Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

LAPORAN

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3-4 :


Judith Audry Alsim Simanjuntak (198600056)
Azirna Ade Irmaya (198600463)
Hasby Assihidiq (198600016)
Rizky Ananda (198600015)

KODE ETIK PSIKOLOGI


Dosen Pengampu : Adelin Australiati S, S.Psi, M.Psi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
T.A. 2022/2023
Tugas 1
Analisis kasus 2

Tugas 2
Contoh kasus dalam bidang Pio, klinis, Pendidikan

Contoh kasus pelanggaran kode etik psikologi dalam bidang pendidikan


Suatu SMA di daerah yang jauh dari kota ingin menggunakan tes psikologi sebagai salah satu
acuan untuk melihat kemampuan minat dan bakat siswa kelas 1 yang akan penjurusan di kelas 2
(IPA, IPS, dan Bahasa). Kemudian BK di SMA tersebut menghubungi seorang psikolog A yang
bekerja di sebuah biro psikologi yang mana hanya terdapat di kota yang letaknya jauh dari SMA
tersebut. Dalam hal ini biro psikologi tersebut mengadakan kerjasama untuk mengadakan tes
psikologi dengan pihak SMA tersebut. Pihak biro hanya mengirim alat- alat tes psikologi ke
SMA tersebut tanpa adanya seorang psikolog yang ikut serta, hal tersebut mengakibatkan yang
memberikan instruksi tes tersebut adalah tenaga BK di SMA tersebut yang memiliki gelas strata
1 dalam bidan pendidikan. Biro psikologi berpendapat melakukan hal tersebut karena kendala
jarak yang jauh, yang mana pihak SMA setuju dengan hal tersebut. Kemudian hasil tes psikologi
tersebut di kirim kembali ke pihak biro psikologi untuk di interpretasi oleh psikolog A. Dalam
hasil interpretasi ada seorang siswa B yang hasilnya menunjukan bahwa dia cocok di dalam
bidang IPS, namun orang tua siswa B menghubungi biro agar psikolog A menetapkan hasil tes
dari siswa B cocok ke jurusan IPA dengan iming-iming uang. Akhirnya psikolog Amerika
mengamini hal tersebut.

Kasus Pasal 10 tentang


Pendelegasian Pekerjaan Pada
Orang Lain
Mr. X merupakan lulusan
sarjana psikologi di Indonesia
dengan kurikulum
setelah tahun 1992, dan belum
mengikuti program profesi atau
magister profesi
yang memungkinkannya
untuk mendapat pengalaman
magang sebagai psikolog
praktik. Ia melamar sebagai staf
pegawai negeri sipil, namun
ditempatkan dalam
bagian psikologi di lingkungan
militer. Di lingkungannya, ia
mendapat pengawasan
dari Mr. A sebagai atasan
langsungnya. Mr. A merupakan
seorang perwira militer
yang juga merupakan lulusan
program sarjana kurikulum
lama, yang kemudian
melanjutkan studinya pada
program magister manajemen.
Atas perintah dari atasan
Mr. A, maka Mr. A meminta
Mr. X untuk menjadi asistennya
dalam melakukan
psikotes di bawah
pengawasannya. Dengan
mempertimbangkan
keterbatasan dana
dan sumber daya manusia yang
ada di lingkungan kantornya
maka Mr. A tidak
hanya meminta Mr. X
melakukan administrasi tes
namun juga meliputi
interpretasi
tes yang mendorong
rekomendasi untuk melakukan
tindakan tertentu bagi personil
militer. Di sisi lain, Mr. X
merasa bahwa pengetahuan
psikodiagnostiknya tidak
memadai untuk melakukan
interpretasi tes. Mr. A yang juga
salah satu pengurus
HIMPSI, kemudian mengirim
Mr. X untuk menceritakan
kasus ini pada ketua
HIMPSI di wilayahnya.
Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Psikologi di Bidang PIO
Kasus Pasal 10 tentang
Pendelegasian Pekerjaan Pada
Orang Lain
Mr. X merupakan lulusan
sarjana psikologi di Indonesia
dengan kurikulum
setelah tahun 1992, dan belum
mengikuti program profesi atau
magister profesi
yang memungkinkannya
untuk mendapat pengalaman
magang sebagai psikolog
praktik. Ia melamar sebagai staf
pegawai negeri sipil, namun
ditempatkan dalam
bagian psikologi di lingkungan
militer. Di lingkungannya, ia
mendapat pengawasan
dari Mr. A sebagai atasan
langsungnya. Mr. A merupakan
seorang perwira militer
yang juga merupakan lulusan
program sarjana kurikulum
lama, yang kemudian
melanjutkan studinya pada
program magister manajemen.
Atas perintah dari atasan
Mr. A, maka Mr. A meminta
Mr. X untuk menjadi asistennya
dalam melakukan
psikotes di bawah
pengawasannya. Dengan
mempertimbangkan
keterbatasan dana
dan sumber daya manusia yang
ada di lingkungan kantornya
maka Mr. A tidak
hanya meminta Mr. X
melakukan administrasi tes
namun juga meliputi
interpretasi
tes yang mendorong
rekomendasi untuk melakukan
tindakan tertentu bagi personil
militer. Di sisi lain, Mr. X
merasa bahwa pengetahuan
psikodiagnostiknya tidak
memadai untuk melakukan
interpretasi tes. Mr. A yang juga
salah satu pengurus
HIMPSI, kemudian mengirim
Mr. X untuk menceritakan
kasus ini pada ketua
HIMPSI di wilayahnya.
Kasus Pasal 10 tentang
Pendelegasian Pekerjaan Pada
Orang Lain
Mr. X merupakan lulusan
sarjana psikologi di Indonesia
dengan kurikulum
setelah tahun 1992, dan belum
mengikuti program profesi atau
magister profesi
yang memungkinkannya
untuk mendapat pengalaman
magang sebagai psikolog
praktik. Ia melamar sebagai staf
pegawai negeri sipil, namun
ditempatkan dalam
bagian psikologi di lingkungan
militer. Di lingkungannya, ia
mendapat pengawasan
dari Mr. A sebagai atasan
langsungnya. Mr. A merupakan
seorang perwira militer
yang juga merupakan lulusan
program sarjana kurikulum
lama, yang kemudian
melanjutkan studinya pada
program magister manajemen.
Atas perintah dari atasan
Mr. A, maka Mr. A meminta
Mr. X untuk menjadi asistennya
dalam melakukan
psikotes di bawah
pengawasannya. Dengan
mempertimbangkan
keterbatasan dana
dan sumber daya manusia yang
ada di lingkungan kantornya
maka Mr. A tidak
hanya meminta Mr. X
melakukan administrasi tes
namun juga meliputi
interpretasi
tes yang mendorong
rekomendasi untuk melakukan
tindakan tertentu bagi personil
militer. Di sisi lain, Mr. X
merasa bahwa pengetahuan
psikodiagnostiknya tidak
memadai untuk melakukan
interpretasi tes. Mr. A yang juga
salah satu pengurus
HIMPSI, kemudian mengirim
Mr. X untuk menceritakan
kasus ini pada ketua
HIMPSI di wilayahnya.
Kasus Pasal 10 tentang Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang Lain
Mr. X merupakan lulusan sarjana psikologi di Indonesia dengan kurikulum setelah tahun 1992,
dan belum mengikuti program profesi atau magister profesi yang memungkinkannya untuk
mendapat pengalaman magang sebagai psikologpraktik. Ia melamar sebagai staf pegawai
negeri sipil, namun ditempatkan dalam bagian psikologi di lingkungan militer. Di
lingkungannya, ia mendapat pengawasandari Mr. A sebagai atasan langsungnya. Mr. A
merupakan seorang perwira militer yang juga merupakan lulusan program sarjana kurikulum
lama, yang kemudian melanjutkan studinya pada program magister manajemen. Atas perintah
dari atasan Mr. A, maka Mr. A meminta Mr. X untuk menjadi asistennya dalam melakukan
psikotes di bawah pengawasannya. Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan sumber
daya manusia yang ada di lingkungan kantornya maka Mr. A tidak hanya meminta Mr. X
melakukan administrasi tes namun juga meliputi interpretasites yang mendorong rekomendasi
untuk melakukan tindakan tertentu bagi personil militer. Di sisi lain, Mr. X merasa bahwa
pengetahuan psikodiagnostiknya tidak memadai untuk melakukan interpretasi tes. Mr. A yang
juga salah satu pengurus HIMPSI, kemudian mengirim Mr. X untuk menceritakan kasus ini
pada ketua HIMPSI di wilayahnya.

Tugas 3
Wawancara seorang PSIKOLOG PIO
Hari : Senin
Tanggal : 28 November 2022
Jam : 13.30

1. Pewawancara : Jelaskan riwayat pendidikan ibu ?


Psikolog : Nama saya Dr. Suryani Hardjo,M.A,Psikolog, SMA di Stabat, S1
Psiologi di Universitas medan area. S2 Magister psikologi Universitas gajah mada.
Dahulu zaman saya untuk mendapat gelar Sikolog harus ikut pelatihan HIMPSI di jogja.
Untuk mendapat gelar ini saya harus menyelesaikan semua kasus, kasus
perkembangan,kasus klinis, kasus pio, dan kasus pendidikan. Saya lebih minat ke PIO
karna penelitian saya juga di PIO dan dosen pembimbing saya juga PIO Karna
kurikulum lama jadi tidak ada pembagian atau spesialisasi. Tamat S1 langsung sudah
bisa menjadi Psikolog. Tahun 2004 ada pengumuman dosen tidak boleh S1 , waktu itu
pilihan saya ingin daftar ke USU karena dekat untuk melanjukan pendidikan tetapi pada
waktu itu USU hanya mendapat gelar M.psi sikolog Lalu saya memutuskan untuk
melanjutkan pendidikan saya ke universitas gajah mada (UGM). 2006- 2008 saya selesai
pendidikan dan tetap mengambil PIO. Surat sebutan sikolog saya dapatkan tahun 1996.
Saya ambil psikologi islam di UMJ sesuai dengan harapan saya 4 tahun.

2. Pewawancara : Jelaskan riwayat pekerjaaan ibu?


Psikolog : Sebelum tamat, kebetulan saya angkatan pertama pada tahun 85 jdi di
semester 7 dosen-dosen ini butuh asisten, dia bilang kalau Ip nya di atas 3 silahkan
daftarin menjadi asisten karna saya butuh , lalu saya daftar dan saya diterima menjadi
asisten dosen dengan gaji Rp 60.000 pada saat itu. setelah tamat S1 baru diajukan
menjadi dosen karna sudah banyak pengalaman menjadi asisten matakuliah eksperimen,
matakuliah tes minat bakat, matakuliah intekegensi di UMA. Pekerjaan sampingan saya
juga menjadi konsultan di dinas perlindungan anak,lembaga prima personality (biro
psikologi terapan), Saya juga buka praktek atau biro sendiri.

3. Pewawancara : Job/ wewenang apa yang sedang ibu jalani saat ini?
Psikolog : pada saat ini saya dipercayakan sebagai wakil direktur 1 pascasarjana
itu job des nya kaitannya dengan akademis, penelitian dan pengabdian . akademis disini
mencakup semua prodi dan saya memonitoring semuanya.

4. pewawancara : Layanan psikologi apa yang pernah ibu berikan kepada klien ibu?
Psikolog : kalau misal ada klien dan harus ada penangan khusus saya serahkan
kepada bu irna atau ke psikiater ,kalau misalnya ada anak-anak kebutuhan khusus saya
serahkan ke pak mariono karna harus bekerjasama dangan spesialisasi yang benar, tapi
kalau yang pio assesment, rekrut saya tangani sendiri.

5. pewawancara : Sebagai seorang psikolog, bagaimana pendapat ibu terkait pelanggaran


kode etik di bidang PIO?
Psikolog : sepemahaman saya kaitan kode etik ini kan berkaitan dengan surat izin
praktik jdi kita selalu ada assesment di Himpsi sendiri untuk mendapatkan surat izin
praktik banyak orang-orang yang tidak menggunakan itu misalnya sepele dengan tidak
menggunakan surat izin, menurut saya itu yang melanggar kode etik.

6. Pewawancara : Seperti apa bentuk pelanggaran yang biasa terjadi di bidang khusnya
pio ?
Psikolog : ini tuntutan masyarakat juga Ada orang ingin latihan dan mendatangi
lembaga atau biro dengan tujuan untuk belajar dan latihan tes psikotes agar lulus waktu
seleksi ,ini juga termasuk pelanggaran kode etik

7. Pewawancara : Di dalam kode etik ada namanya pelanggaran ringan,sedang dan


berat, kalau di psikolog sendiri bagaimana pendapat ibu ?
Psikolog : saya susah bilang ini standar ringan,sedang dan berat. karna
hukumannya juga belum jelas, undang-undangnya juga baru keluar maka dari itu belum
bisa bertindak. Kalau saya kerjakan dengan hari nurani kalau itu bukan lahan saya.
Kembali lagi ke kita kalau kompetensi kita tidak ada disitu kenapa harus dilakukan.
Kalau Perkara memperkecil alat ukur,mengurangi alat ukur karna untuk mempercepat
maka dari itu tidak ada penjelasan langsung. Makanya psikologi mengambil keputusan
dari data yang kita peroleh dari alat ukur, metode berapa alat ukurnya dll.

8. Pewawancara : Menurut ibu untuk aturan kode etik sekarang ini ada tidak regulasi
menurut ibu yang perlu di ubah atau ngambang?
Psikolog : kita bekerja sesuai rull nya, mau lembaga-lembaga yang lain
gimana-gimana saya tidak mau tau yang penting kita kerja sesuai rull,kalau kita temukan
di tengah jalan seperti ini kita tetap pada rullnya ketika ada pelanggaan-pelanggaran saya
tidak menyalahkan sistem tapi sampai saat ini dimana fungsi kontrol Himpsi atau ada
tidak hukuman misal ada lembaga ini menyalahkan lembaga yang lain terus apakah
hukuman dari Himpsi misalnya surat izin nya di cabut atau apa.

9. Pewawancara : pernah tidak ibu karna hati nurani ibu berbeda dalam menangani
keadaan darurat dalam menangani klien ?
Psikolog : analoginya melanggar kode etik , kalau saya lebih tadi apapun
nanti rekomendasinya terserah yang penting saya sesuaikan alat ukurnya sama, alat
tesnya sama. saya tidak mau dia tidak ikut tes lulus, pokoknya harus ikut masalah nanti
hasilnya dia yang makai silahkan nantinya, tapi ini hasilnya tanpa mengurangi . Konflik
yang selalu muncul dan melanggar hati nurani saya seperti anak yang mengikuti tes, anak
ini lulus tapi tidak diluluskan dikarenakan ditimpa dengan anak yang tidak mengikuti tes.
Setiap orang punya hak untuk lulus , kalau kita melakukan seperti itu sama saja kita
menzolimi hak orang lain. Tapi kalau masalah alat ukur,prosedur, jadwal tetep kami
lakukan .

10. Pewawancara : Apakah ibu pernah menangani klien pada saat ibu sedang
memiliki masalah?
Psikolog : manusia siapa yang tidak memiliki problem, kita sebagai sikolog
juga mempunyai kemampuan profesioal, kita punya problem misal di masalah kognitif,
profesionalnya kita kan harus melayani itu jdi kalau selama ini kita kan ada tim secara
emosional yang pertama yang harus memang stabil tidak mencampurkan masalah pribadi
dengan masalah klien itukan tidak profesional, maka dari itu kita sendiri harus bisa
problem solving, kita harus bisa menempatkan masalah dan menyelesaikan masalah kita
sendiri dengan cara kita dengan kesepakatan waktu anatara kita dan klien (stabil
kembali), kita tidak boleh larut dalam masalah dalam melakukan konseling itulah
profesional. “Konselor yang baik adalah koselor yang pernah konseling”.

11. Pewawancara : bagaimana memeberikan konseling ketika ada orang curhat


tentang masalah penikahan misalnya kdrt sementara kita sendiri belum menikah ?
Psikolog : sebenernya orang konseling ini mempunyai masalah yang
berbeda ,masalah nya apa dan untuk memberikan konseling tidak harus sudah yang
menikah, orang datang konseling kan karna burtuh curhatan yaudah kita dengar tetapi
kalau dia butuh advice maka kita harus memberikan terapi kognitif atau terapi emotional
tidak harus menikah karna kita harus memiliki teknik-teknik. Misalnya terapi kognitif
yang diberikan klien untuk mengambil keputusan. Konsep terapi kognif itu kembali
kepada klien itu sendiri jadi kita tidak terlibat.

12. Pewawancara : apakah ibu pernah mendapatkan klien yang dia sendri belum puas
dan ingin berlanjut tetapi waktu konseling sudah habis ?
Psikolog : tidak, dalam konseling itu ada tahap namanya terminasi yaitu
ketika dia pulang sudah oke ,saya selalu gunakan terapi kognitif . tapi secara umum karna
mungkin saya menjiwai konseling ini belum pernah saya dengan klien terus saya
mengundurkan diri .

13. Pewawancara : apakah ibu pernah melakukan pelanggaran kode etik baik
ringan,sedang atau berat ?
Psikolog : saya mungkin psikolog pertama yang masih menjaga kode etik,
sampai detik ini saya juga tidak pernah memberikan pelatihan yang melanggar kode etik,
kemudian surat izin praktek saya juga ada,sampai detik ini saya juga gak merasa
melakukan pelanggaran , saya pastikan untuk pelanggaran ringan,sedang dan berat saya
tidak pernah melakukannya karena saya masih berada di bawah pengawasan Himpsi.
Wawancara seorang ILMUWAN PSIKOLOGI
Hari : Senin
Tanggal : 28 November 2022
Jam : 13.30

1. Pewawancara : Jelaskan riwayat pendidikan bapak ?


Psikolog : Nama saya Emil Salim, S,Psi., M.Psi., untuk Riwayat Pendidikan S1
(2015) dan S2 (2020) Psikologi saya di Universitas Medan Area untuk fokus nya saya
mengambil PIO.

2. Pewawancara : Jelaskan riwayat pekerjaaan bapak ?


Psikolog : saya bekerja di Kepolisian RI pada tahun 2008 dengan menyandang
pangkat Brigadir Polisi Dua (BRIPDA), penempatan pertama saya di Satuan Brimob
Polda Sumut, kemudian pada tahun 2018 saya mutasI ke Biro SDM Polda Sumut khusus
nya di Bagian Psikologi dan baru – baru ini saya baru menyelesaikan sekolah perwira di
Suka Bumi dan pangkat saya sekarang Inspektur Polisi Dua (IPDA) kemudian saya
ditempatkan di Polres Samosir.

3. Pewawancara : Job/ wewenang apa yang sedang bapak jalani saat ini?
Psikolog : Untuk saat ini saya bekerja di Polres Samosir

4. pewawancara : Layanan psikologi apa yang pernah bapak berikan kepada klien?
Psikolog : Layanan Psikologi yang pernah saya berikan yaitu, Konseling terhadap
personil Polri

5. pewawancara : Sebagai seorang ilmuwan psikologi, bagaimana pendapat bapak terkait


pelanggaran kode etik di bidang PIO?
Psikolog : Menurut saya, disetiap organisasi ada saja yang melakukan
pelanggaran tetapi dibiarkan saja tanpa ada yang mengingatkan dan memberikan tindakan
tegas
6. Pewawancara : Seperti apa bentuk pelanggaran yang biasa terjadi di bidang khusnya
pio ?
Psikolog : Masih adanya oknum yang melakukan wewenang psikolog tetapi ia
bukan seorang psikolog, contoh nya memberikan pengujian tes psikologi kemudian
menilai hasil tes psikologi tersebut.

7. Pewawancara : Di dalam kode etik ada namanya pelanggaran ringan,sedang dan


berat, kalau di ilmuwan psikologi sendiri bagaimana pendapat bapak ?
Psikolog : Menurut saya sebagai ilmuwan psikologi, saya melaksanakan apa
yang menjadi tanggung jawab saya sebagai ilmuwan psikologi dan tidak melakukan
wewenang yang diluar dari tanggung jawab saya.

8. Pewawancara : Menurut bapak untuk aturan kode etik sekarang ini ada tidak
regulasi menurut ibu yang perlu di ubah atau ngambang?
Psikolog : Sampai saat ini belum ada aturan kode etik yang perlu diubah

9. Pewawancara : apakah bapak pernah melakukan pelanggaran kode etik baik


ringan,sedang atau berat ?
Psikolog : Saya rasa, saya tidak pernah melakukan pelanggaran baik
ringan, sedang maupun berat.

Dokumentasi Wawancara terhadap Ilmuwan Psikologi PIO

Anda mungkin juga menyukai