Anda di halaman 1dari 43

tulisan dan kliping digital

TRAGEDI KANJURUHAN
dan
ALGORITMA SEMESTA
mengenang 40 hari wafatnya 135 orang korban Tragedi Kanjuruhan
Pengantar
tulisan dan kliping digital

S aat ini telah 40 hari berselang semenjak


terjadinya Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober
2022, yang mengakibatkan hilangnya nyawa
133 orang suporter Aremania, dan 2 orang
anggota kepolisian. Peristiwa ini menjadi catatan
hitam tragedi terburuk dalam sejarah olah raga di
negeri ini.

Dalam memperingati 40 hari Tragedi Kanjuruhan,


saya mencoba mengangkat kembali sebuah
tulisan yang sebelumnya telah dimuat di
beberapa media sekitar satu minggu setelah
kejadian Tragedi Kanjuruhan, namun kali ini
dengan format yang berbeda.

Di sini saya menyertakan berbagai "kliping" yang


saya kumpulkan dari beraneka platform media
digital, baik tulisan, foto, dan terutama video-
video, yang terkait dengan tema pembahasan
dalam tulisan, agar pembaca bisa mendapatkan
perspektif audio visual untuk dapat memperoleh
gambaran yang lebih utuh tentang Arema,
Aremania, dan dinamika sosio kultural yang ada.

Kliping-kliping digital tersebut saya sematkan


pada foto-foto yang menjadi penunjang tulisan.
Pembaca tinggal menyentuh/meng-klik foto yang
memiliki icon tertentu, dan akan tersambung
pada tautan digital yang lain, baik berupa link
kumpulan tulisan, atau video.
seperti inilah icon untuk disentuh/klik
Namun terkadang bisa terjadi, foto-foto
ber-icon tersebut ketika disentuh/di-klik
ternyata tidak bisa tersambung dengan
tautan. Ini berarti aplikasi pembaca pdf
yang sudah ter-install di hp tersebut
tidak support, dan bisa dicoba untuk meng-
install aplikasi pembaca pdf lainnya.

Akhir kata, saya berharap semoga tulisan dan


kumpulan kliping digital ini bisa bermanfaat. Ini
hanyalah sebuah sumbangsih kecil yang bisa
saya lakukan, yang mungkin tidak ada apa-
apanya dibandingkan dengan energi yang telah
dicurahkan oleh para relawan, Aremania, dan
berbagai stakeholders lainnya, yang selama ini
telah berusaha keras berjuang untuk mengawal
proses kemanusiaan bagi para korban dan
keluarganya, serta mengawal ranah hukum untuk
mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan.

Semoga apa yang tengah diperjuangkan dengan


sepenuh hati oleh rekan-rekan bisa memberikan
hasil yang makin positif. Jangan lelah dan jangan
putus asa, langkah masih jauh, dan masih butuh
energi serta nafas panjang untuk mengawal
semuanya.

Itu semua kita lakukan karena kita cinta


kemanusiaan, cinta pada kebenaran serta
keadilan, dan karena kita cinta Arema...

Cintarema - Arema Voice

Jangan bilang cinta Arema


Jika tak pernah merasa
Jika tak pernah berkaca
Jangan bilang cinta Arema
Jika tak pernah peduli
Jika tak pernah memberi

Jangan bilang sayang Arema


Jika kau hanya bicara,
di kala Arema terluka

Jangan bilang sayang Arema


Jika kau hanya memandang,
saat Arema terguncang

Cintamu harus tulus


Ia datang dari hati
Cintamu harus Indah
Ia bersinar terang
Bawa damai bawa cinta

Berikan hatimu berikan jiwamu


Berikan nafasmu berikan ragamu
Berikan darahmu dan air matamu
Berikan semua yang kau punya
hanya untuk AREMA

CINTAREMA

Medan, 11112022

sentuh/klik pada gambar


TRAGEDI KANJURUHAN
DAN ALGORITMA SEMESTA
Oleh
Bachtiar Djanan M.

D
engan tiba-tiba nama Arema
dan Stadion Kanjuruhan
mendunia. Satu Oktober
2022, tragedi kerusuhan di
Stadion Kanjuruhan terjadi saat
berakhirnya laga Arema vs
Persebaya, yang menelan korban
nyawa 135 orang, dan ratusan lainnya terluka.
Aremania berduka. Dunia sepak bola Indonesia
terluka.

Tragedi Kanjuruhan - foto hasil editing oleh Bachtiar Djanan

Tragedi kelam di Malang memakan korban nyawa


terbanyak kedua di dalam sejarah sepak bola
dunia, setelah kejadian serupa di Stadion Estadio
Nacional, Lima, Peru, yang menewaskan 328
orang, pada tahun 1964.
Ucapan duka cita dan keprihatinan
berdatangan dari berbagai klub, federasi,
maupun pegiat bola dari segala penjuru
dunia. Termasuk dari Presiden FIFA
Gianni Infantino, Presiden AFC
(Konfederasi Sepak Bola Asia) Shaikh Salman
bin Ebrahim Al Khalifa, Pelatih Manchester City
Pep Guardiola, Manajer Manchester United Erik
Ten Hag, Raja Charles III, dan lain-lain. Bahkan
Paus Fransiskus juga mengucap bela sungkawa
dan mendoakan para korban dari Basilika Santo
Petrus, Vatikan, Roma.

Ilustrasi bela sungkawa tokoh dunia - foto hasil editing oleh Bachtiar Djanan

Presiden RI Joko Widodo memerintahkan Kapolri


mengusut tuntas kejadian ini. Pesiden juga
menginstruksikan Ketua Umum PSSI dan
Menpora untuk menghentikan Liga 1 sampai
selesainya evaluasi menyeluruh tentang
pelaksanaan pertandingan sepak bola dan
prosedur pengamanan penyelenggaraannya. Tim
Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF)
yang diketuai Menkopolhukam dibentuk untuk
mengusut tragedi di Stadion Kanjuruhan ini.
Peristiwa ini menorehkan duka mendalam
bagi ratusan warga Malang dan
sekitarnya, yang kehilangan anak, ayah,
ibu, kakak, adik, saudara, kawan dan
sahabatnya. Tahlil, shalat ghoib, dan doa-
doa dipanjatkan oleh warga kota dan kabupaten
Malang, mengiringi isak tangis mereka yang
ditinggal pergi oleh orang-orang terkasih.

Akar Aremania
Aremania adalah sebuah fenomena sosio kultural
yang memiliki catatan sejarah panjang. Aremania
lahir dari didirikannya klub sepak bola Arema, 11
Agustus 1987, setahun kemudian berdirilah
Arema Fans Club yang dimotori oleh Ir. Lucky
Acub Zaenal, anak mantan Gubernur Papua
periode 1973-1975, Brigjen TNI (Purn.) Acub
Zainal. Keduanya merupakan pendiri klub Arema
berlogo singa ini.

Brigjen TNI (Purn.) Acub Zainal dan Ir. Lucky Acub Zaenal
(foto hasil editing oleh Bachtiar Djanan)
Arema merupakan akronim dari Arek
Malang. Secara kebetulan berabad-abad
silam telah tercatat nama "Kebo Arema"
dalam Kidung Harsawijaya dan Kidung
Panji Wijayakrama. Kebo Arema adalah
nama patih dari Raja Kertanegara yang
memerintah di Kerajaan Singosari pada tahun
1268-1292. Nama Kebo Arema terukir di prasasti
Sarwadharma (1269) serta Piagam Kampilan
(1269).

Nama Arema sendiri pada tahun 70-an sudah


digunakan oleh para diaspora perantauan asal
Malang di Jakarta, yang semula merupakan
singkatan dari "Arek Rantau aslinE Malang".
Tahun 80-an Arema juga dipakai sebagai nama
sasana tinju di Malang dan nama grup musik
Arema Band 85.

Singa yang menjadi logo Arema juga "secara


kebetulan" identik dengan banyaknya temuan
arkeologis dengan bentuk simbol singa di seputar
Malang, seperti arca yang ditemukan di daerah
Merjosari dan Petungsewu, serta arca dan
pahatan relief yang ada di Candi Kidal, Candi
Jago dan Candi Singosari. Termasuk nama-nama
tokoh dan nama tempat yang mengandung kata
“Singha” juga banyak dijumpai di era abad ke-13,
masa kerajaan Singhasari atau Singosari.
Singhasari sebenarnya adalah nama ibukota
kerajaan Tumapel, namun di kemudian hari justru
nama Singhasari sebagai nama kerajaan lebih
dikenal luas. Selain itu, lambang singa juga
pernah menjadi lambang kota Malang di era
kolonial, yang resmi dipergunakan dari tahun
1937 sampai 1951.
Atas: relief singa di Candi Jago (sumber: http://pamantulis.blogspot.com)
Bawah kiri: motif singa stambha di salah satu sudut Candi Kidal (sumber:
https://patembayancitraleka.wordpress.com)
Bawah kanan: logo Kota Malang pada era kolonial (sumber: Wikipedia)

Uniknya, sebetulnya hewan singa itu tidak pernah


hidup di nusantara. Mereka adalah satwa yang
memiliki habitat asli di Afrika dan gurun-gurun di
Timur Tengah. Namun entah kenapa
semenjak dulu singa
seringkali menjadi
simbol di negeri ini,
khususnya di
Malang.

Sementara bagi Klub


Arema sendiri,
semula mereka
menggunakan logo
singa karena klub
ini didirikan pada
bulan Agustus,
Atas ki-ka: Logo Arema Malang (1987- dalam naungan rasi
1995), Logo Arema Malang (1996-2009)
dan Arema Indonesia (2009-2013) bintang Leo yang
Bawah ki-ka: Logo Arema Cronus (2013- berlambang singa.
2016), Logo Arema FC (2017 - sekarang)
Klub sepak bola Arema dan Arema Fans
Club lahir di saat maraknya persaingan
antar kelompok gank di kota Malang era
tahun 80-90-an. Saat itu tumbuh
berbagai gank di kota Malang, antara
lain Arek Polehan, Arek Sama'an, Gas
(Gabungan Anak Setan), RAC (Remaja Anti
Cina), Anchor, Arek Kasin, dll. Tawuran antar
kampung, antar gank, menjadi hal lumrah pada
masa itu.

Gerakan Kultural
Klub Arema menjadi pemersatu antar kelompok
gank yang hobi "adu power" dan adu otot ini.
Pertandingan Arema menjadi katalis antar
kelompok, untuk bertemu di stadion mendukung
klub yang sama. Namun walaupun sesama
pendukung Arema, perseteruan antar gank ini
tidak jarang masih tetap dibawa ke arena laga
klub kesayangan mereka.

Hari pertandingan sepak bola Arema berlaga di


Stadion Gajayana, kerap kali mengubah suasana
kota Malang menjadi mencekam. Ketika Arema
menang tak jarang kericuhan terjadi. Apalagi
ketika Arema kalah. Bagi warga kota Malang saat
itu, laga pertandingan Arema sangat dinanti (oleh
penggila bola), sekaligus tidak diharapkan (oleh
mereka yang tidak suka sepak bola).

Tapi seiring dengan prestasi klub Arema yang


kian membaik, hal ini menjadi magnet kuat.
Lambat laun energi anak-anak muda kota Malang
mulai terfokus membela klub yang berlaga di
lapangan rumput dengan segala keterbatasan
yang ada (terutama dalam hal pendanaan klub).
Tawuran antar gank mulai luntur dan
makin jarang terdengar di kota ini.

Secara kultural, transformasi energi dari


perseteruan antar gank menjadi
gelombang fanatisme membela klub
tercinta ini tak lepas dari peran para tokoh seperti
Ovan Tobing, Lucky Acub Zaenal, Iwan
Kurniawan, Iwan Budianto, Eko Subekti, Leo
Kailolo, dll, yang tak kenal lelah mendorong
bersatunya suporter Malang. Simbol klub Arema
melebur menjadi simbol suporter juga.

Arema vs Persebaya, Liga Dunhill Indonesia, di Stadion


Gajayana, 29 Maret 1995. (Foto oleh Kholili Indro)

Kota Malang terbebas dari pertarungan antar


gank. Gank yang berseteru telah melepas baju,
dan mengenakan kostum yang sama, kaos biru
berlogo singo edan. Arema Fans Club yang di
kemudian hari bertransformasi menjadi Aremania
makin dikenal sebagai suporter fanatik. Tetap ada
atmosfer mencekam di setiap pertandingan
Arema, namun keangkeran lebih ditujukan
pada klub lawan Arema. Tidak lagi bagi
sesama warga kota Malang.

Edukasi Suporter
Bertanding di Malang seringkali membuat
ciut nyali lawan-lawan Arema. Jika menang
dalam pertandingan, mereka harus siap dengan
teror para suporter, mulai lemparan batu,
lemparan botol plastik berisi air kencing, dan lain-
lain, minimal mendapatkan hadiah berupa cacian
dan sumpah serapah dari suporter.

Pengrusakan, lemparan, amukan, cacian,


makian, sudah menjadi resiko yang hampir pasti
terjadi jika Arema kalah. Ini yang menjadi PR
besar bagi tokoh-tokoh penggerak Arema untuk
membangun iklim sepak bola dan suporter yang
sehat di kota Malang.

Di permukaan, Ovan Tobing, tokoh Arema yang


berlatar belakang penyiar Radio Senaputra
banyak mengambil peran dalam mengedukasi
Aremania. Dalam setiap event pertandingan
Arema, Ovan Tobing biasanya mengawali dengan
orasi menggelegar. Dengan suara berat dan
garang, serta kemampuannya mengendalikan
psikologis massa, Ovan Tobing membakar
suporter untuk menyemangati Arema, sambil
"menginjeksikan" muatan-muatan bagaimana
Aremania menjadi suporter yang baik.
Ovan Tobing menjadi "imam" bagi suporter Arema
untuk kompak meneriakkan yel-yel, bertepuk
tangan dengan irama tertentu, membuat
"gelombang penonton", secara bargantian dan
berurutan seluruh penonton di stadion berdiri dan
duduk lagi di tempatnya sesuai aba-abanya. Ia
mampu menghipnotis massa agar tertib,
tidak melakukan aksi lempar-lempar
apapun ke lapangan, sampai-sampai jika
ada yang melempar akan ditegur
sendiri oleh sesama suporter yang lain.

Penyiar radio yang


kerap menjadi MC
untuk berbagai
pagelaran musik rock
ini juga tak kenal lelah
mengedukasi suporter
agar menyadari bahwa
membeli tiket untuk
menonton pertadingan
akan sangat membantu
klub.

Namun yang paling


fenomenal adalah jika
Arema kalah, saat
pertandingan berakhir Ovan Tobing - (sumber foto: Facebook
Ovan Tobing akan akun: Johanes Artok)
segera mengambil mic
dan berorasi untuk "mendinginkan" suporter, agar
tidak melakukan aksi-aksi pengrusakan dan
menjaga ketertiban. Dan ini terbukti cukup
berhasil…!

Tema besar pesan Ovan Tobing adalah tentang


suporter itu bisa disebut sukses apabila: senang
jika timnya menang, besar hati kalau timnya
kalah tapi para pemain telah bertarung mati-
matian, dan selesai pertandingan tidak ada
keributan, dan tidak terdengar berita Arema
dihukum denda sekian juta rupiah oleh Komdis
PSSI.
Musik dan Suporter
Tokoh lain yang mewarnai dinamika
atmosfer kultural Aremania adalah
Wahyoe GV (Gank Voice) atau juga
dikenal sebagai Wahyoe Arema Voice.
Gank Voice adalah nama band yang didirikannya
semasa bersekolah di SMAN 3 Malang yang
tenar di Malang pada era akhir 80-an. Sementara
Arema Voice adalah band yang diinsiasi Wahyoe
dengan project rekaman untuk mendukung
Arema.

Arema Voice merilis album


pertama berjudul "Singa
Bola" pada Januari 1989,
yang didukung musisi-
musisi terkemuka asal
Malang, seperti Toto Tewel,
Yuni Shara, Shadana Devi,
Noldi, Anto Baret, dll.
Nampaknya inilah band
pertama di negeri ini yang
menjadi pendukung klub
dan suporter bola. Album
yang di-recording dan
didistribusikan secara indie
(mandiri) ini terjual 10 ribu
Arema Voice album pertama
(foto dok pribadi Bachtiar Djanan)
kaset dalam tempo 5 bulan
saja.

Lagu-lagu di album ini segera menjadi "anthem"


atau lagu kebangsaan bagi Aremania, khususnya
Singa Bola dan Tegar. Lagu Singa Bola dengan
irama musik rock bertempo cepat kerap menjadi
lagu pembuka dalam laga Arema untuk
membakar semangat, sedangkan lagu
Tegar dengan irama slow melankonlis
diputar sebagai lagu "penenang massa",
di saat Arema menderita kekalahan
dalam pertandingan.

Arema Voice produktif melahirkan album-


albumnya: Kami Tetap Ada (2000, terjual 10 ribu
kaset), Tiga Plus (2005, terjual 10 ribu kaset),
Salam Satu Jiwa (2006, VCD, terjual lebih dari 20
ribu copy), Spirit Of Arema (2008, VCD, terjual
lebih dari 15 ribu copy), Masih Ada Terang (2009,
terjual 15 ribu copy), dan Cahaya Kehidupan
(2011, terjual 15 ribu copy).
Selain Arema Voice, selanjutnya lahir
band-band lain pendukung Arema, seperti
D'Kross yang diinisiasi oleh Ade
Herawanto pada
tahun 2007, dan
telah melahirkan
setidaknya 6 album
rekaman: Bhumi Arema,
Indonesia Damai,
d'Krossari, Sholawat
d'Kross, Hitam Putih, dan
Kembali Berpesta. Lagu-
lagu D'Kross banyak
mewarnai atmosfer
suporter Arema, seperti Reog Ponorogo
Sumber foto: Wikipedia
lagu Bhumi Arema,
Cambuk Malaikat, Malang
ke Bulan, Singo Edan,
D’Kross album pertama
Satu Jiwa, dll. (foto dok pribadi Bachtiar Djanan)

Ada lagi band Can A Rock, yang mengangkat


lagu-lagu bertema suporter. Band yang berdiri
sejak tahun 1992 ini mengusung genre rock
progresif, dan telah menelorkan 4 album, dimotori
oleh Hadias, sang vokalis dan pencipta mayoritas
lagu-lagu mereka. Beberapa lagu yang cukup
populer di telinga para suporter Arema antara lain
Api Arema, Mars Aremania, Ada Untuk Arema,
dan Singo Edan.

Di samping itu, masih ada beberapa band dan


musisi yang turut menyumbang spirit untuk
Aremania melalui lagu-lagu dengan genre
musiknya masing-masing, seperti Djanoer, The
Klokid, Farel Haidir, Rainbow in Sunset, Shodiq
OM Monata, Yoyo' Daker, DJ Kaltara, Mazel
Band, Arema Venta, Terraces88 Band, dan
A.P.A Rapper Of Aremania.

Sepak bola, musik, dan suporter,


menjadi
sebuah
ekosistem yang
membangun atmosfer
spirit menggelorakan
semangat dalam
meraih kemenangan,
dan menyatukan
energi antar pemain
bola, antar komunitas
suporter, dan antar Aplikasi lagu-lagu Aremania
keduanya. (sumber: gameloop.com

Satu Komando
Lain di dapur rekaman dan di lapangan. Dalam
laga di lapangan rumput, sejak tahun 90-an
suporter Arema dikenal selalu atraktif dan kreatif.
Dalam pertandingan-pertandingannya,
khususnya di kandang sendiri, Stadion Gajayana,
yang merupakan stadion tertua di negeri ini,
sepanjang pertandingan Aremania tak kenal lelah
terus memompa semangat para pemain Arema
yang berlaga di lapangan, dengan yel-yel, lagu,
tepuk tangan, dan gerakan.

Kekompakan atraksi suporter ini tak lepas dari


peran "sang konduktor". Ibaratnya orkestra,
dirigen memandu suporter dalam
mengekspresikan dukungannya melalui nyanyian
dan gerakan. Itulah peran yang diambil seorang
Yuli Sumpil, yang memiliki nama asli Yuli
Sugianto. Selain Yuli Sumpil, tugas ini diemban
pula oleh Yosep El Kepet, Sam Tuwek,
dan didukung oleh almarhum Pak No Bass
Drum (Soekarno, penabuh bass drum
Aremania).

Dirigen memimpin lagu, yel, nyanyian,


dan tarian suporter dari tribun. Ribuan suporter
"patuh" pada komando sang dirigen. Bakat alam
yang muncul karena kecintaannya pada Arema
inilah yang mengantarkan Yuli Sumpil
membintangi film besutan Andi Bachtiar Yusuf
berjudul The Conductors (2007). Melalui film ini,
kerennya Aremania makin dikenal luas, bukan
hanya di kalangan pencinta sepak bola.

Yuli Sumpil (sumber foto Facebook akun: AREMA Indonesia Is Back)

The Conductors adalah film dokumenter yang


mengangkat sisi lain dari Addie MS (dirigen
Twilite Orchestra), AG Sudibyo (dirigen Paduan
Suara Mahasiswa UI), dan Yuli Sumpil (dirigen
Aremania). Film ini sukses meraih Piala Citra
untuk film dokumenter terbaik dalam Festival Film
Indonesia 2008,
ikut dalam ajang
kompetisi Pusan
Film Festival
2008 di Korea
Selatan, Jakarta
International Film Festival
2007, Festival Film
Dokumenter Yogyakarta
2008, dan sempat pula
diputar dalam Doc Aviv di
Tel Aviv Israel pada tahun
2009.

Pada tahun 2018 Yuli


Sumpil sempat dihukum oleh Komdis PSSI
karena memprovokasi pemain Persebaya di
lapangan saat laga Arema vs Persebaya. Ia
mendapatkan sanksi dilarang masuk stadion
seumur hidup.

Dengan sportif Yuli menerima dan tak pernah


melakukan banding terhadap sanksi yang
diberikan, bahkan ketika manajemen Arema FC
berniat untuk memfasilitasinya banding.
Untunglah setahun kemudian sanksi itu dicabut
oleh PSSI, dan Yuli pun kembali "nribun" untuk
memimpin koreografi gerak dan lagu Aremania di
lapangan.

Darah Biru
Kehidupan suporter Arema menjadi inspirasi
menarik bagi banyak orang. Tahun 2014 dirilis
film pendek "Darah Biru Arema" yang
mengangkat kisah tentang seorang anak kecil
yang mencintai klub Arema kebanggaan kotanya
dan bercita-cita menjadi pemain bola. Film
ini diproduksi oleh manajemen Arema,
Kelas Film, dan SMK Muhammadiah 5
Kepanjen, dengan sutradara Taufan
Agustiyan.

Flyer Darah Biru Arema (sumber foto Facebook akun: Darah Biru Arema)

Film ini semula diproduksi sebagai hadiah ulang


tahun ke-27 Klub Sepak Bola Arema. Tak
disangka, tema lokal yang diangkat sang
sutradara muda ini mendapat sambutan baik, tak
hanya dari Aremania, tetapi juga masyarakat
Indonesia. Terbukti film ini sudah diputar berkali-
kali di beberapa daerah di Indonesia.

Kemudian pada tahun


2018 dirilislah sekuel
dari film Darah Biru
Arema yang bertajuk
"Darah Biru Arema 2:
Satu Jiwa Untuk
Indonesia". Taufan
Agustyan kembali
menjadi sutradara
merangkap penulis
skenario cerita
dengan bantuan
Flyer Darah Biru Arema 2 Mahesa Desaga.
(sumber YouTube akun: DBA film Official)
Film ini diproduksi oleh Paradise Pictures
berkolaborasi dengan Equator Cinema,
Kamera Malang, Tagarap Digital Creator
serta Profil Image Studio. Film berdurasi
110 menit ini tayang di bioskop-bioskop
nasional pada akhir November 2020.

One Incredible Blue


Seputar dunia Aremania tak pernah kehabisan
kreativitas. Tahun 2014 Aremania membuat
bendera raksasa berjudul One Incredible Blue
bertuliskan "Arema Sindo Edan, Salam Satu
Jiwa", berukuran 15 ribu meter persegi, yang
merupakan bendera terbesar yang dimiliki
suporter klub sepak bola, mengalahkan fans FC
Barcelona yang memiliki bendera berukuran
13.545,75 meter persegi.

One Incredible Blue (sumber foto blog oriablearemania.blogspot.com)

One Incredible Blue selesai dikerjakan oleh


Aremania pada tahun 2014 dan dikibarkan
pertama kali saat Arema berlaga melawan Persib
Bandung pada Indonesia Super League, 25 Mei
2014. Setahun kemudian, saat mendapat
kesempatan menjadi arena pembukaan Piala
Jenderal Sudirman, Aremania langsung
menyiapkan atraksi utama, yakni
pengibaran One Incredible Blue.

One Incredible Blue dikibarkan kembali


di Stadion Kanjuruhan pada pembukaan
Piala Jenderal Sudirman pada 10 November
2015. Untuk mengibarkan bendera seberat 1 ton
lebih ini, Aremania membutuhkan tenaga sekitar
600 orang. Bila dibentangkan di Kanjuruhan,
bendera itu akan menutupi 90 persen tribun
stadion.

Kreativitas Tanpa Batas


Seperti apapun kondisi dan prestasi klub Arema,
tidak mempengaruhi kecintaan para
pendukungnya. Berbagai kreativitas selalu lahir di
tangan-tangan dingin para pendukung fanatik
klub berlogo kepala singa ini. Mulai desain-desain
kreatif untuk berbagai aksesoris merchandise
Aremania, mulai kaos, syal, topi, emblem,
boneka, bantal, stiker, dan berbagai pernak-
pernik lainnya.

Penjualan atribut Arema (sumber foto kiri: bola.com, kanan: merdeka.com)

Penyediaan merchandise Aremania menjadi


sebuah ekosistem bisnis tesendiri. Mulai jasa
desain, penyediaan bahan baku, penjahit, tukang
sablon, toko merchandise, dan lain-lain.
Bisnis merchandise Arema menjadi mata
rantai panjang yang menghidupi banyak
orang. Saat ini di Malang tercatat
belasan toko yang menjual merchandise
khusus Arema, tentunya dengan desain-
desain yang unik dan kreatif

Berbagai literasi kreatif tentang Arema juga telah


terbit, buah pikir para pencinta Arema. Arema 3
Tahun Juara karya Husnun Djuraid (Penerbit
UMM Perss Malang, 2007), Arema Never Die
karya Abdul Muntholib (Penerbit UMM Press
Malang, 2009), Bangga Menjadi Arek Malang
karya Malang Post Forum dan D'Kross
Community (Penerbit Bayumedia Publishing,
2014), Buka-Bukaan Arema karya Sudarmaji -
Media Official Arema (penerbit UMM Perss
Malang, 2016), sampai buku Ensiklopedia Arema
dan Aremania yang ditulis oleh Tri Septa Agung
Pamungkas pada tahun 2020

Buku-buku tentang Arema (dari berbagai sumber, editing foto: Bachtiar Djanan)

Pernah pada tahun 2008 Aremania pernah


mendapat sanksi dari PSSI, karena dalam laga
Arema vs Persiwa Wamena, Aremania merusak
dan membakar berbagai fasilitas di stadion
Brawijaya Kediri, yang disebabkan ketidakpuasan
mereka terhadap kepemimpinan wasit.
Akibatnya Aremania dihukum pelarangan
tidak boleh mengenakan atribut Arema
saat mendukung timnya selama 2 tahun.
Hukuman ini diterima dan dipatuhi oleh
Aremania.

Namun bukan Aremania jika tidak kreatif.


Contohnya, dalam menjalani masa hukuman itu,
saat Arema berlaga melawan Sriwijaya FC di
Stadion Gelora Delta Sidoarjo, ribuan Aremania
tetap datang ke stadion, tapi dengan
mengenakan baju koko, busana muslim, pakaian
adat, batik, bahkan ada yang hanya mengenakan
sehelai handuk dengan membawa gayung,
seolah-olah akan berangkat mandi ke sungai,
padahal mereka tengah mendukung tim
kesayangannya berlaga, dan mereka tidak
menggunakan identitas "Aremania" melainkan
melabeli dirinya sebagai “wong Malang”.

Aremania tanpa atribut (sumber foto Facebook akun News Arema, 23-01-2017)
Guru Para Suporter
Masa-masa Aremania menjalani
hukuman menimbulkan banyak
kesadaran untuk berbenah diri dan
mulai mengubah imejnya, dari fanatisme
barbar Aremania ke ranah suporter kreatif. Jadi
tidak hanya damai, sportif, loyal, tapi juga kreatif
dan atraktif. Aremania terus membuktikan
eksistensinya dalam membangun warna suporter
sepak bola nasional.

Pada Indonesian Super League 2010, tak kurang


dari 40 ribu Aremania dari seluruh Indonesia
berbondong-bondong berangkat ke Jakarta untuk
mendukung laga Arema vs Persija, yang
kemudian membawa Arema juara pada
Indonesian Super League 2010.

Aremania tour away (sumber foto Jawa Pos, 2 Maret 2018)

Ini menjadi tour away terbesar di Asia dan


tersukses sepanjang sejarah persepakbolaan
Indonesia. Pada tahun 2010 ini data dari Forum
Sepakbola Asia mencatat, Arema meraih rata-
rata penonton terbanyak antar klub di
ASEAN dan berada di peringkat tujuh di
Asia.

Sebelumnya Aremania pernah


mendapat predikat sebagai suporter
terbaik pada kompetisi Divisi Utama Liga
Indonesia tahun 2000, kemudian Aremania
menjadi salah satu pelopor kelompok suporter
sepak bola nasional dan dikukuhkan dengan
anugerah suporter terbaik oleh Menpora dan
suporter terbaik Copa Indonesia 2006. Kemudian
pada tahun 2016 Arema menjadi suporter terbaik
pada turnamen bergengsi Piala Jenderal
Sudirman 2016.

Maka tak heran jika kemudian suporter dari


berbagai klub di Indonesia berguru pada
Aremania. Baik berguru langsung dengan datang
ke Malang atau mengundang Aremania untuk
berbagi pengalaman, maupun dengan mengambil
inspirasi dari bebagai kreativitas Aremania yang
kemudian dimodifikasi sesuai warna dan identitas
klub masing-masing.

Aremania guru suporter Indonesia (sumber foto Jateng iNews.id 6 Okt 2022)
Walaupun tak butuh pengakuan, tapi
nampak bahwa beraneka kreasi yel-yel,
nyanyian, gerakan, atribut,
merchandise, yang hari ini menjadi
produk kreatif dari suporter-suporter
berbagai klub di Indonesia, sedikit banyak
terdapat warna inspirasi dari Aremania di situ.
Dan hal ini memang diakui oleh para suporter
dari berbagai daerah, bahwa Aremania memang
"gurunya suporter sepak bola Indonesia".

Pentas Suporter
Jika biasanya sepak bola seolah hanya dunia
milik laki-laki, namun tidak demikian di kota
Malang. Dengan bertransformasinya Aremania ke
level suporter kreatif dan atraktif, di Malang laga
sepak bola tak lagi angker, tapi sudah menjadi
"hiburan" bagi semua kalangan. Cewek-cewek
pun merasa "safe" hadir di stadion menyaksikan
tim kesayangannya berlaga, sampai-sampai
mereka punya sebutan sendiri sebagai
"Aremanita".

Aremanita (sumber foto wowkeren.com)


Para suami pun biasa mengajak istri dan
anak-anaknya untuk ikut melarutkan diri
dalam koreografi kreatif lautan suporter
yang tak henti-hentinya bernyanyi,
bertepuk tangan, meneriakkan yel-yel,
dan menari, sepanjang pertandingan.

Laga Arema, tontonan keluarga (sumber foto jatimnetwork.com)

Para suporter datang dari berbagai daerah,


bukan hanya dari Malang dan sekitarnya saja.
Bahkan tidak sedikit yang harus menempuh jarak
hingga ratusan kilometer untuk bisa menyaksikan
langsung laga Arema. Pertandingan Arema selalu
menjanjikan dua sajian pertunjukan menarik:
permainan sepak bola dan atraksi suporter.

Laga Arema menjadi sebuah kerinduan para


pencinta sepak bola maupun bagi para
penggemar "pertunjukan suporter". Banyak di
antara mereka yang sebetulnya tidak paham
tentang liga yang dimainkan, bahkan bisa jadi
tidak paham sama sekali tentang dunia sepak
bola. Namun Aremania dan Aremanita hadir di
stadion untuk menikmati atmosfer, menyaksikan,
sekaligus memainkan "pentas" yang
mereka mainkan sendiri.

"Mbois". Itulah kata yang paling tepat


untuk bisa mengekspresikan atmosfer
yang terjadi dalam setiap pertandingan
Arema. Kata "Mbois" ini sulit untuk di-translate ke
bahasa Indonesia. Mungkin bisa dimaknai
sebagai perpaduan antara: lebih dari keren, lebih
dari asyik, membanggakan, dan
membahagiakan. Dan ini bukan semata tentang
permainan sepak bolanya.

Atraksi Aremania di Stadion (sumber foto bola.com)


Duka di Kanjuruhan
Beberapa tahun belakangan pertandingan
Arema selalu membahagiakan para
suporter. Aremania datang dengan
bahagia, menyaksikan pertandingan
dengan bahagia, dan pulang juga dengan
bahagia. Menang atau kalah tetap bahagia.
Kalaupun kalah, pasti ada kecewa, tapi rasa
bahagia tetap membekas dan dibawa pulang.

Para suporter tetap bahagia karena paling tidak


mereka sudah membuktikan cintanya pada klub
kebanggaannya dengan hadir mendukung timnya
berlaga, dan bahagia karena sepanjang
pertandingan mereka bisa meluapkan
ekspresinya melalui tepuk tangan, yel-yel, lagu,
dan gerak kreatif.

Maka bagi Aremania tentu menjadi sebuah


pertanyaan besar, bagaimana mungkin tragedi di
Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 bisa
terjadi...?

Bagaimana mungkin Aremania membuat


kerusuhan, apa lagi dengan tidak ada suporter
lawan yang hadir di stadion...?

Terlepas dari proses investigasi yang tengah


intensif dilakukan terhadap insiden itu, musibah
yang merengut 135 nyawa ini seharusnya tidak
terjadi, jika "nafas" Aremania ini dipahami dan
dihayati oleh semua pihak. Karena energi
Aremania saat ini adalah energi atraktif, kreatif,
dan mbois. Aremania bukan perusuh. Mereka
telah melewati masa-masa seperti itu belasan
tahun silam.
Tapi kenyataannya tragedi Kanjuruhan
terjadi. Malaikat maut telah mencabut
nyawa seorang anak berusia 3 tahun, 71
remaja berusia belasan tahun, 50
pemuda berusia 20-an tahun, 9 orang
berusia 30-an, dan 4 orang berusia 40-an.
Ada 93 orang laki-laki dan 42 orang perempuan
meregang nyawa, serta ratusan lainnya terluka,
karena keracunan gas air mata, kehabisan
oksigen, dan terinjak-injak oleh sesama suporter
yang panik.

Sebagian korban pelajar (sumber foto kompasiana.com akun Ikrom Zain)


Korban meninggal dunia terbanyak
berasal dari Kabupaten Malang
sebanyak 73 orang, sedangkan dari
kota Malang ada 31 orang. Selebihnya
korban meninggal dunia berasal dari
Batu, Jombang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek,
Pasuruan, Probolinggo, Jember, Gresik, dan
Magetan (Magetan berjarak 285 km dari Kota
Malang).

Ada orang tua yang kehilangan anaknya, ada


anak yang kehilangan ibunya, ada anak yang
kehilangan bapaknya, ada anak yang kehilangan
ibu dan bapaknya sekaligus, ada istri yang
kehilangan suami dan anaknya sekaligus, ada
suami yang kehilangan istri dan dua anaknya
sekaligus, dan banyak orang yang kehilangan
teman, sahabat, kerabat, maupun saudaranya.
Sangat memilukan.

Jika Saja
Saya berandai-andai, jika saja para suporter tidak
turun ke lapangan selepas pertandingan, tentu
musibah ini tidak terjadi. Jika saja petugas
keamanan tidak menendang dan memukuli
suporter, serta jika saja para suporter tidak
terbakar emosi, tentu insiden ini tidak terjadi. Jika
saja polisi tidak menembakkan gas air mata ke
tribun penonton, dan jika saja panitia
pertandingan tidak membiarkan pintu terkunci,
tentu tragedi ini tidak terjadi.

Saya membayangkan, seperti di masa lalu pada


saat suporter mulai panas ketika tim
kesayangannya kalah, ada seorang Ovan Tobing
yang menyambar microphone untuk berorasi
dengan suara menggelegar untuk
menenangkan massa.
Atau saya bayangkan ada seorang
Wahyoe Arema Voice yang memetik
gitarnya sambil menyanyi dan mengajak
segenap penonton bernyanyi bersama
melantunkan lagu "Tegar", untuk sejenak menarik
nafas panjang dan mengambil hikmah dari
kekalahan.

Dalam hidup ini selalu ada kegagalan


Perjuangan adalah sejuta tantangan
Lapang dada, jiwa besar
Menerima kenyataan yang ada
Kekalahan adalah jalan menuju kemenangan
Tiada kata putus asa terlintas di dalam jiwa
Tetap tegar dan percaya
Di dalam dada, semangat membara
Kami Arema, terus berjuang sepanjang masa
Kami Arema, tak peduli segala rintangan
Tak ada kata menyerah
Kami Arema, terus berjuang sepanjang masa
Kami Arema, tak peduli segala rintangan
Kami tetap melangkah

Ovan Tobing dan Wahyoe Arema Voice (editing foto oleh Bachtiar Djanan)
Namun itu semua hanyalah berandai-
andai. Kenyataannya takdir berkata lain.
Satu Oktober 2022 menjadi hari paling
memilukan bagi ratusan warga kota dan
kabupaten Malang, yang “dipaksa” untuk
harus mengikhlaskan ditinggal pergi oleh orang-
orang terkasih.

Duka dan Doa


Setelah tragedi Kanjuruhan terjadi, berbagai
kelompok dan elemen masyarakat di segala
penjuru nusantara turut berkabung dan mengirim
doa bagi para korban insiden Stadion
Kanjuruhan. Ribuan lilin dinyalakan, bunga-bunga
ditabur, ratusan karangan bunga dan ucapan bela
sungkawa dikirimkan. Doa-doa terus dilantunkan
beriringan dengan derai air mata.

Para sastrawan dan


seniman mengekspresikan
duka citanya melalui karya.
Nurul Khurriyah, mantan
aktivis Teater Ideot Malang
yang sekarang menjadi
Kepala SMP ISLAM
Krembung Sidoarjo
menciptakan Puisi Tragedi
Kanjuruhan. Deasy Wali Kota Surabaya
(sumber foto: rajawarta.com )
Tirayoh, penulis dari
Komunitas Rumah Andakara yang aktif dalam
kerja-kerja literasi dan kebudayaan di Sulawesi
Tenggara menciptakan puisi Duka untuk Tragedi
Kanjuruhan. Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya,
juga menuliskan puisinya Andai Kita Berdoa
Persebaya Kalah Semalam.
Seorang Iksan Skuter, musisi yang besar
dari kota Malang telah menciptakan dua
lagu menyayat hati, yaitu Oktober Hitam
dan Oh Malangnya Malang.
"Berguguran harapan-harapan, telah
mati muda masa depan, terlalu muda ia
dibatunisankan, di rumput hijau taman
kesedihan", demikian sepenggal lirik pilu lagu
Iksan "Oh Malangnya Malang", yang syairnya
diciptakan oleh penulis dan budayawan Candra
Malik.

Iksan Skuter (sumber foto: kumparan.com)

Seniman lainnya turut melantunkan


belasungkawa melalui karya mereka. Ada Sindy
Purbawati pesinden dan penyanyi campursari
kelahiran Banyuwangi yang melantunkan kidung
duka Kanjuruhan Ninggal Pati dan Kidung
Kanjuruhan. Catur Purwanto, pencipta lagu yang
dikenal sebagai Poer Brigade menyanyikan
Tragedi Kanjuruhan Malang. Danar Widianto,
juara ketiga X Factor Indonesia 2021-2022
membawakan Pray for Kanjuruhan. Dan mungkin
masih banyak lagi yang akan menyusul.

Musisi legendaris tanah air, Iwan Fals,


menulis lagu dengan lirik tajam yang
menyentuh hati: "Aum Singo Edan, rindu
kasih sayang, rindu serindu-rindunya,
Malang nian ratusan jiwa melayang, terinjak-injak
kaki saudaranya sendiri, Malang nian gas air
mata melayang, nafas tersedak sesak di ruang
terkunci, Malang nian engkau duhai sayang, tapi
kuyakin Tuhan tunjukan jalan, Malang nian
engkau wahai sayang, tapi kuyakin jalanmu kan
terang benderang". Demikian sebait lirik lagu
"Kanjuruhan", yang dirilis 5 Oktober 2022 dengan
segenap empati, simpati, dan kepekaan seorang
Iwan Fals.

Kanjuruhan
Iwan Fals (sumber foto: timesindonesia.co.id)

Menghapus Permusuhan
Hilangnya nyawa 135 orang suporter Arema
(termasuk 2 orang polisi) menggugah nurani.
Beberapa hari ini ribuan suporter dari berbagai
klub sepak bola di segala penjuru tanah air telah
melakukan acara doa-doa bersama sebagai
ekspresi bela sungkawa. Ribuan doa dari hati
yang tulus dikirimkan untuk para korban
tragedi paling memilukan dalam sejarah
sepak bola negeri ini.

Bahkan Bonek Mania, suporter


Persebaya yang selama ini selalu dikenal
sebagai musuh bebuyutan Aremania, telah
berhari-hari menggelar aksi solidaritas yang
diikuti oleh ribuan Bonek Mania, menyampaikan
doa dan duka cita mendalam yang tulus untuk
Aremania.

Perwakilan Bonek Mania dan perwakilan


Manajemen Persebaya telah datang ke Stadion
Kanjuruhan, untuk takziah bela sungkawa,
berdoa, dan tahlil bersama Aremania, yang
disambut dengan pelukan hangat dalam suasana
penuh keharuan dari Aremania. Bercermin dari
tragedi Kanjuruhan, Bonek Mania dan Aremania
telah bersepakat mengakhiri perseteruan antar
mereka.

Bonek Mania takziah ke Kanjuruhan (sumber foto timesindonesia.co.id)


Sebelumnya, foto telah beredar foto-foto di
media sosial, memperlihatkan suporter
Arema dan Persebaya, duduk bersama
di titik 0 kilometer Yogyakarta untuk
mendoakan para korban tragedi
Kanjuruhan. Hadir pula fans PSS Sleman
dan Brajamusti pendukung fanatik PSIM
Yogyakarta yang selama ini juga dikenal
bermusuhan antar suporter.

Aksi duka cita suporter Indonesia untuk Aremania (sumber foto kongkrit.com)

Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum refleksi


sejumlah suporter klub-klub di Indonesia untuk
menyudahi permusuhan dan merajut
perdamaian. Tanggal 4 Oktober 2022 di Stadion
Benteng Reborn Tangerang, dua kelompok
suporter yang punya hubungan tidak harmonis
yakni Viking Persib Club - Bobotoh dan Jakmania
(Persija) bertemu, berdampingan, dan saling
berangkulan. Mereka berkumpul untuk
mendoakan korban tragedi Kanjuruhan. Hadir
hampir semua elemen suporter, ada Aremania,
The Jak, Viking, Viole, Benteng Mania, Pasopati,
Slemania, Bonek, dan lain-lain.

Tak terasa berlinang air mata saat


membaca kabar-kabar itu di media
online, di media sosial, apa lagi ketika
menyaksikan video-video di Youtube,
bagaimana para suporter yang dulunya berseteru
dan seakan ingin saling bunuh, kini mereka
berpelukan, berdoa, dan menangis bersama,
dengan semangat persaudaraan yang tulus,
lantaran tragedi Kanjuruhan.

Musibah dan duka Aremania menjadi sebuah


“pemantik” yang mengakselerasi gerakan arus
bawah untuk membangun perdamaian dan
persaudaraan antar suporter sepak bola
Indonesia.

Lagu Kabar Damai ciptaan Anto Baret dan Iwan


Fals menjadi “soundtrack” dalam gerakan ini.
Lagu yang direkam oleh band D'Kross dari
Malang, dalam albumnya "Indonesia Damai"
(2008) selalu dinyanyikan para suporter sebagai
pesan damai yang terus bergulir dalam hampir
semua aksi bela sungkawa tragedi Kanjuruhan di
berbagai kota, seiring dengan tekad Anto Baret,
sang pencipta lagu, yang berkomitmen untuk
terus menyuarakan perdamaian antar suporter
dan mengawal proses usut tuntas tragedi
Kanjuruhan.

Sudah lama aku menunggu


Pertemuan seperti ini
Ikatan batin yang telah terpatri
Tak bisa aku ingkari
Melihat dunia dari tikungan
Melihat dunia dari persimpangan
Banyak melihat persoalan
Yang melahirkan kesadaran

Satukan jiwa, satukan rasa


Damai di hati kita bersaudara
Satukan jiwa, satukan rasa
Damai dihati kita bersaudara

Damai… damai… saudaraku


Jabat erat penuh kasih sayang
Untuk apa terus bertengkar
Pertemuan ini adalah kabar

Anto Baret (sumber foto: dokumentasi Kelompok Penyanyi Jalanan)

Algoritma dan Pesan-Nya


Dari tragedi Kanjuruhan, kini mulai bisa dibaca
skenario besar dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tuhan dengan algoritma-Nya memiliki cara
sendiri untuk "mengambil alih" energi-energi
negatif yang selama ini mungkin tersangkut erat
bertahun-tahun di hati kita. Insiden, tragedi,
musibah, atau apapun namanya, menjadi "alat"
yang dipergunakan Tuhan untuk membentuk
sebuah "tatanan" baru.
Tuhan lebih menyayangi 135 nyawa
mereka yang beberapa hari lalu telah
dipanggil untuk kembali pulang
menghadap-Nya. Lunas tugas mereka
di alam dunia memberi pembelajaran
terbesar bagi bangsa ini, bahkan bagi dunia.
Terkhususnya bagi para suporter. Kepergian
mereka tentu meninggalkan duka mendalam bagi
orang-orang tercinta, namun saya meyakini
bahwa mereka tidak mati sia-sia.

Seratus tiga puluh lima orang martir telah dipilih


Tuhan untuk menyadarkan kita semua yang egois
dan bodoh ini. Kepergian mereka membawa
pesan Tuhan, bahwa sepak bola hanyalah
permainan, dan persaudaraan serta
kemanusiaan adalah yang utama.

Para martir ini mungkin besok, lusa, minggu


depan, atau bulan depan, cepat atau lambat
mereka akan terlupakan, seiring kehidupan kita
yang terus menggelinding mengikuti urusan perut
kita masing-masing. Jadi, agar kita tidak
melupakan mereka yang telah bertaruh
nyawa ini, maka nama, wajah, dan profil
mereka, perlu segera kita abadikan
dalam tinta emas.

Entah berupa buku profil in memoriam, atau


bahkan idealnya perlu kita abadikan dalam
museum Aremania. Sebagai pengingat dan
penanda. Bahwa mereka telah mengajari kita
dengan mengorbankan nyawanya, untuk
meruntuhkan ego kita masing-masing, dan agar
kita belajar untuk menjadi pencinta Arema
dengan cara yang benar dan bijak. Pembelajaran
yang sangat mahal.

Pintu 13 Stadion Kanjuruhan (sumber foto kumparan.com)

Membuat satu-persatu profil para korban tragedi


Kanjuruhan akan menjadi PR besar dan
pekerjaan panjang bagi para penulis dan jurnalis
yang “terpanggil'. Catatan-catatan ini di kemudian
hari akan menjadi rekam jejak penting bagaimana
kita mengapresiasi peristiwa memilukan ini
sebagai sebuah pembelajaran yang sangat
berharga bagi kita semua dan bagi
generasi selanjutnya.

Selamat jalan para "guru-guru" kita, para


pahlawan perdamaian dalam dunia
sepak bola negeri ini. Selamat beristirahat
abadi dalam damai. Rasa terima kasih saya
ungkapkan dari hati terdalam, semoga
pengorbanan nyawa kalian dan segala kesedihan
dari orang-orang terkasih yang kalian tinggalkan,
tidaklah berlalu begitu saja dengan sia-sia. Insya
Allah...

Dan bagi rekan-rekan Aremania, para relawan,


serta berbagai komponen stakeholders
masyarakat yang sampai saat ini terus bergerak
dan tidak kenal lelah dalam mengawal proses
kemanusiaan bagi para korban dan keluarganya,
serta mengawal proses usut tuntas Tragedi
Kanjuruhan, terima kasih atas kerja kerasnya.
Walaupun nampaknya perjalanan masih jauh,
proses masih bergulir, dan masih butuh banyak
energi serta nafas panjang, tapi yakinlah bahwa
hasil tidak akan pernah mengkhianati proses.

Semoga setiap tetes keringat dan segenap


keikhlasan hati sedulur-sedulur semuanya
mendapatkan barokah dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Aamiin.

Salam satu jiwa...!!!

Didedikasikan untuk Aremania, terkhusus bagi para korban Tragedi


Kanjuruhan, pahlawan perubahan, dan segenap keluarga, kerabat,
kawan serta para sahabatnya. Mohon bantuan dari semua pihak
untuk mengoreksi dan melengkapi, apabila terdapat narasi ataupun
data-data yang belum sempurna. Terima kasih. Salam satu jiwa.
Oleh: Bachtiar Djanan (asli gnaro Ngalam, kini tinggal di Medan)

Anda mungkin juga menyukai