Anda di halaman 1dari 15

Vol. 6 No.

2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

PERANAN STAY AT HOME DAD DALAM MEMBENTUK KELUARGA


SEHAT DAN HARMONIS

Cindy Widhiastuti*
Maria Dwi Yanika Hesti Nugraha**34

ABSTRACT

The role of stay at home dad in Indonesia, especially in the big city
such as Jakarta, it was not a new thing, but status of stay at home dad was
emerging where role or traditional system could not be applied to the
families in this city. Now, the housewife was not longer could be a central
decision to decide the daily life activities to be a healthy family, there was
any stay at home dad took one of that part, as a caretaker and figure of
mother.
This topic was anaylized by using theoretical literature descriptive
analysis. Subject in this topic was father who did as a stay at home dad.
As a result of this study, based on theoretical literature analysis,
showed that role as stay at home dad gave the best role to build a healthy
and harmonic family, including nursing, deciding and separating the role,
especially family in Indonesia.

Keywords : stay at home dad, family, healthy family

A. LATAR BELAKANG
“Sri Mahamat Maaji dan Wiwin Pratiwanggini sendiri menjelaskan secara
gamblang alasan keputusan mereka. Wiwin bercerita, suaminya memang
tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan ia memiliki gaji yang lumayan besar
untuk standar hidup di Yogyakarta. “Saya memilih untuk melakukannya
dengan satu niatan : demi tercapainya keharmonisan berumah tangga,”
tandas Ahmat. Menurut Ahmat, keharmonisan rumah tangga dapat diraih
dengan kemauan dan keterbukaan antara suami istri”(Intisari-online, 2011).
Ilustrasi di atas merupakan salah satu bukti bahwa pada masa kini,
terutama di kota besar peran kepala keluarga sebagai pencari nafkah tunggal tidak
menjadi satu-satunya acuan. Kini pria menjadi bapak rumah tangga merupakan
salah satu alternatif bagi beberapa pasangan dalam membangun suatu keluarga.

* mahasiswa psikologi yang menjadi juara 2 lomba paper PICASO 2013 di Univ.Soegiyapranata
** dosen pembimbing lomba paper PICASO 2013
59
Saat ini pun menjadi bapak rumah tangga atau yang kerap disebut dengan stay at
home dad menjadi topik yang mulai hangat untuk dibicarakan.
Situasi seperti yang terilustrasikan di atas, sebenarnya bukanlah suatu
kondisi yang sebenarnya baru bagi keluarga di Indonesia. Tanpa disadari bahwa
pada daerah-daerah tertentu terutama di pedasaan, banyak ditemui kondisi dimana
seorang istri bekerja di luar rumah sedangkan sang suami bekerja di rumah.
Sebagai contoh seperti yang terjadi di Bogor. Untuk menopang perekonomian
keluarga Onih (53 tahun) terpaksa berjualan gado-gado karena Rusidi (57 tahun) ,
suaminya mengalami pemutusan hubungan kerja dari salah satu hotel di kawasan
Puncak akibat penyakit gulanya yang sudah kronis.
Namun, kondisi ini mulai muncul kepermukaan karena tidak hanya
ditemui di kota kecil dan pedesaan, tetapi juga mulai berkembang di kota-kota
besar. Walaupun tidak banyak jumlahnya namun dapat dipastikan beberapa
pasangan ada yang memilih keputusan bahwa istri bekerja di kantor sedangkan
suami bekerja di rumah atau berwirausaha di tempat tinggalnya.
Tentunya bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang
mengusung nilai-nilai ketimuran dimana peran laki-laki memiliki porsi dan
perhatian yang besar di mata masyarakat, kondisi para suami yang bekerja di
rumah akan dinilai sebagai seorang yang kurang berdaya dan dianggap sebagai
pengangguran. Meskipun pada kenyataanya tidaklah seperti yang dipandang dan
dinilai oleh masyarakat sekitar.
Bermunculannya kondisi bapak rumah tangga atau stay at home dad di
Indonesia, namun pada kenyataannya kondisi tersebut belumlah banyak
berkembang di Indonesia, walaupun di Indonesia, perempuan telah diberi peluang
yang sama dengan laki-Iaki di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat
terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masih kuatnya
anggapan bahwa pendidikan pada wanita tujuannya adalah agar ia lebih mampu
mendidik anak-anaknya. Persepsi demikian tidak hanya dianut kalangan awam,
juga cendekiawan, dan yang lebih memprihatinkan pemerintah juga menjustifikasi
persepsi tersebut dalam kebijakan pembangunan, yang diungkapkan dalam panca
tugas wanita yaitu sebagai istri dan pendamping suami, sebagai pendidik dan
60
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

pembina generasi muda, sebagai pekerja yang menambah penghasitan negara dan
sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi perempuan dan
organisasi sosial (Dzuhayatin, 1997).
Kebanyakan masyarakat Indonesia juga memandang, urusan domestik
adalah urusan istri (Kompasiana, 2012). Cara pandang inilah yang membuat stay
at home dad di Indonesia belum banyak berkembang. Hal ini tergambar dari
pengalaman salah seorang stay at home dad yang diliput pada salah satu acara
televisi swasta di Indonesia, bahwa bapak tersebut mengalami kesulitan ketika
harus berbaur dengan ibu-ibu di lingkungan rumahnya dan menjawab pertanya-
pertanyaan tetangga dikarenakan cara pandang dan persepsi masyarakat di
sekitarnya, walaupun dalam kehidupan rumah tangganya ia tidak mengalami
masalah apapun mengenai perannya tersebut (Kick Andy, Pria Pendobrak Mitos).
Sama halnya dengan stay at home dad di atas, salah satu stay at home dad
yang lainnya, sebutlah Arman yang berperan sebagai stay at home dad sejak ia
mengalami pemutusan hubungan kerja juga tidak mengalami masalah di
keluarganya. Santi, istri Arman bekerja di sekolah anak-anak mereka. Komunikasi
yang baik antara Santi dan Arman, juga penguatan yang diberikan dari kedua
belah pihak mampu membantu mereka untuk menciptakan keluarga yang sehat
dan harmonis. Arman juga tetap menjadi seorang pemimpin di keluarganya.
Setiap akhir pekan keluarga Arman memiliki kegiatan yang dikerjakan bersama
(Okezone, 2012).
Berdasarkan ilustrasi yang telah diuraikan di atas, banyak sekali alasan
yang melatarbelakangi keputusan untuk menjadi stay at home dad. Selain karena
alasan kehilangan pekerjaan, sebuah keluarga biasanya memutuskan siapa yang
akan mengurus rumah tangga berdasarkan pada kepraktisan, juga berdasarkan
pada kepribadian suami yang memang lebih cocok untuk membesarkan anak, atau
lebih mudah melepaskan karier sang suami dibanding karier istri (Frank, 1999).
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ariani (2011) ada beberapa alasan
lain yang melatarbelakangi keputusan menjadi stay at home dad yaitu adanya
kesempatan bekerja dan kesempatan terdidik lebih luas bagi perempuan membaut
sang istri mampu berperan setara dengan suaminya, bahkan istri mungkin dapat
61
mengahsilkan labih banyak uang bagi keluarga. Frank (1999) juga mengatakan
kalau hanya 25% yang melakukannya karena mengalami pemutusan hubungan
kerja atau „kalah bersaing‟ di dunia kerja, sedangkan sisanya secara sadar
menginginkan peran tersebut.
Definisi keluarga sendiri menurut Ki Hajar Dewantara adalah kumpulan
beberapa orang yang terikat oleh suatu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri
sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, berkhendak bersama-sama
memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Sedangkan difinisi dari sehat itu sendiri menurut Undang-Undang Kesehatan RI
No. 23 Tahun 1992, Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(Asmadi, 2008).
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan
kalau Bapak Rumah Tangga juga dapat membentuk keluarga sehat. Hal ini
didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa pengasuhan anak oleh ayah
bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku anak.
Anak jadi lebih seimbang emosinya, lebih cerdas dan percaya diri (Pruett, 1999).
Anak laki-laki juga cenderung lebih fleksibel untuk memasuki berbagai jenis
pergaulan karena sejak kecil sudah dibesarkan dengan stay at home dad yang
termasuk ideologi maskulinitas nontradisional. Mereka juga cenderung lebih sehat
karena aktivitas bersama ayah biasanya lebih banyak melibatkan kegiatan fisik.
Anak juga lebih berani mengambil risiko dan lebih berprestasi di sekolah (Ariani,
2011).

B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
peranan stay at home dad dalam membentuk keluarga sehat dan harmonis di
Indonesia.

62
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

C. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Keluarga Sehat
Menurut Lewis dkk (dalam Friedman, 1995) yang dimaksud dengan
keluarga sehat adalah sebuah sistem yang secara maksimal dapat sukses dengan
ciri sruktural yang rumit, merupakan organisasi yang sangat fleksibel, mampu dan
toleran terhadap perubahann-perubahan internal, dan merupakan sub-sistem yang
sangat otonom dan bersifat penentuan internal serta merupakan subsistem yang
terbuka terhadap lingkungan luar yang hasilnya dalam berbagai bentuk bentuk
informasi pengalaman. Platt (1976), dalam Friedman (1995) menggali lebih jauh
dengan menyatakan keluarga sehat adalah keluarga energik dimana orang
berkembang dalam matrik keluarga melalui kebebasan dan perubahan, lebih dari
menahan ulang kenyamanan pada pola sosial yang ditentukan melalui kontrol
stabilitas keluarga berenergi yang dikarakteristikkan sebagai berikut
Pertama, interaksi satu sama lain yang dilakukan oleh semua anggota
keluarga secara teratur dalam sejumlah konteks (aktivitas-aktivitas waktu
senggang dan tugas-tugas).
Kedua, melakukan berbagai kontak aktif dengan berbagai kelompok dan
organisasi, termasuk kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan asosisasi asosiasi bisnis
dalam komunitas dengan tujuan untuk memperkokoh dan memenuhi keinginan
anggota keluarga.
Ketiga, upaya aktif untuk mengatasi dan menguasai hidup mereka dengan
bergabung dengan mencari informasi, menemukan pilihan dan membuat
keputusan.

Keempat, organisasi internal yang loggar dimana hubungan peran-peran


bersifat fleksibel dan responsif, dimana setiap orang berpartisipasi dalam
keputusan yang mendukung perkembangan dan otonomi seseorang.

2. Pola Asuh Stay at Home Dad


Kehidupan rumah tangga yang digawangi oleh stay at home dad dapat
tergambar melalui pengasuhan, pengambilan keputusan, komunikasi yang
63
terbentuk juga pembagian peran secara gender yang membentuk keluarga sehat
dan harmonis.
Pengasuhan merupakan hal utama yang membentuk peranan stay at home
dad dalam menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Pola asuh menurut
Edward (2006) pola asuh merupakan bentuk interaksi anak dan orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan juga melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Pola asuh sendiri menurut Baumrind (1967) terdapat empat macam pola
asuh orang tua, yaitu
a. Pola asuh Demokratis (Otoritatif)
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua
dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio
atau pemikiran-pemikiran. Orang tua juga bersikap realistis terhadap kemampuan
anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang
tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
b. Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung
memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan untuk
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam
komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan
umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola asuh Permisif (Permissive-indifferent)
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

64
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga
seringkali disukai oleh anak.
d. Pola asuh Penelantar (Permissive-indulgent)
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang
sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun
dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku
penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada
umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-
anaknya.
Gaya pengasuhan, karakteristiknya adalah otoriter, otoritatif, permissive-
indifferent, dan permissive-indulgent adalah empat kategori utama pengasuhan.
Pengasuhan otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak lebih daripada
gaya-gaya lain. Gaya penyesuaian pengasuhan dengan perubahan perkembangan
pada keluarga, karakteristiknya adalah orang tua perlu menyesuaikan strategi
interaksi mereka ketika anak bertumbuh makin besar, mengurangi penggunaan
manipulasi fisik dan memperbanyak proses-proses penalaran (Santrock, 2002).
.
3. Komunikasi Stay at Home Dad
Menurut Widjaya (1987) komunikasi pada umumnya diartikan sebagai
hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau
diartikan pula saling tukar-menukar pendapat, baik individu atau kelompok.
Sedangkan menurut Edward Depari (2000) komunikasi adalah proses
penyampaikan gagasan harapan dan pesan melalui lambang tertentu, mengandung
arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
Komunikasi keluarga yang dikemukakan oleh McLeod dan Chaffee (2006)
mengemukakan empat tipe pola komunikasi keluarga sebagai berikut:
Pertama, komunikasi keluarga dengan pola laissez-faire, ditandai dengan
rendahnya komunikasi yang berorientasi konsep, anak tidak diarahkan untuk
mengembangkan diri secara mandiri, dan juga rendah dalam komunikasi yang
berorientasi sosial. Artinya anak tidak membina keharmonisan hubungan dalam
65
bentuk interaksi dengan orangtua. Anak maupun orangtua kurang atau tidak
memahami obyek komunikasi, sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang
salah.
Kedua, komunikasi keluarga dengan pola protektif, ditandai dengan
rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi komunikasinya dalam
orientasi sosial. Kepatuhan dan keselarasan sangat dipentingkan. Anak-anak yang
berasal dari keluarga yang menggunakan pola protektif dalam berkomunikasi
mudah dibujuk, karena mereka tidak belajar bagaimana membela atau
mempertahankan pendapat sendiri.
Ketiga, komunikasi keluarga dengan pola pluralistik merupakan bentuk
komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang terbuka dalam
membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga, menghormati minat anggota
lain dan saling mendukung.
Keempat, komunikasi keluarga dengan pola konsensual, ditandai dengan
adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi ini menekankan komunikasi
berorientasi sosial maupun konsep. Pola ini mendorong dan memberikan
kesempatan untuk tiap anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut
pandang, tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, ada kemungkinan jika suatu rumah tangga
yang dipegang oleh stay at home dad memiliki corak komunikasi yang otoriter
dan dominan, namun sebenarnya tidaklah sepenuhnya demikian. Keterlibatannya
sepenuhnya demikian. Keterlibatan sepenuhnya seorang stay at home dad dapat
menciptakan bentuk komunikasi yang pluralistic dan konsensual dikarenakan
seorang stay at home dad dapat memahami permasalahan dalam keluarga dengan
lebih baik daripada ayah yang tidak terlibat sepenuhnya dan langsung dalam
kehidupan rumah tangga.

4. Pembagian Peran dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga


Menurut Dee Ann Gullies (1996) pengambilan keputusan merupakan
suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang
dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta
66
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan.
Hani Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang
menggambarkan proses melalui mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai
penyelesaian suatu masalah tertentu.
Bila jenis kelamin mengacu pada dimensi biologis seseorang sebagai laki-
laki atau perempuan, maka gender itu sendiri mengacu pada dimensi sosial
sebagai laki-laki atau perempuan. Gender mengandung dua aspek yang memiliki
sebutan khusus, yaitu identitas gender dan peran gender.
Peran gender adalah seperangkat harapan yang menggambarkan
bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berpikir, bertindak, dan merasa.
Sedangkan, identitas gender adalah rasa sebagai laki-laki atau perempuan, yang
diperoleh oleh sebagian besar anak-anak pada waktu mereka berusia 3 tahun
(Santrock, 2002).
Berkaitan dengan peran gender dan pengambilan keputusan ini, secara
tradisional peran antara suami-istri dalam masyarakat modern tidak lagi dapat
dipertahankan, tetapi peran didasarkan pada keterampilan dan daya saing.
Terkadang faktor situasi dapat menjadi salah satu alternatif pemilihan
perean stay at home dad di Indonesia, sebagai contoh seperti yang terangkum
dalam beberapa artikel mengenai stay at home dad di Indonesia, adalah
dikarenakan ayah yang tidak memiliki pekerjaan tetap ataupun dikarenakan suami
yang memiliki kecacatan permanen dan karir istri yang lebih baik, sehingga
situasi “keterpaksaan” inilah yang membuat peran stay at home dad menjadi
keputuasan yang terpaksa. Walaupun pada awalnya merupakan faktor
keterpaksaan, namun beberapa stay at home dad dapat bertahan dan membangun
keluarga sehat dan harmonis. Hanya saja, tidak dapat dipungkiri ada beberapa
kasus yang berakhir dengan perceraian.

D. METODE PENELITIAN
Variabel penulisan ini adalah peranan stay at home dad dalam membentuk
keluarga sehat dan harmonis di Indonesia. Pengumpulan data dalam penulisan ini
menggunakan pengumpulan data secara literature baik dari artikel, jurnal dalam
67
dan luar negeri baik yang diperoleh secara hardcopy maupun di unduh melalui
online atau e-journal. Pengolahan data dalam penulisan ini merupakan pengolahan
data berdasarkan kajian teoritis literature secara analisa deskriptif.

E. HASIL
1. Analisis Masalah
Di Indonesia, perempuan telah diberi peluang yang sama dengan laki-Iaki
di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat terhadap perempuan tidak
mengalami perubahan yang berarti. Masih kuatnya anggapan bahwa pendidikan
pada wanita tujuannya adalah agar ia lebih mampu mendidik anak-anaknya.
Perempuan tetap saja dianggap the second sex. Perempuan 'direndahkan' ketika ia
hanya di rumah dan 'dieksploitasi' ketika mereka berada di tempat kerja. Persepsi
demikian tidak hanya dianut kalangan awam, juga cendekiawan, dan yang lebih
memprihatinkan pemerintah juga menjustifikasi persepsi tersebut dalam kebijakan
pembangunan, yang diungkapkan datam panca tugas wanita: sebagai istri dan
pendamping suami, sebagai pendidik dan pembina generasi muda, sebagai pekerja
yang menambah penghasitan negara dan sebagai anggota organisasi masyarakat,
khususnya organisasi perempuan dan organisasi sosial (Dzuhayatin, 1997).
Umumnya di kota besar, dalam skala keluarga misalnya, dengan
bekerjanya seorang ibu, maka ia pun berperan sebagai pemberi nafkah keluarga,
yang tentunya memengaruhih ketersediaan waktu dan tenaga ibub untuk berperan
di dalam pengaturan rumah tangga serta pengasuhan anak, sehinggabapak
diharapkan juga dapat mengisi peran-peran seperti pengasuhan anak dan
pekerjaan keluarga.
Hasil penelitian Saleha (2003) menunjukkan bahwa persepsi tentang
gender yang paling banyak dianut baik oleh suami maupun isteri adalah isteri dan
suami menyadari bahwa perbedaan jenis kelamin tidak harus dipertentangkan
dalam menghidupi keluarga, tetapi justru bersifat saling mendukung dan
melengkapi.
Sistem keluarga tradisional, dimana ayah sebagai pencari nafkah dan ibu
sebagai ibu rumah tangga mulai pudar. Disinilah mulai terjadinya konflik-konflik
68
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

di keluarga. Tugas ibu yang sepenuhnya di rumah teralihkan ke hal yang lain,
yaitu karir. Sebagai wanita karir, ibu memiliki dua tanggung jawab besar, yaitu
sebagai ibu rumahtangga dan sebagai pekerja di suatu instansi. Mengenai hal ini,
maka dalam beberapa permasalahan tertentu, dalam membentuk keluarga sehat
dan harmonis, peran ayah dalam rumah tangga menjadi salah satu alternatif dalam
membangun keluarga sehat saat ini di beberapa kota besar.
Stay at home dad adalah sebutan bagi para ayah yang memutuskan
menjadi bapak rumah tangga, menjadi Stay at home dad tidaklah sepenuhnya
mudah ataupun sulit. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Parke, Darwin
dan Stearn (dalam Santrock, 2002) dalam pengamatan terhadap ayah dan bayinya
menunjukkan bahwa ayah memiliki kemampuan untuk bertindak secara peka dan
secara tanggap terhadap bayinya. Laki-laki dewasa secara kompeten mampu
mengasuh bayi.
Pengasuhan yang dilakukan oleh seorang ayah lebih banyak melibatkan
diri dalam permainan fisik seperti malambungkan bayi ke udara, menggelitik, dll.
Hasil studi ini diperoleh dengan mempelajari keluarga-keluarga di Swedia di
mana ayah merupakan pengasuh utama atas bayi pertama mereka yang berusia
delapan bulan (Lamb dalam Santrock, 2002).
Jelas sekali tergambar dalam penjelasan literature di atas menunjukkan
bahwa seorang ayah atau sebagai pria dapat mengasuh sama baiknya dengan ibu
rumah tangga lainnya. Tidak hanya dalam pengasuhan saja, dalam hal
komunnikasi yang diciptakan seorang ayah juga bisa lebih berkesan interaktif dan
membuka peluang bagi anak untuk dapat dekat dengan kedua belah pihak, baikl
terhadap ibu maupun ayah. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh
McLeod dan Chaffee (2006) bahwa peranan stay at home dad dalam komunikasi
keluarga dapat membuka peluang bentuk komunikasi pluralistik dan konsensual.

F. PEMBAHASAN
1. Sintesis
Stay at home dad yang ada di Indonesia khususnya di kota-kota besar
memang mulai bermunculan leberadaannya, namun peranan Stay at home dad ini
69
belumlah berkembang seperti pada negara-negara maju lainnya seperti Amerika,
Inggris dan negara Eropa lainnya.
Namun, hal ini tidak mengecilkan arti peranan stay at home dad di
Indonesia khususnya di kota-kota besar. Menjalankan peranannya sebagai stay at
home dad,I sebaiknya melakukan beberapa persiapan dan pertimbangan yang
matang. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terburuk dan kegagalan dalam
membina keluarga sehat dan harmonis.
Pengungkapan pada testimoni yang dikutip dari beberapa media, dimana
para ayah harus memilikii ekstra waktu untuk meyakinkan dirinya maupun orang-
orang disekitarnya, khususnya para ibu rumah tangga. Oleh karena itu perlunya
beberapa hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh para stay at home dad :
a. Cobalah untuk membuat komunitas online maupun offline bagi para stay
at home dad. Komunitas ini dapat membantu para calon-calon stay at
home dad untuk bisa berbagi dengan para stay at home dad yang telah
lama menjalaninya sehingga secara mental dapat saling mendukung.
b. Pengambilan keputusan dari kedua belah pihak, baik istri maupun suami
menempatkan diri pada pribadi secara setara, tidak memiliki perbedaan
dalam pengambilan keputusan, ada baiknya dalam pengambilan
keputusan, merupakan hasil kesepakatan bersama dan tidak ada unsur
menekan pihak lainnya.
c. Berikan kepercayaan bagi pasangannya masing-masing dapat memberikan
kontribusi yang baik dalam keluarga.
d. Pembagian peran yang jelas dan diatur sejak pengambilan keputusan dan
masing-masing pihak dapat menjalankannya sesuai dengan kesepakatan
yang ada.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang terpenting dari kesemuanya
adalah bagaimana masing-masing pasangan,baik istri maupun suami dan anak-
anak bersama-sama saling menghargai dan menghormati hak-hak dan
kewajibannya satu dengan yang lain sehingga tercipta komunikasi, pengasuhan
dan pembagian peran yang bik sehingga dapat menciptakan keluarga sehat dan
harmonis.
70
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

G. SIMPULAN
Simpulan dalam penulisan ini berdasarkan kajian teoritis literatur, bahwa
peranan stay at home dad dapat memberikan andil yang sangat baik dalam
membentuk keluarga sehat dan harmonis, baik dalam pengasuhan, komunikasi,
pengambilan keputusan dan pembagian peran dalam keluarga Indonesia.
Status dan peran stay at home dad bukanlah sesuatu yang merendahkan
para ayah yang dalam hal ini sebagai figur laki-laki dan peranannya dalam nilali-
nilai timur. Peran stay at home dad memiliki arti dan peranannya tersendiri bagi
keluarga-keluarga di kota besar dimana sistem tradisional tidak dapat dijalankan
sepenuhnya lagi.
Melalui gaya dalam mengasuh, bentuk komunikasi yang dijalankan juga
didalamnya andil dalam pengambilan keputusan dan menjalankan perannya dalam
keluarga yang memiliki ciri khas tertentu, membuat peran stay at home dad tidak
kalah dengan figur ibu sebagai pengasuh dan penjalan rumah tangga yang baik.

H. SARAN
Saran dalam penulisan ini disampaikan bagi :
1. Bagi Para Stay at Home Dad
Disarankan bagi para stay at home dad tetap selalu bersemangat
dalam menjalankan peranannya di dalam keluarga, dan bentulah
komunitas stay at home dad secara lokal agar dapat membantu para stay at
home dad yang lainnya dan juga menambah interaksi stay at home dad di
Indonesia.
2. Bagi Penulis dan Penelliti selanjutnya
Disarankan bagi penulis dan peneliti selanjutnya, untuk melakukan
studi penelitian deskriptif secara kualitatif untuk dapat menemukan
gambaran yang sesungguhnya terkait dengan peran stay at home dad di
Indonesia, khususnya di kota-kota besar.

71
DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Jalaluddin, Surjaman, Tjun. (2003). Psikologi Komunikasi. Remaja


Rosdakarya, Bandung

Sarwono, Sarlito W. (2003). Teori-teori psikologi sosial. Rajawali Press. Jakarta

Santrock, John W. (2002). Life – Span Development. Erlangga, Jakarta

Sumber Internet :

Gupta, Sanjiv. (1999). Journal of Marriage and the Family. The effects of
transitions in marital status on men's performance of housework.
ProQuest, 700 – 711

Hirsh, Elizabeth. ( 2012). Perceiving Discrimination on the Job: Legal


Consciousness, Workplace Context, and the Construction of Race
Discrimination. Law & Society Review, 44. 2: 269-298.

http://library.usu.ac.id/download/fk/psiko-sri.pdf

http://repo.unsrat.ac.id/144/13/12_-_BAB_3.pdf

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2581/A08nns.pdf?sequenc
e=5

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46392/I05cms.pdf?sequen
ce=10

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_10
502064.pdf#page=1&zoom=auto,0,800

Isnawati, Astrid. (2012, 9-15 Januari). Ayah Bertukar Peran dengan Ibu. Nova,
edisi 1246/XXIV. http://pratiwanggini.net/2012/01/ayah-bertukar-peran-
dengan-ibu/

Matorsakalangkong. (2012, Mei 6). Mungkinkah Bapak Rumah Tangga jadi


Trend?. www.Kompasiana.com

Muftiarini. (2012, 19 Juni). Wow, Peran Ayah Rumah Tangga Kian Meningkat.
http://lifestyle.okezone.com/read/2012/06/19/196/649981/wow-peranayah-
rumah-tangga-kian-meningkat

72
Vol. 6 No. 2 Oktober 2013
PSIBERNETIKA

Ndis. (2011, Oktober 26). Wah Survey Membuktikan Jumlah Bapak Rumah
Tangga Meningkat Pesat.
http://indonesiana.seruu.com/read/2011/10/26/68015/wahsurveymembukti
kan-jumlah-bapak-rumah-tangga-meningkat-pesat

Ndraha, R. (201, November 26). Fenomerna Bapak Rumah Tangga.


http://juliantosimanjuntak.com/index.php?option=com_content&view=art
cle&id=235:fenomena-bapak-rumah-tangga&catid=45:pasutri&Itemid=71

Prianggoro, H. (2011, Oktober 20). Sukses Menjadi Super Dad.


http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Sukses-Menjadi-Super-
Dad

Surono, A. (201, Desember 12). Pekerjaan: Bapak Rumah Tangga.


http://intisarionline.com/read/pekerjaan-bapak-rumah-tangga

73

Anda mungkin juga menyukai