untuk ekskresi
Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum, prostat)
Pengertian Diagram Pohon (Tree Diagram) dan Cara Membuatnya – Diagram Pohon
atau Tree Diagram adalah satu satu alat yang digunakan untuk membagikan kategori-kategori
besar ke dalam tingkat yang lebih kecil atau terperinci. Seperti namanya, Diagram Pohon
berbentuk seperti pohon yang memiliki satu batang dahan yang mencabang dua atau lebih.
Demikian juga dengan suatu permasalahan yang ingin kita bahas dengan menggunakan
Diagram Pohon, yaitu terdiri dari satu Kategori atau Item besar yang kemudian dibagikan
menjadi dua cabang atau lebih yang lebih terperinci. Hal ini dapat membantu kita dalam
menyederhanakan suatu permasalahan yang kompleks ataupun mempermudah kita untuk
mendapatkan gambaran pada suatu permasalahan yang kita hadapi.
Diagram Pohon atau Tree Diagram ini disebut juga dengan Diagram Hirarki (Hierarchy
Diagram), Diagram Sistematic (Systematic Diagram) dan Pohon Analisis (Analysis Tree).
Beberapa Kegunaan Diagram Pohon dalam Industri diantaranya adalah sebagai berikut :
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menyiapkan Diagram Pohon (Tree Diagram).
1. Tuliskan Topik yang ingin dibahas, contohnya seperti permasalahan yang ingin diselesaikan,
Proyek yang direncanakan ataupun nama proses yang ingin dianalisa.
2. Kembangkan Topik tersebut dengan menanyakan pertanyaan selanjutnya seperti “Apa
penyebab masalah ini terjadi?”, “Kegiatan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
proyek ini”, “Mengapa hal ini bisa terjadi” dan lain sebagainya. Gunakan pertanyaan “Apa”
dan “Mengapa”.
3. Gunakan cara curah pendapat atau brainstorming untuk mengembangkan semua kemungkinan
pertanyaan dan jawabannya hingga menemukan solusi ataupun akar permasalahannya.
4. Lakukan pemeriksaan ulang diagram pohon tersebut apakah semua yang tertulis diperlukan
untuk menyelesaikan masalah yang bersangkutan dan apakah cukup untuk menemukan akar
permasalahannya.
Diagram Pohon dapat digambar secara Vertikal maupun Horizontal, dibawah ini adalah
contoh gambar Diagram Pohon (Tree Diagram) yang dimaksud.
PATWAYS GASTRITIS / POHON MASALAH
PATOFISIOLOGI GASTRITIS
1. A. Pengertian
Gastritis adalah inflamasi dari dinding lambung terutama pada mukosa gaster (Sujono,1999)
Gastritis adalah suatu peradangan pada lambung ditandai dengan anoreksia, rasa penuh di
perut, rasa tidak enak dan nyeri epigastrium, mual dan muntah (Long,1996)
gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan sub mukosa lambung (Hirlan,2007).
Astritis akut adalah suatu peradangan permukaan lambung yang akut dengan kerusakan-
kerusakan erosif erosif maksudnya kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa
muskularis. Sering disebut juga tukak beban/tukak stress sebagai reaksi pada permukaan
mukosa lambung akibat iritasi (alkohol, aspirin,NSAID,lisol,reflux empedu, cairan pancreas).
Gambaran klinis
Biasanya tak bergejala namun nyeri epigastrium, mual, muntah, perdarahan terselubung
maupun nyata ditemukan. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia dan udema,
lesi mukosa berupa erosi dan perdarahan.
Dibagi menjadi : gastritis eksogen dan gastritis akut korosif bersifat korosif karena obat dan
bahan kimia.
Dibagi menjadi : gastritis infeksiosa akut (disebabkan karena toksin/bakteri dalam darah dan
masuk ke jantung dan gastritis flegmans akut (proses inflamasi bersifat purulen di dinding
lambung).
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun
yang disebabkan oleh ulkus benigna/maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobacter
pylori yang menyerang permukaan gaster.
1. Penyebab
1. Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam
lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti
bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi
melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak – kanak dan dapat bertahan
seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai
penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian
mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu
adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung
secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah
dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau
dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya)
dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak
mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada
penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain
tidak.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen
dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali
maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan
gastritis dan peptic ulcer.
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding
lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
4. Penggunaan kokain.
5. Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat
menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
6. Kelainan autoimmune.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat
yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi
vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah
konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
7. Crohn’s disease.
Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna,
namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika
lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare
dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan
pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer.
Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat
mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini
diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti
cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika
katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu masuk ke dalam lambung dan
mengakibatkan peradangan dan gastritis.
Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi
oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
C. Patofisiologi
Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan pepsi, erosi yang terkait berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus cukup
untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL. Seseorang mungkin mengalami gastritis
karena 2 faktor yaitu hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barrier mukosa lambung. Pada
gastritis akut terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive
yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung. Faktor agresif tersebut HCL,
pepsin, asam empedu, infeksi, virus, bakteri dan bahan korosif (asam dan basa kuat).
Sedangkan faktor defensive adalah mukosa lambung dan mikro sirkulasi.
Dalam keadaan normal faktor defensive dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak
menimbulkan kelainan patologis pada lambung. Tukak lambung/tukak peptik merupakan
keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai bawah epitel.
1. Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung.
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung
meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan
& elektrolit.
b) Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi
hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi
mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan
sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan
nyeri dan hypovolemik.
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik
lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser
NANDA
Dari hasil konferensi NANDA ke 9 tahun 1990 cit Doenges 2000, istilah diagnosa
keperawatan digunakan sebagai verba dan nomina. Istilah Nomina dalam kaitan dengan karya
NANDA, yaitu sebuah label yang disetujui oleh NANDA yang mengidentifikasi masalah
atau kebutuhan pasien yang spesifik, merupakan masalah yang menggambarkan masalah
kesehatan yang dapat ditangani oleh perawat dapat berupa masalah fisik, sosiologis dan
psikologis.
Untuk memfasilitasi penggunaan bahasa keperawatan dan rekam medik pasien
terkomputerisasi yang seragam, masing-masing diagnosis keperawatan terdiri dari hasil yang
disarankan yang berdasarkan pada riset yang dilakukan oleh IOWA Outcomes Project
(Nursing Outcomes Classification 1997). Hasil yang disarankan ini sensitif terhadap
kebutuhan perawat yaitu dapat mempengaruhi asuhan keperawatan yang diberikan untuk
suatu diagnosis keperawatan yang diakui oleh NANDA. (Wilkinson, 2006)
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) didirikan sebagai badan
formal untuk meningkatkan, mengkaji kembali dengan mengesahkan daftar terbaru dari
diagnosis keperawatan yang digunakan oleh perawat praktisi. Ketika daftar diagnosis
keperawatan diperluas, NANDA mengembangkan sebuah sistem klasifikasi atau taksonomi
untuk mengatur label diagnostik.
NOC
Nursing Outcome Classification (NOC) adalah proses memberitahukan status klien setelah
dilakukan intervensi keperawatan. Standar kriteria hasil dikembangkan untuk mengukur hasil
dari tindakan keperawatan yang digunakan pada semua area keperawatan dan semua klien
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat). Nursing Outcome Classification mempunyai
tujuh domain yaitu fungsi kesehatan, fisiologi kesehatan, kesehatan psikososial, pengetahuan
dan perilaku kesehatan, persepsi kesehatan, kesehatan keluarga dan kesehatan masyarakat.
3. Mendefinisikan kriteria hasil yang berfokus pada pasien dan dapat digunakan perawat-
perawat dan disiplin ilmu lain.
4. Memberikan informasi kriteria hasil yang lebih spesifik dari status kesehatan yang
umum.
NIC (Nursing Intervention Classification ) adalah suatu daftar lis intervensi diagnosa
keperawatan yang menyeluruh dan dikelompokkan berdasarkan label yang mengurai pada
aktifitas yang dibagi menjadi 7 bagian dan 30 kelas. Sistim yang digunakan dalam berbagai
diagnosa keperawatan dan mengatur pelayanan kesehatan. NIC digunakan perawat pada
semua spesialis dan semua area keperawatan (McClokey and Bulecheck, 1996).
Nursing Interventions Classification (NIC) diperkenalkan untuk pertama kali pada tahun
1987 dan menyusul Nursing Outcomes Classification (NOC) pada tahun 1991. Nursing
Intervention Classification digunakan disemua area keperawatan dan spesialis. Intervensi
keperawatan merupakan tindakan yang berdasarkan kondisi klinik dan pengetahuan yang
dilakukan perawat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan. Perawat dapat
memberikan alasan ilmiah yang terbaru mengapa tindakan itu yang diberikan. Alasan ilmiah
dapat merupakan pengetahuan berdasarkan literature, hasil penelitian atau pengalaman
praktik. Rencana tindakan berupa: tindakan konseling atau psikoterapiutik, pendidikan
kesehatan, perawatan mandiri dan aktivitas hidup sehari-hari, terapi modalitas keperawatan,
perawatan berkelanjutan (continuity care), tindakan kolaborasi (terapi somatic dan
psikofarmaka).
Bulecheck dan McClokey (1996) menyatakan bahwa keuntungan NIC adalah sebagai berikut
:
4. Memudahkan komunikasi tentang perawat kepada perawat lain dan penyedia layanan
kesehatan lain.
7. Membantu tenaga administrasi dalam perencanaan staf dan peralatan yang dibutuhkan
lebih efektif.
1. Komprehensif.
2. Berdasarkan riset.
3. Dikembangkan lebih didasarkan pada praktek yang ada.
11. Dapat diakui dan diterima secara nasional. (Bulecheck dan McClokey, 1996).