WALIKOTA SEMARANG,
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Daerah adalah Kota Semarang.
2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Walikota adalah Walikota Semarang.
4. Kepala Kantor Kementerian Agama, yang selanjutnya disebut Kepala Kantor
Kemenag adalah Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang.
5. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat
beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan
umat beragama.
7. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara
permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
8. Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Semarang, yang selanjutnya disingkat
FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat
beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
9. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat
beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
10. Izin Mendirikan Rumah Ibadat adalah izin yang diterbitkan oleh Walikota untuk
pembangunan rumah ibadat.
11. Izin sementara pemanfaatan bangunan gedung sebagai Rumah Ibadat adalah
izin yang diterbitkan Walikota untuk pemanfaatan bangunan gedung bukan
rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara.
12. Persetujuan Prinsip Pendirian Rumah Ibadat adalah persetujuan tertulis dari
Walikota diberikan kepada panitia pembangunan rumah ibadat sebagai
persyaratan permohonan Izin Mendirikan Rumah Ibadat.
13. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang berdomisili disekitar dan/atau
satu tempat di wilayah RT dan wilayah RW dari lokasi pembangunan rumah
ibadat.
BAB II
PRINSIP PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 2
(1) Pendirian Rumah Ibadat wajib mendapatkan izin dari Walikota.
(2) Izin Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh orang/masyarakat/Lembaga.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan retribusi.
Pasal 3
(1) Pendirian rumah ibadat harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-
sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan di wilayah Kelurahan.
(2) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan
komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau
kabupaten atau provinsi.
(3) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman
dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
BAB III
PERSYARATAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 4
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung berdasarkan peraturan perundang-
undangan tentang bangunan.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian
rumah ibadat harus telebih dahulu memperoleh Persetujuan Prinsip Pendirian
Rumah Ibadat dari Walikota.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan atas permohonan
tertulis pengurus/ panitia pembangunan rumah ibadat kepada Walikota melalui
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang, setelah memenuhi
persyaratan meliputi:
a. daftar nama dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik calon
pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh), sesuai batas
wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang
dibuktikan dengan surat pernyataan masing-masing (secara perorangan) dan
atau secara kolektif, yang disahkan oleh Ketua RT, Ketua RW dan Lurah
setempat.
c. rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Kemenag; dan
d. rekomendasi tertulis dari FKUB.
(4) Daftar nama pengguna rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, dapat sama dengan daftar nama pendukung sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, memuat hasil
penelitian/verifikasi tentang kegiatan peribadatan dan aliran keagamaan.
(6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf d, memuat hasil
penelitian/verifikasi tentang aspek kerukunan dari umat calon pengguna rumah
ibadat dan dukungan masyarakat setempat.
(7) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diputuskan melalui
musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB.
Pasal 5
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf c terpenuhi, sedangkan persyaratan Pasal 4 ayat (3) huruf b belum
terpenuhi, Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi
pembangunan rumah ibadat.
Pasal 6
Persetujuan Prinsip Pendirian Rumah Ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3),
dikecualikan untuk rumah ibadat sebagai berikut:
a. Rumah ibadat keluarga;
b. Rumah ibadat yang berada dalam kawasan terbatas, antara lain: Kompleks
perkantoran Pemerintah/Swasta, Lembaga Pendidikan, Pondok Pesantren,
Hotel, Restorant/Rumah Makan, Mall, Pasar, Bandara, Pelabuhan Laut, Stasiun
Kereta Api, Terminal Bis, Rumah Sakit, dan sejenisnya; dan/atau
c. membangun kembali, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung pada rumah ibadat yang telah memiliki Izin Mendirikan
Rumah Ibadat.
BAB IV
TIM PENELITIAN DAN PERTIMBANGAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 7
(1) Untuk membantu Walikota dalam memberikan persetujuan prinsip pendirian
rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dapat dibentuk
Tim Penelitian dan Pertimbangan Pendirian Rumah Ibadat.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penelitian dan Pertimbangan Pendirian Rumah
Ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk dengan Keputusan
Walikota.
Pasal 8
Tim Penelitian dan Pertimbangan Pembangunan Rumah Ibadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas:
a. memproses permohonan persetujuan prinsip pendirian rumah ibadat;
b. memeriksa dan meneliti kelengkapan persyaratan permohonan;
c. melakukan koordinasi dengan Kepala Kemenag dan FKUB atau instansi terkait
lainnya;
d. melakukan verifikasi lapangan di lokasi rumah ibadat yang akan dibangun serta
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan terkait dengan permohonan
persetujuan prinsip pembangunan rumah ibadat;
e. menyusun telaahan tertulis atas hasil pemeriksaan dan penelitian berkas
permohonan serta hasil verifikasi lapangan;
f. melakukan penelitian dan verifikasi permohonan izin sementara pemanfaatan
bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara; dan
g. menyampaikan laporan kepada Walikota.
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 9
(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari
Walikota dengan memenuhi persyaratan:
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu
pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan, dengan melampirkan bukti kepemilihan
tanah dan atau bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah setempat yang menyebutkan tentang keperluan
nyata dan sungguh-sungguh rumah ibadat sementara tersebut bagi pemeluk
agama yang bersangkutan;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB; dan
d. pelaporan tertulis kepada Kepala Kantor Kemenag.
Pasal 10
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat oleh Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis dari Tim
Pertimbangan dan Penelitian Pendirian Rumah Ibadat, Kepala Kantor Kemenag
dan FKUB.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama
2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan, dan dapat diperpanjang.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 11
(1) Perselisihan akibat pembangunan rumah ibadat diselesaikan secara
musyawarah oleh masyarakat setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Walikota dibantu oleh Kepala Kantor
Kemenag melalui musyawarah dan atau mediasi yang dilakukan secara adil
dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri
setempat.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 12
(1) Rumah ibadat yang telah berdiri dan digunakan secara permanen sebelum
berlakunya Peraturan Walikota ini, dapat mengajukan Izin Mendirikan Rumah
Ibadat atau sebutan lainnya, tanpa diperlukan Persetujuan Prinsip Pendirian
Rumah Ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
(2) Bangunan gedung rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dibuktikan dengan:
a. Surat Pernyataan dari Pemohon;
b. Surat Keterangan Lurah yang diketahui Camat setempat; dan
c. Rekomendasi dari FKUB.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 14 Juli 2021
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH WALIKOTA SEMARANG,
KOTA SEMARANG
ttd
Diundangkan di Semarang
pada tanggal 14 Juli 2021
ttd
ISWAR AMINUDDIN