Anda di halaman 1dari 7

1.

Resting-state neuroimaging in social anxiety disorder: a systematic


review
Penelitian yang dilakukan Simone Mizzi (2021) berkaitan dengan
berkembang perubahan otak dalam keadaan istirahat pada orang dengan
gangguan kecemasan sosial. Pemahaman lebih lanjut tentang neurobiologi
gangguan dapat membantu dalam menginformasikan metode untuk
meningkatkan akurasi diagnostik dan target pengobatan. Gangguan
kecemasan sosial (SAD) ditandai dengan ketakutan, kecemasan, dan
penghindaran situasi sosia. Data dari Survei Kesehatan Mental Dunia
menunjukkan bahwa SAD ada secara global, dengan tingkat prevalensi
seumur hidup 5% didaerah berpenghasilan tinggi (misalnya, Australia,
Amerika Serikat, dan Inggris. SAD dikaitkan dengan gangguan signifikan
dalam berbagai domain fungsi yang paling memengaruhi hubungan secara
substansial dan pengalaman sosial.
Model terbaru SAD mengusulkan bahwa individu dengan SAD
(dibandingkan dengan kontrol) dicirikan oleh sirkuit frontolimbik
(ketakutan) disfungsional, dengan aktivitas hiper di area limbik (yaitu,
amigdala, hippocampus, dan parahippocampus) dan hipoaktivitas di area
kontrol kognitif (yaitu, anterior cingulate cortex, ventral medial pre frontal
cortex (PFC), dorsolateral PFC). Peran daerah parietal medial dan
oksipital yang semakin aktif pada mereka dengan SAD. Konektivitas
keadaan istirahat di seluruh gangguan kecemasan dan menemukan bahwa
sementara ada tumpang tindih dalam jaringan otak yang mendasari
berbagai gangguan kecemasan, adanya variasi konektivitas antara daerah
limbik dan kortikal yang unik untuk setiap gangguan kecemasan, sehingga
memerlukan pemeriksaan menyeluruh.
Data diekstraksi termasuk informasi demografis, rincian mengenai
metode akuisisi dan analisis neuroimaging, dan hasilnya. Semua studi
yang disertakan diperiksa kualitasnya menggunakan alat penilaian kualitas
untuk Kohort Observasi dan Studi Cross Sectional, diterbitkan oleh
National Heart, Lung and Blood Institute, untuk mengevaluasi validitas
internal dari setiap studi yang disertakan. Hasil utama yang menarik untuk
sintesis kualitatif temuan adalah perbedaan kelompok dalam aktivitas dan
konektivitas saraf keadaan istirahat. Pencarian awal mengidentifikasi 1112
studi yang mungkin setelah dilakukan penyaringan judul, abstrak, dan
artikel teks lengkap dan penghapusan duplikat dan studi lain yang tidak
sesuai, 35 studi akhir dimasukkan dalam tinjauan sistematis. Alasan utama
untuk pengecualian studi adalah bahwa tidak ada peserta yang didiagnosis
dengan SAD yang terlibat dan data tidak dipublikasikan dalam jurnal peer-
review.
Sampel, Informasi rincian demografis (termasuk usia dan jenis
kelamin), kidal, perekrutan, diagnosis, dan tingkat keparahan peserta
termasuk dalam rincian mengenai tumpang tindih dalam sampel di seluruh
studi, metode diagnosis dan penggunaan obat. Sebanyak 1.611 peserta
dilibatkan, terdiri dari 795 orang dengan SAD dan 816 kontrol. Untuk
individu dengan SAD, usia rata-rata adalah 26,26 tahun, dan selain dari
satu penelitian yang menggunakan sampel pediatri (hasil dilaporkan secara
terpisah di tambahan informasi). Metode analisis neuroimaging dari 35
penelitian yang disertakan, ada berbagai metode dan analisis neuroi
maging yang disertakan. Tiga puluh satu studi modalitas seperti SPECT
dan PET.
Hasil penelitia menunjukan kualita konsistensi dalam kualitas studi
yang termasuk dalam tinjauan. 35 penelitian menyatakan pertanyaan
penelitian dengan jelas, dengan populasi penelitian yang jelas. Tidak ada
penelitian yang didaftarkan sebelumnya, dan tidak ada penelitian yang
memberikan pembenaran ukuran sampel atau deskripsi kekuatan untuk
sampel yang digunakan. Pemeriksaan kualitas menyoroti inkonsistensi di
seluruh studi dalam hal apakah variabel pengganggu disesuaikan secara
statistik ketika memeriksa neuroimaging keadaan istirahat antar kelompok
(SAD vs. kontrol). Hanya 14 dari 35 studi yang dikendalikan untuk
variabel pengganggu potensial dalam analisis statistik mereka,
mengendalikan variabel seperti jenis kelamin, usia, rata-rata perpindahan
kerangka, status pengobatan, dan tingkat pendidikan.
Kesimpulannya bahwa neurobiologi SAD mungkin berbeda dari
model yang diusulkan sebelumnya yang sebagian besar berasal dari
sintesis studi neuroimaging berbasis tugas. Dengan tidak adanya tugas
(yaitu, keadaan istirahat), literatur menunjukkan bahwa rata-rata, mereka
yang menderita SAD memiliki konektivitas yang menyimpang antara
amigdala dan daerah temporal, parietal, dan frontal. Selain itu ada
perbedaan aktivitas daerah frontal pada mereka dengan SAD dibandingkan
dengan kontrol seperti yang ditunjukkan oleh berbagai analisis
neuroimaging. Daerah frontal juga ditemukan memiliki hubungan yang
signifikan dengan tingkat keparahan kecemasan sosial. Bahkan di antara
temuan paling konsisten yang ditunjukkan di seluruh studi, tetap ada
variasi besar dalam arah aktivitas (hipo- vs. hiperaktif) di dalam wilayah
dan konektivitas (SAD > HC vs. HC > SAD) antar wilayah. Berbagai
macam metode analisis yang digunakan untuk analisis konektivitas
fungsional mungkin telah berkontribusi pada adanya temuan campuran
dan menyebabkan kesulitan dalam mensintesis hasil di seluruh studi untuk
membentuk kesimpulan yang kuat mengenai neurobiologi dari mereka
dengan SAD saat istirahat.

2. Psychological treatments for post-traumatic stress disorder in adults:


a network metaanalysis.
Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) adalah gangguan yang
berpotensi kronis dan melumpuhkan dan mempengaruhi sebagian kecil
orang yang terpapar trauma. Berbagai perawatan psikologis telah terbukti
efektif, tetapi efek relatifnya belum diketahui dengan pasti.
Penelitian yang dilakukan Ifigeneia (2020) terkait tinjauan
sistematis dan jaringan meta-analisis intervensi psikologis untuk orang
dewasa dengan PTSD. Di seluruh dunia, gangguan stres pasca-trauma
(PTSD) memiliki prevalensi seumur hidup sebesar 3,9% pada populasi
umum, dan 5,6% di antara mereka yang terpapar trauma (Koenen et al.,
2017). PTSD dikaitkan dengan tingkat kecacatan yang substansial, kualitas
hidup yang buruk dan gangguan fungsional (Alonso et al., 2004). Hal ini
sering dengan gangguan mental seperti depresi, kecemasan,
penyalahgunaan zat, berbagai kesulitan kesehatan fisik, termasuk penyakit
kardiovaskular dan metabolisme (Ahmadi dkk., 2011).
Beberapa perawatan psikologis tersedia untuk pengelolaan PTSD
pada orang dewasa. Terapi perilaku kognitif yang berfokus pada trauma
(TF-CBT) adalah intervensi psikologis yang luas dan sebagian besar
menggunakan teknik kognitif, perilaku atau perilaku kognitif yang
berfokus pada trauma dan pendekatan paparan untuk pengobatan.
Meskipun beberapa intervensi menempatkan penekanan utama pada
eksposur, teknik kognitif dan sebagian besar menggunakan kombinasi.
Terdapat banyak tumpang tindih dalam mekanisme yang diusul mendasari
efektivitas berbagai versi TF-CBT. TF-CBT mencakup terapi seperti terapi
kognitif (CT), terapi pemrosesan kognitif (CPT), terapi paparan/paparan
berkepanjangan, terapi pemaparan realitas virtual, CT berbasis kesadaran,
dan terapi pemaparan naratif. Perawatan lainnya yang tersedia untuk
PTSD termasuk desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata
(EMDR), psikoterapi interpersonal dan penulisan ekspresif, konseling,
non-TF-CBT, berfokus pada gejala PTSD saat ini tanpa kembali
pengalaman trauma, dan terapi somatik/kognitif gabungan seperti teknik
kebebasan emosional dan terapi bidang pikiran dan terapi berbasis paparan
dengan komponen kognitif, somatik yang memanfaatkan penyadapan titik
pada tubuh.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas relatif
perawatan psikologis untuk PTSD pada orang dewasa menggunakan
teknik NMA. Analisis yang disajikan dalam penelitian ini untuk
mendukung pembaruan pedoman nasional PTSD di Inggris (National
Institute for Health and Care Excellence, 2018). Pedoman ini
dikembangkan oleh komite pedoman, sebuah multi-independen kelompok
disiplin akademisi klinis, profesional kesehatan dan perwakilan pengguna
layanan, pengasuh yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang
PTSD. Strategi pengobatan RCT untuk orang-orang dengan gejala stres
pascatrauma secara klinis penting dilakukan di database berikut:
MEDLINE, Embase, PsycINFO, CINAHL, dan The Cochrane Library.
Gejala stres pasca-trauma secara klinis pada orang dewasa lebih dari 1
bulan setelah peristiwa traumatis dilakukan sesuai dengan Item pelaporan
dan populasi yang memenuhi syarat termasuk orang dewasa dengan
diagnosis PTSD.
Gejala PTSD seperti yang ditunjukkan oleh skor awal di atas
ambang batas yang ditentukan sebelumnya pada skala terjadinya gejala
PTSD. Penelitian ini dimasukkan jika setidaknya 80% peserta memiliki
gejala PTSD secara klinis atau jika data terpilah hanya untuk mereka
dengan PTSD yang dapat diambil. Kurang dari 80% peserta memiliki
gejala PTSD secara klinis, jika data terpilah hanya untuk mereka dengan
PTSD tidak tersedia maka skor gejala PTSD awal ratarata digunakan dan
penelitian dimasukkan dalam tinjauan jika rata-rata ini di atas ambang
klinis yang telah ditentukan. Sedangkan hasil Pencarian literatur sistematis
mengidentifikasi 715 studi yang berpotensi memenuhi syarat untuk
tinjauan sistematis, 529 di antaranya dikeluarkan. Populasi penelitian
terdiri dari orang dewasa dengan gejala PTSD yang signifikan secara
klinis, seperti yang ditunjukkan oleh skor awal di atas ambang batas yang
telah ditentukan pada skala gejala PTSD yang divalidasi. TF-CBT adalah
pengobatan dengan basis bukti terbesar pada kparahan dan remisi gejala
PTSD, baik pada akhir pengobatan maupun pada follow-up 1-4 bulan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan hasil untuk EMDR
lebih tegas, khususnya dalam kaitannya dengan basis bukti yang lebih
terbatas dibandingkan dengan TF-CBT dan efek relatifnya TF-CBT yang
dicirikan oleh ketidakpastian.
Kesimpulannya EMDR dan TF-CBT paling efektif dalam
mengurangi gejala dan meningkatkan tingkat remisi pada orang dewasa
dengan PTSD. Eefektif dalam mempertahankan pengurangan gejala PTSD
di luar titik akhir pengobatan dengan Intervensi lain seperti terapi
somatik/kognitif gabungan, swadaya, non-TF-CBT, SSRI dan konseling
efektif untuk mengurangi gejala PTSD pasca perawatan. Dukungan dan
konseling juga meningkatkan tingkat remisi pasca perawatan, konseling
cenderung kurang efektif dibandingkan EMDR dan TF-CBT. Maka secara
keseluruhan, ada kebutuhan untuk RCT yang dilakukan dengan baik untuk
mengeksplorasi efektivitas komparatif jangka panjang dari terapi
psikologis untuk orang dewasa dengan PTSD.

DAFTAR PUSTAKA

Simone Mizzi (2021). Resting-state neuroimaging in social anxiety disorder: a

systematic review https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34035474/


Ifigeneia (2020) Psychological treatments for post-traumatic stress disorder in
adults: a network metaanalysis https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32063234/

Anda mungkin juga menyukai