Anda di halaman 1dari 12

BAB II

RIWAYAT HIDUP JULUNG GANDHIK EDIASMORO

A. Latar Belakang Keluarga Julung Gandhik Ediasmoro

Keluarga merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.

Keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu yang

mempunyai ikatan satu sama lain. Masing-masing individu mempunyai

tanggung jawab serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi didalam

suatu ikatan, setelah itu baru menuntut haknya. Keluarga biasanya terdiri dari

ayah, ibu, anak, cucu dan berkembang menjadi ikatan yang lebih luas lainnya

(Ahmadi, 1991: 87).

Objek penelitian kali ini memiliki anggota keluarga yang utuh, artinya

keluarga yang masih ada ayah dan ibu. Julung Gandhik Ediasmoro lahir pada

tanggal 28 Januari 1995 di Banyumas. Ia lahir dilingkungan keluarga pecinta

seni, Julung Gandhik lahir dari pasangan suami istri yang bernama Adjen

Soesworo dan Sri Agus Budiarti. Adjen Soesworo merupakan seorang

wiraswasta lulusan dari SMA Negeri 2 Purwokerto. Soesworo lahir pada 29

November 1959. Sedangkan ibunya yang bernama Sri Agus Budiarti itu

merupakan seorang ibu rumah tangga yang mendidik Julung Gandhik

Ediasmoro dari kecil sampai sekarang ini hingga Julung Gandhik mempunyai

banyak sekali prestasi yang sudah diperolehnya. Sri Agus Budiarti ini lahir

pada 17 Agustus 1960. Adjen Soesworo dan Sri Agus Budiarti ini menikah

pada tanggal 1 April 1982 (wawancara Adjen Soesworo, 11 Juni 2016).

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


Setiap orang tua pasti memiliki harapan dari setiap nama yang

diberikan kepada anak-anaknya. Begitu juga dengan kedua orang tua dari

Julung Gandhik Ediasmoro, mereka memilih nama tersebut dengan harapan

baik. Nama Julung Gandhik Ediasmoro terdiri dari empat untaian kata,

masing-masing kata mempunyai arti tersendiri. Julung mempunyai persamaan

kata wayah yang artinya waktu misal waktu siang, sore dan malam. Kata

Gandhik berarti batu, karena dahulu didaerah dekat rumah Julung Gandhik

terdapat batu besar seperti lingga yoni di daerah Notog. Edi berarti linuwih,

orang linuwih biasanya merupakan orang yang dengan senantiasa dikabulkan

doanya oleh Allah SWT. Asmoro mempunyai persamaan katresnan (rasa

sayang), asmoro disini merupakan bentuk variasi dari cinta. Jadi nama Julung

Gandhik Ediasmoro dapat diartikan sebagai sebuah batu yang mulia yang

dibawakan pada waktu yang tepat dengan rasa sayang (katresnan) ke sesama

manusia (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Julung Gandhik yang kini sudah tumbuh dewasa, mempunyai seorang

istri yang bernama Aris Widianti. Awal pertemuannya bisa dibilang lucu,

unik, dan ndilalah (kebetulan). Ketika Julung Gandhik ini sedang melihat

foto profil dari saudara perempuannya dimedia sosial BBM (Blackbery

Messenger), ia melihat saudara perempuannya ini sedang berfoto dengan

seseorang wanita. Setelah itu Julung Gandhik bertanya kepada saudara

perempuannya siapa wanita tersebut. Saudaranya inipun memberikan pin

BBM kepada Julung Gandhik dan langsung dimasukkan kedalam kontak

BBMnya. Pada awalnya ia tidak menghiraukan wanita tersebut namun

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


akhirnya mereka dipertemukan di sebuah pementasan yang pada saat itu

melakukan pertunjukkan wayang bersama Ki Dalang Manteb. Sehabis

pertemuan tersebut keduanya menjalin asmara dan akhirnya jadilah sepasang

suami istri sampai sekarang (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Aris Widianti, istri dari Julung Gandhik ini berasal dari Batang. Dia

merupakan seorang wiraswasta lulusan dari SMA 2 Batang. Aris Widianti ini

disamping sebagai wiraswasta yang bergerak dibidang furniture (perabotan).

Aris Widianti juga merupakan seorang sinden. Hal itu dibuktikan dengan

setiap kali Julung Gandhik ini menampilkan pertunjukan wayang istrinya

selalu mengikutinya sebagai sinden di setiap pertunjukannya (wawancara

Aris Widianti, 11 Juni 2016).

Ki Dalang Soegino Siswocarito merupakan kakek dari Julung

Gandhik. Ia memiliki dua orang anak. Anak yang pertama bernama Adjen

Soesworo (ayah dari Ki Julung Gandhik) dan Nurnaeni. Nurnaeni juga

mempunyai seorang anak laki-laki yang juga menjadi dalang muda seperti

Julung Gandhik.Usia anak dari Nurnaeni, setahun lebih tua dari usia Julung

Gandhik. Anak Nurnaeni bernama Yakut Aghib Ganta Nuraidin (wawancara

Adjen Soesworo, 11 Juni 2016).

Yakut Aghib Ganta Nuraidin lahir pada tanggal 13 Agustus 1994. Ia

tinggal di Desa Notog, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Ia sudah

menikah dengan Rini Andriati yang ternyata merupakan seorang sinden.

Yakut Aghib pernah bersekolah di SMA Negeri 5 Purwokerto. Setelah lulus

beliau dihadapkan dengan dua pilihan karena pada saat itu keluarga Yakut

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


dan Julung sedang berkabung, kakeknya terbaring sakit dan tidak dapat aktif

menjadi dalang seperti dulu. Dua pilihan yang diberikan oleh keluarganya

yaitu Yakut Aghib untuk melanjutkan sekolahnya ke Universitas atau

menggantikan kiprah kakeknya yang sedang sakit sebagai seorang dalang.

Setelah menimbang berbagai hal, dan ia memilih untuk menggantikan kiprah

kakeknya. Prestasi Yakut Aghib selangkah lebih unggul, karena ia lebih

dahulu menapaki dunia pewayangan namun Julung Gandhik sebagai salah

satu dalang mudapun tidak kalah membanggakan prestasinya. Hal tersebut

tidak menjadi alasan mereka untuk saling bermusuhan, sikap solidaritas dan

kekeluargaan yang tertanam dalam jiwa mereka membuat hubungan mereka

terjalin sebagai keluarga sekaligus partner kerja yang baik. Mereka menjadi

partner yang baik tercermin saat Julung Gandhik melakukan pertunjukan

wayang, maka yang menjadi penabuh gendang adalah Yakut Aghib,

begitupun sebaliknya (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Latar belakang keluarga Julung Gandhik yang sama dengan keluarga

Yakut Aghib Ganta Nuraidin dalam segi ekonomi termasuk dalam kategori

keluarga yang berkecukupan. Ayahnya bekerja menjadi wiraswasta yang

mempunyai ketrampilan, tekun, dan ulet ini mampu menstabilkan

perekonomian keluarga. Sejak kecil ia tak pernah merasa kesusahan. Ia selalu

dimanja orang tua dan anggota keluarga lainnya termasuk kakeknya. Sama

halnya dengan Yakut Aghib yang diperlakukan sama oleh kakeknya.

Kakeknya yang merupakan dalang terkenal dan berpenghasilan tinggi selalu

membantu kehidupan anak-anak serta cucunya dalam memenuhi segala

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


kebutuhannya. Sedangkan pada masa sekarang sama halnya dengan Yakut

Aghib, Julung Gandhik pun sudah mampu membangun perekonomian

keluarga dengan baik. Ia sudah dapat membantu perekonomian keluarga

dengan jeri payahnya menjadi seorang dalang muda sehingga perekonomian

sebelum dan sesudah Julung Gandhik menjadi seorang dalang seperti

sekarang ini mengalami perubahan ekonomi yang baik (wawancara Adjen

Soesworo, 11 Juni 2016)

Julung Gandhik yang sejak kecil memeluk agama Islam memiliki rasa

welas asih (ramah) dan penyayang terhadap binatang. Karena keluarganya

juga memeluk agama Islam maka ia dari kecil juga sudah diajarkan tentang

nilai dan norma keagamaan oleh kedua orang tuanya. Sama halnya dengan

Yakut, Julung juga melakukan kegiatan mengaji, sholat, dan hal lainnya yang

sudah ia jalankan sejak kecil. Meskipun dalang identik dengan kepercayaan

kejawen (kepercayaan orang jawa) tapi kepercayaan yang ia anut tidak

menyimpang dari syariat Islam. Julung Gandhik berkata bahwa ia ingin

melestarikan Islam kejawen namun tidak menyimpang dari syariat Islam,

misal, Julung Gandhik sebelum melakukan pementasan wayang selalu berdoa

kepada gusti Allah SWT namun juga mendoakan leluhur dalang-dalang

terdahulu (wawancara Julung Gandhik, 6 Juni 2016).

Keluarga yang sangat mendukung dan selalu menjadi penyemangat

disetiap perjalanan kiprahnya merupakan kunci kesuksesan Julung Gandhik

Ediasmoro didunia kesenian Indonesia. Baik dukungan penyemangat bagi

seniman sangatlah dibutuhkan untuk tetap berkreasi. Ia kini tumbuh menjadi

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


seorang dalang muda yang membanggakan bagi keluarga termasuk juga

dalang Yakut Aghib, serta teman-teman dan masyarakat khususnya

masyarakat Banyumas. Ia mampu menjaga budaya asli Indonesia dengan

menunjukan karya-karya yang istimewa yang selalu ia bawakan disetiap

pertunjukan wayang (wawancara Julung Gandhik, 11 Juni 2016).

B. Riwayat Pendidikan Julung Gandhik Ediasmoro

Pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani

“Paedagogike”. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata

“Pais” yang berarti anak dan kata “Ago” yang berarti aku membimbing. Jadi

Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya

membimbing anak dengan maksud membawanya ketempat belajar, dalam

bahasa Yunani disebut “Paedagogos”. Jika kata ini diartikan secara simbolis,

maka perbuatan membimbing, seperti dikatakan diatas, merupakan inti

perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan

kemudian pada suatu saat ia harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam

masyarakat) (Hadi, 2008: 7).

Pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang sistem

Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


mulia, serta ketrampilan yang dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Julung Gandhik memulai pendidikannya di TK Pertiwi. Setelah di

rasa sudah cukup umur kemudian ia melanjutkan ke SD Negeri 3 Notog.

Julung Gandhik mengenyam pendidikan Sekolah dasar selama 6 tahun. Saat

duduk dibangku SD, prestasinya cukup baik. Ia selalu mendapat nilai diatas

rata-rata kelasnya seperti, saudaranya Yakut Aghib. Ketika pengumuman

kelulusan dan ijazah sekolah dasar diterima keluarga Julung Gandhik. Ia lulus

dengan nilai memuaskan sebanding dengan ketekunannya. Tidak seperti

saudaranya Yakut yang bersekolah di SMP Negeri 1 Purwokerto, beliau

justru disekolahkan oleh orang tuanya di sekolah terdekat yang mempunyai

akreditasi baik yaitu SMP Negeri 1 Patikraja. Disamping karena jaraknya

yang dekat dari rumah, orang tua Julung Gandhik dapat mengawasi setiap

kegiatan yang dilakukan oleh anaknya agar tetap fokus pada pendidikannya

(wawancara Adjen Soesworo, 15 Juni 2016).

Pada jenjang pendidikannya di SMP Negeri 1 Patikraja. Julung

Gandhik termasuk orang yang pendiam, sabar, dan ikhlas serta memiliki sifat

nrima (menerima). Prestasi akademik seperti, perolehan nilainya diatas rata-

rata kelasnya serta mendapatkan prestasi non akademik seperti ditunjuk

sebagai perwakilan SMP Negeri 1 Patikraja untuk mengikuti POPDA sepak

bola di Liga Danone. Setelah lulus SMP Julung Gandhik melanjutkan di

SMA Negeri 3 Purwokerto dikarenakan prestasi sepak bolanya cukup bagus

di SMP Negeri 1 Patikraja. Baru 1 minggu masuk SMA Negeri 3 Purwokerto,

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


ia merasa jarak dari rumah menuju SMAnya terlalu jauh sehingga Julung

Gandhik memutuskan untuk pindah sekolah di SMK Veteran. Kurang lebih

selama 1 bulan bersekolah di SMK Veteran, ia merasa tidak nyaman.

Akhirnya Julung Gandhik ini pindah sekolah di SMKI Banyumas atau yang

sekarang dikenal dengan SMK Negeri 3 Banyumas (wawancara Adjen

Soesworo, 15 Juni 2016).

Pada saat itu SMK Negeri 3 Banyumas hanya mempunyai 4 bidang

jurusan, yaitu karawitan, musik, broadcasting, dan tari. Sifat nrima

(menerima) yang dimiliki oleh Julung Gandhik inilah yang menjadikannya

cepat berbaur dengan teman-teman sebayanya di SMK Negeri 3 Banyumas.

Di SMK ini Julung Gandhik mengukir sejarah pada saat Festival dan Lomba

Seni Siswa Nasional (FLS2N). Ketika itu festival ini mengadakan

perlombaan dengan 4 kategori yaitu karawitan, musik, tari, dan pedalangan.

Julung Gandhik mengikuti 3 kategori ,yaitu karawitan, musik, dan tari karena

SMK Negeri 3 Banyumas pada saat itu belum ada jurusan pedalangan seperti

sekarang ini, tapi ia merasa mampu untuk mengikuti kategori perlombaan

dalang sehingga Julung Gandhik berkata kepada guru yang membimbing

perlombaan ini bahwasanya ia mampu mengikuti lomba pedalangan kepada

guru tersebut. Alhamdulilah dengan lakon “Gareng Dadi Ratu”. Julung

Gandhik mendapat juara 2 dikategori pedalangan. Selain itu dikategori

karawitan beliau mendapat juara 2, juara 2 juga diperolehnya pada kategori

musik serta memperoleh juara 1 pada kategori lomba tari (wawancara Sri

Agus Budiarti, 15 Juni 2016).

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


Saat Julung Gandhik lulus SMK teman-temannya sudah tahu bahwa

Julung Gandhik merupakan seorang bibit dalang muda, hal tersebut juga

diketahui oleh pihak sekolah SMK Negeri 3 Banyumas. Julung Gandhik

menempuh pendidikannya tidak hanya hingga SMA seperti saudaranya Yakut

Aghib Ganta Nuraidin, selanjutnya ia melanjutkan kuliah di Institut Seni

Indonesia di Surakarta. Di jenjang pendidikan inilah Julung Gandhik

mengalami dilematika, yaitu tepatnya pada saat semester 4 tahun 2012.

Julung Gandhik cuti dikarenakan Mbah Gino atau kakeknya dirawat di

Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Ia harus merawat Mbah Gino

dengan saudaranya, yaitu Yakut Aghib. Memasuki bulan Desember keadaan

kakeknya semakin memburuk dan harus dibawa ke Rumah Sakit Umum Panti

Rapih Yogyakarta. Kakeknya dirawat di ruang ICU, ketika itu Julung gandhik

dan Yakut Aghib selalu menemani kakeknya. Pada saat mendekati hari lahir

Julung Gandhik tepatnya pada tanggal 18 Januari, ia berdoa agar Mbah Gino

kakeknya diberi kesembuhan tetapi takdir berkehendak lain. Tanggal 20

Januari 2013 kakeknya meninggal (wawancara Julung Gandhik, 15 Juni

2016).

Di sinilah Julung Gandhik mulai bimbang karena Mbah Gino sudah

meninggal namun masih meninggalkan job pekerjaan yang amat banyak.

Julung Gandhik berpikir untuk melanjutkan job pekerjaan yang ditinggalkan

oleh Mbah Gino dengan saudaranya Yakut Aghib. Setelah 25 hari

meninggalnya Mbah Gino. Julung Gandhik melakukan pementasan wayang 2

hari 2 malam di Sumatera tepatnya di Lampung. Satu minggu setelahnya

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


Julung Gandhik pentas kembali di Jakarta dan akhirnya kebanjiran job

pekerjaan sampai sekarang.

C. Kehidupan Sosial Budaya Julung Gandhik Ediasmoro

Kehidupan seseorang tidak akan bisa terlepas dari keadaan sosial

budaya yang ada disekitarnya. Budaya baru yang lahir karena adanya proses

interaksi yang terjalin antar individu dan keadaan sosial terbentuk akibat dari

adanya interaksi antara satu dengan yang lainnya. Interaksi sosial dapat

tercipta apabila adanya aktivitas yang dilakukan oleh lebih dari satu individu.

Individu itu sendiri merupakan satuan dalam lingkungan sosial. Lingkungan

sosial yang terbentuk dari beberapa individu, kemudian membentuk suatu

lapisan masyarakat . Menurut Soerjono Soekanto, masyarakat adalah orang

yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Warsito, 2012: 115-116).

Kehidupan sosial Julung Gandhik hampir sama dengan Yakut Aghib,

ia mengalami dinamika sosial yang sama, seperti kehidupan orang pada

umumnya. Julung Gandhik tinggal di Desa Notog Kecamatan Patikraja

Kabupaten Banyumas dan rumahnya berdampingan dengan saudaranya, yaitu

Yakut Aghib. Suasana guyub rukun tercermin dari perilaku masyarakat yang

tinggal disekitarnya. Interaksi yang ada antara masyarakat yang satu dengan

yang lainnya terjalin dengan baik. Hal tersebut tidak terjadi kasus, kejadian,

dan isu-isu yang meresahkan. Meskipun Julung Gandhik memiliki sifat

pendiam namun ia juga memiliki sifat ketergantungan terhadap orang lain.

Kebutuhan dan gaya hidup manusia tidak lepas dari peran manusia lain

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


sehingga dapat memunculkan kerjasama yang baik antara Julung gandhik dan

juga warga masyarakat sekitar (wawancara Sri Agus Budiarti, 5 Juli 2016).

Kehidupan sosial yang tercipta dengan baik membuatnya cepat

beradaptasi pula dengan kebudayaan, adat-istiadat atau kebiasaan yang ada

dalam lingkungan tersebut. Hubungan dengan lingkungan sosialnya yang

lebih intensif dengan berbagai pihak kemudian mengarah kepembentukan

kepribadian. Pembentukan kepribadian berasal dari penanaman nilai sosial

dan norma budaya yang dianut. Pengenalan kebudayaan dalam kehidupan

Julung Gandhik Ediasmoro berawal dari sang kakek Mbah Gino

menanamkan nilai-nilai budaya melalui seni pewayangan. Dari situlah

kecintaannya terhadap kebudayaan Indonesia terutama kesenian pewayangan.

Kehidupan sosial budaya yang ia jalani semakin bervariasi. Ia selalu

mendapat hal yang baru disetiap pertunjukannya. Pertunjukan wayang

diberbagai daerah menimbulkan suasana baru yang berbeda antara daerah

satu dengan daerah lainnya. Suasana yang berbeda akibat dari interaksi yang

terjalin dengan orang-orang baru yang ia temui di daerah tersebut. Setiap

orang yang ia temui atau kenali selalu mempunyai pemikiran dan gagasan

baru untuk apresiasi dan masukan bagi karyanya sehingga hal tersebut dapat

diwujudkan sebagai koreksi bagi dirinya. Julung Gandhik sadar bahwa

kehidupan sosial budaya yang ada disekitarnya sangat berkaitan dengan

hidupnya. Ia tidak akan marah justru sebaliknya dengan banyaknya masukan

dari berbagai orang atau seniman maka akan menjadikan dirinya sebagai

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016


pribadi yang lebih baik untuk kedepannya serta menjadikannya sebagai

sebuah pengalaman mengingat usianya yang masih muda.

Kiprah Dan Prestasi..., Eko Wahyu Widodo, FKIP UMP, 2016

Anda mungkin juga menyukai