Anda di halaman 1dari 88

PENGARUH EKSTRAK BUAH PINANG SIRIH (Arecha Catechu L)

SEBAGAI ANTIHELMINTIK CACING PITA (Ascaradia Galli) PADA AYAM

Oleh

Sampurna
NIM : 15.1.12.5.111

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM

MATARAM

2017
PENGARUH EKSTRAK BUAH PINANG SIRIH (Arecha Catechu L)
SEBAGAI ANTIHELMINTIK CACING PITA (Ascaradia Galli) PADA USUS
AYAM

Skripsi

Diajukan kepada IAIN Mataram untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh


gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Sampurna
NIM : 15.1.12.5.111

JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM

MATARAM

2017
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
Kampus I Jln.Pendidikan No.35 Telp. (0370) 621298 625337 634490 (Fax. 625337)

Kampus II Jln. Gajah Mada Jempong Tlp. (0370) 623809-621298

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “pengaruh ekstrak bijipinang sirih (arecha catechu l.)
sebagai antihelmintik cacing pita (ascaradia galli) pada ayam” oleh Sampurna, NIM.
15.1.12.5.111 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Prodi IPA Biologi, telah di
munaqasyah-kan pada tanggal 2016 dan telah dinyatakan syah sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Dewan Munaqasyah

Ketua Sidang/ Dr. Suhirman, M.Si


Pembimbing I NIP.197104092000031002

Sekertaris Sidang/ Yahdi. M.Si


Pembimbing II NIP. 198012312007011029

Nurdiana, SP,. MP
Penguji I
NIP.196505302005012001
Penguji II
Dr. Ir. Edi M. Jayadi,MP
NIP.196712312003121008
MOTTO :



Artinya :Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).


(SuratAr-rahman, Ayat60)1

1
Tim Syaamil Al-Qur’an.Hijaz Terjemah Tafsir Per Kata.(Bandung: Sygma Publishing,
2007).h.533.
PERSEMBAHAN :

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta (ayulan dan danean), yang menjadi motivator
dalam hidupku yang dengan tetesan keringat dalam kerja kerasnya mencari
nafkah untuk pendidikanku guna meraih impian, meraih masa depan yang
gemilang dan yang tak pernah bosan mengulurkan tangannya untuk
membangkitkanku dari keterpurukan dan keputusasaan serta senantiasa
menengadahkan tangannya untuk memanjatkan do’a dengan hati yang tulus
ikhlas demi kesuksesanku. Mereka selalu berkata padaku agar aku menjadi orang
yang lebih baik dari pada mereka. Namun, aku tidak akan pernah menjadi orang
yang lebih baik dari pada mereka, karena merekalah sosok yang terbaik dalam
hidupku.Adik-adikku (laras dan akbar) yang sangat kusayangi yang selalu
menghiburku di kala masa kelamku, meskipun kita sering bertengkar, namun
pertengkaran itu membuatku tahu betapa kalian menyayangiku dan semakin
mempererat persaudaraan kita. Kakek dan Nenekkutercinta (Munakip dan
Nurminah) terimakasih atas kasih sayang yang kalian curahkan, bersenda gurau
bersama kalian menghilangkan semua penatku. Beserta semua keluarga besar
yang selalu menjadi teladan, motivasi dan inspirasi terbesar dalam hidupku.
Terima kasih banyak atas dukungan dan do’a kalian untukku.
2. Sahabat-sahabatku (Khairul Ummam, Diana, Maslia, Kamariah, Erna, Ika dan
Aini). Hari-hari yang kulalui bersama kalian di bangku kuliah akan menjadi
moment indah dan bersejarah dalam hidupku. Terimakasih atas motivasi,
dukungan dan bantuan yang kalian berikan padaku. Semoga kita bisa menggapai
mimpi dan membuka gerbang masa depan kita yang gemilang.
3. Teman-teman seperjuangan yang membantu penelitianku (Sabri, Hadi, Hariyadi,
Nandar, Hasyim, Busairi, Rahil, Aulia dan Haris), serta teman-teman kelas C
pendidikan IPA Biologi angkatan 2012 (Muliyana, Sabri, Zula, Sista, Ziana,
Mala, Arul, dan semuanya) kalian akan selalu ada dalam ingatan dan hatiku.
4. Almamater impian yang selama ini saya banggakan.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat segala karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi

salah satu syarat untuk menyusun skiripsi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd.) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Institut Agama Islam Negeri

Mataram.Shalawat dan salam senantiasa pula tercurahkan kepada Baginda Rasulullah

Muhammad SAW, yang telah berjuang menumbuhkembangkan ajaran Islam

sehingga dapat menuntun umat manusia menuju keimanan.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu

dalam memberikan bimbingan, saran-saran dan informasi yang sangat berharga

kepada penulis, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Suherman. M.Si., selaku pembimbing I dan Bapak Yahdi, M.Si.,

selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

membimbing dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. IbuLutvia Krismayanti, M.Kes., selaku dosen wali yang selalu mengontrol,

membimbing dan memberikan semangat kepada kami mahasiswa/pendidikannya.

3. Bapakdan Ibu Dosen IAIN Mataram yang telah banyak memberikan bimbingan

selama melaksanakan studi di IAIN Mataram.


4. Ibu Dwi Wahyudiati, M.Pd., selaku ketua jurusan pendidikan IPA Biologi dan

Bapak Alwan Mahsul, M.Pd., selaku sekretaris jurusan pendidikan IPA Biologi.

5. Ibu Dr.Hj. Nurul Yakin, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram

serta seluruh stafnya yang telah memberikan kemudahan bagi peneliti dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. H. Mutawalli, M.Ag selaku Rektor IAIN Mataram.

7. Keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan kritik, saran, dan motivasi

dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Semua pihak yang telah membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini yang tidak

bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak jauh dari kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan

demi penyempurnaannya. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

pribadi dan juga bagi semua pihak yang membacanya, semoga Allah meridhoinya,

Amiin.

Mataram, 5 Januari 2017

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
NOTA DINAS ................................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
ABSTRAK ...................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Penegasan Istilah ............................................................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 10

A. Tinjauan Tentang Buah Pinang (Areca catechu L.) Cv. Sirih ......... 10
1. Asal geografi dan habitat buah pinang (Areca catechu linn)
Cv. Sirih .................................................................................... 10
2. Taksonomi dan Karakteristik Buah Pinang (Areca Catechu
Linn) Cv. Sirih .......................................................................... 11
a. Taksonomi Buah Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih .. 11
b. Karakteristik Buah Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih 12
3. Morfologi Tumbuhan Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih .. 13
4. Jenis-Jenis Tumbuhan Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih . 15
5. Sistem Reproduksi Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih ..... 19
a. Reproduksi Generative ...................................................... 19
b. Reproduksi Vegetatif......................................................... 20
6. Kandungan dan Manfaat Buah Pinang (Arecha Catechu L)
Cv. Sirih .................................................................................... 20
B. Tinjauan Tentang Parasit (Merugikan) Cacing ............................... 21
1. Parasit ....................................................................................... 21
2. Pengertian Cacing (Taenia) ...................................................... 22
3. Mekanisme Siklus Hidupnya Cacing ....................................... 23
4. Sistem Reproduksi Pada Cacing............................................... 23
5. Jenis-Jenis Cacing Pada Hewan ............................................... 24
6. Taksonomi Cacing Pita............................................................. 27
a. Taksonomi Cacing Pita ..................................................... 27
b. Penyebaran di Dunia ......................................................... 29
c. Penyebaran di Indonesia .................................................... 30
C. Ayam ............................................................................................... 31
1. Ayam Ras .................................................................................... 31
2. Jenis-Jenis Penyakit pada Ayam ................................................. 32
D. Antihelmintik ................................................................................... 34
1. Antihelmintik .............................................................................. 34
2. Jenis-Jenis Antihelmitik.............................................................. 35
E. Kerangka Berpikir ........................................................................... 35
F. Hipotesis .......................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 38
A. Desain Penelitian ............................................................................. 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 39
C. Populasi dan Teknik Sampling ........................................................ 39
D. Instrument Penelitian ....................................................................... 40
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 41
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 44
G. Teknik Analisis Data ....................................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 46
A. Hasil Penelitian ................................................................................ 46
B. Analisis Data.................................................................................... 49
C. Pembahasan ..................................................................................... 60
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 63
A. Simpulan ........................................................................................... 63
B. Saran.................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kosentrasi dalam ml Ekstrak Biji Pinang dan Air pada

masing-masing Kosentrasi. .............................................................. 42

Tabel 3.2 Interpretasi kofesien potensi ............................................................ 45

Tabel 4.1 Jumlah cacing pita yang mati dengan mennggunakan

kombatrin. ........................................................................................ 46

Tabel 4.2 Jumlah cacing pita yang mati dengan menggunakan

ekstrak biji pinang sirih(Areca catechu linn). ................................. 47

Tabel 4.3 Perbandingan jumlah kematian cacing pita dengan

menggunakan ekstrak bijipinang (b) dan kombatrin(k). ................ 48

Tabel 4.4 Hasil potensiekstrak biji pinang terhadap kematian

cacing pita ....................................................................................... 49

Tabel 4.5 Hasil potensikombatrin terhadap kematian cacing pita. .................. 50

Tabel 4.6 Perbandingan potensi ekstrak biji pinangdan kombatrin

terhadap kematian cacing pita ......................................................... 50

Tabel 4.7 Chi kuadrat ...................................................................................... 54

Tabel 4.8 Chi kuadrat ...................................................................................... 58

Tabel 4.9 Deviasi Data ekstrak biji pinang ...................................................... 58

Tabel 4.10 Deviasi Data kombatrin ................................................................. 58


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Biji pinang sirih (Areca Catechu Linn) ........................................ 12

Gambar 2.2 Siklus hidup cacing ...................................................................... 24

Gambar 2.3 Siklus hidup Taenia sp ................................................................. 27

Gambar 4.1 Grafik presentase kematian cacing pita ........................................ 48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil perhitungan presentase jumlah kematian cacing dengan ekstra biji
pinang
Lampiran 2 Hasil perhitungan presentase jumlah kematian cacing dengan kombatrin
Lampiran 3 Uji prasarat ekstrak biji pinang
Lampiran 4 Uji prasarat kombatrin
Lampiran 5 Uji homogenitas dan Uji t (Separated Varians)
Lampiran 6 Gambar Hasil Dokumentasi
Lampiran 7 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 8 Kartu Konsultasi
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian
PENGARUH EKSTRAK BUAH PINANG SIRIH (Arecha Catechu L.)
SEBAGAI ANTIHELMINTIK CACING PITA (Ascaradia Galli) PADA AYAM

ABSTRAK

oleh
Sampurna
NIM : 15.1.12.5.111

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ekstrak biji pinang sirih (arecha
catechu l.) sebagai antihelmintik Cacing Pita (Ascaradia Galli) Pada Ayam.
Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola factorial terdiri
atas ekstrak biji pinang sirih dengan taraf konsentrasi 5%, 25%,50%, dan 75.
lama perendaman untuk mengetahui antibiotic (obat cacing) untuk mengetahu
tingkat kematian dengan taraf lama perendaman 12 jam dengan 5 kali ulangan
dan 5 perlakuan. Data yang diperoleh tersebut dianalisis menggunakan uji t
separated varian dari hasil uji tersebut diperoleh nilai thitung sebesar 1,47
sedangkan nilai ttabel sebesar 1,860 dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2 =
5 + 5 – 2 = 8 yang menunjukkan bahwa thitung < ttabel dengan criteria keputusan
jika nilai thitung lebih kecil dari pada ttabel maka Ha ditolak dan Ho diterima tetapi
jika thitung lebih besar dari pada ttabel maka Ha ditolak dan Ho diterima. Karena nilai
thitung lebih kecil dari pada ttabel maka Ha ditolak dan Ho diterima dengan demikian
tidak ada pengaruh ekstrak biji pinang sebagai antihelmintik cacing pita pada
ayam dan tidak ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin
sebagai antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam. Hal ini terlihat
dari hasil analisis data yaitu t-hitung < t-tabel sehingga Ha ditolak.

Kata Kunci : Pengaruh, ekstrak biji pinang sirih (Arecha Catechu L.), Antihelmintik ,
cacing pita (Ascaradia Galli), ayam
.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biji pinang merupakan salah satu biji tropis yang sangat digemari oleh

sebagian masyarakat Indonesia karena memiliki khasiat ampuh untuk kesehatan.

Ada beberapa varietas pinang komersial diantaranya yakni pinang sirih (Arecha

catechu l.). Bijipinang sirih adalah biji berukuran sedang dengan kulit biji yang

masih muda hijau dan memiliki rasa yang agak pahit, pedas, hangat. Pinang sirih

(Arecha catechu l.) yang segar mengandung senyawa yang baik untuk sistem

pencernaan, gusi dan baik bagi manusia. Di samping sebagai bahan pengobatan

untuk kebutuhan pribadi, bijipinang sirih juga dapat menjadi salah satu peluang

usaha yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi.

Berdasarkan hasil obserpasi awal dalam penelitian ini secara empiris di

desa landah kec. Praya timur. Kab. Lombok tengah sebagian besar masyarakat

cukup telaten dalam pemeliharaan ayam, baik dalam jumlah sedikit maupun

jumlah besar. Permasalahan yang kerapterjadi dalam pemeliharaan perternak

yaitu berat ayam dan menurunya produktipitas telus disebabkan oleh cacing pita.

Penyakit ini walaupun normal, tapi pada aras yang tinggi akan mulai timbul suatu

masalah. Pencegahan dan pengobatan cacingan ternak dapat dilakukan dengan

beberapa aplikasi obat komersial yang beredar di pasaran, Akan tetapi obat-

obatan komersial sulit didapatkan di derah terpencil. Obat-obatan tradisional bisa

menjadi alternatif untuk obat-obat yang mahal. Cara pengobatan tradisional


untuk penanganan berbagai penyakit ternak tersebut telah berkembang luas di

masyarakat, baik pengobatan secara ilmiah dapat diterima ataupun pengobatan

di luar keilmiahan. Praktek-praktek pengobatan tersebut sangat membantu dalam

penanganan sementara petugas kesehatan hewan tidak ada. Saat ini

sudah banyak ditemukan khasiat farmakoseutika dari berbagai tanaman, yang

dapat dimanfaatkan untuk penanganan masalah kesehatan ternak, sehingga

produktivitas ternak tetap terjaga atau diperbaiki. Pinang merupakan salah satu

tanaman herba potensial, yaitu tanaman atau bahan alami yang memiliki

kandungan kimia yang bersifat farmakoseutika atau berkhasiat sebagai

obat maupun memberikan efek sinergi dalam pengobatan dan pemeliharaan

kesehatan. khususnya cacing dari golongan Nematoda sepertihalnya Cacing

Ascaridia galli merupakan nematoda parasitik yang sering ditemukan pada

unggas termasuk ayam petelur. Parasit tersebut menyebabkan kerugian kepada

peternak berupa,penurunan produksi telur. Hal tersebut karena cacing selain

menyerap zat-zat makanan juga menyebabkan kerusakan sel-sel epitel villi

serta berkurangnya luas permukaan villi usus yang berperanan dalam proses

pencernaan dan penyerapan makanan. Penanggulangan terhadap infeksi parasit

cacing yang sering dilakukan pada saat ini adalah dengan memberi obat

cacing (Antelmintik) dengan buah pinang.

Pinang sirih (Arecha Catechu L.) merupakan tanaman yang tergolong ke

dalam family Palmae (palem-paleman) tumbuhan dengan baik di wilayah

Indonesia.Pinang sirih termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal oleh


masyarakat luas karena penyebarannya yang secara alami merambah diberbagai

daerah. Berdasarkan bentuk atau perawakannya, pinang sirih termasuk dalam

suku Arecaceae.

Salah satu alternatif biji pinang sirih(Arecha Catechu L.) untuk bahan

tanaman obatalami telah terdaftar dalam prioritas WHO (Word Health

Organization) atau organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah

perserikatan bangsa-bangsa (PBB), biji atau biji ternyata banyak sekali dipakai

untuk ramuan obat-obatan didunia dan sudah dipakai oleh 23 Negara.

Potensi biji pinang (Arecha Catechu L.) dalam literatursnya

mengungkapkan bahwa, biji pinang bukan hanya dipaki dalam dunia kesehatan,

di dalam bidang industri bisa dijadikan sebagaiproduk-produk yang bernilai

ekonomis seperti ramuan pembuatan sabun, penyamak kulit, pasta gigi, pewarna,

kosmetik, dan pembuatan cat. Direktorat jendral perkebunan yang bernaung

dibawah departemen pertanian, jugak mengukapkan cukup rinci data-data

statistik dari tanaman perkebunan tersebut. Tidak kurang dari 21 jenis tanaman

perkebunan yang sudah dan sedang dikembangkan dewasa ini, yang antara lain

dituangkan dalam buku yang berjudul “statistik perkebunan indonesia”.2

Biji pinang sirih (Arecha Catechu L.) dalam bidang kesehatan dapat

dimanfatakan sebagai obat eksim, obat gigi, obat flu, obat luka, obat cacing. zat

aktif yang terkandung dalam biji atau biji pinang seperti kandungan zat Alkaloid,

Guracine (Guacine), guvacoline , Arecoline, kandung tersebut mampu


2
Padmiarso M. Wijoyo. Sehat Dengan Tanaman Obat.(Jakarta: Bee Media Indonesia. 2008) hal. 88
memnghambat perkembangan bakteri, virus maupun parasit pada hewan atau

manusia. Arecolinemerupakan suatu senyawa Ester Metal-Tetrahidrometil-

Nikotinat yang bersipat CholinergicArecoline.Kandungan Arecoline yang

berujud minyak basa keras yang bersipat racun. Arecoline berfungsi sebagai

penghambat glukosa ke dalam cacing mengakibatkan kerusakan struktur

subseluler, sekresi asetikolinesterase menyebabkan cacing akan mati, antivirus

dan antijamur. Sedangkan kolinergiknya akan meningkatkan sekresi, dan

peristaltic usus. Kandungan alkaloid, berfungsi sebagai zat razun yang dapat

melumpuhkan serangan cacing pada lambung. Sedangkan kulit bijipinang

mengandung Condensed Tannin, Arecoline bereaksi melumpuhkan taenia,

terutama taenia solium.3

Parasit adalah organisme yang termasuk kelompok hewan (Animal

Parasite) yang membutuhkan makhluk hidup lain sebagi sumber makanan

sehingga dapat merugikan kehidupan bahkan dapat menimbulkan kematian induk

semang (Hospes) tepatnya menumpang hidup pada hewan.Siklus hidup cacing

berawal dari fisees atau kotoran manusia dan hewan.Fase awal dari cang dimulai

dalam Proglotid terdapat ribuan telur yang telah dibijii (Zigot).Zigot tersebut

kemudian berkembang menjadi larva Onkosferdi dalam kulit telur. Jika telur

tersebut termakan sapi, kambing ataupun ayam, larva Onkosferakan masuk

melewati saluran pencernaan kemudian menebus usus kemudia akanmasuk

3
Setiawan Dalimartha. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. (Jakarta: Anggota IKAPI, 2009). Hal
28
kedalam pembuluh darah atau pembulu limfa dan akhirnya sampe ke otot lurik.

Didalam otot, larva Onkosferberubah menjadi kista dan berkembang menjadi

cacing gelembung atau Sisteserkusyang membentuk Skolekspada dindingnya,

ketika daging tersebut dikonsumsi maka Skoleksberpindah tempat akan

menempel kediding usus mengakibatkan terjadinya radang usus di dalam

pencernaan.

Pemanfatan biji pinang sebagai bahan baku obat cacing, telah diuji

efektifitasnya, baik secara invitro maupun in vivo untuk membuktikan khasiat

Antihelmintik. Biji pinang telah diuji In Vitro (dalam media buatan) terhadap

cacing kait anjing hasil penguji menunjukan bahwa, selama 1 jam ada 18 cacing

mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam Pirantel Pamoatbelum ada yang

mati. Sedangkan pada In Vivo(dalam tubuh hidup) biji biji pinang dapat

menurunkan telur cacing sampai 74,3%, sedangkan Mebendazoldapat

menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan fungsi Antihelmintikbahwa biji

pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi kait pada

ajing. (Barlina, 2007)

Ekstrak biji pinang terhadap cacing Haemonchus contortus. Penelitian

yang dilakukan oleh Beriajaya et al. 1998, bertujuan untuk mengetahui

pengaruh ekstrak biji pinang terhadap cacing Haemonchus contortus secara in

vitro. Penelitian ini dilakukan terhadap cacing dewasa dan larva

cacing. Dalam penelitian ini digunakan biji pinang muda dan tua, yang setelah

dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 40 C


selama 4 hari. Potongan-potongan biji pinang kemudian dibuat serbuk dan

dibuat larutan biji pinang dalam 6 konsentrasi, yaitu 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji pinang muda dan tua mempunyai

pengaruh yang sama baik terhadap cacing H. Contortus maupun larvanya.

Pada cacing dewasa terlihat bahwa pada konsentrasi 0,1 g/ml cukup

memberi pengaruh sehingga sebagian cacing kedapatan mati. Pada larva

cacing terlihat bahwa makin tinggi konsentrasi biji pinang maka perkembangan

larva makin dihambat dimana tidak terdapat larva yang hidup pada konsentrasi

0,5 g/ml biji pinang tua. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa biji

pinang yang mengandung alkaloid arekolin mungkin berfungsi sebagai

antelmintik (Beriajaya et al., 1998).4

Bila dilihat dari tinjauan literatur di atas, apabila ekstrak biji pinang dituang

kedalam tumpukan fisees ke tempat hidupnya cacing, akan terjadi suatu reaksi

dari senyawa alkaloid dan arecoline meresap ke dalam tubuh cacing terjadi

penghambat nutria serta glukosa kedalam tubuh cacing mengakibatkan kematian,

kemudian Alkoloid akan bereaksi ke sistem saraf pusat yang akan berdampak

pada aktipitas cacing .

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik dan

memandang penting untuk melakukan penelitian ini mengenai “pengaruh ekstrak

4
Makalah nudidaya dan farming system, Aulia Evi Susanti, Agung Prabowo Potensi Pinang (Areca
catechu) sebagai Antelmintik untuk Ternak. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan)
hal. 407
biji pinang sirih (arecha catechu l.)sebagai antihelmintik Cacing Pita (Ascaradia

Galli) Pada Ayam”.

B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

a. Apakah ada pengaruh ekstrak bijipinang sirih (arecha catechu l.) sebagai

antihelmintik cacing pita (ascaradia galli) pada ayam?

b. Apakah ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin

sebagai antihelmintik cacing pita (Ascaradia galli) pada ayam?

2. Batasan Masalah

Sesuai objek yang ingin dikaji dan diamati oleh peneliti dan untuk

memudahkan pembaca dalam memahami, peneliti memberikan batasan

masalah sebagai acuan untuk memahami hasil penelitian ini. Adapun batasan

masalah dalam peneliti sebagai berikut:

a. Biji pinang yang digunakan biji pinang sirihyang masih muda, berwarna

hijau.

b. Cacing yang dimaksud disini ialah cacing gelang (Ascaradia galli) pada

usus ayam. Akan tetapi titik focus penelitian tidak pada ternak ruminansia

seperti cacing hati.

c. Objek penelitian adalah bijipinang sirih muda brukuran 15 mm.

d. Subjek penelitian adalah cacing pita pada usus ayam.


e. Konsentrasi ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin yang digunakan yaitu,

0%, 5%, 25%, 50%, dan 75%.

f. Lama perendaman untuk masing-masing perlakuanyaitu 12 jam.

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah pinang sirih (arecha catechu l.)

sebagai antihelmintik Cacing Pita (Ascaradia Galli) Pada Ayam”.

c. Untuk mengetahui perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin

sebagai antihelmintik terhadap cacing pita (Ascaradia Galli) pada usus

ayam?

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan teori serta

praktik khususnya pada bidang IPA (Biologi).

b. Manfaat praktis

1. Untuk masyarakat sebagai salah satu alternatif penggunaan bijipinang

sebagai obat alamiah unuk membunuh cacing pada usus ayam.

2. Untuk pemerintah dapat melengkapi literatur mengenai penggunaan

insektisida alamiah dan sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti

selanjutnya.
D. Penegasan Istilah

Adapun penegasan istilah agar tidak dimaknai secara luas kata atau

istilah yang belum dimengerti pembaca, berikut beberapa istilah yaitu:

1. Cacingan merupakan penyakait yang sangat merugikan karena bersifat parasit,

dan menyerang ayam semua kelompok umur. Penyakait cacingan ada 3 (tiga)

macam, yaitu: Cacing mata (Oxcyspiruna Mansou), Cacing pita (Davainea

Projlotina), Cacing ascaris (Cacing Bulan).5Cacing pita (Taenia) hidup dalam

usus manusi atau hewan yang merupakan induk semang definitif (Manusia)

atau inang antara (Hewan) mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudia

menebus dinding usus.Embrio cacing yang mengikuti sirklus darah limfe

berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infeksi didalam otot

tertentu.6Dalam penelitian ini jenis cacing yang akan digunakan cacing pita

(Davainea Projlotina). Ciri-ciri morfologi yaitu, cacing dewasa yang memiliki

Skoleksberbentuk segiempat, memiliki 4 alat hisap (Sukers).Tidak mempunyai

Rosteliummaupun kait.Uterus mempunyai 15-30 cabang disetiap sisi segmen.

2. Biji pinang sirih (Areca catechu linn) adalah biji berukuran sedang dengan

kulit biji yang masih muda berwarna hijau, apa bila sudah matang berwarna

kemerah-merahan. Dalam penelitian ini biji yang diguanakan bijipinang sirih

muda dengan kriteria tidak ada perubahan warna pada ujung biji, mempunyai

lampisan lilin yang tebal dan lebih dari 2/3.Biji pinang (Arecha Catechu L)

5
Abdul haris sudi hartono. Beternak ayam negeri bertelur super yang berhasil (pekalongan: C.V.
Gunung mas, 2002). Hal 76
6
Satrija.Helmitologi. Cirri umum dan morfologi helminth, (bogor: institus pertanian, 2005) hal. 1-5
selain mudah didapatkan dilapangan dan mempunyai khasiat yang banyaknya

untuk sistem antibody. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa biji pinang

(Arecha Catechu L) alkaloid dan arecoline tidak hanya mampu membunuh

taenia dalam bentuk senyawa bereaksi seperti racun namun tidak

membahayakan bagi tubuh manusia atau hewan.7

3. Antihelmintik menurut definisi biologi digunakan sebagai penghambat atau

penghalang bagi mahluk hidup baik mikroganisme maupun magroganisme.

karna mereka adalah tipe pencegahan untuk mengatasi migroganisme yang

merugikan8. Antihelmintik yang dimaksud disini ialah obat cacing yang terbut

dari bahan alami untuk membasmi cacing.

4. Umur ayam yang akan digunakan 2 bulan keatas karena cepat terserang

penyakit. 9 Jenis ayam yang mudah terserang parasit cacing penampilan

tampak pucat, lesu, kurus dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang

berangsur-angsur menurun hingga dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Infeksi ini dapat menurun daya tahan antibiotic ayam sehingga mudah

terserang penyakait.

Cacing pita (Taenia) hidup dalam usus manusia atau hewan yang

merupakan induk semang definitif (Manusia) atau inang antara (Hewan)

mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudia menebus dinding usus.biji

7
Htt://www. Klasifikasi tanaman pinang/artikel biologi tanaman lengkap, diakses 17 agustus 2016,
pulul 10:50 WITA.
8
Staf Pengajar Departemen Parasitologi. 2008. Parasittologi Kedoteran.587
9
htt://yuerna 25. Wordpres. Com/2011/11/28/karya-tulis-pemanfaatan-buah-pinang-terhadap-cacing-
pada-ayam/diambil pada tanggal 02 agustus, 2016, pukul 07:46 WITA
pinang (Arecha Catechu L) alkaloid dan arecoline tidak hanya mampu

membunuh taenia dalam bentuk senyawa bereaksi seperti racun namun tidak

membahayakan bagi tubuh manusia atau hewan. 10 Dalam penelitian ini biji

yang diguanakan biji pinang sirih muda dengan kriteria tidak ada perubahan

warna pada ujung biji, mempunyai lampisan lilin yang tebal dan lebih dari

2/3.

10
Htt://www. Klasifikasi tanaman pinang/artikel biologi tanaman lengkap, diakses 17 agustus 2016,
pulul 10:50 WITA.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

G. Tinjauan Tentang Biji Pinang (Areca Catechu L.) Cv. Sirih

7. Asal geografi dan habitat biji pinang (Areca Catechu Linn) Cv. Sirih

Pinang sirih (Areca Catechu Linn) yang berkembang di Indonesia

diperkirakan berasal dari Filipina yang dipercaya pemeliharaan telah seiring

peradaban Filipina. Tak heran bila hampir di setiap bagian daerah Filipina

banyak dijumpai tanaman pinang. Dari Filipina, tanaman pinang menyebar ke

berbagai Asia tenggara melalui para pedagang India yang berkelana ketimur

secara luas dari pantai timur Afrika sampe kepuluan Fiji, hingga menyebar

keseluruh daerah Asia sampe ke Indonesia. Beragam jenis tanaman pinang

yang tumbuh subur salah satu tanaman pinang sirih (Areca catechu linn).

Mengingat pinang sirih tumbuh begitu tersebar diseluruh wilaya

Indonesia. Maka tidak mengherankan disetiap daerah mempunyai sebutan

yang berlainan sepertibatang mayang (Karo), pingan (Toba), boni (Simalur),

aria (Ulu), bawa (Lampung), jambe (Sunda), wohan (Jawa), penang

(Madura), biji jambe (Bali), a (Bima), pua (Roti), winu (Sumba), luhuto

(Gorontalo), pako rapo (Makasar), alosi (Bugis), bua (Saparua), hua

(Ambon), palin (Halmahera), hena (Ternate), ena (Tidore), kamcu (Irian).

Pinang sirih (Areca catechu linn)dapat tumbuh baik pada tempat yang

curah hujannya tinggi dan ketinggian antara 0-1.400 meter diatas permukaan

lauttapi ketingian idealnya berkisar 0-750 meter diatas permukaan laut.


Miskipun tanaman pinang sirih dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,

namun supaya pertumbuhannya baik memerlukan tanah yang banyak

mengandung usur hara serta tidak berbatu atau berkapur. Pinang sirih

membutuhkan sinar matahari yang cukup dan tidak terdapat genangan air

yang terusmenerus di sekitarnya.Temperatur untuk suhu lingkungan optimum

tanaman pinang sirih yaitu berkisar antara 20-31 , dengan curah hujan

cukup tinggi 2.000-3.000 milimeter pertahun.

8. Taksonomi dan Karakteristik Biji Pinang (Areca Catechu linn) Cv. Sirih

c. Taksonomi Biji Pinang (Areca Catechu Linn) Cv.Sirih

Tanaman pinang sirih (Areca catechu linn) termasuk ke dalam

tumbuhan berbiji (Spermatophyta), ubi-ubian, biji-buhan/sayur-sayuran

(Harticural), kelompok tanaman obat-obatan, tanaman hias/bunga potong

(Frorikulural) pada perkebunan. Tanaman pinang sirih (Areca Catechu

Linn) dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan dapat diklasfikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Family : Arecaceae
Genus : Areca
Spesies : A. catechu L.11

11
https://www.google.co.id/search?q=buah+pinang&biw/ diambil pada tanggal 05 Agustus, 2016,
pukul 10:46 WITA
d. Karakteristik Biji Pinang (Areca Catechu Linn) Cv. Sirih
Biji biji pinang (Areca Catechu Linn)bentuknya seperti keruncut

pendek dengan ujung membulat, pangkal aggak datar dengan satu

lengkukan panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna hijo tua kalo

udah matan akan berubah warna kekuninga sampe kuning kemerahan,

agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna yang lebih muda.

Umbutnya dimakan sebagai lalapan atau acar, sedangkan bijinya

merupakan tanaman penghasil zat samak.

Jmnn

Gambar 2.1 Biji pinang sirih (Areca Catechu Linn).12

9. Morfologi Tumbuhan Pinang (Areca Catechu Linn) Cv. Sirih

a. Akar (Radix)

Pinang sirih berakar tunggang yang baru tumbuh, namun karena

perkembangan akar tersebut makin lama tumbuh akar-akar lain,

bercabang-cabang seperti akar serabut. Dari cabang akar ini tumbuh

12
Htt://www.goole.co.id/searcha=buah+pinang&biw=/ diambil pada tanggal 14 september 2016 pukul
12:05 WITA
cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu yang sangat

halus. Sehingga fungsi bentuknya sama seperti akar serabut. Karena

pengaruh grapitasi (gaya berat), akar tumbuh lurus kebawah.

Pertumbuhan cabang-cabang pada akar tadi membentuk sudut.Sedangkan

pertumbuhan cabang yang kecil-kecil arahnya tidak menentu.Disamping

itu arah akar dipengaruhi oleh keadaan tanah, lapisan batuan, celah-celah

air, dan sebagainya.

b. Batang (Kaulis)

Batang ialah bagian tengah dari suatu tumbuh-tumbuhan yang

tumbuh lurus keatas. Bagian ini mengandung zat-zat kayu sehingga

tanaman pinang sirih (Areca catechu linn) tumbuh tegak, keras dan kuat.

Pada batang masih muda lapisan palingluar terbentuk dari kulit yang amat

licin dna tipis, disebut kulit aria tau epidermis. Bila pohon bertambah tua,

lapisan ini tidak tumbuh lagi, melainkan pecah-pecah.Karena dibagian

sebelah dalam kulit timbul lapisan serat.

c. Daun (Folium)

Daun pinang sirih (Areca catechu linn) bentuknya majemuk

menyirip tumbuh berkumpul diujung batang. Warna hijau daun

disebabkan oleh kandungan kloroflas didalam sel-sel daun. Pelepah

daunya berbentuk tabung panjang80 cm, tangkai daun pendek, panjang


helai daun 1-1,8 cm, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm

dengan ujung sobek dan bergigi.13

d. Bunga (Flos)

Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok,

keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai

pendek bercabang rangkap, terrdapt bunga jantan dan bunga betina.

Kelopak bunga biasanya ada lima dengan mahkota. Diatasnya banyak

bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur.Bunga

jantan panjangnya 4 mm, putih kuning-kuninga, benag sarinya ada 6.

Bunga betina panjangnya 1,5bcm, bakal biji beruang satu, dari setiap

rangkai an bunga.14

e. Biji (Fructus)

Bijipinang sirih (Areca catechu linn) terdapat pada ranting-ranting

kecil yang menggantung yang melekat dibatang pada pelepah daun. Kulit

biji tebal dengan permukaan yang mulus berupa lapisan lilin yang agak

tebal keputihan akan berubah warna menjadi hijau. Biji berbentuk seprti

biji bunai, bulat telur sungsang memanjang, panjang 3,5-7 cm, dinding

biji beserabut, bila masak merah oranye.

13
Tim bina karya tani, pedoman bercocok tanaman obat, (bandung: yarma widya, 2008), hl.14
14
Surachmat kusumo dkk, tanaman pinang (Areca catechu linn), (Jakarta: lembaga penelitian
hortikultura pasar minggu, 1975)
10. Jenis-Jenis Tumbuhan Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih

Sekitar 460 jenis tanaman yang tergolong ke dalam family palmae

atau palem-paleman tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia. Pinang

(Areca catechu linn) termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal

masyarakat. Hal ini disebabkan oleh penyebaran yang secara merambah

diberbagai daerah. Berdasarkan bentuk atau perawakanya, pinang (Areca

catechu linn) termasuk dalam suku Arecacae yang terbagi lagi dalam

beberapa jenis. Jenis-Jenis Pinang di Indonesia.

1. Pinang Biru

Pinang biru dipusatkan dalam nama latin dengan Pinanga

Coronate B1 Mart. Pinang jenis ini tumbuh secara merumpun, pohonya

bisa mencapai tinggi 6 meter, daun menyirip serta berlubang, warna

daun coklat kemerah-merahan dan anak daunya memiliki 10-25 sisi

berbentuk seperti pita sampai agak lonjong.

Bunga pinang biru berbentuk bulir yang terdiri dari 5-20 rangkai,

memanjang, letaknya merunduk, berwarna putih kekuning-kuningan.

Bunga jantan bulat telur dan bunga betina berkelopak dengan mahkota

bunga hamper sama.

2. Pinang Hutan

Pinang hutan (Pinang Kulii B1) banyak terdapat dipulau Jawa dan

Sumatra. Seperti halnya pinang biru, pinang jenis ini tumbuh merumpun

dan batang ramping. Batangnya berbuku-buku, tinggi berkisar antara 2-


6 meter gari tengah 2-5 cm. tangkai daun panjangnya lebih dari 60 cm,

berpelepah persegi panjang, bersisik dan berwarna cokelat kemerah-

merahan.

Bunga pinang hutan berbentuk bulir, panjang antara 15-26 cm

yang terdiri dari 5-20 anak bulir. Bunga-bunga tersusun dalam dua

deretan pada anak bulir.

3. Pinang Irian

Pinang irian (Ptychosperma Macarthurii Nicholson) banyak

terdapat di Irian.Pinang ini berasal dari Irian tetapi sekarang telah

tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sudah diperdagangkan ke benua

Eropa sejak tahun 1879. Sama halnya dengan pinang biru dan pinang

hutan, pinang irian pun tumbuh merumpun dan tinggi batangnya 4-5

meter. Daunya bersirip genap, ujung anak daun bergerigi dan pelepah

daun mampu menutupi ujung batang.

Bunga pinang ini berbentuk malai menggantung dan berpasangan,

yaitu setiap bunga betina diapit oleh dua bunga jantan.

4. Pinang Kelapa

Pinang kelapa (Actinorhytis Calapparia B1 wendl) diduga kuat

berasal dari Sulawesi selatan.Masyarakat Jawa barat menyebutnya

Jambe Sinagar dan di Jawa tengah disebut jawar.

Disebut pinang kelapa bukan karena bentuknya yang mirip kelapa

tetapi karena biji berukuran lebih besar dibandingkan dengan biji pinang
jenis lain. Tinggi pohonnya dapat mencapai 20 meter daan dapat tumbuh

sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.Karena penampilan

tanjuknya yang indah. Ekstrak bijipinang dapat digunakan untuk bedak

bayi dan sering pula dipakai sebagai pengganti pinang sirih.

5. Pinang Merah

Pinang merah atau pinang raja (Gyrtostachys Lakka Becc) berasal

dari semenanjung Malaka, Sumatra dan Kalimantan. Pinang ini juga

tumbuh merumpun, batangnya langsing, tingginya dapat mencampai 10

meter dan diameter atau garis tengahnya pada ukuran setinggi dada

orang dewasa mencapai 12 cm. Daunya majemuk menyirip dan

berwarna hijau, sedangkan pelepah dan tulang daun berwarna merah.

Bunga pinang merah berbentuk malai. Bunga jantan dan betina

dalam kedudukan berseling-seling.

6. Pinang Sirih

Pinang sirih (Areca catechu linn) berasa dari kawasan Asia

Tenggara, yakni dari Filipina. Tetapi sekarang, selai dapat dijumpai

dikawasan Asia Tenggara, sudah menyebar secara luas dari pantai

Timur Afrika sampai kepulau Fiji, Kemudian ke Indonesia sudah

tersebar seluruh daerah, maka tidak mengherankan kalau disetiap daerah

mempunyai sebutan yang berlainan.

Pinang sirih ini hidupnya tunggal. Berbatang lurus agak licin

dengan tinggi pohon dapat mencapai 25 cm. garis tengah batangnya


rata-rata 15 cm, tetapi dapat jugak lebih tergantung pada umur serta

kesuburan pertumbuhanya. Daunya bersirip agak melengkung, panjang

sekitar 80 cmdan pelepahnya berupa seludang.

Bunga pinang sirih tersusun dalam suatu bulir berupa tongkol,

biasa muncul di bawah daun yang panjangnya lebih kurang 75 cm.

bunga betina berwarna hijau, terletak pada bagian pangkal dan panjang

sekitar 15 cm. sebagian dari besar dari bunga jantan berwarna kekuning-

kuningan, terdapat pada bagian ujung, panjang lebih kurang 4 mm.

karena bunga betina terletak dibagian pangkal.15

11. Sistem Reproduksi Pinang (Areca catechu linn) Cv. Sirih

Tanama pinang sirih (Areca catechu linn) dapat bereproduksi

dengan cara generatif atau vegetatif. Reproduksi generatif dan vegetatif

tanaman pinang sirih (Areca catechu linn) yaitu:

c. Reproduksi Generative

Dalam reproduksi secara generative, individu baru yang terbentuk

merupakan hasil peleburan atau pertemuan antara sel kelamin (gamet)

jantan dan betina (fertilisasi). Pada tumbuhan berbiji tertutup

(angiospermae), alat kelamin betina dan alat kelamin jantan terdapat di

dalam organ reproduksi seksual yang disebut bunga.16

15
Tony Lukman Lutony.Pinang Sirih Komoditi Ekspor dan Serbaguna. (Yogyakarta: KANISIUS
(Anggota IKAPI),1993). Hal 13-16
16
.htt://Biologiamanzaporreproduksi pada tumbuhan.htm, diakses 02 september 2016, pukul 18:45
WITA
Fertilisasi pada tanaman pinang sirih (Areca catechu linn) termasuk

fertilisasi ganda, yaitu terjadi duakali peleburan (inti sperma I dengan

ovum dan inti sperma II dengan kandungan lembaga sekunder). Setelah

terjadi pembijian, sebiji bakal biji akan berkembang menjadi sebiji biji

yang mengandung embrio tumbuh dan cadangan makanan. Seiring

dengan tumbuhnya biji, bakal biji jugak semakin membesar dan akan

membentuk biji.17

d. Reproduksi Vegetatif

Reproduksi secara vegetatif adalah suatu proses aseksual yang tidak

melibatkan gamet-gamet (sel-sel kelamin), penyerbukan, dan pembijian.

Tumbuhan baru yang terbentuk dari reproduksi secara vegetatif

biasanya identik secara genetic dengan tumbuhan induknya. Pada

tanaman pinang reproduksi vegetatif tidak bisa dilakukan dikarnakan

struktur epidermisnya tersusun dari serat. Tumbuhan pinang tidak bisa

dicangkok, sambung, dan ditempel.

12. Kandungan dan Manfaat Biji Pinang (Arecha Catechu L) Cv. Sirih

Bijipinang sirih (Arecha Catechu L) terdiri dari kandungan aktif

seperti Alkaloid, Arecolin, Tannin, Arecolidine, Arecain, Guvacoline,

Guvacine, Homoarecoline danIsoguwacin. Alkaloid mempunyai reaksi cukup

bagus dalam pencegahan empeksi cacing karena mengandung

17
htt://reproduksi pada angiospermae_BIOLOGIPEDIA.htm, diakses 02 september 2016, pukul 18:55
WITA
racun.Arecoline merupakan senyawa Ester-Metal-Terahidrometil-Nikotinat

yang mampu melepaskan senyawa aseticholine yang beredar daram tubuh

sebagai penghubung urat-urat saraf (Cholinergik). Adapun zat lain yang

dikandung bijipinang (Arecha Catechu L) yaitu, Arecaidine, Arecolidine,

Guracine, Guvacoline dan beberapa unsure lainya.

Arecoline berujud minyak basa keras tersebut dilaporkan memiliki

rekasi dapat melumpuhkan cacing yang lebih lembek. Tannin 15% , lemak

14% sapoit, streroid, asam amino, coline, dan catechin. Biji segera biji

pinang (Arecha Catechu L) 50% lebih banyak memiliki senyawa-senyawa

dibandingkan dengan biji pinang (Arecha Catechu L) tua.18

Kulit bijipinang sirih (Arecha Catechu L) muda bereaksi melupuhkan

taenia terutama taenia solium. Senyawa seperti arecoline mampu membuat

taenia dilumpuhkan mendampakakan kematian baik cacing, virus atau

jamuran. Dari hasil kerja kolinergiknya akan meningkatkan sekresi, dan

peristalistik usus, melabatkan kerja atau aktipitas taenia dan mmerusak

sisitem saraf.

Biji pinang (Arecha Catechu L) selain mudah didapatkan dilapangan

dan mempunyai khasiat yang banyaknya untuk sistem antibody. Dasi hasil

penelitian menunjukan bahwa biji pinang (Arecha Catechu L) alkaloid dan

arecoline tidak hanya mampu membunuh taenia dalam bentuk senyawa

18
Kristin ningrum, mey murtie. Tumbuhan sakti pembunuh penyakit, (Jakarta: dunia sehat, 2013)
hal.50
bereaksi seperti racun namun tidak membahayakan bagi tubuh manusia atau

hewan. Pinang sirih (Arecha Catechu L) dipakai untuk campuran beberpa

obat seperti, obat cacing (antihelminti), obat disentri, obat diare, obat demam

berdarah, obat kudis dan obat-obat lainya.

H. Tinjauan Tentang Parasit (Merugikan) Cacing.

7. Parasit

Parasit adalah organisme yang termasuk kelompok hewan (Animal

Parasite) yang membutuhkan makhluk hidup lain sebagi sumber makanan

sehingga dapat merugikan kehidupan bahkan dapat menimbulkan kematian

induk semang (Hospes) tempatnya menumpang hidup.

Parasit dapat menimbulkan penyakit dalam bentuk infeksi (Infection)

yaitu invasi oleh endoparasit dan infestasi (Infestation) yang disebabkan oleh

ektoparasit, misalnya yang disebabkan oleh artopoda atau parasit-parasit

yang berasal dari tanah atau tanaman.Gejala klinis infeksi parasit

dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu jumlah parasit yang masuk kedalam

tubuh, perubahan-perubahan patologis yang terjadi, toksin yang dihasilakan

oleh parasit.Jika terdapat keseimbangan antara parasit dan hospes, maka

hospes disebut carrier yang umumnya tidak menunjukan gejala klinis yang

nyata.19

19
Soedarto.Pengobatan Penyakit Parasit (Jakarta: Anggota IKAPI, 2009). Hal 4
8. Pengertian Cacing

Cacing merupakan salah satu jenis organisme yang bisa berada

didalam tubuh hewan maupun manusia. Cacing ini umumnya menyebabkan

kerugian (parasit) untuk inang tempat tinggalnya kemudian berkembang dan

tumbuh di saluran pencernaan terutama pada usus.Namun, ada jugak jenis

cacing yang menginfeksi otot dan mata, contohnya mematoda (cacing

askari), cacing mata.Cestoda (cacing pita) cacing ini hidup di usus bersifat

parasit, yaitu menyerap sari makanan ternak mengakibatkan radang usus,

sedangkan serangan cacing mata mengakibatkan kerusakan mata.

Enfeksi cacing mengakibatkan kekurangan gizi, pertumbijian atau

perkembangan agak terganggu bisa-bisa mengakibatkan kematian ususnya

pada hewan.Selain itu, serangan cacing pada ternak jugak mengakibatkan

gangguan pertumbuhan, sehingga ternak menjadi kurus. Hal ini karena

nutrisi yang diperlukan oleh tubuh akan terhambat.

9. Mekanisme Siklus Hidupnya Cacing

Dalam mekanisme hidupnya cacing ada yang langsung terdapat dalam

tubuh hewan maupun manusia.Siklus hidupnya mulai dari mahluk hidup

seperti siput, rumput, tanah, makanan dan manusia.Penyebab timbulnya

penyakit cacingan, biasanya perantara penyakit cacing melalui binatang-


binatag kecil seperti bekicot, cacing tanah, lalat, dan sebagainya. Diobati

dengan bubuk pinang 1-2 gram per ekor ayam dewasa. 20

10. Sistem Reproduksi Pada Cacing

Gambar 2.2 Siklus hidup cacing.21

Sistem reproduksi pada cacing berawal kotoran manusia dan hewan

berupa fisees.Fase awal dari cacing dimulai dalam proglotid terdapat ribuan

telur yang telah dibijii (zigot).Zigot tersebut kemudian berkembang menjadi

larva Onkosferdi dalam kulit telur.Jika telur tersebut termakan sapi, kambing

ataupun ayam, larva Onkosferakan masuk melewati saluran pencernaan

kemudian menebus usus masuk kedalam pembuluh darah atau pembulu

limfa dan akhirnya sampe ke otot lurik. Didalam otot larva Onkosfer berubah

menjadi kista dan berkembang menjadi cacing gelembung atau

20 20
Mujiman.Peternakan Pendidikan Dasar Paket I: ayam (Pasuruan: PT. GAROEDA BUANA
INDAH, 1995)
21
htt://www.goole.co.id/search=siklus-hidup-schistoma-manso/diambil tanggal 14 september 2016
jam 12:46 WITA
Sisteserkusyang membentuk Skolekspada dindingnya, ketika daging tersebut

dikonsumsi maka Skoleksberpindah tempat, akan menempel dididing usus

mengakibatkan terjadinya radang usus di dalam pencernaan.

11. Jenis-Jenis Cacing Pada Hewan

Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat dikelompokan menjadi

dua, yaitu Ektroparasit dan Endoprassityatu, Ektroparasit adalah parasit

yang menempel atau hidup pada tubuh ayam bagian luar.Endoparasit adalah

parasit yang hidup didalam tubuh ternak.Biasanya parasit hidup dalam

saluran pencernaan ayam.Parasit umumnya berupa cacing. 22 Jenis-jenis

cacing parasit pada ayam.

a. Gapeworms (Syngamus Trachea)

Organisme ini berupa cacing berwarna merah dengan panjang 2

cm cacing ini menyerang daerah trankea, kadang-kadang saluran

pernapasan. Jenis cacing ini akan menyebabkan penyakait radang di

daerah trakea (tracheitis) yang diserang. Selain menyerang ayam,

parasit ini bisa menyerang kalkun, merpati, burung merak, dan puyuh.

Gejala ayam yang terserang parasit ini di antaranya megap-megap,

susah napas, dan sering menggoyang-goyangkan kepala.

b. Cacing tembolok (Cropworms)

Cacing jenis capillaria spp. Yaitu capillaria contorta dan capillaria

annulata menyerang daeraah mulut, tembolok dan kerongkongan.


22
Suprijatna. Ayam Buras Krosing Petelur (Jakarta: Penebar Swadaya, 2005). Hal 118
Tubuhnya memiliki panjang sampai dengan 6 cm. pada ayam, cacing ini

menyebabkan penebalan di daerah mukosa dan penyebab ayam

kekurangan darah (Anemia) sehingga ayam menjadi kurus. Selain

menyerang ayam, parasit ini sering menyerang kalkun, angsa, itik, dan

unggas liar.

c. Cacing pada Ampela bagian depan (Proventriculus)

Jenis nematode (Cacing) yang menyerang pangkal saluran

pencernaan (Proventriculus) ayam yaitu dispharynx nasuta, tetramers

Americana, t. fissispina, dan cyrnea neeli.Nematode dewasa memiliki

panjang 3-18 mm dan mudah dilihat dengan mata telanjang. Hamper

semua spesies nematode bisa membuat lubang di daerah mukosa dan

bisa masuk sampai glandula atau kelenjar (Glands). Serangan nematode

ini akan terjadi luka yang meliputi radang mukosa dengan pendarahan

(Haemorhage), luka kropeng karna kematian jaringan (nekrosis), dan

dan terjadi pembengkakan (Edema).

d. Cacing di daerah Ampela (Gizzardworms)

Jenis cacing yang hidup didaerah ampela yatu cheilospirura

hamulosa dan amidostomum anseris.Organisme ini berupa cacing

dengan panjang tubuh 1-4 cm. cacing ini menyerang daerah ampela

(vetriculus).Cacing ini menyebabkan nekrotit dan pecah-pecah di

dinding vetriculus.Selai menyerang ayam, cacing ini juga bisa

menyerang kalkun, itik, angsa, dan puyuh.


e. Cacing Capillaria

Penyakit capillariosis disebabkan oleh cacing capillaria

caudinflata dan capillaria obsignata yang terdapat pada usus halus serta

capillaria annulata terdapat di tembolok dan esophagus.Sepesies lainya

terdapat dipangkal saluran pencernaan (Proventriculus) dan usus buntu

(Ceca). Panjang cacing jantan 5,5-9,0 mm dan panjang cacing betina

6,5-11 mm. gejala adanya serangan cacing capillariesis adalah terjadi

peradangan pada usus halus, serta terjadi animea. Produk telur menurun,

pertumbuhan kurang baik, dan fertilitas menurun.23

12. Taksonomi Cacing Pita

d. Taksonomi Cacing Pita

Perkembangan dalam dunia hewan (taksonomi) taenia (cacing

pita) dalam klassifikasi ilimiah adalah

Kerajaan : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Klas : Cestoda
Ordo : Cyclophylidea
Family : Taeniidae
Genus :Tanieablinnaeus
Spesies :Taenia Crassiceps

23
Roni.Agustin polana.Mengatasi 71 Penyakit Pada Ayam. (Jakarta: Agro Media, 2011). Hal 115
Sikklus hidup Taenia (cacing pita) yaitu

Gambar 2.3 Siklus hidup Taeniasp.

Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk

dalam kerajaan Anemalia, filum Platyhelminthes, kelas Cestoda, bangsa

Cyclophyllidea, suku Taeniidae.Anggota dekenal sebagai parasit

Vertebrata penting yang menginfeksi manusia atau hewan.Beberapa

spesies penting cacing pita yaitu, taenia solium, Taenia seginata, dan

taenia asiatice.Ketiga spesies taenia ini dianggap penting karena dapat

menyebabkan penyakit terutama pada kesehatan, yang dikenal dengan

istilah teniasis sistiserkosi.

Cacing pita (Taenia) hidup dalam usus manusi atau hewan yang

merupakan induk semang definitif (Manusia) atau inang antara (Hewan)

mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudia menebus dinding

usus.
Embrio cacing yang mengikuti sirklus darah limfe berangsur-

angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infeksi didalam otot

tertentu. 24 Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung,

diafrakma, lidah, otot pengunyah, derah esophagus, leher dan otot antara

tulang rususk.

Infeksi Taenia dikenal dengan istilah taeniase sistiserkosis. Taeniasis

adalah penyakit akibat parasit berupa cacing yang tergolong dalam

genus taenia yang dapat menular dari hewan kemanusia, maupun

sebaliknya.Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies taenia

solium atau dikenal dengan cacing pita, sedangkan pada ternak dikenal

dengan cacing pita sapi/ayam.

e. Penyebaran di Dunia

Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh

dunia.Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak

terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang

tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. Taeniasis

dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium

merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak

mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasilingkungannya masih

rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika

Latin.
24
Satrija.Helmitologi. Cirri umum dan morfologi helminth, (bogor: institus pertanian, 2005) hal. 1-5
Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah tropis

yaitu ditemukannya spesies ketiga penyebab taeniasis pada manusia di

beberapa negara Asia yang dikenal dengan sebutan Taiwan Taenia atau

Asian Taenia. Asian Taenia dilaporkan telah ditemukan di negara-

negaraAsia yang umumnya beriklim tropis seperti Indonesia, Thailand,

Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. Kini Asian Taenia disebut Taenia

asiatica.Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama ditemukan di

PulauSamosir, Indonesia.

Sistiserkosis merupakaninfeksi yang sering ditemukan pada babi

dan manusia terutama di negara berkembang. Penyebaran sistiserkus

pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia,

tidak adanya pemeriksaan kesehatandaging saat penyembelihan, dan

konsumsidagingmentah atau setengah matang. Penyebaran penyakit ini

luas karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ributelur

setiap hari yang dapat disebar oleh airhujan ke lingkungan bahkan pada

lokasi yang jauh dari tempat pelepasan telur.

f. Penyebaran di Indonesia

Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi

Papua. Di KabupatenJayawijayaPapua, Indonesia ditemukan 66,3%

(106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis

solium/sistiserkosis selulosae dari babi. Sementara 28,3% orang adalah

penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di


bawah kulit. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita

sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari 257

pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita

Epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak.

Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan

serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%,

sedangkan prevalensi taeniasis di provinsi yang sama berkisar antara

0,4%-23%. Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami

epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. Prevalensi

taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. Kasus T.

asiatica di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi dagingbabi

hutan setengah matang.

I. Ayam

3. Ayam Ras

Ayam ras pedaging atau broiler merupakan jenis ras unggulan hasil

persilangan dari bangsa-bangsa ayam.Ayam pedaging memiliki daya

produktivitas yang tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam.Ia

mampu membentuk satu kilogram daging atau lebih Cuma dalam tempo 30-

45 hari.Karena masih muda, dagingnya sangat empuk.

Ayam pedaging yang baik adalah ayam yang mengkonsumsi dua

kilogram pakan untuk menghasilkan satu kilogram berat tubuhnya. Ayam

betina pada umumnya dijual kepasar pada saat beratnya mencapai antara
1 ⁄ kg sampai 2,5 kg, sedangkan ayam jantan antara 3-4 kg. ayam yang

tumbuh dengan cepat akan membuat pembeliharaannya semakin ekonomis.

Salah satu factor produksi dan pemasaran, hal lain yang perlu anda

perhatikan adalah manajemen pemeliharaan, misalnya soal nutrisi pakan.

Salah satu komponen utama nutrisi adalah vitamin yang diperlukan dalam

jumlah sedikit namun penting artinya bagi produktivitas ayam.

Penyakit yang menyerang ayam.Penyakit ascites misalnya, merupakan

salah satu penyebab kerugian dalam industri perternakan akibat kematian

yang dapat mencapai hingga dua presen.Genetic ayam yang semakin

mengalami kemajuan dalam pertumbuhannya (fast growing) adalah factor

penyebab kasus ini.Namun para ilmuan mencoba menemukan jawaban untuk

menghindari kasus ini dengan pemberian antioksida sebagai alternative

pencegahan.25

4. Jenis-Jenis Penyakit pada Ayam

a. Pilek (Snot/Coryza)

Penyakit ini menyerang ayam pada semua tingkatan umur.

Penyebab: bakteri hemophilus gallinarum. Tandanya : bersin-bersin,

hidung tersumbat (susah bernafas), selera minum tinggi, nafsu makan

berkurang, kotoran Nampak cair. Penularanya: melalui udara, makanan,

25
Bagas Kumorojati. Menjadi Kaya dengan Beternak Ayam Broiler, (Arta Pustaka, 2011). Hal 10
minuman yang tercemar oleh bakteri hemophilus, hubungan langsung

dengan ayam penderita.

b. Berak hijau/Kolera (Fowl Cholera)

Penyakit ini sering disebut penyakit kolera, menyerang ayam

berbagai golongan umur sampai yang kronis (menahun).Penyebab:

kuman salmonella multocida.Tanda-tandanya : Kotoran berwarna hijau

kekuning-kuningan dan sering mencret, Pembekaan pada jengger ayam,

Gangguan pada pernafasan, Kepala sering tertunduk kearah belakang dan

diletakkan diatas punggung, Serera makan tidak ada, Ayam selalu inggin

minum. Penularan: Melalui pencemaran udara yang dikeluarkan dari

hidung, Kontak langsung dengan penderita penyakit ini, Melalui

makanan, minuman, kandang, peralatan kandang, manusia dan binatang

pembawa sumber bibit penyakit.

c. Berak Kapur (Pollorum)

Penyakit ini menyerang ayam semua golongan umur terutama pada

ayam yang masih berumur dibawah 2 (dua) tahum.Penyebab: bakteri

salmonella pollorum. Tanda-tandanya: Nafsu makan berkurang, Kotoran

ayam encer berwarna putih berlendir, banyak melekat pada daerah anus

(dubur), Pucat, lemah, kedinginan, suka bergerombolan mencari

kehangatan, Sayap Nampak kusut dan menggantung. Penularan: Kontak

langsung dengan ayam yang terserang penyakit pollorum, Melalui

keturunan telur tetas dari induk yang menderita pollorum, Melalui


kandang, makanan, minuman yang tercemar kotoran ayam yang

menderita pullorum.

d. Berak Darah (Cococidiosis)

Penyebab: protozoa coccidio (Binatang bersel satu). Tanda-

tandanya: Pucat, tidak bergairah, suka mengantuk dan sayam ayam

menggantung, Nafsu makan berkurang, Kedinginan dan sering gemetar,

Kotoran ayam sangat encer (Mencret), berlendir dan berdarah (merah

kecoklat-coklatan), Kondisi ayam semakin lembek. Penularannya:

Melalui binatang pembawa sumber bibit penyakit, seperti tikus, Melalui

pencemaran tempat makan, minuman, dan kandang pekerja.

e. Cacingan

Penyakit ini sangat merugikan karena bersifat parasit, dan

menyerang ayam semua kelompok umur. Penyakit cacingan ada 3 (tiga)

macam, yaitu: Cacing mata (Oxcyspiruna Mansou), Cacing pita

(Davainea Projlottina), Cacing ascaris (cacing bulat). Ketiga jenis

penyakit cacingan itu yang paling berbahaya adalah jenis cacing ascaris,

Tanda-tandanya: Nafsu makan menurun, Pucat, sayap terkulai,

mengantuk, Kodisi badan lemah, kurus.26

26
Sudi Hartono. Berternak Ayam Negeri Petelur Super yang Berhasil (Pekalongan: C.V.Gunung Mas,
2002). Hal 76
J. Antihelmintik

3. Antihelmintik

Secara etomologi atau istilah antihelmintik berasal dari bahasa yunani

yang terdiri dari 2 (dua) kombinasi kata yaitu, “anti” merupakan lawan atau

obat dan “helmintik” merupakan cacing.Secara harfiah antihelmintik dapat

diartikan sebagai obat cacing.Antihelmintik adalah obat yang dapat

memusnahkan/kematian cacing dalam tubuh manusia atau hewan.

Beberapa definisi mengenai antihelmintik yang dikemukakan oleh para

ahli yaitu, antihelmintik merupakan khemoterapeutik yang membebaskan

manusia dan hewan dari serangan cacing (mutschler, 1986).Antihelmintik

merupakan obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan

hewan, bekerja lokal menghalo cacing dari saluran cerna atau obat sintesis

membasmi cacing maupun larva menghinggapi organ dan jaringan tubuh

(hospes cacing), (mycek, Harvey & champe, 1997).

Tercakup dalam istilah ini adalah zat yang berkerja lokal menghambat

cacing dari saluran pencernaan maupun obat sistemis yang membasmi

cacing atau larva yang menghinggap penderita.

4. Jenis-Jenis Antihelmitik

Jenis antihelmitik dapat digolongakan menjadi dua bagian yaitu,

organik dan sintetis. Organik merupakan obat yang berasal dari dedaunan

maupun biji biji.Sintetis merupakan jenis antihelmintik yang berasal dari

obat sintetis dapat menimbulakan beberapa efek samping yang merugikan,


seperti parasit cacing yang resisten dan residu antihelmintik pada produk

asal hewan.27 (mycek, 2001).

Antihelmitik ditunjukan pada target metabolisme yang terdapat dalam

parasit tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk penjamu. Ada

beberapa jenis obat sintetis yang digunkan dalam perternakan yaitu,

levarmid karena obat ini mengandung niclosamide dan levamisole

HCL.Sintetis dapat menimbulkan beberapa efek samping yang merugikan

seperti timbulnya parasit cacing yang resisten dan residu antihelmitik pada

produk asal hewan.Tanaman herbal yang berpotensi digunkan sebagai

antihelmintik diantaranya tanaman jarak terutama pada bagian daun,

tembako, daun papaya dan biji biji pinag.

K. Kerangka Berpikir

Pinang sirih dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat tradisional

sebagai obat cacing khususnya pada hewan.Biji pinang sirih (Arecha Catechu L)

terdiri dari kandungan aktifseperti Alkaloid, Arecolin, Tannin, Arecolidine,

Arecain, Guvacoline, Guvacine, Homoarecoline danIsoguwacin. Alkaloid

mempunyai reaksi cukup bagus dalam pencegahan infeksi cacing karena

mengandung racun.

Antihelmintik merupakan obat yang dapat memusnahkan cacing dalam

tubuh manusia dan hewan, bekerja lokal menghalo cacing dari saluran cerna atau

27
htt://www.goole.co.id/aktivitas-antihelmintik, diambil 14 september 2014 pukul 12:46 WITA
obat sintesis membasmi cacing maupun larva menghinggapi organ dan jaringan

tubuh.

Salah satu cara untuk membuktikan potensi biji pinang dalam membasmi

cacing dapat dilakukan dengan cara mengekstrakbiji pinang sirih. Ekstrak buah

pinang sirih dalam bentuk antihelmintik diperumpamakan sebagai pembasmi

parasit cacing terutama pada perternakan ayam, karena memiliki kandungan

alkaloid dan arekolin seperti proantosianidin, proantosianidin, yaitu suatu tanni

terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Tannin umumnya

berasal dari senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan

protein dengan membentuk kopolimer daya yang mampu menghambat enzim dan

merusak membran. Tannin jugak memiliki aktivitas ovasidal, karena cacing

memiliki lapisann luar yang terdiri atas protein sehingga pembelahan sel didalam

telur tidak akan berlangsung. Terhambatnya kerja enzim dapat menyebabkan

protein metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing akan kekurangan

nutrisi pada akhirnya cacing akan mati kerena keurangan karbon maupu protein.

Membran cacing yang rusak menyebabkan kematian.


L. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka

dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Ha : Ada pengaruh ekstrak biji pinang sirih (arecha catechu l.) sebagai

antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam.

Ho : Tidak ada pengaruh ekstrak biji pinang sirih (arecha catechu l.) sebagai

antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam

2. Ha : Ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin sebagai

antihelmintik terhadap cacing pita (Ascaradia Galli) pada usus ayam.

Ho : Tidak ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin

sebagai antihelmintik terhadap cacing pita (Ascaradia Galli) pada usus

ayam
BAB III

METODE PENELITIAN

H. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen dengan

pendekatan kuantitatif.Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan

penelitian yang secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat,

reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, serta pengujian

teori), yang membutuhkan data statistik. 28 Jadi, penelitian eksperimental

dengan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan

memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok

eksperimen dan menyediakan kontrol sebagai perbandingan, untuk meneliti

ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab

akibat tersebut melalui pengumpulan data berupa angka-angkadan hasilnya

didominasi oleh peran statistik.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan kuantitstif

karena data yang diambil berupa angka yang akan dianalisis.

28
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 28.
3. Rancangan Percobaan

Rangcangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Peneliti menggunakan rancangan

acak lengkap ini karena peneliti ingin mengetahui pengaruh ekstrak biji

pinang sirih (arecha catechu l.) sebagai antihelmintik cacing pita (Ascaradia

Galli) pada ayam dan untuk mengetahui perbedaan antara ekstrak biji pinang

sirih dan kombatrin sebagai antihelmintik cacing pita (Ascaradia galli) pada

ayam, serta perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin sebagai

antihelmintik terhadap cacing pita (Ascaradia galli) pada usus ayam dengan

kosentrasi yaitu 0%, 5%, 25%, 50% dan 75%.

I. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) hari dari tanggal 13-17

November 2016. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium IPA Biologi

IAIN Mataram.

J. Populasi dan Teknik Sampling

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obje/subjek yang

mempunyai kualitas dan karesteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

diteliti dan kemudian ditarik kesimpulanya. 29 Pada penelitian ini populasinya

adalah Gapeworms (syngamus Trachea), Cacing Tembolok (Cropworms),

Cacing Apela (Proventriculus), cacing daerah ampela (Gizzardworms), Cacing

Capillaria, cacing pita (Ascaradia Galli).


29
Sugiono.Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,2012) hal.117
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh

populasi.30dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah cacing pita.

K. Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah

diolah. 31 Adapun instrument penelitian yang dimaksud adalah alat dan bahan

penelitian.

Berikut alat dan bahan yang diperlukan selama penelitian:

1. Alat

- Belender/penujah

- Pisau

- Gelas ukur

- Gelas plastic

- Gelas kimia

2. Bahan

- Biji atau biji pinang sirih muda

- Kombatin

- Air

- Cacing pita

30
Sugiono. Metodologi Penelitian Pendidikan, (bandung: Alfabeta, 2012) hal.120
31
Surharsini Arjkunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Agro IP, 2013) hal 203
L. Prosedur Penelitian

1. Tahapan Penelitian

a. Pembuatan larutan ekstrak biji pinang sirih yaitu:

1) Menyiapkan 15 butir bijipinang yang sudah dicuci bersih dengan air.

2) Membelah bijipinang sirih menjadi dua bagian untuk mengambil

bagian biji pinang.

3) Mengiris biji pinang kecil-kecil agar mempermudah dalam peruses

penggilesan atau belender.

4) Memotong biji potongan menjadi bagian yang lebih kecil untuk

dimasukan kedalam timbangan Analitik.

5) Memasukan biji pinang yang sudah ditimbang menggunkan

timbangan Analitik kepenggilesan/belender untuk menghasilkan

ekstrak.

6) Menentukan kosentrasi ekstrak biji pinang dengan rumus pengenceran

sebagai berikut: X% =

Contoh : x 100

7) Mempersiapkan ekstrak bijipinang sirih muda yang sudah dutumbuk

dengan perbandingan 5 gram larutan biji pinang dalam 100 ml air dan

begitu seterusnya.
8) Memasukan larutan ekstrak biji pinang sirih sesui dengan kosentrasi

masing-masing ked lam gelas plastik sesuai tabel.

Tabel 3.1 Kosentrasi dalam ml Ekstrak Biji Pinang dan Air pada
masing-masing Kosentrasi
V. zat terlarut (ml) V. zat perlarut Kosentrasi %
0 100 100
5 100 5%
25 100 25%
50 100 50%
75 100 75%

b. Persiapan Sampel

1) Mempersiapkan sampel cacing pita. Pada tahap ini, dilakukan pula

tahap pensortiran cacing pita dilokasi. Cacingan merupakan penyakit

yang sangat merugikan karena bersifat parasit yang menyerang ayam

semua kelompok umur. Penyakit cacingan ada 3 (tiga) macam yaitu,

cacing mata (Oxcyspiruna Mansou), cacing pita (Davainea

Projlottina), cacing ascaris (cacing bulan). 32 Dalam penelitian ini

jenis cacing akan digunkan cacing pita (Davainea Projlottina). Cirip-

ciri morfologi ayam terempeksi cacing yaitu, cacing dewasa yang

memiliki skoleks berbentuk segi empat, mempunyai 4 alat hisap

(Suckers). Tidak mempunyai Rosteliummaupun kait. Uterus

mempunyai 15-30 cabang disetiap sigmen.

32
Abdul haris sudi hartono. Berternak ayam negeri petelur super yang berhasil, (pekalongan: C.V.
gunung mas, 2002) hal. 75
2) Memilih sampel cacing yang sudah diseleksi, kemudian dimasukan

kedalam botol p;astik yang berbeda yang sesuai diberi label.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memasukan sampel cacing pita kedalam botol plastik yang telah

berisi larutan ekstrak biji pinang sirih dengan kosentrasi 5%, 25%,

50%, 75%, pada masing-masing perlakuan tersebut. Untuk perlakuan

kontrol tidak dilakukan proses perlakuan.

b. Memulai perhitungan waktu 12 jam perendaman cacing pada setiap

perlakuan dan masing-masing ulangan dengan menggunkan jam

arloji/dinding.

c. Setelah proses perendaman, sampel cacing tersebut diamati untuk

mengetahu tingkat kematian:

1) Cacing yang direndam dalam larutan ekstrak biji pinang sirih

dengan kosentrasi 5 salam 12 jam perlakuan 1, ulangan ke-1.

2) Cacing yang direndam dalam larutan ekstrak biji pinang sirih

dengan kosentrasi 5 salam 12 jam perlakuan 1, ulangan ke-2.

3) Cacing yang direndam dalam larutan ekstrak biji pinang sirih

dengan kosentrasi 5 salam 12 jam perlakuan 1, ulangan ke-3.

d. Mengamati selama 12 jam untuk mengetahui tingkat kematian cacing

pita, untuk mengetahui tingkat kematian selama perendaman

dilakukan dengan kosentrasi ekstrak biji pinang sirih.

e. Mendata hasil yang didapatkan dalam tabel tabulasi data.


M. Teknik Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh dengan cara pengamatan langsung yang

dilakukan oleh peneliti (observasi partisipan) yakni dengan cara melihat secara

langsungtingkat kematian cacing pita. Selain itu digunakan tekni dokumentasi.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, foto, gambar, seketsa.

N. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data dengan ONE WAY ANOVA (Analysis of variance)

Untuk mempermudah menganalisis data, hasil penelitian disajikan

dalam bentuk tabel hasil pengamatan, kemudian digunakan rancangan acak

lengkap (RAL) yang dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of

variance) satu arah (One way anova). Data penelitian ini akan dianalisis

secara menual dengan One Way Anova seperti tabel 3.2 dibawah ini

Tabel 3.2 Sidik Ragam: Ringkasan Rumus ANOVA (Analysis Of Variance)

Sumber Db JK KT FK F. hit
keberagaman
Perlakuan t-1

Galat (r.t-1)-db JKT-JKP

Total (t.r)-1 -FK

Sebagi kaidah keputusan pengujian dari tabel sidik ragam sebagai berikut:

a. Jika F hitung > F tabel perbedaan diantara nilai tengah perlakuan

(pengaruh perlakuan) dikatakan sangat nyata (sangat signifikan).


b. Jika F hitung < F tabel tetap lebih kecil dari pada F tabel, perbedaan nilai

dari tengah perlakuan dikatakan nyata (signifikan).

c. Jika F hitung ≤ F tabel perbedaan diantara perlakuan dikatakan tidak

nyata (non signifikan).

Jika dari hasil analisis data terhadap perbedaan, maka dilakukan

uji lanjut dengan BNJ (Beda Nyata Jujur) pada taraf signifikan 5%.(a =

0,05 dan b = 0,01)

Adapun rumus dari BNJ adalah :

BNJ (5%) = Q(5%)(t,db_galat)x 𝐾𝑇𝐺


𝑟𝑥𝑎

𝐾𝑇𝐺
BNJ (1%) = Q(5%)(t,db_galat)x 𝑟𝑥𝑎

Keterangan:

Q : Tarafnyata

r : Jumlah ulangan

t (α) (db galat) : Nilai t tabel

KTG : Kuadrat Tengah Galat

a : Faktor A

b : Faktor B

2. Uji hipotesis atau uji t Separated Vaians

Untuk mempermudah menganalisis data, hasil penelitian disajikan

dalam bentuk tabel hasil pengamatan, kemudian dianalisis secara deskriptif


persentase, kemudian dilanjutkan denganuji t untuk membandingkan antara

dua variabel apabila terdapat perbedaan atau tidak. Adapun langkah-langkah

pengujian hipotesis (uji-t) sebagai berikut:

a. Uji pra syarat yaitu uji normalitas dengan menggunakan rumus Chi-

kuadrat yaitu: = ,

b. Uji homogenitas dengan menggunakan uji F dengan rumus Fhitung =

c. Uji hipotesis atau uji t Separated Varians adapun rumusnya sebagai


̅ ̅
berikut:T =

Tabel 3.3 Interpretasi kofesien potensi33

Interval Interpretasi
0,80 < ri ≤ 1,00 Potensi Sangat Tinggi
0,60 < ri ≤ 0,80 Potensi Rendah
0,40 < ri ≤ 0,60 Potensi Sedang
0,20 < ri ≤ 0,40 Potensi Tinggi
-1,00 < ri ≤ 0,20 Potensi Sangat Rendah

33
Alfira 2013. Mulya Astuti, Statistik Penelitian. (Jurusan Pendidikan MatimatikaFITK IAIN
Mataram) hal.7
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian inidilaksanakan pada tanggal 22 November 2016, di

Laboratorium IPA Biologi IAIN Mataram. Dari hasil penelitian diperoleh jumlah

cacing pita yang mati dengan menggunakan obat komersil (kombatrin) dan

ekstrak bijipinang(Areca catechu linn)dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat

pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Jumlah cacing pita yang mati dengan mennggunakan kombatrin.

Perlakuan (kosentrasi kombatrin)


U/P
0% 5% 25% 50% 75% ∑X
U1 0 4 5 7 9 25
U2 0 3 6 9 9 27
U3 0 4 5 7 9 25
U4 0 3 4 8 8 23
U5 0 3 6 8 9 26
∑X 0 17 26 39 44 126
∑ ̅ 0 3,4 5,2 7,8 8,8 25.2

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa tingkatkematian

cacing pita semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasiyang

digunakan. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah kematian

cacing pita tertinggi yakni 44 pada konsentrasi 75%. Sedangkan jumlah kematian

cacing pita terendah yakni 0 pada konsentrasi 0%. Berikut ini data tingkat
kematian cacing pita dengan menggunakan ekstrak bijipinang sirih (Areca

catechu linn).

Tabel 4.2 Jumlah cacing pita yang mati dengan menggunakan ekstrak biji pinang
sirih(Areca catechu linn).

Perlakuan (kosentrasi ekstrak biji pinang)


U/P
0% 5% 25% 50% 75% ∑X
U1 0 3 6 8 8 25
U2 0 3 5 9 9 26
U3 0 4 5 8 9 26
U4 0 5 7 7 8 27
U5 0 4 6 8 9 27
∑X 0 19 29 40 43 131
∑ ̅ 0 3,8 5,8 8 8,6 26.2

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat kematian

cacing pita semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi yang

digunakan. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah kematian

cacing pita tertinggi yakni 43 pada konsentrasi 75%.Sedangkan jumlah kematian

cacing pita terendah yakni 0 pada konsentrasi 0%.

Adapun perbandingan antara jumlah kematian cacing pita dengan

menggunakan ekstrak biji pinang(Areca catechu linn)dan kombatrin dapat dilihat

pada Tabel 4.3 berikut ini.


Tabel 4.3 Perbandingan jumlah kematian cacing pita dengan menggunakan
ekstrak bijipinang (b) dan kombatrin(k).
P2(b) P2(k) P3(b) P3(k) P4(b) P4(k) P5(b) P5(k) ∑xP (b) ∑xP (k)
U/P
5% 5% 25% 25% 50% 50% 75% 75%
U1 3 4 6 5 8 7 8 9 25 25
U2 3 3 5 6 9 9 9 9 26 27
U3 4 4 5 5 8 7 9 9 26 25
U4 5 3 7 4 7 8 8 8 27 23
U5 4 3 6 6 8 8 9 9 27 26
∑X 19 17 26 26 40 39 43 44 131 126
∑ ̅ 3,8 3,4 5,2 5,2 8 7,8 8,6 8,8 26.2 25.2

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa perbandingan antara

jumlah cacing pita yang mati dengan menggunakan kombantrin dan ekstrak

bijipinang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat diketahui dari jumlah cacing pita

yang mati dengan menggunakan kombantrin dan ekstrak bijipinang, di mana

jumlah kematian cacing pita tidak jauh berbeda. Berikut ini grafik perbandingan

jumlah kematian cacing pita dengan menggunakan kombantrin dan ekstrak

bijipinang.

Gambar 4.1 Grafik perbandingan jumlah kematian cacing pita dengan


menggunakan kombantrin dan ekstrak biji pinang.

100
Jumlah Kematian Cacing

86
80 78 80
80

60 52 52 Ekstrak Biji
Pita

38 34 Pinang
40

20 Kombatrin

0 0 0
0 5% 25% 50% 75%
Persentase Kosentrasi Antihelmintik
Berdasarkan Gambar grafik 4.1 diatas terlihat perbandingan jumlah

kematian cacing pita dengan menggunakan kombantrin dan ekstrak biji pinang

tidak jauh berbeda, di mana jumlah kematian cacing pita pada setiap variasi

konsentrasi memiliki interval yang rendah, misalnya pada konsentrasi 5%,

interval jumlah kematian cacing pita yakni 4. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa antara kombantrin dan ekstrak bijipinang tidak berbanding nyata.

B. Analisis Data

1. Analisis Potensi

Data hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif menggunakan

persamaan persentase kematian. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk

tabel 4.4 dan 4.5. Hasil analisis data presentasi kematian pada tabel 4.4

berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil potensiekstrak biji pinang terhadap kematian cacing pita

Jumlah Jumlah
Perlakuan % Mati
awal mati
P1 50 0 0
P2 50 13 38%
P3 50 26 52%
P4 50 40 80%
P5 50 43 86%

Sedangkan untuk potensi kombatrin terhadap kematian cacing pita

dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.


Tabel 4.5 Hasil potensikombatrin terhadap kematian cacing pita.

Jumlah Jumlah
Perlakuan % Mati
awal mati
P1 50 0 0
P2 50 17 34%
P3 50 26 52%
P4 50 39 78%
P5 50 40 80%

Hasil analisis data Sketsa kurva normal standar pada kombatrin

disajikan dalam bentuk grapik 4.1 hasil pengamatan sebagai berikut ini.

Grapik 4.1 Sketsa kurva normal standar pada kombatrin

Mencari luas Z tabel (menggunakan Z tabel)

a) L1 = Z1 - Z2 = 0,4115 – 0,2734 = 0,1381

b) L2 = Z2 – Z3 = 0,2734 – 0,0596 = 0,2138

c) L3 = Z3 – Z4 = 0,0596 – 0,1736 = -0,114

d) L4 = Z4 – Z5 = 0,1736 – 0,3531 = -0,1795

e) L5 = Z5 – Z6 = 0,3531 – 0,4505 = -0,0974


Sedangkan untuk hasil analisis data sketsa kurva normal standar pada

ekstrak biji pinang disajikan dalam bentuk grapik 4.2 hasil pengamatan

sebagai berikut ini.

Grapik 4.2 Sketsa kurva normal standar pada ekstrak biji pinang

Mencari luas Z tabel (menggunakan Z tabel)

a) L1 = Z1 - Z2 =0,4922– 0,4418 = 0,0504

b) L2 = Z2 – Z3 = 0,4418– 0,2611 = 0,2311

c) L3 = Z3 – Z4 = 0,2611 – 0,0557 = 0,2054

d) L4 = Z4 – Z5 = 0,0557 – 0,3413 = -0.1866

e) L5 = Z5 – Z6= -0,1866 – 0,4678 = -0,6544


Selanjutnya untuk mengetahui kategori tingkat potensi ekstrak biji

pinang dilakukan analisis dengan kurva normal. Perhitungan dan

analisisnya sebagai berikut:

0% µ-0,1s µ-0,1s 50% µ+0,2s µ+0,2s 100%

Rumus penentuan kategori tingkat keamanan sebagai berikut:

S= = 16,7

0 ≤ x ≤ 50 – 0,1 (16,7) = 27,9% Sangat Kurang (SK)

27,9 < x ≤ 50 – 0,1 (16,7) = 48,3% Kurang (K)

48,3 < x < 50 + 0,1 (16,7) = 51,7% Cukup (C)

51,7 < x < 50 + 0,2 (16,7) = 75% Tinggi (T)

75 < x < 50 + 0,2 (16,7) = 100% Sangat Tinggi (ST)

Hasil analisis di atas dirangkum dalam tabel 4.6 sebagai berikut:


Tabel 4.6 Hasil Analisis Kriteria potensi ekstrak biji pinang dan kombatrin

sebagai antihelmintik (obat cacing)

Kategori tingkat potensi


Bahan pratik Total Persentase %

Perlakuan Ekstrak Ekstrak


Ekstrak Biji
Biji kombatrin Biji kombatrin kombatrin
Pinang
Pinang Pinang
P1 :0 % 0 0 0 0 Sangat Kurang Sangat Kurang

P2: 5% 13 17 38% 34% Sangat Kurang Sangat Kurang

P3: 25% 26 26 52% 52% Cukup Cukup

P4: 50% 40 39 80% 78% Tinggi Tinggi

P5: 75% 43 40 86% 80% Tinggi Tinggi

Berdasarkan Tabel 4.6 Hasil analisis di atas kategori tingkat potensi

antihelmintik (obat cacing) pada setiap sampel bahwa pada perlakuan III

dengan kosentrasi 25% menunjukkan katagori cukup (C) sedangkan pada

perlakuan IV sampai V dengan kosentrasi 50 sampai 75% menunjukkan

katagori tinggi (T), kedua obat tersebut memiliki potensi yang sama.

2. Analisis data dengan ONE WAY ANOVA (Analysis of variance)

Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan ONE WAY

ANOVA (Analysis of variance) untuk mengetahui apakah ada Potensi

Ekstrak Buah Pinang Sirih (Arecha catechu l.) sebagai Antihelmintik Cacing

Pita (Ascaradia Galli) Pada Usus Ayam. Hasil analisis data dapat dilihat

dalam Tabel 4.7 sidik ragam sebagai berikut ini.


Tabel 4.7 Data Hasil Sidik Ragam Perlakuan Ekstrak Buah Pinang Sirih
(Arecha Catechu l.) sebagai Antihelmintik Cacing Pita
(Ascaradia Galli) Pada Usus Ayam

Sumber F . tab
Db JK KT FK F. hit
keberagaman 5%
Perlakuan 4 243.76 60.94 686.44 138.5 2,87
Galat 20 8.8 0.44
Total 24 252.56

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa F-hitung>F-tabel

yang berarti diantara semua perlakuan dikatakan nyata (signifikan) sehingga

Ha diterima dan H0 ditolak. Adapun hasil analisis sidik ragam kombatrin

dapat dilihat pada Tabel 4.8 sebagai berikut ini.

Tabel 4.8 Data Hasil Sidik Ragam Kombatin

Sumber F . tab
Db JK KT FK F. hit
keberagaman 5%
Perlakuan 4 249.36 62.34 635.04 164.0526 2,87
Galat 20 7.6 0.38
Total 24 256.96

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa F-hitung>F-tabel

yang berarti diantara semua perlakuan dikatakan nyata (signifikan) sehingga

Ha diterima dan H0 ditolak. Berdasarkan hasil Analisis Of Variance tentang

ekstrak biji pinang sirih (arecha catechu l.) sebagai antihelmintik cacing pita

(ascaradia galli) pada usus ayam terdapat pengaruh yang nyata pada semua

perlakuan sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur)

taraf signifikan 5%. Untuk mengetahui perbandingan antara dua variabel


apakah terdapat perbedaan atau tidaknya maka dapat dilihat pada Tabel 4.9

dan 4.10 dibawah ini

Tabel 4.9 Uji Lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur) Ekstrak Buah Pinang

No Perlakuan Rata-Rata Notasi


1 I 0 b
2 II 3,8 b
3 III 5,8 b
4 IV 8 bc
5 V 8,6 c

Sedangkan uji lanjut (BNJ) maka dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah

ini.

Tabel 4.10 uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur) Kombatrin

No Perlakuan Rata-Rata Notasi


1 I 0 a
2 II 3,4 a
3 III 5,2 a
4 IV 7,8 ab
5 V 8,8 b

Berdasarkan Tabel 4.9 dan 4.10 dari uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur)

dengan selisih antara rata-rata perlakuan lebih besar dari nilai BNJ maka

notasinya sama. Hal ini menunjukan ekstrak biji pinang berpotensi sebagai

obat cacing (antihelmitik) pada perlakuan 50% dengan persamaan notasi yaitu

8 (bc) ekstrak biji pinang sedangkan kombatri 7.8 (ac).


3. Uji hipotesis atau uji t Separated Vaians

a. Uji prasarat atau Uji normalitas

1) Uji normalitas kombatrin

Tabel 4.11 Chi kuadrat

Interval Batas Z batas Z Tabel Luas Z Ei Oi


kelas kelas Tabel
23 – 24,2 22,5 -13,5 0,4115 0,1381 0,6905 1 0,138
24,3 –
23,7 -7,5 0,2734 0,2138 1,069 2 0,810
25,5
25,6 –
24,9 -1,5 0,0596 -0,114 0,57 1 0,324
26,8
26,9 –
26,1 4,5 0,1736 -0,1795 0,8975 1 0,011
28,1
27,3 10,5 0,3531 -0,0974 0,487 0 0,487
28,5 16,5 0,4505
=-7,874

Dari hasil analisis didapatkan = -7,874, sedangkan

tabel = (dk) (0,05) = 4-1=3 = 7,82 jadi dengan demikian hitung

< tabel maka data tersebut berdistribusi normal.

2) Uji normalitas estrak buah pinang

Tabel 4.12 Chi kuadrat

Interval Batas Z batas Z Tabel Luas Z Ei Oi


kelas kelas Tabel
25 – 25,6 24,5 -2,428 0,0504 0,4922 0,252 1 2,22
25,7 – 26,3 25,1 -1,571 0,2311 0,4418 1,1555 2 0,61
26,4 – 27 25,7 -0,714 0,2054 0,2611 1,027 2 0,92
26,3 0,142 -0.1866 0,0557 -0,933 0 - 0,93
26,9 1 -0,6544 0,3413 -3272 0 -0,32
27,5 1,857
= 2,5
Dari hasil analisis didapatkan = 2,5, sedangkan

tabel = (dk) (0,05) = 3-1=2 = 5,99 jadi dengan demikian hitung <

tabel maka data tersebut berdistribusi normal.

b. Uji homogenitas

Untuk uji homogenitas peneliti menggunakan uji F dengan

rumusebagai berikut Fhitung = .

Tabel 4.13 Deviasi data ekstrak biji pinang

No X F F.X X- ̅ (X - ̅ )2 F (X - ̅ )2 S S2 ̅
1 25 1 25 -1,2 1,44 1,44 0,748 0,559 26,2
2 26 2 52 -0,2 0,04 0,08
3 27 2 54 0,8 0,64 1,28
Σ 5 131 2,8

Tabel 4.14 Deviasi Data kombatrin

No X F F.X X- ̅ (X - ̅ )2 F (X - ̅ )2 S S2 ̅
1 23 1 23 -2,2 4,84 4,84 1,326 1,758 25,2
2 25 2 50 -0,2 0,04 0,08
3 26 1 26 0,8 0,64 0,64
4 27 1 27 1,8 3,24 3,24
Σ 5 126 8,8

Fhitung = = 3,14

Ftabel = (dk) = n1-1, n2-1 = 5-1, 5-1 = 4, 4 = 6,39.

Dari penghitungan uji homogenitas diatas diperoleh Fhitung = 3,14

sedangkan Ftabel = 6,39 pada taraf signifikansi 5% dengan kriteria

pengujian jika Fhitung< Ftabel maka data bersifat homogen dan jika Fhitung>
Ftabel maka data bersifat tidak homogen. karena nilai Fhitung data tersebut

lebih kecil (<) dari nilai Ftabel maka ke-dua data tersebut bersifat

homogen.

c. Uji t (Separated Varians)


̅ ̅
Thitung =

=

= 1,47

ttabel = dk = n1 + n2 – 2 = 5 + 5 – 2 = 8 = 1,860

Dari hasil uji t diatas diperoleh thitung< ttabel maka Ha ditolak

dengan demikian tidak ada pengaruh ekstrak biji pinang sebagai

antihelmintik cacing pita pada ayam dan tidak ada perbedaan antara

ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin sebagai antihelmintik cacing pita

(Ascaradia Galli) pada ayam. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data

dimana t-hitung < t-tabel sehingga Ha ditolak.


C. Pembahasan

Data hasil penelitian tentang pengaruh ekstrak biji pinang sirih (arecha

catechu l.) sebagai antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam

diperoleh berdasarkan jumlah cacing pita yang mati setelah diberikan perlakuan

berupa perendaman dalam larutan ekstrak biji pinang sirih dan larutan

kombantrin dengan konsentrasi yang bervariasi. Dalam penelitian ini, ayam yang

digunakan adalah ayam ras pedaging atau broiler yang merupakan jenis ras

unggulan hasil persilangan. Jenis ayam yang akan digunakan dalam pengambilan

cacing pita yaitu jenis ras unggulan hasil persilangan. Umur ayam yang

digunakan yakni 2 bulan keatas karena cepat terserang penyakit.34 Jenis ayam

yang mudah terserang parasit cacing penampilan tampak pucat, lesu, kurus

dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun

hingga dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Berdasarkan hasil penelitian, perendaman cacing pita dalam larutan

ekstrak biji pinang dengan konsentrasi 0%, 5%, 25%, 50% dan 75%

menunjukkan pola yang meningkat pada tingkat kematian cacing pita. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji pinang yang

digunakan, maka tingkat kematian cacing pita pun semakin meningkat. Dalam

penelitian ini, tingkat kematian cacing pita tertinggi yakni pada konsentrasi 75%

dengan jumlah cacing pita yang mati yaitu 43, sedangkan tingkat kematian

34
htt://yuerna 25. Wordpres. Com/2011/11/28/karya-tulis-pemanfaatan-buah-pinang-terhadap-cacing-
pada-ayam/diambil pada tanggal 02 agustus, 2016, pukul 07:46 WITA
cacing pita terendah yakni pada konsentrasi 0% dengan jumlah cacing pita yang

mati yaitu 0.

Rata-rata persentase jumlah kematian cacing pita pada masing-masing

perlakuan dengan beragam konsentrasi yang diberikan semakin meningkat pula

seiring bertambahnya konsentrasi dengan tingkat kematian tertingi, yaitu 8,6

dengan kosentrasi ekstrak biji pinang yaitu 75%. Sedangkan pada perlakuan

dengan kosentrasi rendah tingkat kematiannya, yaitu 3,8 dengan kosentrasi

ekstrak biji pinang yaitu 5%.

Tingginya tingkat kematian cacing pita yang direndam dalam larutan

ekstrak biji pinang dengan berbagai konsentrasi disebabkan oleh kandungan biji

pinang sirih tersebut. Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin

(C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Jenis

alkaloid yang dominan yang terdapat di dalam biji pinang dan yang

kemungkinannya mempunyai efek antelmintik adalah arekolin. Arekolin

bersifat racun bagi beberapa jenis cacing dan menyebabkan paralisis sementara.

Sebagaimana dikemukakan oleh Nonaka (1989) menyebutkan bahwa biji buah

pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang

termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa tannin diduga memiliki

kemampuan daya antelmintik yang mampu menghambat enzim dan merusak

membrane. 35

35
Kristin Ningrum, Tumbuhan Sakti Pembunuh Penyakit, (Jakarta: dunia sehat, 2013) hal.50
Selain itu telah dikemukakan oleh Barlina bahwa pemanfatan biji pinang

sebagai bahan baku obat cacing, telah diuji efektifitasnya, baik secara invitro

maupun in vivo untuk membuktikan khasiat Antihelmintik. Biji pinang telah diuji

In Vitro (dalam media buatan) terhadap cacing kait ajing hasil penguji

menunjukan bahwa, selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang,

sedangkan dalam Pirantel Pamoat belum ada yang mati. Sedangkan pada In Vivo

(dalam tubuh hidup) biji pinang dapat menurunkan telur cacing sampai 74,3%,

sedangkan Mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan

fungsi Antihelmintik bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing

tradisional.

Selain menggunakan larutan ekstrak biji pinang sirih sebagai

altihelmintik, digunakan pula larutan kombantrin. Data hasil penelitian tentang

potensi kombantrin sebagai antihelmintik terhadap cacing pita (Ascaradia Galli)

Pada Usus Ayam diperoleh berdasarkan jumlah cacing pita yang mati setelah

diberikan perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian, perendaman cacing pita dalam

larutan kombantrin dengan konsentrasi 0%, 5%, 25%, 50% dan 75%

menunjukkan pola yang meningkat pula pada tingkat kematian cacing pita. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji pinang yang

digunakan, maka tingkat kematian cacing pita pun semakin meningkat. Dalam

penelitian ini, tingkat kematian cacing pita tertinggi yakni pada konsentrasi 75%

dengan jumlah cacing pita yang mati yaitu 44, sedangkan tingkat kematian
cacing pita terendah yakni pada konsentrasi 0% dengan jumlah cacing pita yang

mati yaitu 0.

Rata-rata persentase jumlah kematian cacing pita pada masing-masing

perlakuan dengan beragam konsentrasi yang diberikan semakin meningkat pula

seiring bertambahnya konsentrasi dengan tingkat kematian tertingi, yaitu 8,8

dengan kosentrasi larutan kombantrin yaitu 75%. Sedangkan pada perlakuan

dengan kosentrasi rendah tingkat kematiannya, yaitu 3,4 dengan kosentrasi

larutan kombantrin yaitu 5%.

Perbandingan potensi antara ekstrak biji pinang sirih dan kombantrin

sebagai antihelmintik tidak berbeda nyata, di mana jumlah kematian cacing pita

pada setiap variasi konsentrasi memiliki interval yang rendah, misalnya pada

konsentrasi 5%, interval jumlah kematian cacing pita yakni 4. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa antara kombantrin dan ekstrak biji pinang tidak

berbanding nyata. Pada konsentrasi yang tinggi (75%), tingkat kematian cacing

pita yang telah direndam pada larutan ekstrak biji pinang sirih maupun larutan

kombantrin memiliki tingkat kematian yang sama tinggi, yang mana pada larutan

ekstrak biji pinang sirih jumlah cacing pita yang mati yakni 43, sedangkan pada

larutan kombantrin yakni 44. Dengan demikian, antara ekstrak biji pinang sirih

dan kombantrin memiliki potensi yang sama sebagai antihelmintik. Disebabkan

karena kandungan alkaloid yang dominan yang terdapat di dalam biji

pinang dan yang kemungkinannya mempunyai efek antelmintik adalah arekolin.

Arekolin bersifat racun bagi beberapa jenis cacing dan menyebabkan


paralisis sementara. Nonaka (1989) menyebutkan bahwa biji buah pinang

mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk

dalam golongan flavonoid. Senyawa tannin diduga memiliki kemampuan daya

antelmintik yang mampu menghambat enzim dan merusak membrane.

Terhambatnya kerja enzim dapat menyebabkan proses metabolisme pencernaan

terganggu sehingga cacing akan kekurangan nutrisi pada akhirnya cacing akan

mati karena kekurangan tenaga. Membran cacing yang rusak karena tanin

menyebabkan cacing paralisis yang akhirnya mati. Tanin umumnya berasal

dari senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein

dengan membentuk koopolimer yang tidak larut dalam air. Tanin juga memiliki

aktivitas ovasidal, yang dapat mengikat telur cacing yang lapisan luarnya

terdiri atas protein sehingga pembelahan sel didalam telur tiadak akan

berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk. Pada pengobatan hewan,

ekstrak biji pinang digunakan untuk pengobatan cacing pada anjing dan ternak,

dan untuk mengobati masalah pencernaan pada kuda. Karena nilai thitung lebih

kecil dari pada ttabel maka Ha ditolak dan Ho diterima dengan demikian tidak ada

pengaruh ekstrak biji pinang sebagai antihelmintik cacing pita pada ayam dan

tidak ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin sebagai

antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam. Hal ini terlihat dari hasil

analisis data yatu t-hitung < t-tabel sehingga Ha ditolak.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis data juga pembahasan

yang sudah dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Tidak ada pengaruh ekstrak biji pinang sirih sebagai antihelmintik cacing pita

(Ascaradia Galli) pada ayam. hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data

dimana F-hitung < F-tabel sehingga Ha ditolak.

2. Tidak ada perbedaan antara ekstrak biji pinang sirih dan kombatrin sebagai

antihelmintik cacing pita (Ascaradia Galli) pada ayam. Hal ini dapat dilihat

dari hasil analisis data dimana t-hitung < t-tabel sehingga Ha ditolak.

3. Saran

1. Bagi mahasiswa di harapkan untuk mengembangkan penelitian selanjutnay

dengan kosentrasi yang lebih besar untuk mencapai tingkat (mortalitas)

sampe 100%.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk kalangan mahasiswa dalam ilmu sains

(Science).

3. Bagi masyarakat dan petani diharapkan untuk dapat melakukan

pembudidayaan tumbuhan pinang (Arecha catechu L) karena tanaman ini

masih langka.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul haris sudi hartono. 2002. Berternak Ayam Negeri Petelur Super Yang Berhasil.

Pekalongan: C.V. Gunung Mas

Adam. 2005. Dikutip dari skripsi fatna andika wati. 2016

Bagas Kumorojati. 2011. Menjadi Kaya dengan Beternak Ayam Broiler. Arta Pustaka

Dalimartha Setiawan. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6.Jakarta: Anggota


IKAPI.

Hartono Abdul Haris Sudi. 2002. Berternak Ayam Negeri Petelur Super yang
Berhasil.

Pekalongan: C.V.Gunung Mas.

Hartono Sudi Abdul Haris. Beternak Ayam Negeri Bertelur Super Yang Berhasil.
pekalongan:

C.V. Gunung mas.

Lukman Lutony Tony. 1993. Pinang Sirih Komoditi Ekspor dan Serbaguna.
Yogyakarta:

KANISIUS (Anggota IKAPI).

Margono.S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rinika Cipta

Melati Ferianita Fachrul. 2007. Metode Sampling Bioteknologi. Jakarta: Bumi Aksara
Mujiman. 1995. Peternakan Pendidikan Dasar Paket I : ayam. Pasuruan: PT.
GAROEDA

BUANA INDAH.

Ningrum. Kristin. Mey Murtie. 2013. Tumbuhan Sakti Pembunuh Penyakit. Jakarta:
Dunia

Sehat.

Ningrum Kristin. Mey murtie. 2013.Tumbuhan Sakti Pembunuh Penyakit. Jakarta:


dunia sehat.

Nanang. Martono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif. Jakarta: PT. Rinika Cipta

Parasittologi Kedoteran. 2008. Staf Pengajar Departemen Parasitologi.

Padmiarso. M. wijoyo. Sehat Dengan Tanaman Obat. Jakarta: bee media Indonesia.

Padmiarso. M. Wijoyo. Sehat Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Roni. Agustin polana. 2011. Mengatasi 71 Penyakit Pada Ayam. Jakarta: Agro
Media.

Surachmat kusumo dkk. 1975. Tanaman Pinang (Areca catechu linn). Jakarta:
lembaga

penelitian hortikultura pasar minggu.

Soedarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta: Anggota IKAPI.

Suprijatna Edjeng. 2005. Ayam Buras Krosing Petelur . Jakarta: Penebar Swadaya
Satrija. Helmitologi. 2005. Cirri Umum Dan Morfologi Helminth. Bogor: Institus
Pertanian.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan . Bandung: Alfabeta.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sugiono. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Surharsini Arjkunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Agro IP

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bercocok Tanaman Obat. Bandung: Yarma
Widya.

Anda mungkin juga menyukai