Anda di halaman 1dari 6

Masa penerapan sistem tanam paksa

Sistem ini mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memberikan tanah garapannya


seluas seperlima atau 20 persen dari luas total untuk ditanami komoditas ekspor,
seperti teh, kopi, dan kakao. 

Hasil panen tersebut wajib dijual ke pemerintah Belanda dengan harga yang sudah
ditetapkan.

Jika ada masyarakat yang tidak punya tanah garapan, maka ia harus bekerja di kebun
milik pemerintah Belanda selama seperlima tahun atau sekitar 66 hari. Hal ini sebagai
'pajak' karena tidak menyetor hasil panen kepada pemerintah kolonial.

Aturan Sistem Tanam Paksa Belanda


1.Tuntutan kepada setiap rakyat pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk
cultuurstelsel tidak melebihi 20 persen atau seperlima bagian dari tanahnya untuk
ditanami jenis tanaman perdagangan

2.Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil
tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak

3.Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di
perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama
66 hari atau seperlima tahun.

4.Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak
boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih tiga bulan

5.Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat

6.Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan
petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda

7. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.


Sayangnya, sistem tanam paksa Belanda itu rupanya dilanggar sendiri oleh pemerintah
kolonial. Pada praktiknya, seluruh tanah garapan masyarakat rupanya harus ditanam
komoditas ekspor.

Hasil panennya kemudian diserahkan ke pemerintah Belanda untuk mereka ekspor ke


luar negeri, sehingga menguntungkan para penjajah. Sementara masyarakat yang tak
punya tanah garapan, nyatanya harus bekerja setahun penuh di kebun milik pemerintah
Belanda.

Akhir Sistem Tanam Paksa Belanda


Sistem tanam paksa Belanda berakhir di Indonesia pada 1870 setelah mendapat protes dari
menteri jajahan Belanda Engelbertus de Waal. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di
Belanda menilai sistem tanam paksa merugikan masyarakat Indonesia.

Padahal, menurutnya, masyarakat layak mendapat keuntungan ekonomi dari tanah


garapannya. Akhirnya, terbitlah Undang-Undang (UU) Agraria 1870.

Dengan UU Agraria ini, masyarakat yang punya tanah akan dicatatkan kepemilikannya. Hal ini
memberi perlindungan kepada petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.

Sementara tanah tak bertuan bisa disewakan. Penyewanya bisa dari masyarakat asing, seperti
Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, sampai China. Ini menjadi akhir dari sistem tanam
paksa Belanda di Tanah Air.

Masa penerapan politik pintu terbuka ( sistem ekonomi


liberal)
Pada politik pintu terbuka ini, golongan liberal Belanda mempunyai pendapat
kalo kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia harus ditangani oleh pihak lain
(pihak swasta).

Sedangkan, pemerintah cukup menjadi pengawas aja dalam pelaksanaan


ekonomi yang berjalan di Indonesia tersebut.

Hal ini terjadi karena di tahun 1860, politik batig slot (pencari keuntungan besar)
mendapatkan pertentangan dari golongan liberalis dan juga humanitaris.
Hal tersebut membuat liberal kabital mendapat kemenangan dengan
memperoleh dukungan terbanyak di parlemen.

Latar Belakang Penerapan Politik Pintu Terbuka


Terbentuknya traktat Sumatera pada tahun 1871, yang memberikan kebebasan
kepada pihak Belanda buat melebarkan wilayah kekuasaannya ke Aceh.

Sebagai bayarannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi


Liberal di Indonesia, supaya para pengusaha Inggris bisa menanamkan modal di
Indonesia.

Sedangkan, penerapan politik pintu terbuka merupakan membuka Jawa buat


perusahaan swasta. Jadi, keamanan dan kebebasan para pengusaha terjamin.
Pemerintah kolonial cuma memberikan kebebasan para pengusaha buat
menyewa tanah, tapi gak buat membelinya.

Tujuannya, supaya tanah penduduk gak jatuh ke tangan orang asing. Tanah
sewaan itu dimaksudkan, supaya produksi tanaman bisa di ekspor ke Eropa.

Ciri – Ciri Politik Pintu Terbuka


1. Pemerintah Cuma Sebagai Pengawas
Pemerintah merupakan pihak yang tugasnya cuma sebagai pengawas. Artinya,
pihak swasta mempunyai kuasa penuh dalam menjalankan dan mengontrol
jalannya perekonomian yang ada di suatu negara.

Terus, tugas dari pemerintah apa?

Nah, tugas pemerintah gak lain ya cuma buat mengawasi roda perekonomian
tersebut.

Pemerintah gak boleh ikut campur dan mengatur serta mempengaruhi para
pelaku ekonomi, terutama pada pihak swasta supaya mereka mampu menuruti
keinginan pemerintah.

Tapi, pemerintah juga berhak buat memberikan saran apabila suatu saat
perekonomian yang berjalan bisa memberikan dampak yang kurang baik.

2. Membuat Rakyat Menderita


Ciri-ciri politik pintu terbuka berikutnya yaitu memberikan dampak buruk kepada
rakyat.

Di awal, tujuan dari politik liberal yang diharapkan bisa membantu meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Tapi, palah rakyat jadi korban dan semakin lama semakin
menderita.

Jadi, rakyat dipaksa supaya mampu menyewakan lahannya buat dipakai oleh
pihak swasta, dimana mereka cuma akan memperoleh biaya sewa lahan yang
murah.

Mereka tentu gak akan memperoleh pendapatan sebelum penerapan sistem


hukum Indonesia saat ini.

3. Keuntungan Melimpah Bagi Pihak Swasta


Jadi, pihak swasta mempunyai kendali dan pengaruh penuh terhadap
perekonomian yang ada di suatu negara.

Dampaknya, pihak swasta yang nanti akan dapat keuntungan yang melimpah
ruah, dimana mereka memperoleh keuntungan tersebut dari hasil perkebunan
yang ada di Indonesia.

Keuntungan tersebut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya


produksi yang diperoleh dari masyarakat Indonesia.

Belanda secara otomatis akan jadi pusat perdagangan, karena Indonesia yang
merupakan negara jajahan harus menyumbangkan keuntungan pada
penjajahnya.

4. Industri Kerakyatan Mati


Ciri – ciri politik liberal yang pernah diterapkan di Indonesia yaitu membuat
industri kerakyatan mati.

Mereka lebih memilih bekerja di pabrik dan pihak swasta, dibandingkan harus
mengolah usaha mereka sendiri.

Kondisi seperti inilah, yang akan mengakibatkan usaha kerakyataan mati dan
palahan gak akan pernah berkembang sampai kapanpun.
Undang – Undang dalam Politik Pintu Terbuka

1. Undang – Undang Agraria (1870)


Setelah memenangkan hak di parlemen, kaum liberal berusaha buat
memperbaiki taraf hidup rakyat Indonesia, meskipun masih ada dalam tanah
jajahan Hindia Belanda.

Keberhasilan tersebut membuat kaum liberal mengeluarkan sebuah undang –


undang. Undang – undang ini disebut dengan nama Undang-Undang Agraria
Tahun 1870.

a. Isi Pokok Undang-Undang Agraria


Dibawah ini merupakan beberapa pokok – pokok dari UU Agraria 1870, yaitu:

 Masyarakat adat diberikan hak atas tanah dan menyewakannya kepada


pengusaha swasta.
 Pengusaha bisa membeli tanah dari gubernur dalam waktu 75 tahun.
b. Tujuan Hukum Agraria
Hukum agraria sendiri dikeluarkan ada tujuan tertentu. Apa sih, tujuan dari
Hukum Agraria itu? Berikut dibawah ini tujuannya:

 Memberi kesempatan dan jaminan pada swasta asing (Eropa) buat


membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia.
 Melindungi hak atas tanah penduduk, supaya gak hilang (dijual).
2. Undang – Undang Gula (Suike Wet)
Pemerintah gak cuma menciptakan UU Agraria aja, tapi juga mencetuskan
Undang – Undang Gula (Suiker Wet) pada tahun 1870.

Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-


Undang Gula atau juga bisa disebut Suiker Wet pads tahun 1870.

Tujuan dibuatnya Undang – Undang Gula (Suiker Wet) yaitu buat


memberikan kesempatan yang jauh lebih luas bagi para pengusaha
perkebunan gula untuk berkembang.
a. Isi Udang – Undang Gula (Suiker Wet), yaitu:
 Perusahaan – perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara
bertahap.
 Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus udah
diambil alih oleh swasta.
Kemunculan UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, membuat banyak swasta
asing yang berniat dan mempunyaii keinginan buat menanamkan modal di
Indonesia, baik dalam usaha perkebunan atau pertambangan.

Dampak dari Politik Pintu Terbuka


Politik pintu terbuka ini mempunyai beberapa dampak tersendiri buat pihak
Belanda dan juga Indonesia. Apa aja, dampak politik pintu terbuka buat rakyat
Indonesia dan Belanda?

 Politik pintu terbuka pada awalnya bertujuan agar bisa memperbaiki


kesejahteraan rakyat, tapi malah membuat rakyat semakin menderita.
 Rakyat semakin sengsara dan menderita dikarenakan eksploitasi besar –
besaran terhadap sumber pertanian dan tenaga manusia.
 Rakyat mulai mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang
– barang impor dan ekspor.
 Industri pribumi mati, karena para pekerjanya pindah bekerja ke pabrik –
pabrik dan perkebunan.
 Munculnya pedagang perantara. Dimana mereka pergi ke daerah
pedalaman buat mencari hasil pertanian yang kemudian dijual kepada
grosir.

Anda mungkin juga menyukai