Anda di halaman 1dari 72

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap kata alhamdulillah, meng-Agungkan nama Allah

SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, sangatlah pantas puja

maupun puji bagi-Nya sekalian alam. Semoga shalawat serta salam

senantiasa kita limpahkan kepada Nabi Muhammad sang pencerah

peradaban, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya.

Dengan limpahan rachmad-Nya serta kemauan penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat ujian akhir

program strata satu (S 1) pada tahun 2005, guna memperoleh sarjana dalam

ilmu sejarah dan peradaban Islam fakultas ADAB IAIN Sunan Ampel

Surabaya dengan judul skripsi : “PERAN GIRI KEDATON BAGI

PROSES PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM 1487 – 1680

MASEHI” (studi tentang sejarah peradaban).

Keberhasilan serta selesainya skripsi ini, dengan segala kerendahan

hati. Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, Bapak. Prof.

DR. H. Burhan Djamaluddin, MA.

2. Ketua Jurusan sejarah dan peradaban Islam. Ibu Dra. Lilik Zulaicha,

M.Hum.

3. Drs. Masyhudi, M.Ag. Selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan semangat pengarahan dan bimbingan dengan tekun

serta sabar pada penulis

1
4. Para bapak/ibu dosen yang telah sudi dengan sangat ikhlas

memberikan transfer keilmuan selama kuliah hingga tersusunnya

tulisan skripsi ini.

5. Para bapak/ibu karyawan yang juga dengan penuh rasa ikhlas

memberikan jasa pelayanan terbaiknya semoga dapat lebih

professional lagi

6. Kedua orang tua dan semua adik-adikku telah memberikan

dorongan semangat do’a maupun dukungan materi demi masa

depanku.

7. semua pihak yang telah turut membantu selesainya skripsi ini.

Besar harapan semoga skripsi ini dapat membantu serta menjadi

wacana yang bermanfaat. Tiada balasan yang dapat penulis sampaikan

kepada semua pihak, baik yang tertulis atau belum tertulis. Dengan hanya

mengucap semoga amal baik bapak, ibu dan sahabat-sahabat semua

mendapat limpahan rachmad serta pahala dari Pangeran Agung dan dicatat

sebagai amal yang baik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Gresik, 25 – 06 – 2005.

Penulis

2
ABSTRAKSI

Nama : Nur Achmad Fathoni


Nim : Ao. 2300. 067
Program studi : S-1
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam
Fakultas : Adab
Nama Lembaga : IAIN Sunan Ampel Surabaya

“PERAN GIRI KEDATON BAGI PROSES PERKEMBANGAN


PERADABAN ISLAM”. (studi tentang historis, sosiologis, dan
antropologis Islam).
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah : (1) adakah peradaban

Islam sebelum Giri Kedaton, (2) Bagaimana proses peradaban Islam

sebelum Giri Kedaton sampai berdirinya Giri Kedaton, (3) bagaimana peran

Giri Kedaton bagi proses perkembangan peradaban Islam.

Dalam menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan

pendekatan sinkronis historis dan sosial antropologis. Penggunaan

pendekatan-pendekatan tersebut dapat mengungkapkan fakta sejarah

tentang peran Giri Kedaton bagi proses perkembangan peradaban Islam.

Kesimpulan yang dapat diambil dari skripsi ini adalah peran-peran

yang dilakukan oleh para pejuang Islam dalam proses mengembangkan

agama Islam serta pengawalannya terhadap peradaban pra Islam sampai

pada pengawalan terhadap peradaban pasca Islam yang dalam masa

terjadinya proses perkembangan serta pengawalan tersebut tanpa disertai

muncul maupun timbulnya benturan antar peradaban dalam proses

Islamisasi di Nusantara.

3
PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

My Family :

 Kedua orang tuaku yang telah memberikan do’a, eksistensi,

kasih sayang, dan segalanya. Perjuangan tanpa kenal lelah tak

akan tergantikan.

 Adik-adikku semua yang selalu memberikan semangat serta

pengertian untuk supaya selalu berjuang dan berusaha.

My teacher :

 Buat bapak Dekan Fakultas Adab, beserta pembantunya, ketua

jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Semua dosen serta

karyawan di Fakultas Adabku tercinta.

My Friend :

 Untukmu segalanya semua sahabat-sahabatku, si kondang tanpa

kenal lelah, pergerakan dan perjuangan dengan tangan tetap

terkepal. Perubahan tak akan pernah nyata tanpa rasa ikhlas,

berdo’a, dan berusaha.

 Semua sahabat-sahabatku angkatan 00, adik-adikku terima

kasih banyak dan semoga sukses untuk semuanya.

4
MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu qaum

sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(QS. Ar Rad :11).

“Segalanya yang ditakdirkan Tuhan mungkin kita bisa mengubahnya

dengan berusaha dan do’a”.

5
DAFTAR ISI

Sampul dalam..........................................................................................

Persetujuan pembimbing.........................................................................

Pengesahan tim penguji...........................................................................

Motto.......................................................................................................

Persembahan............................................................................................

Abstraksi..................................................................................................

Kata pengantar.........................................................................................

Daftar isi..................................................................................................

Lampiran..................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Ruang lingkup dan Rumusan masalah...............................................2

C. Pendekatan dan Kerangka teori......................................................... 2

D. Tujuan penelitian............................................................................... 5

E. Arti penting penelitian....................................................................... 5

F. Tinjauan penelitian terdahulu.............................................................5

G. Metode penelitian.............................................................................. 7

H. Bahan / sumber.................................................................................. 9

I. Sistematika penulisan..........................................................................9

6
BAB II : PERADABAN ISLAM SEBELUM GIRI KEDATON

A. Peradaban Islam Kaum Pedagang.................................................... 11

1. Fatimah binti Maimun bin Hibatallah............................................... 12

2. Syech Maulana Malik Ibrahim.......................................................... 15

B. Situs Peradaban Islam sebelum Giri Kedaton...................................20

BAB III : GIRI KEDATON

A. Proses berdirinya Giri Kedaton........................................................ 22

B. Kebijakan-kebijakan Giri Kedaton................................................... 36

1. Peradaban Keagamaan.......................................................................36

2. Peradaban Politik...............................................................................38

3. Peradaban Rancangan Tata Ruang Wilayah......................................46

4. Peradaban Seni.................................................................................. 48

C. Nilai dan Wujud Peradaban Islam Giri Kedaton.............................. 50

D. Runtuhnya Pengaruh Giri Kedaton...................................................51

BAB IV : Giri Kedaton Dalam Proses Pengembangan Peradaban Islam

A. Peradaban-peradaban Islam masa Giri Kedaton...............................57

B. Pentingnya Sejarah Peradaban bagi Pemerintah...............................59

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................62

B. Saran................................................................................................. 63

7
Persetujuan Pembimbing Skripsi

Skripsi oleh Nur Achmad Fathoni ini telah diperiksa dan disetujui untuk
diujikan.

Gresik, 25 – juni – 2005


Pembimbing,

Drs. Masyhudi, M. Ag
NIP. 150 231 819

8
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi yang disusun oleh Nur Achmad Fathoni


Telah dipertahankan di depan tim penguji skripsi

Surabaya, 9 Agustus 2005


Mengesahkan,
Fakultas Adab
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dekan,

Prof. Dr. Burhan Djamaluddin, MA


Nip. 150 207 791

Tim penguji :
Ketua,

Drs. Masyhudi, M. Ag
NIP. 150 231 819

Sekretaris,

H. Muhammad Khodafi S.Sos


Nip. 150 301 002

Penguji I,

Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA


Nip. 150 203 741

Penguji II,

Dra. Lilik Zulaicha M. Hum


Nip. 150 224 882

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sejarah peradaban Islam, diartikan sebagai perkembangan atau

kemajuan peradaban Islam dalam perspektif sejarahnya.1

Berawal dari tersentuhnya masyarakat jahiliyah, yang berada

dikawasan Timur Tengah Jazirah Arab. Maka karena semua peradaban

yang lebih dulu eksis dikawasan belahan lain misalnya, peradaban Romawi,

peradaban Persia, peradaban Bizantium. Akan tetapi bagi seorang Nabi

Muhammad, justru peradaban masyarakat jahiliyah tersebut disentuh oleh

Nabi, dengan sentuhan halus proses Islamisasi hingga munculnya

peradaban Islam.

Masa proses perkembangan peradaban Islam di Jazirah Arab zaman

jahiliyah, dengan perjalanan serta penyebaran yang sampai meluas ke

berbagai benua, diawali dari Asia terus menyeberang melalui laut Merah

menuju benua hitam (Afrika), terus melangkah maju melewati selat Jabal

Thoriq (Gibraltar), melalui Spanyol menuju benua Eropa. Untuk

membangun nilai-nilai peradaban Islam.

Perkembangan peradaban Islam diberbagai tempat didunia. Peradaban

Islam Timur tengah, peradaban Islam Asia, dan peradaban Islam Spanyol

(Cordoba). Perkembangan dan kemajuan serta pertumbuhan peradaban

1Tim penulis Fakultas adab IAIN Sunan Kalijaga, sejarah peradaban Islam dari masa klasik
hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi bekerjasama fakultas adab IAIN Sunan Kalijaga 2003) hal, 10

10
Islam yang didasari oleh, olah maupun pola berfikir (intelektual) sedikit

lebih maju dari masyarakat Islam. Sehingga dapat mempengaruhi cara

berfikir (pencerahan) terhadap peradaban (negara) lain.

B. Ruang Lingkup Dan Rumusan Masalah.

Ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah proses

perkembangan peradaban Islam yang diperankan Giri kedaton yang

didalamnya mencakup beberapa hal, yang dimulai dari awal peradaban

Islam Giri kedaton.

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Adakah peradaban Islam sebelum Giri kedaton.

2. Bagaimana proses terbentuknya peradaban Islam Giri Kedaton

3. Bagaimana peran Giri kedaton bagi proses perkembangan peradaban

Islam.

C. Pendekatan Dan Kerangka Teori.

Ilmu sejarah, demi pengembangan disiplinnya untuk pembangunan

pengetahuan adalah kekuatan ditengah arus globalisasi budaya dan

universalisasi nilai-nilai, adalah suatu keharusan bila sejarawan

menyumbangkan ilmunya kepada bangsanya dalam usaha mengenal diri

sendiri agar supaya rekayasa masa depan tetap berpijak pada jati diri bangsa.

Dalam kaitan inilah sejarah peradaban mempunyai peranan yang penting,

karena hanya dengan melihat ke masa lalu, kita akan dapat membangun

masa depan yang lebih baik. Selebihnya, sejarah juga menawarkan cara

11
pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga tidak akan terjebak pada

archaisme dan anakronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang

terbentuk di masa lampau sejarah kita.2

Dalam bahasa Inggris ada perbedaan antara istilah culture dan

civilization, dalam bahasa Indonesia terdapat budaya dan peradaban, dan

dalam bahasa melayu ada istilah tamadun, yang dapat membuat

pembicaraan tentang sejarah kebudayaan menjadi sulit, semata-mata karena

terbentur pada peristilahan. Istilah Jerman cultur dalam bahasa Inggris

diterjemahkan dengan civilization karena kata cultur dalam bahasa Jerman

bersifat lebih inklusif daripada culture dalam bahasa Inggris. Demikianlah

misalnya buku Jacob burrckhardt, Die Cultur der Renaissance in Italien

diterjemahkan dengan The Civilization of the Renaissance in Italy.3

Melihat perbedaaan istilah diatas sebenarnya, hanya beda tipis antara

budaya (culture) dengan peradaban (civilization).

Budaya, sebuah peran kehidupan manusia yang lebih menekankan

pada aspek ekspresi yang kurang terstruktur, model maupun wujudnya

melalui kecerdasan rasio dengan sifat religinya.

Peradaban, sebuah peran kehidupan manusia yang lebih menekankan

pada aspek ekspresi yang telah teratur serta terstruktur, punya model,

maupun berwujud nyata melalui kecerdasan nalar dengan sifat religinya.

2 Kuntowijoyo, metodologi sejarah, (Yogyakarta : tiara wacana, 1994), hal, 111


3 Ibid, hal, 113

12
Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila

seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya

maka dia menjalankan suatu peran.

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi

dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu

social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu

pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi,

penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu

posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.4

Perkembangan pengetahuan sejarah realitas adalah teori materialisme

sejarahnya Karl Marx. Demikian yang ada dalam penulisan skripsi ini,

untuk membantu penulisan sejarah yang lebih empirik dan ilmiah.

Mencermati keterangan diatas, skripsi ini menggunakan

penggabungan diakronis dan sinkronis yaitu, meminjam ilmu-ilmu sosial

yang ada sehingga kita lebih mampu mengetahui tentang kecenderungan

yang bergerak dalam masyarakat, yang akhirnya menunjukkan ke arah

mana masyarakat itu berkembang.5

Karena gerak perkembangan masyarakat banyak dipengaruhi oleh

peran-peran dari sebuah sistem kedudukan dengan fungsi dan penyesuaian

diri, dari suatu proses sejarah.

4Soerjono Soekanto, sosiologi suatu pengantar (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal, 243
5Sartono Kartodirjo, pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah (Jakarta, PT Gramedia
Pustaka, 1993) hal, 8

13
D. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui wajah serta peradaban Islam sebelum Giri

kedaton.

2. Untuk mengetahui peran pemerintahan Giri kedaton.

3. Untuk mencari sebab serta akibat dari peran Giri kedaton

terhadap peradaban Islam.

E. Arti Penting Penelitian.

Arti penting penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :

Sebagai pencerahan, motivasi atau pendorong semangat kepada

generasi manusia. Bahwa Islam di bawah pemerintahan Giri kedaton

mengalami zaman keemasan.

Peran para pemimpin Giri kedaton, dalam perubahan pengawalan

peradaban, adalah untuk menambah wacana pengetahuan ilmu sejarah

tentang keadaan serta kondisi masyarakat di bawah pemerintahan Giri

kedaton dalam perkembangan peradaban Islam.

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu.

Setelah keluar–masuk bangunan perpustakaan, baik perpustakaan

pusat maupun perpustakaan adab dan membaca beberapa penelitian yang

dilakukan oleh para mahasiswa. Penulis belum terinspirasi dan judul skripsi

menemui jalan buntu.

14
Tapi setelah main ke rumah bapak Drs. Masyhudi, M,Ag, lantas saya

meminjam salah satu karya beliau yang ditulis berdasarkan hasil penelitian

kolektif bersama tim Fakultas Adab dan judul penelitian tersebut mengenai,

“PERADABAN ISLAM DARI KOTA KUNO GIRI KEDATON GRESIK

JAWA TIMUR“. Disusun oleh konsultan, Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni

MA. Ketua tim, Drs. Masyhudi M.Ag, anggota tim, Drs. H. Ahwan

Mukarrom MA, Dra. Lilik Zulaicha M. Hum, Drs. Muh Hudan, Drs. Amiq

MA, Drs. Achmad Nur Fuad MA. Berdasarkan surat keputusan pimpinan

proyek nomor : 006 / SK / pelita / SA / 2002, lembaga penelitian IAIN

Sunan Ampel Surabaya.6

Dilihat Dari judulnya, tertangkap kesan, bahwa peradaban Islam Giri

kedaton seolah-olah muncul setelah runtuhnya kerajaan besar Majapahit

tanpa disertai peran. Akan tetapi penulis dalam tulisan skripsi ini akan

mencoba untuk saling mengisi kekurangan yang ada dalam judul penelitian

diatas. Dengan disertai peran yang dilakukan oleh pemerintah Giri Kedaton

bagi proses perkembangan peradaban Islam.

Sementara itu dalam penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan pada

peran yang dilakukan pemerintah Giri kedaton bagi proses perkembangan

peradaban Islam. Karena skripsi ini nantinya banyak mengulas tentang

sejarah peradaban Islam, maka skripsi ini layak dan pantas ditampilkan di

Fakultas Adab, karena bernilai historis.

6Tim peneliti IAIN Sunan Ampel, peradaban Islam dari kota kuno Giri kedaton Gresik Jawa
Timur, (Surabaya, lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, 2002), tidak diterbitkan.

15
G. Metode Penelitian.

Pemilihan topik, topik ini dipilih dengan alasan :

1. Pengaruh Giri kedaton bagi perkembangan peradaban Islam.

2. Peradaban-peradaban pemerintahan Giri kedaton dalam proses

perkembangan peradaban Islam.

I. Heuristik yaitu, pengumpulan data dari sumbernya.7

Maksudnya adalah, kegiatan pengumpulan data-data yang ada

hubungannya dengan penulisan skripsi ini dari berbagai sumber,

sebagai berikut :

a. Sumber kepustakaan, data diambil

dari buku-buku babad, seperti : naskah kuno, arsip kuno,

dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan

skripsi ini.

b. Sumber lisan, data diambil lewat wawancara dengan

orang-orang yang dianggap mengerti tentang Giri kedaton.

c. Sumber lapangan, data diperoleh dari peninggalan-

peninggalan berupa benda, artefak, prasasti, dan sumber

data yang lain.

II. Kritik, yaitu melakukan pengujian terhadap data dan sumber,

dalam hal ini kritik dibagi dua :

7Nugroho noto susanto, masalah penelitian sejarah kontemporer, (Jakarta, yayasan Indayu, 1978),
hal, 11

16
a. Kritik ekstern yaitu pengujian terhadap data, maksudnya

data, tersebut relik itu otentik atau tidak. Dengan cara

melihat angka tahun, warna kertas dan juga warna tinta.

b. Kritik intern yaitu pengujian terhadap isi.8

Maksudnya adalah dengan cara melihat pada tulisan pada

sumber datanya.

3. Interpretasi, yaitu kegiatan untuk menetapkan atau memberikan

makna yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang

diperoleh adalah bersifat subjektif, artinya tergantung pada

penilaian yang dihasilkan oleh penulis.

2. Historiografi, yaitu Usaha rekonstruksi peristiwa yang terjadi di

masa lampau. Penulisan itu bagaimanapun baru dapat dikerjakan

setelah dilakukannya penelitian, karena tanpa penelitian

penulisan menjadi rekonstruksi tanpa pembuktian. Baik

penelitian dan penulisan membutuhkan keterampilan. Dalam

penelitian dibutuhkan kemampuan untuk mencari, menemukan,

dan menguji sumber-sumber yang benar. Sedangkan dalam

penulisan dibutuhkan kemampuan menyusun fakta-fakta, yang

bersifat fragmentaris itu kedalam suatu uraian yang sistematis,

utuh, dan komunikatif. Keduanya membutuhkan kesadaran

teoritis yang tinggi serta imajinasi historis yang baik.9

8 Ibid, hal, 38-39.


9 Drs. Badri yatim, MA, Historiografi Islam, (Jakarta, Logos, 1997), hal, 3

17
Adapun pola penyajiannya sebagai berikut :

a.Informatif deskriptif yaitu penyajian tulisan yang sesuai dengan

aslinya sebagaimana diperoleh dari sumber-sumber yang

diperoleh.

b. Informatif interpretatif, yaitu penyajian dengan menggunakan

analisis untuk memperoleh kesimpulan yang sebenarnya.

H. Bahan Sumber.

Pengertian sumber yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai

media atau alat atau bahan untuk merekonstruksi, menggambarkan,

menuliskan, mengisahkan kembali tentang apa-apa yang terjadi di masa

lampau.

Sumber dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber primer dan

sumber sekunder. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kedua

sumber tersebut.

I. Sistematika Penulisan.

Bab I, menjelaskan tentang pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang, ruang lingkup dan rumusan masalah, pendekatan dan kerangka

teori, tujuan penelitian, arti penting penelitian, tinjauan penelitian terdahulu,

metode penelitian, bahan sumber, sistematika penulisan.

Bab II, menjelaskan tentang keadaan serta wajah peradaban Islam

sebelum berdirinya Giri kedaton.

18
Bab III, banyak menjelaskan tentang proses berdirinya, sampai

dengan peran Giri kedaton dalam memproses peradaban Islam bagi

masyarakat.

Bab IV, menganalisa tentang apa-apa yang telah diperankan Giri

kedaton dalam proses mengembangkan proses peradaban Islam dari masa

lampau sampai masa masyarakat kontemporer.

Bab V, sebagai bab terakhir berisi tentang kesimpulan dan saran-

saran.

Bab II

Peradaban Islam sebelum Giri Kedaton

A. Peradaban Islam Kaum Pedagang.

Sebelum kemunculan Giri Kedaton, Islam di wilayah Gresik belum

mengalami perkembangan yang pesat seperti zaman pemerintahan Giri

19
Kedaton. Islam zaman Fatimah binti Maimun bin Hibatallah dan Syech

Maulana Malik Ibrahim.

Proses peradaban Islam yang dilakukan oleh beliau-beliau tersebut

adalah melalui proses dagang dengan penduduk asli Gresik ketika itu.

Kedua pejuang muslimah dan muslim tersebut datang dengan kapal-kapal

dagangnya yang besar dengan membawa barang dagangannya untuk

ditawarkan dengan cara-cara ajaran Islam.

Meskipun proses Islamisasi di kota Santri masih penuh tantangan

perjuangan, akan tetapi semuanya itu demi terwujudnya akhlaq rachmatan

lil alamin (Gresik). Bagi para pemimpin (pedagang) seperti Fatimah binti

Maimun maupun Syech Maulana Malik Ibrahim, kata perjuangan untuk

tegaknya agama Islam. Merupakan harga mati untuk memperjuangkannya

dengan di iringi oleh prinsip-prinsip pengertian dan pemahaman terhadap

akhlaq masyarakat Gresik pada waktu itu.

1. Fatimah binti Maimun bin Hibatallah.

Seorang perempuan muslim. Datang ke pulau Jawa dan mendaratkan

kapal dagangnya di desa Leran, sebelah barat kota Gresik, kalau sekarang

masuk wilayah kecamatan Manyar. Di Leran di temukan situs berupa batu

nisan yang merupakan bukti prasasti arkeologis, di batu nisan tersebut

bertuliskan :

- Bismillahirrahmanirrahim, kullu man

- Alaiha Fanin wayabqa wajhu rabbika dzul jala

20
- Li wal ikram. Hadza qabru syahidah

- Fatimah binti maimun bin hibatallah tuwuffiyat

- Fi yaumi al jum’ah….min rajab

- Wa fii sanatin khomsatin wa tis’ina wa arba’i mi’ atin ila

rahmati (sebagian orang membaca kata “ wa tis’ina “ dengan

bacaan “ wa sab’ina “)

- Allah…..shodaqallah al adzim wa rasulihi al karim.

Artinya dalam bahasa Indonesia :

- Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha

penyayang setiap orang.

- Adalah fana atau hancur, hanya wajah Allah sajalah yang

kekal

- Dia maha agung lagi maha mulia. Ini adalah kubur seorang

pemimpin wanita

- Fatimah binti Maimun bin Hibatallah. Dia meninggal

- Pada hari jum’at…..bulan Rajab

- Tahun 495 H (sebagian membaca 475 H). Dia kembali ke

rahmat

- Allah….memang benar Allah yang maha agung dan rasulnya

yang maha mulia.10

10.
Dukut Imam Widodo dan kawan – kawan, (Gresik, pemerintah kabupaten Gresik, 2004), Grisee
Tempo doeloe hal, 104

21
Pemimpin perempuan muslim, pada tahun 475 Hijriyah, atau

bertepatan dengan angka tahun masehi 1082 Masehi, demikian pula ada

pendapat yang mengatakan 495 Hijriyah, atau bertepatan dengan angka

tahun 1102 Masehi. Dilihat dari angka tahun yang tertulis dari batu nisan,

bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Fatimah binti maimun dalam proses

Islamisasi pulau Jawa pada umumnya, untuk daerah pesisir Gresik pada

khususnya, yang memasuki waktu bertepatan dengan kekuasaan raja Hindu

yang bernama Airlangga, dan suasana masyarakat Jawa pada umumnya

menganut peradaban patriarki, secara tidak langsung apa-apa yang di

lakukan oleh Fatimah binti maimun dalam memperjuangkan proses

Islamisasi kurang mendapat respons dan pengawasan oleh penguasa

kerajaan Mataram Hindu pada waktu itu. Akan tetapi di sisi lain bahwa

Fatimah binti Maimun telah membuka hubungan dagang dari Cina, India,

dan Timur Tengah.

Sebuah mangkuk keramik. Banyak terdapat berserakan, ada yang

tertimbun tanah dan juga juga yang timbul diatas tanah. Menurut hasil

survey lapangan di desa Leran dusun Pesucinan. Penulis diantar oleh salah

satu perangkat desa Leran, lantas dia pun bercerita, bahwa disini (Leran),

memang merupakan kota kuno yang telah hilang bahkan dia menunjukkan

keramik-keramik kuno yang berbentuk mangkuk.11 Kalau dilihat dan

diamati dengan seksama dan teliti, bahwa yang sekarang ini desa Leran

merupakan sebuah kota kuno yang sudah tersentuh oleh peradaban-

11 Wawancara di warkop dengan Bapak Achmad Jayadi.

22
peradaban Islam melalui proses dagang yang berskala internasional saling

menguntungkan.

Demikian juga dengan berita yang di buat oleh tim penelitian

arkeologi nomer 48, judulnya “laporan penelitian arkeologi di situs

pesucinan kecamatan Manyar (1994-1996)“. Disitu ditemukan sebuah

mangkuk keramik abad ke 10 – 11 masehi yang di temukan berdasarkan

hasil penggalian dan eskavasi di dusun pesucinan desa Leran Manyar

Gresik.12

Di salah satu pulau nusantara, Jawa pada zaman itu sudah terjadi

interaksi sosial yang bersifat global, dan bahwa juga masyarakat Gresik

telah mengenal pedagang-pedagang Islam yang bersifat penuh sopan santun

dan akhlaq yang mulia. Sehingga menimbulkan rasa simpati dari penduduk

sekitar.

2. Syech Maulana Malik Ibrahim.

Berperan sebagai pedagang, menyebarkan Agama Islam sambil

berdagang agar tidak terlalu kelihatan vulgar dan agar orang Gresik tidak

menjadi kaget, menjadikan Syech Maulana Malik Ibrahim diberi wewenang

sebagai “subandar ing Gersik” (syahbandar di Gresik), serta di perbolehkan

menyebarkan Agama Islam kepada orang di Gresik yang bersedia masuk

Islam.13

12 Ibid, Grisee Tempo doeloe, hal, 104


13 Soekarman. B.Sc, Babad Gresik I terjemahan, (Radya Pustaka, Surakarta, 1990), hal, 1

23
Seorang ulama’ pedagang, pejuang dalam proses penyesuaian bagi

perkembangan peradaban Islam di pulau Jawa secara umum dan di Gresik

secara khusus, perjuangan memang penuh dengan tantangan, hambatan, dan

kesadaran waktu.

Syech Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai, diantara para wali

pada tahap dewan I yang melakukan proses Islamisasi pada tahun 1404

Masehi. Dewan pertama tersebut antara lain :

1) Syech Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pedagang, ahli mengatur

negara, dakwah di Jawa Timur (Brang Wetan), wafat di Gresik 1419

Masehi.

2) Syech Maulana Ishak, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan,

dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai.

3) Syech Maulana Achmad Jumadil Kubro, asal Mesir, dakwah keliling

wafat dan dimakamkan di Troloyo-Trowulan Mojokerto.

4) Syech Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib – Maroko,

dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di Jatinom Klaten tahun

1465 masehi.

5) Syech Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, di

makamkan di gunung santri antara Serang – Merak Banten pada

tahun 1435 masehi.

24
6) Syech Maulana Ali Akbar, asal Persia / Iran, ahli pengobatan, wafat

dan dimakamkan di gunung santri antara Serang – Merak Banten

1435 masehi.

7) Syech Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat

dan dimakamkan di samping masjid Banten lama, tahun 1462

masehi.

8) Syech Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat dan

dimakamkan di samping masjid Banten lama.

9) Syech Subakir, asal Persia, ahli pasang tumbal tanah angker yang

dihuni jin jahat yang pada waktu itu banyak terdapat di Pulau Jawa.

Lalu kembali ke Persia dan wafat di Persia.14

Syech Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai sosok pribadi yang

serba bisa dalam berbagai hal dan beliaulah ahlinya. Dalam bidang

perdagangan, ilmu agama, bidang politik, dan bidang ketabiban (dokter).

Dengan berbagai macam keahlian yang serba bisa tersebut yang paling

menonjol, adalah Syech Maulana Malik Ibrahim sebagai sosok alim ulama’

yang mandiri.

Ketika itu Leran merupakan pelabuhan yang pada waktu itu ramai dan

sangat banyak di kunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara. Di desa

Leranlah Syech Maulana Malik Ibrahim pertama kali menyandarkan

kapalnya di pangkalan kapal Leran, seperti layaknya kapal-kapal lain yang

juga bersandar.

14 Situs internet, www.jawapalace.org

25
Lantas kanjeng Syech Maulana Malik Ibrahim bersama rombongan

turun dan mendirikan sebuah masjid yang tidak berfungsi sebagai tempat

beribadah, melainkan juga berfungsi sebagai pusat pendidikan (pesantren).

Di sebuah masjid itulah ia memulai mengabdikan dirinya bagi

perkembangan agama Islam, yang kemudian semakin lama semakin

berkembang pesat.

Syech maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai ulama’ ahli pengobatan

selain pedagang, dan banyak memberikan pertolongan kepada penduduk

sekitar apabila ada yang sakit. Keahliannya yang lain adalah ahli dalam

bidang strategi politik untuk misi Islamisasi elite politik kerajaan Majapahit

yang pada waktu itu di pimpin oleh rezim penguasa yang bernama Wikrama

Wardhana (1369 – 1428 Masehi).15 Di dalam misi Islamisasi tersebut Syech

Maulana Malik Ibrahim bekerja sama dengan Sultan Mahmud syah alam

Raja Kedah di Malaka untuk mengawinkan putri raja yang bernama

Aminah binti Mahmud. Para penguasa di Kedah kebanyakan menggunakan

gelar kehormatan dengan sebutan “Sultan Syah“.16

Dalam proses Islamisasi pada tingkatan para elite penguasa atau raja-

raja yang pada waktu itu masih beragama Hindu. Syech Maulana Malik

Ibrahim tidak secara gampang dan mudah mempengaruhinya, tapi beliau

memikirkan cara atau strategi yang pas untuk supaya elite pejabat

Majapahit memeluk dan mengikuti ajaran Islam yang oleh Maulana Malik

15 Ibid, situs internet www.jawapalace.org


16 Azyumardi Azra, Jaringan global dan lokal Islam nusantara, (Bandung, Mizan, 2002), hal, 29

26
Ibrahim yakini paling benar selama hidupnya. Dalam siasatnya Syech

Maulana Malik Ibrahim menggunakan cara perkawinan, akan tetapi Malik

Ibrahim tetap memegang nilai-nilai yang bersifat prinsip-prinsip Islam yang

selalu menjunjung tinggi nilai akhlaqul karimah yang sangat luhur.

Setelah sekian lama dan merasa cukup kuat posisi Islam di Leran.

Mulailah Syech Maulana Malik Ibrahim bergerak ke arah timur mengarah

ke kota Gresik. Sebelumnya beliau berhenti di Desa Roomo dan mendirikan

sebuah masjid yang juga punya fungsi sebagai pesantren, kemudian

dilanjutkan kembali pergerakannya sampai di Desa Sawo, kalau sekarang

pusat kota Gresik, di desa tersebut Syech Maulana Malik Ibrahim

membangun sebuah masjid dan dikenal dengan sebutan langgar sawo, dan

setiap tempat-tempat yang telah disinggahi oleh Syech Maulana Malik

Ibrahim selalu memfungsikan masjid sebagai tempat pusat pendidikan

(pesantren), basis pergerakan serta kaderisasi demi cita-cita tegaknya agama

Islam. Di desa Sawo inilah Maulana Malik Ibrahim menetap hingga wafat

dan di makamkan di desa Gapura Sukolilo.17 Pada tanggal 12 Robiul awal

822 H atau bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M.

Jika proses pergerakan Syech Maulana Malik Ibrahim dari desa Leran

sampai ke desa Sawo (kelurahan kemuteran kota Gresik), diamati dan di

pelajari. Maka perjalanan Maulana Malik Ibrahim tersebut bukan tanpa

maksud, dalam setiap langkah bergerak beliau sangat memikirkan dan

belajar dari para pendahulu-pendahulunya, serta hasil pengamatannya

17 Wawancara dengan Mas Muchlas Sidomukti

27
terhadap peta wilayah (geo politik) daerah pesisir Gresik pada waktu itu.

Hasil berpikirnya, beliau menggunakan pola gerakan dengan sistem stelsel

atau sistem yang saling berkait-kaitan agar supaya hubungan komunikasi

dalam aktifitas gerakan Islamisasinya tidak gampang di putus begitu saja.

Hasil yang terjadi adalah malah menjadi semakin kuat dan berkembang.

Sistem semacam atau seperti itu yang di praktekkan Maulana Malik

Ibrahim, lantas dibajak begitu saja tanpa aturan Haki (hak kekayaan

intelektual) oleh pemerintah penjajah Belanda dengan menggunakan istilah

benteng stelsel, yang di gunakan dalam perang melawan pangeran

Diponegoro dalam proses mengepung pergerakan Diponegoro dan

pasukannya, sehingga wilayah gerakan perlawanan pangeran Diponegoro

tambah mengecil dan menciut. Pada akhirnya pihak penjajah belanda

dengan sangat mudah membujuk dan berhasil menangkap pangeran

Diponegoro dan mengakhiri perlawanannya.

B. Situs Peradaban Islam sebelum Giri Kedaton.

Pemimpin atau tokoh semacam Fatimah binti Maimun bin Hibatallah

dan Syech Maulana Malik Ibrahim banyak meninggalkan nilai-nilai dan

wujud benda. Berupa ilmu, ajaran, dan bentuk bangunan, yang perlu

dipelajari kembali melalui ilmu sejarah. Karena daya nalar pemimpin

tersebut sedikit lebih maju dibanding dengan masyarakat sekitarnya.

Peninggalan tersebut diantaranya adalah :

28
1. Batu nisan Fatimah binti Maimun yang saat ini telah tersimpan di

museum Trowulan, Mojokerto. Merupakan sebuah bukti prasasti

yang dapat di pelajari untuk dan oleh generasi ke generasi hingga

munculnya penafsiran-penafsiran baru yang mendekati kebenaran,

dari sejarah-sejarah manusia yang berbeda zaman tapi punya

kesamaan pada tiap-tiap tingkah lakunya.

2. Peninggalan berupa wujud mangkuk, juga merupakan bukti sejarah

yang mewakili Fatimah binti Maimun bin Hibatallah, begitu juga

adanya kota kuno Leran yang pada tahunnya menjadi pusat

peradaban perdagangan antar bangsa-bangsa dunia.

3. Tambak pangkalan dinamakan tersebut karena memang di tempat

tersebut terdapat semacam bekas tempat kapal-kapal para pedagang

dari berbagai negara untuk bersandar terus melakukan aktifitas

dagang. Dan di tempat itu pula kapal Fatimah binti Maimun dan

Syech Maulana Malik Ibrahim merapat dan menyandarkan kapalnya.

4. Telaga sigaran, memang sebuah nama yang agak berbeda, diantara

lingkungan desa Leran yang kebanyakan berupa tambak. Dinamakan

telaga karena memang di tempat tersebut dulu digunakan oleh

jama’ah masjid Maulana Malik Ibrahim untuk mengambil air wudlu,

tapi di pisah (sigar18 : dalam bahasa Jawa) antara perempuan dengan

laki-laki.19

18 Sigar : di pisah atau di belah yang menunjuk pada benda atau suatu tempat.
19 Wawancara dengan Bapak Achmad Jayadi, perangkat desa Leran

29
5. Bedug dan batu pondasi. Karena bentuk dan model Masjid Maulana

Malik Ibrahim sudah berubah dan mengalami revolusi konstruksi

total, maka yang tersisa adalah beberapa batu pondasi serta sisa-sisa

kayu yang dikumpulkan dalam satu tempat dan jadi salah satu bukti.

Beruntung kondisi bedug sebagai saksi berupa benda masih bisa di

selamatkan di museum Sunan Giri.

6. Mimbar untuk sholat Jum’at, juga berhasil di selamatkan dan

sekarang di tempatkan di Masjid Leran. Karena berubahnya fungsi

masjid Maulana Malik Ibrahim menjadi sebuah Langgar (musholla)

hanya untuk sholat lima waktu dan kegiatan mengaji anak-anak kecil

serta ekspresi kesenian Islam seperti diba’an dan hadrah.

Meneruskan dan mempertahankan model peradaban sang pendiri.

Bab III

Giri Kedaton

A. Proses Berdirinya Giri Kedaton.

Para pemimpin tradisional dengan sistem nasional yang mengawasi

masyarakat lokal. Ia sebenarnya berhubungan dengan pandangan para

pemimpin tradisional terhadap kewenangan kekuasaan luar serta cara

mereka memanfaatkan kekuasaan ini agar dapat menghindari pertentangan

30
langsung sementara pada waktu yang sama, mengupayakan pelestarian

kedudukan dan kepentingan mereka sendiri dalam masyarakat itu.

Hal penting mengenai legitimasi peran mediator dan kenyataan bahwa

setiap mediator dan perantara peradaban ini telah menggambarkan peran

kepemimpinan dan otoritasnya dalam susunan sosio kultural yang berbeda

dalam masyarakat.

Kedudukan mereka yang berhadapan dengan sistem nasional atau

masyarakat lokal serta loyalitas yang hanya bertumpu untuk mengamankan

kedudukan mereka menciptakan suatu perbedaan tidak hanya dalam bentuk

hubungan dan interaksi antar kelompok saja, tetapi juga dalam bentuk dan

proses perubahan sosial peradaban itu sendiri, bahkan keberhasilan usaha-

usaha memajukan “perantara peradaban” dengan perubahan nyata

diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor penting lain yang ikut berperan

dalam mewujudkan perubahan dan modernisasi.

Syarat ini diperlukan bagi semua pemimpin tradisional ketika tidak

ada dukungan dari sistem nasional. Kendati tidak realistik untuk menolak

secara total prospek kemunduran para pemimpin tradisional seperti ini

ketika masyarakat dengan pesat terintegrasi ke dalam sistem nasional,

bagaimanapun hal ini menyimpan suatu pertanyaan bagaimana struktur

sosial dan konstruksi peradaban masyarakat tertentu mempengaruhi bentuk

dan pranata usaha pemimpin tradisional untuk mengatasi dan mengikuti

gerak perubahan. Karena hanya ideologi dan simbol mereka yang cocok

31
untuk masyarakatlah yang dapat digunakan oleh para pemimpin tradisional

sebagai alat untuk membangkitkan emosi dan loyalitas yang efektif dari

masyarakat tertentu, sehingga dapat membantu proses adaptasi mereka

untuk merubah hubungan masyarakat bangsa dan pelestarian sistem sosio-

kultural lokal.

Kelihatannya kunci yang paling pokok untuk mengenali dan

memahami kelestarian otoritas para ulama’ dan tokoh Islam adalah terletak

dalam fungsi dan kedudukan mereka yang berkaitan langsung dengan

agama dan umat dan antara pusat peradaban Islam. Ketaatan beragama

menghasilkan rasa kebersamaan dan kesatuan masyarakat yang bermoral,

yang menghormati otoritas moral sebagai satu-satunya bentuk

kepemimpinan yang kuat.20

Sebuah pemerintahan Ulama’ dalam suatu kerajaan, seorang

pemimpin tidak dapat muncul begitu saja. Kalau tanpa tempat, rakyat dan

pengakuan atau dalam istilah ilmiah populernya disebut legitimasi.

Di sebuah pondok pesantren di Ampel. Setelah sang guru membuat

keputusan yang cukup matang, maka Sunan Giri dan Sunan bonang (anak

Sunan Ampel) keduanya telah sekian lama belajar di pesantren Sunan

Ampel. Terus keduanya di suruh sang guru (Sunan Ampel) untuk menuntut

ilmu yang lebih mendalam ke Mekkah, akan tetapi keduanya di suruh

20DR. Hiroko Horikoshi, (penj : Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa) Kyai dan perubahan
sosial, (P3M, Jakarta, 1987), hal, 239, 240, 241, 246

32
Sunan Ampel mampir dahulu di negeri Pasai untuk menemui Syech

Maulana Ishak dan Maulana Ishak tersebut adalah ayah Sunan Giri.21

Di negeri Pasai itulah Sunan Giri dan Sunan Bonang justru tidak di

perbolehkan melanjutkan niatnya melanjutkan perjalanan oleh Syech

Maulana Ishak. Malah yang terjadi Sunan Giri dan Sunan Bonang

melanjutkan studinya di Pasai, belajar kepada Syech Maulana Ishak tentang

ilmu-ilmu agama Islam yang lebih mendalam.

Setelah masa studinya dirasa cukup dengan ilmu yang diperoleh dari

Maulana Ishak, lantas Maulana Ishak menyuruh keduanya untuk kembali ke

pulau Jawa dengan memberikan segenggam tanah dan berpesan untuk

supaya mendirikan pesantren yang tanahnya cocok dengan segenggam

tanah tersebut kepada Sunan Giri. Ikut serta juga santri syech Maulana

Ishak yaitu : Syech Grigis dan Syech Koja. Pesantren yang didirikan itu

menjadi sebuah pesantren yang tidak hanya terkenal di Jawa Timur.

Para murid-murid (santri) datang hendak mengaji (studi) pada Sunan

Giri, tidak saja berasal dari pulau Jawa, melainkan juga berasal dari

kawasan Indonesia timur antara lain : dari pulau tetangga yaitu Madura,

pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat), Makassar (sulawesi), hitu,

halmahera dan ternate (kepulauan Maluku).22 Memang pada awal

berdirinya Giri Kedaton masih murni sebagai pusat pengembangan dan

pendalaman ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah di seluruh nusantara.

21Umar Hasyim, Sunan Giri (Menara Kudus, Kudus, 1979) hal, 32-33
22Kementrian agama, Sejarah hidup K.H.A. Wakhid Hasyim (Panitia buku peringatan Alm.
K.H.A. Wakhid Hasyim, Jakarta), hal, 21

33
Dengan kata lain Giri Kedaton menjadi sentra pendidikan religius (pusat

pesantren).

Akan tetapi proses berdirinya pesantren tersebut tidak segitu

gampangnya. Dengan modal niat, keyakinan, serta keinginan kuat untuk

berjuang. Sebenarnya awal berdiri pesantren telah dimulai sejak beliau

melakukan lawatan studi ke negeri Pasai.

Syech Maulana Ishak adalah seorang ulama’ di Pasai dan Pasai adalah

wilayah kerajaan Islam yang tidak bisa di taklukkan oleh kerajaan

Majapahit. Maulana Ishak memiliki wawasan dan pengalaman politik yang

sangat dibutuhkan oleh Sunan Giri. Maka beberapa bulan lamanya Sunan

Giri tinggal di Pasai untuk belajar ilmu siyasah (politik) kepada ayahmya.

Salah satu ilmu yang didapat Sunan Giri dari Pasai adalah mencari tempat

strategis yang kelak dalam jangka panjang akan menjadi istana kerajaannya.

Sepulang dari Pasai, Sunan Giri langsung menghadap Sunan Ampel,

mertuanya. Rupanya ada pembicaraan serius, sehingga beliau tidak

menundanya. Pembicaraan tersebut seputar pesan ayahnya untuk mencari

tempat yang serupa dengan segenggam tanah yang dibawa dari Pasai.

Sunan Ampel memberi do’a restu dan mendukungnya agar pesan itu betul-

betul dilaksanakan meski hal itu bukan pekerjaan yang mudah.

Selanjutnya ada semacam proses perjalanan mencari. Sunan Giri

mempertaruhkan jiwa dan raganya menyusuri tebing serta mendaki gunung-

gunung yang ada di Gresik. Napak tilas itu diawali dari titik historis, dari

34
wilayah pesisir kota hingga ke arah pantai utara (pantura). Lama belum

kelihatan hasilnya, tiba-tiba duka menghadangnya. Sunan Ampel wafat,

bertepatan dengan tahun 1475 Masehi.

Setelah kepergian Sunan Ampel, pencarian itu masih berlangsung.

Sunan Giri mengamati posisi sebuah puncak gunung di bagian paling timur

arah selatan kota Gresik. Beberapa hari lamanya ia melakukan ritual di

puncak gunung itu. Tak sampai empat puluh hari, beliau harus

mengurungkan niatnya. Ibu asuhnya Nyai Ageng Pinatih, sakit keras dan

akhirnya meninggal dunia. Kemudian gunung itu disebut gunung Wurung.

Setahun kemudian, napak tilas itu sudah melalui gunung Wurung.

Kemudian Sunan Giri mendaki sebuah puncak gunung. Disitu ia membuat

musholla (langgar) menyerupai padepokan bersama Syech Grigis dan

Syech Koja serta santri-santrinya. Sunan Giri bahkan ikut menukangi

pembuatan langgar itu. Lantas gunung tersebut, disebut gunung Petukangan.

Di gunung petukangan itu Sunan Giri lebih tekun dan lebih khusyuk

beribadah. Bahkan ia seolah-olah telah membuka kehidupan baru (Ihyaul

mawal). Namun setahun kemudian Sunan Giri bergeser ke bukit Landai di

selatan gunung Petukangan. Beliau bermunajat pada tengah malam di bukit

itu dan melakukan tirakatan empat puluh hari.

Pada puncak malam ke empat puluh, dalam sholat tahajud Sunan Giri

melihat sorot cahaya berkilau di arah barat. Kemudian Sunan Giri berusaha

melacak asal cahaya itu. Ternyata posisi cahaya itu beliau temukan di

35
sebuah puncak diantara gunung Petukangan dan Sumber. Puncak itu adalah

Giri Kedaton yang telah lama di impikan. Tanahnya serupa dengan

segenggam tanah yang beliau bawa dari negeri Pasai.

Proses pencarian berhasil. Sunan Giri mulai mewujudkan cita-citanya

di Giri kedaton. Adapun puncak dimana Sunan Giri melihat cahaya, lalu

menduga (mbatang) bahwa cahaya itu adalah ilham atau petunjuk dari

Allah SWT (Tuhan), maka puncak itu disebut Gunung Batang.

Giri Kedaton setelah ditemukan Sunan Giri sekitar tahun 1481 Masehi,

ternyata memang menjadi tempat penuh berkah. Pertama-tama ia

membangun masjid di puncak kedaton. Masjid tersebut sekaligus sebagai

sarana pendidikan (pesantren) bagi para santrinya.

Sebelum Sunan Giri menjadi raja, ia merupakan sosok yang

berbasiskan massa, yaitu para santrinya yang militan, terdidik dan terlatih.

Basis santri ini ada yang berasal dari berbagai pulau di nusantara antara lain,

Kalimantan, Sulawesi, Madura, dan Maluku. Sehingga kelak ketika Sunan

Giri ketika Sunan Giri mendirikan Kerajaan Giri, maka basis pendukungnya

adalah para santrinya yang militan itu, ditambah penduduk Giri dan Gresik

yang juga menaruh kepercayaan kepada Sunan Giri.

Setelah Sunan Giri telah memiliki legitimasi publik (rakyat) yang kuat,

dukungan dan dorongan dari tiga pembesar Jawa Dwipa itu tidak bisa di

tolak oleh Sunan Giri. Maka pada hari senin tanggal 9 Maret 1487 Masehi,

Sunan Giri mulai mendeklarasikan berdirinya kerajaan giri. Dalam prosesi

36
itu, di Giri Kedaton, Raden Patah selaku raja Demak memberikan gelar

Prabu Satmoto kepada Sunan Giri. Pada kesempatan yang lain, raja Hitu

dari kepulauan Maluku membingkiskan gelar raja dari bukit Giri kepada

Sunan Giri.

Itulah gambaran proses melinggihkan (duduk, legitimasi elit). Sunan

Giri sebagai raja di Giri Kedaton yang dihadiri pula oleh para sunan dan

wali di Jawa. Tempat untuk menobatkan Sunan Giri sebagai raja itu di

diberi nama pelinggihan (tempat duduk) kedaton. Selanjutnya menjadi

singgasana kerajaan Giri.23 Jadi Sunan Giri berguru di Pasai, merupakan

bagian dari silaturrahmi jaringan islamisasi serta untuk mendapatkan

pengetahuan yang lebih luas tentang perpolitikan Islam di Jawa yang ketika

itu berhadapan dengan kekuatan Majapahit sebagai penguat ajaran

Hinduisme dan Buddhisme.

Namun sekarang ini yang disebut dengan pelinggihan tersebut

berbentuk sebuah batu besar, selain itu juga dapat ditemui kolam wudlu

pada sisi utara dan selatan, benda-benda tersebut dapat dijumpai di

bangunan situs Giri Kedaton yang bertempat di Desa Sidomukti.

Menurut hasil laporan yang berdasarkan data lapangan hasil kegiatan

pelestarian dan konservasi situs Giri Kedaton tahap III di Dusun Kedaton,

Desa Sidomukti, kecamatan Kebomas, kabupaten Gresik. Untuk sementara

disitu ditemukan struktur bangunan lima dinding teras berundak.24 “Adapun

23 Ibid, Grisee Tempo doeloe. Hal, 14, 15, 16.


24 Hasil Laporan balai pelestarian peninggalan purbakala Trowulan wilayah kerja propinsi Jawa

37
yang di tulis dalam babad Gresik terasnya tertulis ada tujuh berundak”.

Menurut pengamatan penulis di lapangan bahwa hiasan pada dinding pada

Istana merupakan model bingkai cermin. Untuk pintu utama istana yang di

dapati oleh penulis adalah menghadap pada arah timur dan utara, bangunan

keseluruhan istana Giri Kedaton tersebut terpengaruh dari bangunan-

bangunan pada masa pra Islam, yaitu pada masa Mataram kuno dan

Majapahit.

Selanjutnya, melalui aturan sebagai penguasa Sunan Giri memberi


keputusan hukum kepada Syech Siti Jenar, berikut ini proses pengadilannya
: “Punika. Tetkolo amirit ilmu paguneman ilmu roso. Pakumpulan poro
wali songo ono ing masjid Giri puro kedaton, lan sekehe poro ratu, poro
aulia sedoyo. Nuli angendiko kanjeng sinuhun prabu satnetro, Sunan
Bonang Tinari, miwah (su) suhunan Kalijaga lan (kan) jeng (su) suhunan
Ngampel, serto suhunan Qudus miwah seih Siti Jenar, lan sarto seih
Benung miwah Pangeran Fulimbang lan panembahan Ma’dum.
Nuli angendiko Kanjeng sinuhun Prabu Sat Netro : Syukur sewu pepek
sanak kulo sedoyo, sami guneman ilmu roso. Apan wus sami tunggal kapti.
Sampun (112) wonten parebat ; sampun sami masang semu, sampun mawi
tetimbang, sami percoyo ing kapti.
1. Nuli (su) suhunan Bonang beber ilmu ; kang sejati : tegese saliro iku
dzat, sifat, af’al. af’al ing yang sukmo nyoto ing qalbu amnyo dzat
Allah kang murbo wasesa ing dewek iro. Nuli (su) suhunan
Ngadiluwih beber ilmu : Tegese saliro iku sasat jeneng ingsun purbo
Allah sukmo sebut jeneng urip sejagad.
1. Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro beber ilmu : tegese saliro
iku urip tunggal anegerahan budi urip sukmaning sejati.
2. Nuli (su) suhunan Qudus beber ilmu : ruh wajib iman cahyo (113)
mancur kadi suryo mijil saking perahara mateni lampah nguripi
sejagad.
3. Nuli panembahan Maqdum beber ilmu : tegese saliro iku sejatine
Allah amurbo wesiso agung luhur purbo awak diri.
4. Nuli pangeran Fulimbang beber ilmu : jenenge kanugerahan iku
ening iku Allah.
5. Nuli (su) suhunan Kalijogo beber ilmu : sejatine saliro iku tunggal ;
sukmo diri kang murbo wesiso awak diri langgeng ing urip sejati.

Timur dengan dinas pendidikan dan kebudayaan pemerintah kabupaten Gresik tahun 2004, hal 93
tidak dterbitkan.

38
6. Nuli seih Siti Jenar beber ilmu sejati : sembayang iku Allah :
semabah sinembah puji pinuji dawak. Sujud ruku’ iku Allah (114).
7. Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro beber ilmu malih : kang
dihin ; Allah kang purbo angeweruhi. Kapindo ; Nabiyullah. Kaping
telu ; Rasulullah. Kaping pat ; dzat-sifat.
8. Nuli angendiko sekehe poro wali : Eh Siti Jenar Kadariyah ujub
rilah (riko?). Nuli sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : Eh Siti
Adoha Allah parek Allah ; lamun parek aweh pakeniro, lamun adoho
meneng pekeniro. Supoyo yen bener : Eh Siti Jenar siro iku jism alus.
Nuli Siti Jenar angendiko : jiwo rogo den wicoro, pahesan sun tilar.
Nuli poro wali angendiko : Eh ! salah (115) temen Siti Jenar.
Pekenira kafir ingda nas (inda nas) Islam ingda (inda) Allah. Siti
Jenar angendika : temen mengko ingsun sukmo langgeng ing urip sejati.
Apan wus janji rumihin podo ambeber ilmu roso sami podo miyak aling-
aling wong semono podo mawi tetimbang ajo ono salah cipto.
Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : Eh Siti Jenar siro
iku kamanungsan. Tan perbedo marang sanak pekeniro (116) Eh Siti Jenar !
siro iku kebeneran nora nganggo tetimbang oro nganggo aling-aling
menawi akeh-akeh kalugurungan. Ora biso koyo Siti Jenar ; akeh-akeh
wong anggegampang, akeh-akeh salah cipto, salah tompo ; dadi akeh-akeh
kang wong nora arep ameguru ilmu syareat limang waktu ; dadi oro becik.
Lamun bisoho koyo Siti Jenar (iku) luwih utomo ; lamun ora biso dadi
kalugurungan. Nuli seih Maulana sami perapto pinarek masjid ageng ;
ingkang kari, wali pepitu sami ambener sasatyo : Datan perbedo lawan
kang rumihin ; sedoyo sami cunduk. Sami angendiko aji maulana : Eh Siti
Jenar jeneng tuang Siti Jenar (117) ngaku Allah.
Angendiko Siti Jenar : ora ono Allah amung Siti Jenar ingkang ono.
Sirno Siti Jenar ono Allah. Nuli Maulana Maghrib angendiko. Eh kafir adi
Siti Jenar. Kafir ingda nas Islam ingda Allah.
Nuli matur Seih Maulana Maghrib marang sinuhun Prabu Sat Netra :
Eh kanjeng sinuhun sampun : sampun kebeletat. Katah-katah kang
winecoro. Temahan masjid dalem suwung. Wonten sholat, wonten boten
sholat. Katah-katah kang wong gegampang toto syareat tur dereng
kantenan wuniko sejatining ilmu rahsa. Syukur ugo lamun lereso, lah
dawek kanjeng (118) sinihun salah leres Siti Jenar penejahan.
Nuli Siti Jenar angendiko : lah dawek sampun kelayatan lawang
suwargo sampun mengo. Sigera Siti Jenar cinandak qohum papat. Sigera
rinompo lajeng jongko kapinasan ; sahabate ingkang kari sami panejahan.
Sami nyebut ngaku Allah.
Nuli ono rarine Siti Jenar angon wedus wus angrungu Siti Jenar wus
ngemasi kasuwur yen ngaku Allah. Sigera-sigera marek ing ajengan, sarto
sumbar-sumbar iki ono Allah kari siji katungkul angon wedus.
Nuli sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : rari iku kudu melu (119)
Siti Jenar ojo suwe sandingono Siti Jenar. Nuli ono suworo kersaning

39
sukmo ngendikane seih Siti Jenar : Eh rerijil angon wedus angucap : Lah
kabetah tumuteno perloyo. Wus mengo lawang suwargo. Nuli penedang
rari angon wedus tutas jongko kapisanan. Rari angon wedus nuli mengsem.
Wus antoro telung dino, gelang-gelangan jisime Siti Jenar (wutuh).
Nuli angendiko (kan)jeng sinuhun Prabu Satmoto : Siti Jenar badane
misih wutuh, mongko ingulukan salam maring sinuhun Prabu Satmoto. Nuli
sirno badane Siti Jenar. Wus mulih asal kamulyane ruh ; dadi badan alus
Siti Jenar. Sinangkalan sedane Siti Jenar kelawan rare angon wedus.

Berikut ini alih tulisan dalam kalimat-kalimat yang terdapat diatas

tersebut : (111) fasal ini membahas tentang “sejarah ketika melaksanakan

sarasehan (dialog) ilmu roso. Mereka terdiri dari para wali sembilan yang

berkumpul di masjid Giri Kedaton ; pengikutnya terdiri para ratu dan para

wali lainnya. Diantara yang bicara adalah kanjeng sinuhun Prabu Sat Netra

(Sunan Giri), Sunan Bonang Tinari, Sunan Kalijogo, Sunan Ngampel,

Sunan Qudus, Seih Siti Jenar, Seih Benung, Pangeran Palembang dan

Panembahan Ma’dum.

Pertama Prabu Sat Netra berkata : saya muji syukur karena sanak

saudara telah datang semua dalam rangka sarasehan ilmu rasa. Sekarang

kita telah mempunyai kehendak yang sama. Jangan ada yang repot,

menyimpan rahasia, banyak pertimbangan. Percaya saja pada kehendak

i’tikat kita bersama. (Selanjutnya pelaksanaan diskusi itu sebagai berikut).

1. Sunan Bonang berbicara ilmu rasa : “anda itu yang sejati dalam dzat,

sifat dan af’al. af’al (Allah) masuk dalam roh anda ; yang

kenyataannya ada pada hati anda. Maksudnya dzat Allah yang maha

kuasa berada pada diri anda.

40
Kemudian susuhunan Ngadiluwih menjelaskan ilmu : “maksudnya,

anda itu hanyalah namaKu. Pada masa dahulu, ruh Allah menyebut

Nama (Allah) maka timbul kehidupan alam semesta.

2. kemudian kanjeng sinuhun Prabu Sat Netra menjelaskan ilmu rasa,

“anda itu dapat beriman merasa bersatu dengan Tuhan karena diberi

anugerah pengetahuan kehidupan tentang ruh Tuhan”.

3. Kemudian susuhunan Qudus menjelaskan : Ruh wajib iman tentang

cahaya yang memancar seperti matahari yang mengeluarkan cahaya.

Cahaya itu melalui udara menggerakkan alam seperti membunuh

atau menghidupkan alam kehidupan sejagat.

4. Kemudian panembahan Maqdum menjelaskan : “maksudnya, anda

adalah hakekat Allah yang Qadim, kuasa, agung dan luhur. Diri

hamba itu Qadim”.

5. Kemudian pangeran Palembang menjelaskan : yang dimaksud

dengan mendapat anugerah adalah melihat jelas kepada Allah.

6. Kemudian susuhunan Kalijaga menjelaskan : sesungguhnya anda itu

tunggal. Ruh Allah yang maha kuasa beserta dengan ruh hamba

sehingga hamba mengalami kekekalan dalam kehidupan yang sejati.

7. Kemudian Syech Siti Jenar menjelaskan ilmu sejati : “sembayang

pada Allah pada hakekatnya adalah menyembah dan memuji dirinya

sendiri, sebagaimana arti (makna) dari sujud dan ruku’ pada Allah”.

41
8. (114) Kemudian kanjeng sinuhun menjelaskan ilmu lagi : “pertama,

bahwa Allah itu maha mengetahui ; kedua Nabiyullah ; ketiga,

Rasulullah, keempat dzat sifat.

9. Kemudian para wali berkata : He Siti Jenar, anda adalah penganut

Kadiriah (Qodiriyah?) dilihat dari perkataan anda.

Kemudian Prabu Sat Netra berkata : “He Siti Jenar ! Allah itu jauh dan

juga dekat pada hamba. Jika dekat maka Allah itu memberi sesuatu pada

hamba. Jika Allah jauh dari hamba maka hamba itu hanya diam, tak dapat

bergerak (mati?). singkat kata yang benar bahwa : “Siti Jenar itu hanyalah

jisin halus”.

Kemudian Siti Jenar berkata : “jiwa ragaku dibicarakan (tanpa aling-

aling). Kemudian para wali berkata : “He ! salah (115) amat Siti Jenar. Diri

anda telah kafir menurut pandangan manusia (inda nas), tetapi Islam

menurut Allah (inda Allah)”.

Siti Jenar berkata : “Allah telah memberi ridlo, terserah anda semua

mencelaku”. Lantas para wali berkata : “He Siti Jenar ! diri anda mengaku

Allah berarti jisin Siti Jenar itu kekal di dunia”. Siti Jenar berkata : “nanti

rohku akan kekal di alam kehidupan sejati. Hal ini saya ungkapkan sesuai

dengan perjanjian terdahulu bahwa kita akan menjelaskan ilmu rasa tanpa

aling-aling, tanpa pertimbangan-pertimbangan tekhnis. Semuanya para

yang hadir ini jangan salah paham.

42
Kemudian kanjeng sinuhun Prabu Sat Netra berkata : “He Siti Jenar !

anda telah menjadi manusia yang tidak berbeda dengan sanak saudaramu.

(116) He Siti Jenar ! anda itu sesungguhnya tiada menggunakan

pertimbangan, tiada aling-aling jika mengeluarkan isi hati. Tidak semua

orang seperti Siti Jenar, karena orang awam akan meremehkan agama

karena salah paham dan tidak mengerti. Akibatnya tidak baik karena orang

awam tidak bersedia belajar ilmu syari’at seperti shalat lima waktu. Namun

jika seseorang dapat melakukan agama seperti Siti Jenar itu lebih utama,

namun jika tidak bisa seperti Siti Jenar maka banyak orang yang merugi.

Kemudian Syech Maulana Maghrib mengambil tempat di dekat masjid,

selainnya yaitu tujuh orang wali sedang membahas ilmu suci dengan para

wali sepaham yang berbeda dengan Siti Jenar. Kemudian Aji Maulana

berkata : “He Siti Jenar ! nama mu tuan Siti Jenar (117) mengaku Allah.

Siti Jenar berkata : “Allah tidak ada, yang “ada hanyalah” Siti Jenar.

Jika Siti Jenar tiada, maka yang “ada hanyalah” Allah. He ! anda kafir.

Anda telah melampaui batas hai Siti Jenar ! kafir menurut manusia tapi

Islam menurut Allah”.

Kemudian Syech Maulana Maghrib berkata kepada sinuhun Prabu

Satmoto : “He kanjeng sinuhun ! sekarang sudah jelas ! sudah banyak yang

dibicarakan yang mengakibatkan masjid ini menjadi kosong karena

sebagian orang melaksanakan shalat tapi lainnya tidak shalat, banyak orang

yang meremehkan aturan syari’at, dan belum tentu bahwa ilmu rasa darinya

43
(Siti Jenar) itu benar. Syukur jika ilmu rasa itu benar. Nah dengan

sendirinya sepantasnya kanjeng (118) sinuhun memutuskan, baik benar atau

salah, Siti Jenar itu supaya di hukum bunuh”.

Kemudian Siti Jenar berkata : “nah sekarang saya telah disini, pintu

surga telah terbuka”. Dengan gerak cepat, kaum (santri) empat memegangi

dan mengapit Siti Jenar, lantas Siti Jenar di pedang. Badan Siti Jenar putus

dengan sekali pukulan pedang. Sahabat Siti Jenar juga di bunuh karena

mengaku Allah, adiknya Siti Jenar yang pekerjaannya sebagai penggembala

kambing sudah tahu bahwa Siti Jenar mengaku Allah, adik Siti Jenar itu

segera maju ke depan, serta dengan suara lantang dia mengatakan, ini ada

Allah tinggal satu yang pekerjaannya sebagai penggembala kambing.

Kemudian sinuhun Prabu Satmoto berkata : “adiknya (Siti Jenar) harus

ikut (119) harus mengikuti Syech Siti Jenar. Cepat dekati Syech Siti Jenar”.

Kemudian ada suara tanpa rupa dari ruh Siti Jenar yang katanya : “He!

anak muda tukang gembala kambing ! jangan jauh-jauh dariku. Anak

penggembala kambing itu berkata : “nah ! ikutlah mati ! pintu surga telah

terbuka : kemudian anak penggembala kambing itu dipedang dengan sekali

pukulan langsung putus badannya. Anak penggembala kambing itu

kemudian tersenyum. Setelah tiga hari, badan Siti Jenar utuh kembali.

Kemudian kanjeng sinuhun Prabu Satmoto berkata : “badan Siti Jenar

masih utuh”, kemudian badan itu memberi salam kepada Prabu Satmoto,

44
dan langsung hilang badannya. Dia telah kembali ke asal kemuliaan ruh

menjadi badan halus25.

Suatu kerajaan yang dinamis, itulah yang terjadi selama pemerintahan

yang berganti-ganti yang sampai memasuki dan mengalami zaman ke-

emasan. Sebuah pemerintah kerajaan (imperium) yang disegani kerajaan-

kerajaan lain di nusantara.

B. Kebijakan-Kebijakan Giri Kedaton terhadap :

1. Peradaban Keagamaan.

Sentuhan da’wah penyiaran, penyebaran hingga perkembangan dan

kemajuan Peradaban Islam yang diterapkan oleh Sunan Giri (Prabu Satmoto)

dalam memperjuangkan peradaban Islam dengan cara-cara humanis dan

akomodatif tanpa rasa egois yang di sesuaikan dalam syariat.

Cara-cara tersebut digunakan oleh Sunan Prapen dalam membangun

cungkup untuk pemakaman Sunan Giri. Cungkup tersebut, bila di tinjau

dari bahan dan wujud bangunannya, cungkup makam Sunan Giri secara

keseluruhan mulai dari atap sirap sampai gebyoknya terbuat dari bahan

kayu. Cungkup makam yang sampai saat ini merupakan hasil pemugaran

pada tahun 1602 masehi, tepatnya pada masa pemerintahan Sunan Prapen.

Kayu sebagai bahan utama dari bangunan cungkup Sunan Giri, nampaknya

memiliki makna simbolik. Peninggalan tersebut masih ada

kesinambungannya dengan zaman peradaban nusantara kuno, dimana unsur

25Drs. Masyhudi. M.Ag, Tasawuf aliran kiri dalam naskah kuno dari Kedaton Giri, (Surabaya,
laporan penelitian individu,1990), hal, 47-51. tidak di terbitkan.

45
ragam hias kayu itu digambarkan sebagai pohon hayat (pohon kehidupan),

kalpa druma (lambang pengharapan), kalpa wreksa (lambang keselamatan).

Seperti dengan cungkup-cungkup para wali yang lainnya, cungkup Sunan

Giri juga terdiri dari dua ruang, yaitu ruang dalam (makam), dan ruang

kedua yang disebut dengan ruang langkan. Masing-masing ruang itu

dibatasi oleh dinding kayu (gebyok). Ruang dalam terdapat makam Sunan

Giri dan istrinya yang kedua (Siti Wardah), sedangkan ruang langkan

berfungsi sebagai tempat berdo’a, berdzikir, mengaji dan tahlil yang

dilakukan oleh para peziarah. Keberadaan ruang langkan ini hampir sama

dengan lorong langkan pada wujud bangunan candi yang berfungsi sebagai

tempat upacara pemujaaan (pradaksina), dan upacara kematian (praswaya).

Pada dasarnya terdapat persamaan makna yang tersirat antara candi dengan

makam pada masa Islam. Pada zaman pra Islam bangunan makam disebut

candi, yang berasal dari kata candika, yang berarti dewi kematian.26

Menurut keterangan juru kunci makam Sunan Giri : bahwa

pemindahan masjid jami’ Ainul Yakin kecil dari kebunan ke Giri Gajah

(kalau sekarang komplek makam Sunan Giri), itu dilakukan pada masa

pemerintahan Giri Kedaton di bawah kepemimpinan Sunan Prapen.27 Dan

menurut keterangan tertulis di babad Gresik yang sudah di terjemahkan

oleh Soekarman B.Sc. “Kanjeng Sunan Prapen menginginkan memindah

26 Ibid, hal, 52, 53.


27 Wawancara dengan Bapak Ismail, juru Kunci makam.

46
masjid desa Kabun Sidayu didirikan di gunung Giri Gajah pada tahun 1590

masehi”.28

Islam memang telah mencapai mayoritas bagi total penduduk negeri

ini. Perjuangan memang sebuah kata hidup tanpa ada akhir, sehingga cita-

cita Sunan Giri diteruskan oleh keturunannya hingga mencapai titik harga

mati bagi perjuangan perkembangan peradaban Islam.

2. Peradaban Politik.

Giri Kedaton pada zaman ke-emasannya penuh dengan dinamika

kebijakan-kebijakan yang punya pengaruh luas hingga punya implikasi

kepada kerajaan-kerajaan lain, di Pulau Jawa.

Ketika terjadi konflik di kerajaan Islam Demak. Para elit-elit penguasa

pada waktu itu masih melirik kepada Giri Kedaton yang berada di Gresik.

Para elit tersebut mengadukan konflik internal yang terjadi di Demak

kepada Sunan Prapen yang berkedudukan di Giri Kedaton.

Dalam buku babad tanah Jawa di tulis sebagai berikut : “Kocap


kacarita Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) ing Pajang. Negarane saya
sentosa, jajahane saya amba, panguripane para kawula padha kepenak
kabeh.
Nuju sawijine dina sultan nedya sowan Sunan Giri. Ki ageng
Pamanahan di timbali, perlu didawuhi nderek
Anggone budhal Sultan kairing dening wadya bala pepak. Sultan nitih
gajah, para bupati nitih jaran. Ing sadalan-dalan gumrubyug swarane. Yen
panase sumelet, sultan nitih tandhu, dipikul prajurit wolu.
Satekane ing Giri, pranyata para bupati saka Brang Wetan (Jawa
Timur) uga padha marak seba, yaiku para bupati Japanan, Wirasaba,
Kedhiri, Surabaya, Madura, Sedayu, Lasem lan Tuban.
Sunan Giri nuli miyosing pendhapa. Dhasare sing miyos pandhita
linuwih, mula swasane paseban tumuli sidhem premanem. Sang pandhita

28 Soekarman. B Sc, Babad Gresik II terjemahan, (Radya Pustaka, Surakarta, 1990), hal 7
28 Soekarman. B Sc, Babad Gresik II terjemahan, (Radya Pustaka, Surakarta, 1990), hal 7

47
mbageg-ake rawuhe para priyagung, dene para priyagung genti-genten
padha ngaturake kasugengan.
Sunan Giri paring wejangan : “ putra-putra ningsun kabeh, padha
ngaturana suka sukur marang Gusti Allah. Dene kang tinitah dadi gedhe
lan kang tinitah dadi cilik iku wis pesthine dhewe-dhewe. Dak suwun
marang Pangeran, muga-muga putra-putraku kabeh padha nemu basuki.
Dumadak’an Sunan Giri mandeng Ki Ageng Pamanahan, kang
lungguhe saburine Sultan Adiwijaya, Ki Ageng Pamanahan tumungkul, ora
wani ndengangak.
Sunan Giri ndangu Sultan Adiwijaya : “ putraku sultan abdimu sing
lungguh ing mburimu iku sapa ? “ lantas di jawab : “ punika petinggi ing
Matawis, “ ature sultan. “ naminipun Ki Pamanahan. “
Sunan Giri nuliparing dhawuh marang para priyagung kabeh :
“ putra-putraku para adipati kabeh, wruhanamu, turune Ki pamanahan iki
mbesuk uga bakal ngidep marang Mentawis. “
Ki pamanahan bareng krungu pangandikane Sunan Giri mau, banjur
sujud ; dene para adipati kabeh padha kaget, samono uga sultan Adiwijaya.
Sunan Giri banjur ngacarani para priyagung dhahar bebarengan ing
pendhapa.”29

Berikut ini alih tulisan dalam kalimat-kalimat yang terdapat diatas

tersebut : “Menurut cerita Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) di Pajang.

Negara saya sentosa (makmur), wilayah kekuasaannya luas, kehidupan

rakyatnya semua sama-sama enak.

Pada suatu hari Sultan ingin silaturrahmi ke Sunan Giri. Ki Ageng

Pamanahan di panggil, perlu diberitahu untuk ikut.

Pada waktu berangkat Sultan disertai dengan se-kumpulan prajurit.

Sultan naik Gajah, para Bupati naik kuda. Dalam perjalanan berkelompok

ramai-ramai. Disertai panas yang menyengat, Sultan naik tandu diangkat

delapan prajurit.

29 Sugiarta sriwibawa, babad tanah jawa, (pustaka jaya, Jakarta, 1976), hal, 75-76.

48
Setibanya di Giri, ternyata para Bupati dari Jawa Timur sudah ada

dengan posisi duduk bersila, yaitu : para Bupati, Japanan, Wirasaba, Kediri,

Surabaya, Madura, Lasem, dan Tuban.

Kemudian Sunan Giri memasuki pendapa (ruang tamu). Memang yang

datang Sunan Giri (sang pandhita) punya “kelebihan”, lantas suasananya

menjadi diam, hening penuh dengan wibawa kesejukan. Sunan Giri

memberitahukan kedatangan orang-orang besar (penguasa), dan para

pembesar pun saling bergantian untuk memberitahukan atas kedatangannya

masing-masing.

Sunan Giri memberi nasehat : “putra-putra saya semua, supaya

semuanya suka merasa bersyukur kepada Allah SWT. Bila berkehendak

jadi besar serta berkehendak jadi kecil itu sudah menjadi jalannya sendiri-

sendiri. Dengan berterima kasih kepada Tuhan, semoga semua putra-putra

saya bertemu dengan kebahagiaan”.

Secara tiba-tiba Sunan Giri memandang Ki Ageng Pamanahan, yang

duduknya di belakang Sultan Adiwijaya, Ki Ageng Pamanahan menunduk,

tidak berani menegakkan kepalanya.

Sunan Giri bertanya ke Sultan Adiwijaya : “putraku Sultan yang

duduk dibelakang kamu itu siapa? “lantas di jawab : “dia itu penguasa di

Mataram, “selanjutnya Sultan” namanya Ki Ageng Pamanahan.

49
Sunan Giri kemudian memberikan nasehat kepada para pembesar

semua : “putra-putra saya para Adipati semua, ketahuilah bahwa keturunan

Ki Pamanahan besok, semua akan tunduk menghadap kepada Mataram”.

Ketika Ki Pamanahan mendengar nasehat Sunan Giri tadi, ingin sujud;

lantas semua Adipati jadi terkejut, begitulah semua Sultan Adiwijaya.

Sunan Giri ingin menemani para pembesar untuk bersama-sama

makan di pendapa (ruang tamu).

Di sisi lain setelah masing-masing elite penguasa Demak Bintoro

mendapat rasa puas dengan di beri otonomi kekuasaan (sharing power) oleh

Sunan Giri Prapen. Masing-masing penguasa saling berebut pengaruh demi

memperluas dan mengembangkan daerah kekuasaannya.

Sesuatu peristiwa perang hampir terjadi setelah pasukan Mataram

bergerak ke arah Brang Wetan (Jawa Timur) dengan bantuan kerajaan

Pajang untuk memperluas kekuasaan.

Dan peristiwa ini tertulis dalam babad tanah jawa pesisiran. Berikut ini
tulisan dalam bahasa Jawa pesisiran : “Duging kuna rama ngiring Sultan
Pajang Duk sumuyuting Giri. Ing Sasi Muharram lamun arsah lumampah
ing negeri Brang Wetan binjing. Sasi Muharram. Duk atut margi rumihin.
Riseksana semana Ki Senapateya Anulya putusan agelis ing Demak
Negara kelawan ing Kalinyamat sak peraptanira cecawis tur mulya
mangkat dateng negari Mentawis.
Tiyang Jagaraga perasameyo siyaga lawan wong Pajang negari
perasamiya siyaga sak kepraboting yuda semana sampun arakit sakehe
bala anulya budal sami.
Sampun dugi semana bulan Muharram kocapa Ki Senapati sak bala
wus mangkat angeluruk ing Brang Wetan kuneng lampahira nanggih
ingkang kocapa Negara ing Surawesti.
Tur uninga pengalasan suraperingga kelawan wong Mentawis
mangke sampun mangkat angaluruga ing Brang Wetan Bupati Surabaya
gelis nulya putusan negeri Brang Wetan sami.

50
Negeri Tuban, Sedayu sami putusan Lamongan pan datan kari miwah
ing Lumajang ing Malang lan Kertasana, Pasuruan lan Kediri ing
Wirasaba, Belitar lawan ing Rawi.
Majapura lan ing Peringgabaya ika lawan Lasem sumawis ing
Rembang lan Pejangkungan Medura ing utusan gegaman abang winarni
ing Surabaya wus mentas tata abaris.
Sampun pepek sekehe para adipeteya kersanira anjagani. Sakehing
kang bala ing lakune wong Mentaram bekta sak papaning jurit aside
ametuka yudane wong ing Mentawis.
Sampun perapta wong Mentaram ngepung Japan asedaya bedah wani
wadeya bala wetan merepeki ing Japan wus ayuneyunan jurit kuneng ta
sira kucapa ing Sunan Giri.
Sunan Giri sampun ngaturan wuninga kelawan ing wong Mentawis
perapta angepung Japan Tiyang Agung Brang Wetan asedaya tulung ajurit
wewantening Japan Ayunayunan perasami.
Jeng Sunan Giri Arga aputusan duta qahum sedesi lungaha Maring
Japan pan gawanen surat ing wang qahum sedasa Wotsari lampahe kebat
datan kawarna ing margi.
Perapting Japan kang duta qahum sedasa anulya mundak para sami
wong agung Brang Wetan nulya sameya ngaturan kalih wong-wong agung
Mentawis sami ngaturan pan dene qahum ing Giri.
Sampun perapta wong agung wetan sedaya lan wong agung ing
Mentawis kalih sampun perapta pan sami tata angenggah pepek kang para
Bupati qahum sedaya nulya wecana manis.
Lah! Wong Agung Mentaram wong Agung Wetan Manira pan dinut iki
dening jeng Sesunan kinen marang pakenira dinuta dawuh ken tulis lah pir
sakena andikane ing Sang Yogi.
Den winaca penget wong agung Mentaram lan wong agung Surawesti
wong agung sedaya wiyose ingkang serat kaperiye polahe niki alawan-
lawanan arebut jeneng sira iki.
Balik sira lah rembuga uga dipun patuh ta sira iki perandene yen ana
pamiyake ing pangeran kang agung lawan kang alit lahta sabarena pan
durung mangsa ing mangke.
Pan ing mangke perintah ingsun ing sira Irengan Kelawan Isi iya
pada den piliha ayyana kang suwala den renna titah Yang Widi Ungele
serat sampun titi ingkang tulis”.

Berikut ini alih tulisan dalam kalimat-kalimat yang terdapat diatas

tersebut : “Mulai sejak Bapak (Rama Pamanahan) mengikuti Sultan Pajang

sampai pada sowan menghadap Giri. Pada bulan Muharram. Jika mau

51
bergerak ke daerah sabrang timur bulan Muharram, mulai awal

pemberangkatan di jalan.

Mengikuti kemana Ki Senapati. Dengan gerak cepat di Negara Demak

dan Kalinyamat dengan persiapannya yang tersedia berangkat dengan

kemulyaaan ke negeri Mataram.

Orang Jaga raga semua siap dan negeri Pajang semua siap beserta

peralatan perangnya, semua telah di susun terencana semua tentara siap

berangkat bersama.

Setelah masuk bulan Muharram, Senapati perintah seluruh pasukan

pasti berangkat menyerbu Brang Wetan (Jawa Timur). Tiba-tiba perjalanan

terhalangi, tiba-tiba negara ing Surawesti dan pangalasan Surapringga.

Juga tahu tentang gerakan orang-orang Mataram yang sudah siap

meyerang Brang Wetan, bupati Surabaya bergerak cepat untuk membuat

keputusan bersama negeri Brang Wetan lainnya.

Negeri Tuban, Sedayu mempunyai keputusan yang sama. Lamongan

dan Lumajang tidak terlambat, Malang, Kertasana, Pasuruan, dan Kediri,

berkumpul di Wirasaba. Blitar dan sekitarnya di Rawi.

Majapura dan Pringgabaya dan Lasem bersiap siaga baik Rembang

dan Pajangkungan Madura hanya mengirim utusan dengan meyerahkan

senjata, Abang Winarni ke Surabaya. Semua telah siap berbaris.

Sudah siap semua para Adipati dalam rangka siap berjaga-jaga semua,

pasukan menghadapi pasukan Mataram, mereka membawa semua prajurit

52
siap bertemu menghadang perang melawan orang Mataram. Orang-orang

Mataram sudah siap mengepung Japan, semua siap mengalahkan. Semua

tentara Brang Wetan berkumpul ing Japan pasukan telah berhadap-hadapan,

tiba-tiba di istana Sunan Giri.

Sunan Giri sudah diberitahu tentang orang-orang Mataram sudah

datang mengepung Japan. Pembesar Brang Wetan semua telah mengirim

prajurit membantu dipihak Japan mereka telah berhadap-hadapan.

Kanjeng Sunan Giri Arga memberi keputusan dengan mengirim

sepuluh qahum (santri) pergi ke Japan, dengan membawa surat. Orang

sepuluh dari Wotsari berjalan cepat, tidak berhenti, berjalan terus.

Setibanya di Japan, utusan kaum sepuluh itu langsung masuk pada

medan laga. Orang besar Brang Wetan, di undang datang dan juga orang

Mataram di undang oleh para qahum dari Giri.

Pembesar Brang Wetan telah hadir, semua pembesar Mataram juga,

demikian keduanya sudah hadir mereka semua menjaga jarak. Semua

bupati telah berkumpul, semua qahum masuk dengan bicara sopan.30

Pada situasi tegang tersebut para qahum (santri utusan) tersebut

membacakan surat dari Sunan Prapen, adapun isi surat tersebut dengan

pengantar sebagai berikut :

“Wahai pembesar Mataram dan pembesar Brang Wetan marilah

urusan ini di ikuti dari kanjeng Sunan masukkan dalam pikiranmu ikutilah

30Tim peneliti (Lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2004). Manuskrip Islam
pesantren di pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan Jawa Timur, hal 79-82. tidak
di terbitkan

53
sabda yang tertulis ini, pikirkanlah. Sabda dari sang Yogi (pandhita).

Pelajarilah dengan seksama, wahai pembesar Mataram dan pembesar

Surawesti, semau para pembesar (negara)“.31 Isi surat :

“Bagaimana perbuatan ini bermusuh-musuhan, kalian semua berebut

jabatan terserah kalian untuk berembuk (musyawarah) patuhilah tentang ini

alangkah indahnya jika ada pemisah dari pangeran alit (manusia),

bersabarlah. Belum waktunya. Nanti dulu, sehingga kedua kubu berhenti

kemudian mendengar inti dari pesan (isi) surat tersebut, selanjutnya

perintahku (Sunan Giri Prapen), padamu :

“Kehitaman (irengan) lawan isi, pilihlah diantara keduanya, tinggalkan

yang tidak tepat bahaslah kehendak Allah SWT (Tuhan) yang maha benar.

Bunyi surat sudah selesai yang tertulis.”

Selanjutnya Adipati Surabaya memilih “isi“, sedangkan panembahan

senapati memilih irengan. Dengan berdiplomasi kedua belah pihak, sebagai

berikut :

“Adipati Surabaya berucap : jika demikian kakak Senapati : Aku

memilih isi, kakak paduka dapat kehitamannya, Senapati menjawab : adik,

sekehendak pilihanmu. Nanti kakak ambil sisanya”.32

Adapun yang tersirat dari peristiwa sejarah tersebut adalah

perkembangan peradaban Islam tentang nilai-nilai akhlaq manusia

(pemimpin) dalam mencairkan konflik politik dengan cara-cara yang luhur

31 Ibid, hal, 83
32 ibid, hal, 93-94

54
penuh kesabaran, disertai sikap kejujuran, keadilan, dan manajemen

kebersamaan (ukhuwah) tanpa adanya rasa saling curiga yang didasari akan

cinta damai.

3. Peradaban Rancangan Tata Ruang Wilayah.

Di dalam wilayah suatu kerajaan dapat dijumpai pasar, tempatnya

interaksi para penjual dan pembeli. Perkembangan pusat perekonomian di

Giri Kedaton pada masa pemerintahan Sunan Prapen. Juga disertai dengan

pembangunan tata ruang dan tata wilayah kota Giri Kedaton.

Dikenal zaman ke-emasan, pada waktu pemerintahan Sunan

Prapen.Kota sedang diperluas. Dengan dibangunnya kawasan-kawasan

ekonomi kerakyatan dan industri. Di antaranya adalah kawasan industri

logam dan senjata di Kepandean dan cumpleng, fungsi cumpleng sebagai

tempat mengasah senjata-senjata. Sedangkan untuk aktivitas ekonomi

kerakyatan dikembangkan dengan munculnya pasar gede. Hubungan

perdagangan dengan dunia luar ditingkatkan dengan adanya sumur jogo

tamu atau tempat istirahat para tamu, dan ruang makan para tamu juga di

tempatkan pada posisinya yang tepat, diberi nama, telaga dahar. Tempat

untuk para pengemudi kapal dagang (nakhoda), diberi tempat tempat

dengan nama kemudinan, yang berasal dari kata kemudi. Puhawang adalah

para juru mudi kapal (navigator). Nama Puhawang ini adalah tempat dan

55
ruang untuk bertempat tinggal. Wilayah Kemudinan dan Puhawang

dilengkapi dengan dua buah sumur.33

Menurut pengamatan penulis di lapangan bahwa toponim rancangan

tata ruang wilayah yang di buat pada masa pemerintahan Giri Kedaton

Sunan Prapen adalah membangunan serta memperluas infrastruktur yang

strategis, maka tata letak wilayah dan bangunannya sebagai berikut : Istana

Sunan Prapen berada di selatan menghadap alon-alon dengan struktur

bangunan agak sedikit serong artinya Istana Tambak boyo tepat berdiri

pada arah mata angin tenggara dengan pintu Istana menghadap ke Istana

Giri Kedaton (Prabu Satmoto) dengan arah mata angin barat laut, dan Istana

Tambakboyo tersebut bertetangga dengan Dalem Wetan.

Manfaat zaman ke-emasan masa pemerintahan Sunan Prapen adalah

melakukan kebijakan pembangunan infrastruktur tata ruang dan tata

wilayah melalui perannya dalam perkembangan peradaban Islam.

Sehingga para penduduk sekitar dan masyarakat merasa puas dengan

keputusan-keputusan bijak pemerintahan Giri Kedaton. Pemberian fasilitas-

fasilitas umum kepada para pedagang luar sebagai tanggung jawab

pemerintah.

4. Peradaban Seni.

Ketika kita mendatangi dan berziarah ke makam Sunan Giri. Maka

kita akan melihat menyaksikan maha karya seni ukir yang terdapat pada

cungkup makam Sunan Giri. Model dan wujud bangunan cungkup pernah
33 Grisee tempo doeloe hal, 46

56
mengalami pemugaran, pemugaran tersebut dilakukan pada tahun 1602

masehi.34

Di tempat tersebut dapat kita jumpai simbol-simbol pada ukiran di

cungkup makam, berikut sedikit catatan dari penulis. Cungkup makam

Sunan Giri (Raden Paku) terdapat berbagai macam ragam hias di antaranya,

motif ukiran kaligrafi, bunga, pohon, tumbuhan, binatang.

Menurut cerita lisan yang berkembang di masyarakat bahwa cungkup

yang sekarang berada di makam Sunan Giri (Prabu Satmata) merupakan

cungkup yang telah di ganti pada masa pemerintahan Sunan Prapen dan

cungkup yang berada di makam Sunan Prapen sekarang itu merupakan

cungkup Sunan Giri sebelumnya.

Jika diamati dengan cermat dan teliti dari simbol-simbol ukiran yang

terdapat di cungkup, sedikit ada kejanggalan, apabila memang simbol-

simbol di ukiran tersebut punya makna, misalnya simbol ukiran ular naga

dengan mahkota (pengantin pria adat jawa). Menurut penulis bahwa simbol

ular naga bermahkota itu merupakan sebuah tanda bahwa itu merupakan

makamnya seorang penguasa (raja ulama’) pertama di Istana Giri Kedaton

dan simbol ular naga bermahkota tersebut juga terdapat pada pintu gerbang

berupa candi bentar apabila kita akan memasuki komplek makam Sunan

Giri. Perbedaan tersebut akan kita temukan, ketika memasuki komplek

makam Sunan Prapen. Karena di sekitar makam Sunan Prapen kita tidak

34 Ibid, hal 52

57
akan menemukan pintu gerbang bersimbol ular naga seperti di komplek

makam Sunan Giri (Prabu Satmoto).

Giri Kedaton pada masa pemerintahan Sunan Prapen juga mendapat

sentuhan seni arsitektur penataan pembangunan infrastruktur pada wilayah

di Giri Kedaton, dengan keterangan di atas.

Karya seni dengan motif lain yaitu : seni lukis damar kurung dan

sampai sekarang masih dapat kita jumpai. Dalam lukisan damar kurung,

menggambarkan sebuah setting cerita kehidupan sehari-hari, karena

bernama damar (lampu) kurung, karya seni ini juga bisa dibuat sebagai alat

penerangan karena memang pada zaman Sunan Prapen belum ada PLN.35

Lukisan damar kurung dengan sangat mudah kita jumpai ketika akan

memasuki bulan ramadhan, karena ada tradisi padusan (ziarah kubur) di

pemakaman Islam kelurahan Tlogo pojok. Untuk meyambut datangnya

bulan suci ramadhan.

C. Nilai dan Wujud Peradaban Islam Giri Kedaton.

Fungsi manusia. Sebagai makhluk bumi ciptaan Allah SWT (Tuhan).

Maka manusia diberi otonomi akal dan hati nurani sehingga muncul kesan

maupun pesan. Manusia merupakan makhluk yang sempurna dibandingkan

makhluk-makhluk Allah yang lain.

35 Ibid, hal, 115

58
Manusia sebagai khalifah (pemimpin) dengan fungsi yang dinamis,

merupakan produk dari suatu proses sejarah. Awal dari pola pikir kreatif,

tanpa harus meninggalkan nilai-nilai prinsip kehambaan manusia kepada

Sang Maha Pencipta.

Otonomi akal, pola pikir, dan olah nalar itulah berbagai macam nilai

hingga berwujud nyata. Itulah kehidupan hamba Allah yang bernama Sunan

Prapen, beliau merupakan sosok manusia multi dimensi yang menembus

batas dan sekat-sekat dalam kehidupan masyarakat.

Sunan Prapen banyak menghasilkan peradaban-peradaban yang punya

nilai mulia (positif). Di dalam bidang keagamaan, Sunan Prapen berhasil

mengawal peradaban saling menghargai terhadap peradaban lama tanpa

merusak apalagi sampai menghancurkan peradaban-peradaban lama yang

lebih dulu ada dan eksis.

Ketika masuk dimensi kubangan peradaban politik, Sunan Prapen

dapat melewati hambatan dan tantangan dengan bermain cantik. Tanpa

mengecewakan apalagi sampai menyakiti pihak-pihak yang telah kena

konflik, demi berebut kekuasaan. Dalam bidang politik Sunan Prapen

berperan sebagai seorang pendamai serta fasilitator penting tanpa membawa

hasrat politik kepentingan abadi. Justru yang terjadi, Sunan Prapen

memfungsikan dirinya sebagai orang netral yang punya sikap jujur dan adil

di dalam manajemen konflik pertikaian antara kubu-kubu penguasa.

59
Begitu juga dalam peradaban rancangan tata ruang wilayah, Sunan

Prapen mewujudkannya melalui kebijakan-kebijakannya sebagai raja.

Memperluas tata ruang kota dan wilayah, munculnya fasilitas umum berupa

pasar, tempat penginapan (hotel). Semata-mata untuk menyambut dan

memanjakan para pedagang-pedagang dari luar negeri. Dengan begitu

kebijakan-kebijakan Sunan Prapen ketika jadi raja selalu populer, meskipun

zaman, ruang, dan waktunya berbeda.

Sebagai manusia punya cita rasa tinggi akan seni. Sunan Prapen

mendalami dan mewujudkan seni ukir cungkup maupun seni lukis damar

kurung dan juga seorang ahli seni arsitektur kota.

D. Runtuhnya Pengaruh Giri Kedaton.

Berawal dari hasil analisa politik yang tajam oleh Sunan Prapen

tentang kejayaan kerajaan Mataram. “besok negara Mataram menjadi

maharaja, seluruh Jawa akan tunduk setia“.36 Rasional, hasil akal jernih

pengamatan atau ramalan yang di ucapkan Sunan Prapen. Punya dampak

politis yang sangat kuat.

Deklarasi kerajaan Mataram (1575-1601) oleh Sutowijoyo dengan

gelar “panembahan senapati ing nglaga sayidin panatagama kalipatullah ing

tanah Jawi“ dan sekaligus menandai berdirinya dinasti Keraton Mataram.37

Giri Kedaton di bawah bayang-bayang Keraton Mataram. Waktu

pemerintahan Giri Kedaton di pimpin Panembahan Agung, Giri Kedaton

36 Tim peneliti (Lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, Surabaya). Manuskrip Islam pesantren di
pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan Jawa Timur, hal 77. tidak diterbitkan
37 Sebuah artikel “Lain NU Lain PKB “ www.gusdur.net

60
mengalami masa uji coba penaklukan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo

(Raden Rangsang) dari Mataram.ketika Giri akan bangkit kembali di bawah

pimpinan Pangeran Puspohita (1660-1680 Masehi), Mataram bekerjasama

dengan Belanda dan dinasti Husein dari Terung bekerja keras dan berhasil

menaklukkan Giri. Selanjutnya pusat pemerintahan berpindah ke Grissee

(Gresik). Pada saat itu, Grissee tempatnya berada di timur istana Giri

Kedaton, maka nama istana berubah menjadi dalem wetan. Dalam bahasa

Indonesia, wetan berarti timur, sedang dalem berarti istana atau rumah.38

Peristiwa tentang penaklukan Giri Kedaton. Pada awal permulaan

abad ke 17, di Jawa Tengah muncullah Kerajaan Mataram. Kerajaan ini

pada mulanya hanyalah sebuah kerajaan kecil dan berpusat di kota Gede

dekat Jogyakarta. Semula oleh Adiwijaya Raja Pajang, wilayah Mataram ini

di berikan pada Ki Gede Pamanahan. Ternyata kemudian Mataram bisa

berkembang se-demikian pesatnya.

Panembahan Senapati Sutowijoyo (1575-1601 Masehi), adalah Raja

Mataram yang turut membesarkan kerajaan itu. Sejak semula ia telah

melihat bahwa kerajaan Soerabaia memiliki potensi sebagai saingan.

Karena itu Ia pun merencanakan bahwa suatu ketika Mataram harus

bisa mengalahkan dan menguasai Soerabaia. Hal ini dilaksanakannya

menjelang akhir kekuasaannya tetapi gagal, penggantinya Panembahan

Krapyak juga bercita-cita sama tetapi juga tidak menunjukkan hasil.

38 Ibid, Grissee tempo doeloe, hal, 44-45

61
Namun terhadap negeri Grissee yang kala itu di bawah kekuasaan Giri

Kedaton lain lagi. Grissee harus dirangkul, bukannya di taklukkan. Sebab

apapun juga nama Sunan Giri cukup membuat penguasa Mataram segan

untuk berbuat macam-macam.

Lalu muncullah seorang pemuda. Nama aslinya Mas Rangsang. Ketika

dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 1613 Masehi, usianya baru 22

tahun, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sementara itu di

negeri Grissee dibawah kekuasaan Giri, yakni Panembahan Kawis Guwo.

Begitu diangkat sebagai Raja Mataram menggantikan Sultan

Hanyokrowati atau Panembahan Seda Krapyak, maka langkah pertama

yang ia lakukan adalah membenahi manajemen kerajaan, diantaranya

adalah dengan memperkuat bala tentaranya.

Waktulah yang kemudian membuktikan bahwa Sultan Agung adalah

Raja Mataram terbesar. namanya sering di puji-puji baik oleh kawan

maupun lawannya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram

menjadi kerajaan yang terhormat dan disegani di seluruh pulau Jawa dan

kerajaan-kerajaan pulau-pulau lain di Nusantara. Itu semua lantaran Sultan

Agung melakukan ekspansi, perluasan wilayah kekuasaannya.

Sebagai pengikut dan pemeluk Agama Islam yang saleh, tentu saja

Sultan Agung tidak ingin dikatakan oleh rakyatnya “memerangi“ sesama

muslim. Ia tidak berani terang-terangan menyerang Giri karena mempelajari

“Jas merah“.

62
Oleh karena itulah ia menggunakan pengaruh Pangeran Pekik,

penguasa Soerabaia yang masih adik iparnya untuk menaklukkan Giri

secara politis. Setelah Giri sebagai penguasa Grissee mau tunduk dan patuh

pada Mataram, maka Sultan Agung pun mempunyai kewajiban moral untuk

membina hubungan sebaik-baiknya dengan Giri Kedaton.

Tentang penaklukan Giri. Ada sedikit catatan yang menarik dan sangat

kontradiktif dibandingkan dengan sumber-sumber dan laporan-laporan

sejarah yang ada selama ini, seperti yang di laporkan oleh seorang

opperkooplieden (pedagang kepala) di Grissee tanggal 27 Oktober 1625

Masehi berikut ini :

“Ulama’ tertinggi dari Giri yang mempunyai rakyat sama besarnya

dengan Soerabaia, juga mengalami bahaya kelaparan yang cukup

mengkhawatirkan. Hasil pertanian telah berkurang besar akibat perang.

Sedangkan masuknya bahan makanan dengan perahu-perahu melalui laut

dan sungai telah di hambat oleh prajurit Mataram. Akibatnya ribuan rakyat

meninggalkan Giri. Akhirnya Raja Ulama’ itu di tinggalkan rakyatnya. Hal

semacam itulah yang di inginkan Mataram“.39

Tidak cukup dan berhenti begitu saja, untuk mengikis sedikit demi

sedikit serta pelan-pelan pengaruh Giri Kedaton di nusantara. Sedangkan

wilayah kekuasaan Mataram bertambah luas serta pengaruhnya, kala itu

tahun 1646 Masehi Raja Mataram yang masyhur, Sultan Agung

39 Ibid, Grissee tempo doeloe. Hal, 448 – 453

63
Hanyokrokusumo (Raden Rangsang) wafat. Dan digantikan oleh Sunan

Amangkurat I.

Berikut ini catatan yang ditulis oleh J.A.B. Wiselius dalam Historrich

Onderzoek Naar Geestelijke Suprematie Van Grissee Opmiddenen Oost

Java :

Sunan Amangkurat I yang menggantikan Sultan Agung (Raden

Rangsang) benar-benar seorang raja yang lalim, hidupnya juga penuh

dengan intrik, gaya hidup berlebih-lebihan. Pada tahun 1660 Masehi dengan

sengaja ia telah mengganti gelar penguasa Giri kedaton dari panembahan

menjadi pangeran. Sebagai penguasa di Giri kedaton diangkatlah pangeran

Puspahita (1660-1680 Masehi). Sementara di Grissee sendiri diangkatlah

seorang Bupati Naladika. Naladika itu bukan nama seseorang, tapi sebuah

jabatan, yang arti harfiahnya kira-kira sama dengan pembesar. Dan sebagai

puncaknya adalah Sunan Amangkurat I telah berhasil membunuh dan

membantai 6000 orang ulama’, yang diantaranya juga berasal dari

Grissee.40

Itulah gambaran peristiwa pertarungan (perang) saudara merebutkan

kekuasaan (jabatan) dan dengan sangat lihai pihak kompeni Belanda

memanfaatkan momen tersebut dengan peran politik benturkan.

Runtuhnya dan bergesernya peran Giri kedaton hingga terbenturnya

antar peradaban, lantas munculnya peradaban pecah belah (devide et impera)

40 Ibid, Grissee tempo doeloe, hal, 456 – 457 – 458

64
atau peradaban adu domba dalam hal ini di perankan penuh oleh penjajah

Belanda.

Dengan saling membenturkan kekuatan-kekuatan kerajaan-kerajaan

lain di Nusantara dengan Kerajaan Mataram. Termasuk di antaranya dengan

Giri Kedaton.

65
Bab IV

Giri Kedaton Dalam Proses Pengembangan Peradaban Islam

A. Peradaban-peradaban Islam Masa Giri Kedaton.

Pengertian peradaban Islam menurut penulis adalah sebagai pusat

struktur pusaran kehidupan sejarah manusia melalui dinamika pertumbuhan,

perkembangan dan kemajuan yang merefleksikan etika, estetika serta rasio

yang bersifat religi (agama).

Sedangkan menurut yang lainnya, pengertian peradaban adalah lebih

menekankan pada yang luhur-luhur dan halus-halus saja. Pengluhuran

tersebut biasanya berlaku dalam bidang-bidang antara lain : Seni, moral,

dan rasio yang akhirnya memuncak dalam bidang religi.41

Eksistensi peran manusia di alam raya ini, tak pernah lepas dari peran

yang Maha eksis. Melalui interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan

manusia serta alam raya, sehingga menghasilkan pengetahuan mengerti dan

faham sebagai kekuatannya.

Peradaban Islam yang ditinggalkan oleh pemerintahan Giri Kedaton,

Sunan Prapen dan para pendahulunya tanpa dan bahkan tidak pernah

merusak atau memperagakan peran-peran yang tidak akomodatif.

Hakikat peradaban. Sejarah manusia merupakan sejarah peradaban itu

sendiri. Tidak mungkin bicara tentang (sejarah) perkembangan manusia

yang membentang diseluruh peradaban, menjadi saksi bagi dua atau tiga

41Iskandar P. Nugroho dan Retno Prabandari, Sejarah Peradaban manusia zaman Mataram kuna,
(PT Gita Karya, Jakarta, 1989) hal, 2

66
generasi dari peradaban-peradaban yang saling berafiliasi dengan

tenggelamnya satu peradaban dan diikuti oleh bangkitnya peradaban baru.42

Hubungan-hubungan antar peradaban yang paling signifikan dan

dramatis terjadi ketika orang-orang dari satu peradaban menundukkan dan

mengeliminasi atau menyingkirkan orang-orang dari peradaban lain.43

Peradaban merupakan perkampungan-perkampungan, wilayah-wilayah,

kelompok-kelompok, nasionalitas-nasionalitas, pelbagai kelompok

keagamaan, seluruhnya memiliki perbedaan kultur pada tingkatan yang

berbeda dari heterogenitas peradaban.

Seluruh peradaban Islam baik kemunculan, perkembangan, saling

keterkaitannya, baik kemunduran dan kejatuhannya. Pelbagai peradaban

telah tereksplorasi melalui sejarah. Peradaban Islam Giri kedaton, ditopang

oleh keunggulan mereka dari segi nilai-nilai luhur akhlaqul karimah,

organisasi, dan disiplin perjuangan.

Maka dari itu peradaban Islam Giri Kedaton yang terdiri dari nilai dan

wujud peradaban. Sunan Prapen sebagai salah satu penerus dan pengawal

peradaban Islam Giri Kedaton, sangat berperan dan berbagi demi

perkembangan peradaban Islam.

Tampil sebagai seorang pemimpin Sunan Prapen, sangat berpegang

teguh pada prinsip-prinsip agama Islam. Akan tetapi di sisi dimensi

persoalan duniawi, misalnya : politik, rancangan tata ruang wilayah, seni.

42 Samuel.P. Huntington (penj, M. Sadat Ismail), benturan antar peradaban (Qalam, Yogyakarta,
2002) hal, 37 dan 54
43 Ibid. hal, 55

67
Semua peran yang dilakukan Sunan Prapen hampir pasti tidak ditemui

benturan antar peradaban yang dahsyat. Tapi justru yang terjadi adalah

pembauran, percampuran dan bukannya hitam putihnya atau pun salah

maupun benarnya dunia.

Sunan Prapen telah membangun moral bangsa Indonesia agar

menghindari konflik (perang). Penyelesaian perang saudara sesama muslim

dapat dihindari dengan cara diplomasi.

Kalau dilihat lebih jauh lagi peran Sunan Prapen yang tidak pernah

menggunakan simbol-simbol sebagai klaim ke-Islaman. Kita bisa melihat di

batu-batu nisan, seni arsitektur berupa gapura-gapura, cungkup-cungkup

makam para wali semuanya tetap di pelihara dan di pertahankan dalam

masyarakat. Dan Sunan Prapen punya sikap akomodatif, menghargai

prinsip hubungan antar sesama manusia (memanusiakan manusia), hingga

munculnya istilah sinkretisme, yang merupakan peradaban baru.

B. Pentingnya Sejarah Peradaban Bagi Pemerintah.

Di zaman peradaban teknologi yang serba cepat sekarang ini nilai-nilai

sejarah manusia Indonesia. Secara pelan, perlahan-lahan menuju titik lupa.

Pemerintahan negeri ini sudah banyak melupakan masa lalu perjalanan

negeri ini, malahan yang ada, para pemimpin pintar negeri ini yang sering

berkoar, “janganlah menengok ke belakang, tapi lihatlah masa depan”.

Negara Indonesia telah mengalami degradasi, akhlaq, sopan santun

serta rasa dan jiwa kebangsaannya telah sirna. Akibatnya negeri ini telah

68
mengalami kebangkrutan di segala lini kehidupan di ikuti pula seribu satu

macam persoalan. Kelihatannya negeri ini telah mengalami zaman

kemunduran.

Peradaban-peradaban senantiasa mengalami kemunduran sekaligus

berkembang. Ia bersifat dinamis, bangkit dan jatuh, menyatu dan saling

terpisah; dan sebagaimana halnya dengan apa yang oleh penulis dalam

belajar sejarah, ia juga tenggelam dan masuk dalam jarum-jarum masa.

Bahwa peradaban berkembang melalui, percampuran, pergerakan,

perluasan, masa konflik, kekuasaan universal, keruntuhan dan invasi.

Peran seluruh komponen pemerintahan sangat penting, karena

memiliki integrasi tertentu. Setiap bagiannya terumuskan melalui saling

keterkaitan antara masing-masing bagian dengan wawasan nusantara

nasionalisme suatu bangsa yang merdeka.

Sebenarnya zaman kemunduran, kebodohan, dan kegelapan telah lama

sirna pada zaman pemerintahan Giri Kedaton. Sudah menjadi wajib

pemerintahan sekarang melakukan langkah-langkah bercermin pada nilai-

nilai peradaban manusia Indonesia, seperti zaman pemerintahan ulama’ Giri

Kedaton.

Perubahan sebuah peradaban yang sedang berkembang merupakan

suatu respons terhadap tantangan-tantangan atau konflik di dalam sebuah

negara universal yang sedang berada diambang kehancuran dan disintegrasi.

69
Peradaban-peradaban tersebut merupakan nilai luhur sejarah manusia,

dalam menghadapi zamannya.oleh karena itu marilah kita belajar bersama

baik pemerintah maupun masyarakat, janganlah sekali-kali melupakan

sejarah bangsa sendiri, dan mereka-mereka yang melupakan masa lalunya

pasti akan melakukan kesalahan-kesalahan.

70
Bab V

Penutup

A. Kesimpulan.

Dari paparan dimuka dapat di simpulkan bahwa

1. Peradaban Islam sebelumnya sudah ada dan berperan melalui

perdagangan yang di perjuangkan oleh Muslimah yang bernama

Fatimah binti Maimun bin Hibatallah dan seorang Muslim bernama

Syech Maulana Malik Ibrahim yang menjabat sebagai kepala

pelabuhan (syahbandar).

2. Setelah melalui proses peradaban oleh kaum pedagang yang telah

membentuk masyarakat muslim. Kemudian terbentuknya peradaban

Islam (pemerintah) Giri Kedaton. Berawal dari berdirinya sebuah

pesantren (sekolah) dengan berbasiskan santri dan kalangan-

kalangan elit yang memberikan pengakuan (legitimasi) pendirian

pemerintahan ulama’ Giri Kedaton.

3. Peran sebagai pemerintah Giri Kedaton, mengatur (membuat aturan)

serta mempunyai kekuatan sebagai penguasa. Dan juga peran

sebagai mediator pengakuan (legitimasi) disertai peran untuk

mengembangkan peradaban Islam melalui kebijakan-kebijakannya

dalam sifat pemerintahan ulama’ di Giri Kedaton.

71
B. Saran.

Jika di lihat dari akar sejarah manusia. Tulisan dalam skripsi ini

banyak kekurangan-kekurangan, dengan begitu di perlukan adanya

kepedulian dari berbagai pihak dan masyarakat akademik. Terlebih lagi

pemerintah sebagai pemegang kebijakan-kebijakan untuk merawat,

memelihara dan meneliti situs, prasasti, manuskrip, babad, lontar dan bukti-

bukti data lain semuanya harus dilakukan secara berkesinambungan. Seperti

yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi eropa maupun oleh

negara-negara lain yang suka dan cinta pada perjalanan panjang sejarah

peradaban umat manusia di bumi.

72

Anda mungkin juga menyukai