Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pembelajaran Tematik
Menurut Kemendikbud (2013: 193) pembelajaran tematik
dilaksanakandengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran
terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang
memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk
memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Karena peserta didik
dalam memahami sebuah konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman
langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya.
Menurut Trianto (2011: 139) pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta
didik. Sedangkan menurut Mamat (dalam Andi, 2013: 125) pembelajaran tematik
sebagai pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran
yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik
pembicaraan yang disebut tema.
2.1.2 Hakikat Bahasa Indonesia
Hakikat bahasa dilihat dari aspek bunyi atau syarat, simbol(huruf atau
gambar), dan makna, dapat didefisinikan sebagai suatu bunyi ujaran atau isyarat
yang dapat disimbolkan melalui huruf atau gambar yang berbeda-beda, dan setiap
bunyi, isyarat atau simbol tersebut memiliki makna yang berbeda, (Mulyati,
2015:2). Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa yang harus dikuasai
oleh seluruh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memberikan dasar-dasar berbahasa yang baik sedari usia dini. Sekolah Dasar (SD)
sebagai bagian dari wadah pendidikan anak usia dini menjadi salah satu tonggak
yang penting bagi keberlangsungan dan keberadaan Bahasa Indonesia, baik itu
dalam bahasa tulis maupun bahasa lisan.

5
6

Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpilkan bahwa Bahasa Indonesia


adalah suatu yang digunakan untuk berkomunikasi sesama bangsa indosia secara
umum dan sebagai alat pemersatu bangsa yang harus diajarkan kepada anak mulai
usia dini.
2.1.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006:81),
pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan manusia Indonesia. Pada proses pembelajaran, terdapat dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu belajar dan mengajar. Belajar menunjukan
pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai objek yang menerima
pembelajaran (sasaran), sedangkan mengajar menunjukan apa yang harus
dilakukan guru sebagai pengajar, (sudjana, 2010:28).
Menurut Susanto (2015:243), pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
dasar tidak akan terlepas dari empat ketrampilan bahasa, yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Berbahsa bagi manusia dalah kemampuang
yang sangat dibuthkan karena sebagai makhluk sosial manusia harus berinteraksi
dan berkomunikasi dengan bahasa tulis. Kemampuan berbahasa manusia tidak
diperoleh dari lahir namun dibutuhkan latihan sampai terampil dan mampu
berbahsa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar tidak akan lepas dari ketrampilan berbahsa yaitu
menyimak, berbicara, menulis, membaca.
2.1.4 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Mata pelajaran bahasa Indonesia ini bertujuan agar peserta didik
mempunyai kemampuan sebagai berikut, (Cahyani, 2013:40) :
a. Berkomunikasi efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa Negara.
7

c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan


kreatif untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan,memperhalus budi pekerti,serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan interlektual manisia Indonesia.
Menurut Wahyudi (2011:26), Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar adalah sebagai berikut :
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lesan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara.
c. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual serta kematangan sosial dan emosional.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2.1.5 Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar Dan Indikator Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Adapun Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar Bahasa Indonesia yang
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
8

Tabel 2.1
Kompetensi Inti (KI) Kelas IV Sekolah Dasar
Kompetensi Inti Deskripsi Kompetensi
1. Spiritual Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama
yang dianutnya
2. Sosial Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman, guru, dan tetangganya
3. Pengetahuan Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati
dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan di tempat
bermain
4. Ketrampilan Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas,
sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam
gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia

Tabel 2.2
Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Bahasa Indonesia
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR
3.9 Mencermati tokoh-tokoh yang 3.8.1 Menyebutkan tokoh-tokoh pada
terdapat pada teks fiksi. teks cerita fiksi dengan tepat.
4.9 Menyampaikan hasil 4.9.1 Bercerita dengan artikulasi jelas,
identifikasi tokoh-tokoh yang ekspresif, intonasi tepat, dan
terdapat pada teks fiksi secara penuh percaya diri.
lisan, tulis, dan visual 4.9.2 Menjelaskan secara lisan
pengertian dan ciri-ciri teks
cerita fiksi.

2.1.6 Hakikat IPA


Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam. IPA juga membahas tentang gejala-gejala yang
disusun secara sistematis berdasarkan hasil pengamatan dan observasi yang telah
dilakukan oleh manusia. Pada dasarnya ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains
manusia telah menafsirkan dan berusaha mencari penjelasan berbagai kejadian,
penyebab, serta dampak yang ditimbulkan dengan metode ilmiah. IPA merupakan
kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja tetapi juga
9

mencakup pengetahuan seperti keterampilan dalam hal melaksanakan


penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan,
eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional (Sulistyanto, dkk. 2008:7). Dengan
menggunakan proses dan sikap ilmiah itu saintis memperoleh penemuan-
penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Jadi pada
hakikatnya IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan
produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan
pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan
kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala
alam yang belum dapat direnungkan (Asyari, 2006:11).
Berdasarkan pernyataan beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar yang diperoleh
berdasarkan proses pengamatan dan eksperimen yang berupa fakta, konsep,
prinsip, dan teori.
2.1.7 Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep dan
prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan masalah,
melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan melatih bersikap
objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang. Pembelajaran IPA
sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang alam dan menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah (Mulyasa, 2006: 110-111). (Mulyasa,
2006: 110-111). Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI lebih menekankan pada
pemberian pengalaman langsung sesuai kenyataan di lingkungan melalui kegiatan
inkuiri untuk mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
adalah pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah,
melatih kemampuan berpikir kritis, serta mengambil kesimpulan. Pembelajaran
lebih menekankan pada pengalaman langsung yang sesuai dengan kehidupan
sehari-hari dalam lingkungan sekitar.
10

2.1.8 Tujuan Pembelajaran IPA


Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah
Untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,
sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif.
Menuruit BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
b. berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang
d. bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
f. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
g. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
h. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
i. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
2.1.9 Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar Dan Indikator Pembelajaran IPA
Adapun Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar IPA yang digunakan
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Kompetensi Inti (KI) Kelas IV Sekolah Dasar
Kompetensi Inti Deskripsi Kompetensi
1. Spiritual Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
2. Sosial Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan
11

keluarga, teman, guru, dan tetangganya.


3. Pengetahuan Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati
dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat
bermain.
4. Ketrampilan Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas,
sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam
gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan
yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak
mulia.

Tabel 2.4
Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator IPA
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR
3.4 Menghubungkan gaya dengan 3.4.1 Mengetahui pengertian gaya dan
gerak pada peristiwa di gerak dengan benar.
lingkungan sekitar. 3.4.2 Menjelaskan perbedaan gaya dan
gerak.
4.4 Menyajikan hasil percobaan 4.4.1 Mempraktikkan gaya dorongan
tentang hubungan antara gaya dan tarikan.
dan gerak 4.4.2 Menyajikan hasil percobaan
tentang gaya dan gerak secara
tertulis.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya (2013: 242) Pembelajaran Kooperatif merupakan
model pembelajaran dengan sistem pengelompokkan/ tim kecil, yaitu antara
empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Selanjutnya Miftahul Huda (2012: 32)
menyatakan “Pembelajaran Kooperatif mengacu pada metode pembelajaran
dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam
belajar”. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan sistem berkelompok
12

yang terdiri 4-6 orang yang yang saling belajar bersama dengan latar belakang
yang berbeda.
2.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Yusar dalam Isjoni (2010: 79) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw membagi siswa ke dalam kelompok kecil dengan anggota 4-6 orang yang
heterogen dan saling ketergantungan positif serta bertanggung jawab secara
mandiri atas ketuntasan bahan ajar yang mesti dipelajari dan menyampaikannya
kepada anggota kelompok asal. Yusar dalam Isjoni (2010: 79) menyatakan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw membagi siswa ke dalam kelompok kecil
dengan anggota 4-6 orang yang heterogen dan saling ketergantungan positif serta
bertanggung jawab secara mandiri atas ketuntasan bahan ajar yang mesti
dipelajari dan menyampaikannya kepada anggota kelompok asal. Berdasarkan
pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa
pada beberapa tim dengan anggota 4-6 orang dan setiap siswa bertanggung jawab
atas penguasaan satu sub bab untuk kemudian diajarkan kepada anggota lain.
2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Menurut Aronson dkk dalam Daryanto (2012: 243-244), langkah
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok
terdiri atas 4-6 siswa yang heterogen dengan kemampuan berbeda-beda
baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, dan suku yang berbeda serta
kesetaraan gender. Kelompok ini disebut kelompok asal.
2. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah
bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, siswa diberi tugas
mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa
dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok
yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
13

3. Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran


yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada
temannya jika kembali ke kelompok asal.
4. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik kelompok ahli maupun
kelompok asal.
5. Setelah berdiskusi dalam kelompok ahli maupun asal, selanjutnya
dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian
salah satu kelompok untuk menyajikan materi hasil diskusi yang telah
dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
6. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
7. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
2.2.4 Kelebihan & Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Ibrahim, dkk (2000) dalam Abdul Majid (2013:184) menyebutkan
beberapa kelebihan dan kekurangan Jigsaw.
1) Kelebihan
a. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan
siswa lain.
b. Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan.
c. Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya.
d. Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif.
2) Kekurangan
a. Membutuhkan waktu lama.
b. Siswa yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan temannya yang
kurang pandai, dan yang kurang pandai merasaminder apabila digabungkan
dengan temannya yang pandai, walaupun lama kelamaan perasaan itu akan
hilang dengan sendirinya.
14

2.3 Media Pembelajaran Gambar


2.3.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media adalah bentuk jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin
medius yang berarti tengah. Menurut Sadiman (2008: 7) menjelaskan media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses
belajar dapat terjalin. Menurut Suprijono (2015:65) modelpembelajaran adalah
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas maupun tutorial. Menurut Joyce dan Well dalam Rusman (2015: 133)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang
digunakan oleh guru sebagai alat bantu mengajar.
2.3.2 Pengertian Media Gambar
Diantara banyak media pendidikan, gambar merupakan media yang sangat
mudah kita temukan. Kata-kata dan gambar merupakan perpaduan yang sangat
baik dalam proses pengiriman pesan, informasi atau materi pelajaran. Menurut
Menurut Cecep Kusnandi, dkk (2013:41-42), media gambar adalah media yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan melalui gambar yang menyangkut indera
penglihatan. Pesan yang disampaikan dituangkan melalui simbol-simbol
komunikasi visual. Media gambar mempunyai tujuan untuk menarik perhatian,
memperjelas materi, mengilustrasikan fakta dan informasi. Kemudian Richard E
Mayer (2009:95) menyatakan bahwa media gambar adalah setiap bentuk grafis
statis maupun dinamis antara lain: foto, grafis, denah, ilustrasi (yang terdiri dari
dua atau lebih gambar), dan juga animasi atau kartun.
Dari beberapa definisi diatas dapat kita ketahui bahwa media gambar
merupakan suatu perantara atau pengantapesan berbasis visual yang disajikan
melalui gambarsimbol-simbol, titik dan garis, untuk memberi gambaransecara
konkret dan jelas mengenai suatu materi, gagasan,ide atau peristiwa.
15

2.3.3 Syarat Media Gambar


Media gambar dalam pembuatannya harus sesuai dengan beberapa syarat
yang harus dilakukan. Menurut Kusnadi & Sujtipto (2013:41-42) terdapat 5 syarat
diantaranya adalah :
1. Harus autentik: gambar harus sesuai dalam menyampaikan suatu
kenyataan yang sebenarnya.
2. Sederhana: jelas dalam menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar agar
siswa tidak kesulitan dalam memahami gambar.
3. Gambar harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
4. Gambar harus menunjukkan objek dalam keadaan memperlihatkan
aktivitas tertentu sesuai dengan tema pembelajaran.
5. Gambar dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
Media gambar yang digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Sadiman (2009:33)
kelebihan dan kelemahan media gambar adalah:
1. Sifatnya konkret, gambar/ foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah
disbanding dengan media verbal semata
2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, karna tidak semua benda,
obyek atau peristiwa dapat dibawa ke dalam kelas dan tidak selalu peserta
didik dibawa ke obyek atau peristiwa tersebut.
3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat
disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto.
4. Gambar atau foto dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja
dan untuk usia berapa saja.
5. Murah dan tidak memerlukan peralatan khusus untuk menyampaikannya.
6. Gambar atau foto hanya menekankan persepsi indera mata.
7. Gambar atau foto yang terlalu kompleks kurang efektif
8. Ukurannya terbatas untuk kelompok besar.
16

2.4 Hasil Belajar


2.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Arikunto (2010:274), hasil belajar atau bisa disebut nilai akhir
merupakan cerminan dari keberhasilan belajar. Proses belajar mengajar bertujuan
untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Hasil
belajar juga digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik. Menurut
Susanto (2016: 5) mengemukakan definisi hasil belajar secara sederhana adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sementara itu,
Kunandar (2013: 62) menyatakan hasil belajar adalah kompetensi atau
kemampuan tertentu baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai
atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah
hasil kemampuan siswa yang diperoleh atau dicapai setelah melaksanakan proses
pembelajaran.
2.4.2 Jenis-Jenis Hasil Belajar
Menurut Benyamin S. Bloom, David Krathhwohl serta Norman E.
Gronlund dan R.W. de Maclay ds. 1956 (dalam Wardani 2012:55-56)
menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
1. Menghafal, menarik kembali informasi yang mapan dalam memori jangka
panjang.
2. Memahami, mengkonstruk makna/pengertian berdasarkan pengetahuan
awal yang dimiliki/ mengintegrasikan pengetahuan yang baru kedalam
skema yang telah ada dalam pikiran peserta didik.
3. Mengaplikasikan, mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.
4. Menganalisis, menguraikan suatu permasalahan / obyek ke unsur-unsurnya
dan menentukan saling keterkaitan antar unsur tersebut.
5. Mengevaluasi, membuat suatu pertimbangan berdasarkan suatu kriteria
dan standar yang ada.
6. Membuat, menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.
Ada 3 macam proses kognitif: membuat, merencanakan dan memproduksi.
17

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar


Menurut Slameto (2003:3), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar yaitu:
1) Faktor internal terdiri dari:
a) Faktor jasmaniah
b) Faktor psikologis
2) Faktor eksternal terdiri dari:
a) Faktor keluarga
b) Faktor sekolah
c) Faktor masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa secara
garis besar terbagi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Sabri,
2010:59-60).
1) Faktor internal siswa
a. Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik,
serta kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.
b. Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan
kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan,
berpikir dan kemampuan dasar pengetahuan yang dimiliki.
2) Faktor-faktor eksternal siswa
a. Faktor lingkungan siswa
Faktor ini terbagi dua, yaitu pertama, faktor lingkungan alam atau non
sosial seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, sore,
malam), letak madrasah, dan sebagainya. Kedua, faktor lingkungan
sosial seperti manusia dan budayanya.
b. Faktor instrumental
Yang termasuk faktor instrumental antara lain gedung atau sarana fisik
kelas, sarana atau alat pembelajaran, media pembelajaran, guru, dan
kurikulum atau materi pelajaran serta strategi pembelajaran.
18

2.5 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan


Penelitian oleh Ismiyatun, dkk. (2016) yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran IPA Di Kelas IV SD Inpres 2 Ambesia Kecamatan
Tomini”.Hasil penelitian pada siklus I diperoleh Ketuntasan Belajar Klasikal
sebesar 33,3% dan daya serap klasikal 44,9%, Aktivitas guru berada pada kategori
sangat kurang yaitu dengan rata-rata persentase aktivitas guru 45,4% dan aktivitas
siswa berada pada kategori sangat kurang dengan rata-rata persentase 45,%. Hasil
belajar siswa pada siklus II diperoleh ketuntasan belajar klasikal meningkat
menjadi 80,% dan daya serap klasikal meningkat menjadi 80,60%, aktivitas guru
berada pada kategori sangat baik yaitu 95,% dan aktivitas siswa berada pada
kategori sangat baik dengan rata-rata persentase 97,5%. Ketuntasan klasikal yang
didapatkan pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian, yaitu
80%, maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di
kelas IV SD Inpres 2 Ambesia.
Penelitian oleh Astiti dan Widiana (2017), yang berjudul “Penerapan
Metode Pembelajaran Jigsaw Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Pada Siswa Kelas IV SD”. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan rata-
rata skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 13,04% dengan kriteria cukup aktif
meningkat menjadi 63,82% dengan kriteria aktif pada siklus II. Hasil belajar IPA
yaitu dari rata-rata skor hasil belajar IPA 43,47% dengan kriteria kurang baik
pada refleksi awal menjadi 65,21% dengan kriteria cukup baik pada siklus I,
kemudian meningkat menjadi 100% dngan kriteria sangat baik pada siklus II.
Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 50,78%.
Penelitian oleh Aminah (2007), yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
IPA melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantu Media Gambar Kelas IV
SD”. Hasil penelitian Teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan
evaluasi. Instrumen pengumpulan data dengan lembar observasi, tes dan pilihan
ganda. Teknik analisis data dengan cara persentase untuk data kuantitatif (hasil
belajar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
19

jigsaw berbantuan media gambar meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Pada
siklus I tingkat ketuntasan belajar siswa mencapai 70% dan pada siklus II
mencapai 80%.
Penelitian oleh Firmansyah (2014), yang berjudul “Peningkatan Hasil
Belajar Mata Pelajaran Ipa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada Siswa Kelas V SDN 1 Cluring Banyuwangi”.  Berdasarkan hasil tes evaluasi
di setiap akhir siklus, hasil belajar IPA materi penyesuaian diri hewan dengan
lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
pada peningkatan persentase ketuntasan klasikal pada siklus 1 jika dibandingkan
dengan siklus 2. Persentase ketuntasan klasikal pada siklus 1 sebesar 55,55%
meningkat menjadi 88,9% pada siklus 2. Peningkatan hasil belajar tersebut
membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi penyesuaian diri hewan dengan
lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup pada siswa kelas V SDN 1
Cluring Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.
Penelitian oleh Wati (2019), yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di
Kelas V SD Negeri 11 Ujan Mas”. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini
yaitu :1) pada siklus I pembelajaran belum berjalan dengan baik dengan perolehan
nilai rata-rata hasil belajar 6,2 dan terdapat 6 siswa yang belum mencapai
ketuntasan serta persentase keterlibatan peserta didik sebesar 31,6% yang aktif,
sisanya masih kurang aktif selama pembelajaran. Pada sikus II pembelajaran telah
berjalan dengan baik, aktivitas siswa dan guru telah menunjukkan peningkatan
dari siklus I dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar 7,53 dan semua siswa
mencapai ketuntasan serta persentase keterlibatan siswa sebesar 89,5% aktif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA di kelas
V SD Negeri 11 Ujan Mas.
Penelitian oleh Hanafi Pontoh, dkk, (2016) yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan
20

Sosial (IPS) Siswa Kelas V SD Inpres Salabenda Kecamatan Bunta”.


Hasil ketuntasan pada tes awal yaitu hanya 18 siswa dari 38 siswa yang
dinyatakan tuntas belajar dengan persentase nilai rata-rata kelas 52,63% dengan
ketuntasan belajar klasikal 47,36% serta daya serap klasikal 64,86%. Peningkatan
hasil belajar siklus I yaitu dari 38 siswa hanya 25 siswa yang dinyatakan tuntas
belajar dengan persentase nilai rata-rata 67% dengan ketuntasan belajar klasikal
65,79% serta daya serap klasikal 67,11%. Pada siklus II mengalami peningkatan
dari 38 siswa diperoleh 33 siswa dinyatakan tuntas dengan persentase nilai rata-
rata 73,82% dengan ketuntasan belajar klasikal 86,84% dan daya serap klasikal
sebesar 73,8%. Berdasarkan data di atas, maka disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SD Inpres Salabenda Kecamatan Bunta.

.2.6 Kerangka Berpikir


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas IV SD Negeri Dukuh
2 Kota Salatiga, hasil pembelajaran terbukti selalu kurang memuaskan. Hampir
dari keseluruhan siswa, kurang dari 50% siswa yang mancapai ketuntasan KKM
70. Selain itu banyak kendala yang dialami oleh siswa diantara siswa tidak
nyaman atau tidak antusias dengan metode mengajar yang digunakan. Guru
cenderung menggunakan metode ceramah, sehingga siswa hanya diam
mendengarkan materi yang disampaikan guru, siswa kurang aktif, serta ada yang
siswa yang cerita dan bermain-mainsendiri saat proses pembelajaran berlangsung.
Pemilihan suatu metode pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal, seperti
materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia dan
siswa, serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan siswa belajar
secara optimal adalah model pembelajaran tipe Jigsaw. Hal ini didukung oleh
pendapat Rusman (2013: 115) bahwa tipe Jigsaw adalah model pembelajaran
yang meningkatkan kerja sama antar siswa, memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukakan pendapat serta meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Upaya lain untuk
21

meningkatkan hasil belajar dan menambah keaktifan siswa adalah dengan


penggunaan media dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran dapat
membantu siswa untuk lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Media juga dapat diartikan sebagai sarana atau alat bantu yang berguna
dalamproses pembelajaran, salah satu media yang dapat diterapkan yaitu media
gambar. Media gambar merupakan salah satu benda konkret yang dapat dilihat
dan diamati oleh siswa. Oleh sebab itu, dengan menggunakan media pembelajaran
akan memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir


Kondisi Awal
1. Siswa tidak nyaman atau tidak antusias dengan metode mengajar
yang digunakan saat pembelajaran
2. Guru cenderung menggunakan metode ceramah, sehingga siswa
hanya diam mendengarkan materi yang disampaikan guru, siswa
kurang aktif, serta ada yang siswa yang cerita dan bermain-main
sendiri saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Hampir dari keseluruhan siswa, kurang dari 50% siswa yang
mancapai ketuntasan hasil belajar mencapai KKM (≥70)

Tindakan Siklus I
Upaya Meningkatkan Hasil Melalui Model
Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantu
Tipe Jigsaw Berbantu Media Gambar
Media Gambar

Siklus II
Hasil Akhir
Melalui Model
Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Berbantu
Tipe Jigsaw Berbantu
Media Gambar
Media Gambar Dapat
Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Dan
Mencapai KKM (>70)
22

2.7 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka ditarik hipotesis tindakan
secara umum sebagai berikut: "Bagaimana Upaya Peningkatan Hasil Belajar
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantu Media Gambar
Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Dukuh 2 Salatiga?"
Secara khusus hipotesis yang dapat ditarik berdasarkan kerangka berpikir
diatas adalah sebagai berikut :
“Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Berbantu Media Gambar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Dukuh 2
Salatiga”.

Anda mungkin juga menyukai