Anda di halaman 1dari 16

NAMA : ANGGI WINDIANI

NIM : 22030048
JURUSAN : FARMASI

DUA CONTOH RESEP OBAT.

1. R / Asetasol 100 mg
SL 50 mg
Mf Pulv dtd no x
S 2 dd
Pro : an Bani
Umur : 10 thn
Asetasol
Dik : Dm 1x = 1 gr
Dm 1 hari = 8 gr
Doling > 8 thn
n
x Dm
20
10
Dm 1x = x 19 = 0,5 gr => 500 mg
20
10
Dm 1 hari = x 89 = 49 r => 4000 mg
20
Dp 1x = 100mg
Dp 1 hari = 100 mg x 2 = 200 mg
100 mg
% 1x = x 100 =20%
500 mg
200 mg
% 1 hari = x 100 = 5 %
4000 mg
SL
Dik = Dm 1x = 1000 mg
= Dm 1 lahir = 2000 mg
n
x Dm
20
10
Dm 1x = x 1000 mg = 500 mg
20
10
Dm 1 hari = x 2000 mg = 1000 mg
20
Dp 1x = 50 mg
Dp 1 hari = 50 x 2 = 100 mg
50 mg
% 1x = x 100 = 10 %
500 mg
100 mg
% 1hari = x 100 = 10 %
1000 mg

2. R / Paracetamol 200 mg
Bb 30 mg
Ctm 2 mg
m.f pulv. Dtd no x
S 3 ddl
Pro loffy (4 thn)
Paracetamol
Dik = Dm 1x = 1000 g
Dm 1hari = 4000 mg
n
Dm
n+12
4
Dm 1x = x 1000 mg = 250 mg
4+ 12
4
Dm 1hari = x 4000 mg = 1000 mg
4+ 12
DP 1x = 200 mg
P 1hari = 200 mg x 3 = 600 mg
200
% 1x = x 100 = 80 %
250
600
% 1hari = x 100 = 60 %
1000
GG
Dik = Dm 1x = 100 mg
Dm 1hari = 400 mg
n
x Dm
n+12
4
Dm 1x = x 133 mg = 33,25 mg
4+ 12
4
Dm 1hari = x 400 mg = 100 mg
4+ 12
Dp 1x = 30 mg
Dp 1 hari = 30 x 3 = 90 mg
30
% 1x = x 100 = 90 %
33,25
90
% 1hari = x 100 = 90 %
100
Ctm
Dik = 1x = 1 mg
= 1hari = 3 mg
n
x Dm
n+12
4
Dm 1x = x 1 mg = 13 mg
4+ 12
4
Dm 1 hari = x 3 mg = 37 mg
4+ 12
Dp 1x = 2 mg
Dp 1hari = 6 mg
2
% 1x = x 100 = 15 %
13
6
% 1hari = x 100 = 16 %
37

1. Monografi Analgenik.
Antalgin.
C6H5ONCH3NH2OH2CNO3SNaCH3CH3
Nama Kimia : Natrium 2,3 – dimetil – 1fenil – 5 – pirazolon – 4 –
metilaminometanasulfonat.
Sinonim : - Metampiron Dipiron
Rumus Molekul : C13H16N3NaO4S.H2O
Berat Molekul : 351,37
Pemerian : Serbuk Hablur, Putih, atau Putih Kekuningan
Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 5,5% pada suhu 105°C hingga bobot tetap
Kelarutan : larut dalam air dan Hcl0,02 N
Kadar Bahan Aktif : Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih
dari 101,0 % C13H16N3NaO4S, dihitung terhafap zat yang telah
dikeringkan SIFAT FISIKA
Pemerian : Serbuk Hablur, putih sampai kuning Kelarutan : Kelarutannya
1:1.5 dakm air, 1:30 dalam alchohol, sedikit larut dalam kloroform
dan tidak larut dala eter.
Stabilitas : Tidak stabil terhadap udara lembab, dan harus terlindungi dari
cahaya matahari.

2. Monograi Analgetik.

GLYCERYL GUAIACOLATE (GG)1.


 
1. Fisikokimia
3-(o- Metoksifenoksi) -1,2-propanadiol [93-14-1] BM 198,22

Nama Kimia  : Guainifenesin


Pemerian  : Serbuk hablur; putih sampai agak kelabu; bau khas lemah;
pahit.
Kelarutan  : Larut dalam air; dalam etanol; dalam klorofor dandalam
propileng glikol; agak sukar larut dalam gliserin.
Syarat Kadar : Tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%dari
jumlah yang tertera pada etiket.
Baku Pembanding  : Guaifenesin BPFI; lakukan pengeringan dalam hampaudara,
pada tekanan tidak kurang dari 10mmHg dansuhu 60°C sampai
bobot tetap, sebelum digunakan.Simpan dalam wadah tertutup
rapat. Guaiakol BPFI :tidak boleh dikeringkan;setelah ampul
dibuka,simpandalam wadah tertutup rapat dan terllindung dari
cahaya.
Identifikasi :
a. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam
kalium bromida P. menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang
yang sama seperti pada guaifenesin BPFI.
b. Spectrum serapan ultraviolet larutan 40 mikrogram/ml dalam methanol P
menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama
seperti pada guaifenesin BPFI.
c. Campur lebih kurang 5mg zat dengan 1 tetes formaldehida P dan beberapa tetes
asam sulfat P:terjadi warna merah tua hingga ungu.
Jarak Lebur  : Antara 78°C dan 82°C ;tetapi rentang awal dan akhir peleburan
tidak lebih dari 3°.
Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan dalam hampa
udara, pada tekanan tidak kurang dari 10mmHg dan suhu 60°
hingga bobot tetap.

2. Farmakologi
GUAIFENIN Sistemik
Klasifikasi Primer : RE302 
Nama lain yang biasa digunakan adalah Glyceryl Guaiacolate
Catatan : untuk daftar dosis dan nama merk berdasarkan ketersediaan Negara,
lihat bagian bentuk sediaan. Untuk daftar nama merk untuk artikel
dalam monograf ini, lihat indeks umum.
Kategori Ekspektoran.
Indikasi :
Guaifenesin diindikasikan sebagai ekspektoran dalam pengelolaan simpatis
sementara dari batuk karena infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan dan
kondisi terkait, seperti sinusitis, faingitis, dan bronchitis, bila kondisi ini rumit
oleh lendir kental. Namun, ada beberapa kontroversi mengenai keaktifannya.
 Mekanisme Aksi/Efek
Guaifenesin dianggap bertindak sebagai ekspektoran dengan meningkatkan
volume dan mengurangi viskositas sekresi di trakea dan bronkus. Dengan
demikian, hal itu dapat meningkatkan efesiensi refleks batuk dan memudahkan
pengangkatan sekresi. Namun, bukti objektif untuk ini terbatas dan saling 
bertentangan.
 Absorpsi
Mudah diserap di saluran cerna.
 Eliminasi
Ginjal, sebagai metabolit tidak aktif.
3. Antibiotik.
Tetrasiklin.
Uraian umum tetrasiklin (Ditjen POM, 2014)
Rumus Bangun:

Rumus Molekul : C22H24N2O8


Berat Molekul : 444,43
Pemerian : Serbuk hablur, kuning; tidak berbau. Stabil di udara tetapi pada
pemaparan dengan cahaya matahari kuat menjadi gelap. Dalam
larutan dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang, dan cepat
rusak dalam larutan alkali hidroksida.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam larutan asam encer
dan dalam larutan alkali hidroksida; sukar larut dalam etanol;
praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
pH : Antara 3,0 dan 7,0

Farmakologi tetrasiklin.
Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik. Hanya mikroba
yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini (Setiabudy, 2012).
Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi bakteri Gram-
positif dan -negatif, -aerobik dan anaerobik. Selain itu, tetrasiklin juga aktif terhadap
spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela, dan protozoa tertentu (Setiabudy, 2012).
Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori (Katzung, dkk., 2004).
Dosis oral tetrasiklin untuk infeksi Helicobacter pylori adalah 500 mg empat kali
sehari dan pegobatan selama 10-14 hari (Chey dan Wong, 2007). Untuk infeksi klamidia
adalah 500 mg empat kali sehari selama 7 hari dan untuk infeksi akne adalah 500 mg dua kali
sehari (Setiabudy, 2012).
Farmakokinetik tetrasiklin
a) Absorpsi: kira-kira 30-80% tetrasklin diserap lewat saluran cerna. Absorpsi ini
sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Berbagai faktor
dapat menghambat penyerapan tetrasiklin seperti adanya makanan dalam lambung,
pH tinggi, pembentukan kelat (kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar
diserap seperti kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, Al3+ yang terdapat dalam susu dan
antasid). Oleh sebab itu sebaiknya tetrasiklin diberikan sebelum atau 2 jam setelah
makan (Setiabudy, 2012).
b) Distribusi: Dalam plasma, semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg tetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan
kadar sekitar 2,0-2,5 μg/ml. Dalam cairan serebrospinal (CSS) kadar golongan
tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung
dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dalam jaringan tubuh cukup
baik. Obat golongan ini ditimbun dalam sistem retikuloendotelial di hati, limpa, dan
sumsum tulang, serta di dentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan
tetrasiklin menembus sawar uri yang terdapat dalam air susu ibu dalam kadar yang
relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, daya penetrasi doksisiklin dan
minosiklin ke jaringan lebih baik (Setiabudy, 2012).
c) Metabolisme: Obat golongan tetrasiklin tidak dimetabolisme di hati (Setiabudy,
2012).
d) Ekskresi: Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin berdasarkan filtrasi
glomerulus. Pada pemberian per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi
melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu
mencapai kadar 10 kali kadar serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam
lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat
dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada
saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam
darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja (Setiabudy, 2012).
Efek samping tetrasiklin.
a) Reaksi kepekaan: reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan
tetrasiklin adalah erupsi mobiliformis, urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi
yang lebih hebat adalah edema angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan
eosinofilia dapat terjadi pada waktu terapi berlangsung. Sensitisasi silang antara
berbagai derivat tetrasiklin sering terjadi (Setiabudy, 2012).
b) Reaksi toksik dan iritatif: iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian
tetrasiklin per oral. Makin besar dosis yang diberikan, makin sering terjadi reaksi ini.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk sementara waktu atau
memberikan golongan tetrasiklin bersama dengan makanan, tetapi jangan dengan
susu atau antasid yang mengandung alumunium, magnesium atau kalsium. Diare
seringkali timbul akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare akibat superinfeksi
staphylococcus sp. atau Clostridium difficile yang sangat berbahaya. Manifestasi
reaksi iritatif yang lain adalah terjadinya tromboflebitis pada pemberian IV dan rasa
nyeri setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan IM tanpa anestetik lokal. Terapi
dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis,
limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia (Setiabudy,
2012).
c) Efek samping akibat perubahan biologik: Seperti antibiotik lain yang berspektrum
luas, pemberian golongan tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya
superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi
dalam rongga mulut, faring, bahkan kadangkadang menyebabkan infeksi sistemik.
Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya superinfeksi ini adalah diabetes
melitus, leukimia, lupus eritematosus diseminata, daya tahan tubuh yang lemah dan
pasien yang mendapat terapi kortikosteroid dalam waktu lama (Setiabudy, 2012).

4. Monografi Anti Inflamasi.


Piroksikam (Piroxicam) bagian 1
Gambat Struktur Kimia Piroxicam (Piroksikam)

Informasi obat di obat drug informasi


Piroxicam (Piroksikam) Bagian 1
Prototipikal NSAID; derivaf oxicam,
KELAS PIROXICAM (PIROKSIKAM):
Agen Nonsteroidal Anti-inflamasi (NSAID)
FARMAKOLOGI / MEKANISME AKSI PIROXICAM :
Menghambat sintesa prostaglandin dengan cara menghambat kerja enzym
cyclooxygenase (COX), COX-1 & COX-2 pada jalur arachidonat tidak melalui jalur
opiate.
 Menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan COX-2.
 tindakan farmakologis mirip dengan NSAID prototipikal lainnya; memiliki
aktivitas anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik.
SIFAT FISIKA KIMIA PIROXICAM (PIROKSIKAM) :
PEMERIAN
Bersifat asam. Berbentuk kristal putih. Agak larut dalam alkohol & larutan
alkali.
KELARUTAN
Sedikit larut dalam air, alkohol, basa
  
BOBOT MOLEKUL PIROXICAM (PIROKSIKAM) :
Rata rata : 331.346
Monoisotopic : 331.062676609 
TITIK LEBUR / MELTING POINT PIROXICAM (PIROKSIKAM) :
198-200 °C 
MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) PIROKSIKAM (PIROXICAM)
SMILES PIROKSIKAM (PIROXICAM) :
CN1C(C(=O)NC2=NC=CC=C2)=C(O)C2=C(C=CC=C2)S1(=O)=O 
BENTUK SEDIAAN DAN KEKUATAN PIROXICAM (PIROKSIKAM) :
 Kapsul: 10 mg, 20 mg 
 Tablet : 10 mg, 20 mg, 
 Tablet Terdispersi, 20 mg 
 Tablet Flash 20mg 
 Parenteral Vial 20 mg/ml,
 Topikal : Gel, 
 Supositoria 20 mg 
MEREK / NAMA DAGANG PIROXICAM (PIROKSIKAM) :
 Feldene®
 Faxiden
 Felcam
 Infeld
 Kifaden
 Lanareuma
 Licofel
 Maxicam
 Pirodene
 Piroxicam
 Rexicam
 Rexil
 Roxidene
 Scandene
 Sofden
 Tropidene
 Felden Inj
 Felden Gel
 Scandene Gel
 Felcam Gel
 Felden Supp 
NAMA GENERIK PIROXICAM :
Piroksikam 
NAMA KIMIA PIROKSIKAM (PIROXICAM):
4-Hydroxy-2-metil-N2-piridinil-2H-1,2-benzothiazine-3-karboksamida 1,1-
dioksida 
FORMULA MOLEKUL PIROXICAM (PIROKSIKAM):
C15H13N3O4S 
Peringatan pada Kemasan
Risiko kardiovaskular
 peningkatan risiko Kemungkinan serius (kadang-kadang fatal) pada
kardiovaskular trombotik (misalnya, MI, stroke). Risiko dapat meningkat dengan
durasi penggunaan Individu dengan penyakit atau faktor risiko kardiovaskular,
resiko penyakit jantung mungkin meningkat.
 Kontraindikasi untuk pengobatan nyeri dalam pengaturan pembedahan CABG
surgery.
Risiko GI
 Peningkatan risiko serius (kadang-kadang fatal) peristiwa GI (misalnya,
perdarahan, ulserasi, perforasi lambung atau usus). peristiwa GI yang serius dapat
terjadi kapan saja dan tidak selalu didahului oleh tanda-tanda peringatan dan
symptoms. Geriatri berisiko lebih besar untuk kejadian GI serius. 

PENGGUNAAN INDIKASI PIROXICAM (PIROKSIKAM)


Pertimbangkan potensi manfaat dan risiko pada terapi piroksikam serta terapi
alternatif sebelum memulai terapi dengan piroxicam. Gunakan sebisa mungkin dosis
efektif terendah dan dengan durasi terapi  terpendek konsisten dengan tujuan
pengobatan pasien.
Penyakit inflamasi
Pengobatan simtomatik rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. 
Telah digunakan untuk mengurangi gejala-gejala gout akut arthritis dan ankylosing
spondylitis, juga telah digunakan untuk pengobatan simtomatik penyakit
muskuloskeletal akut,  
Nyeri
Telah digunakan untuk mengurangi gejala-gejala postoperative (setelah operasi)
atau nyeri postpartum. 
Dismenore
Telah digunakan untuk pengelolaan dysmenorrhea. 
Dosis dan Administrasi piroxicam (piroksikam)
Pertimbangkan potensi manfaat dan risiko dari terapi piroksikam serta
perlunya terapi alternatif sebelum memulai terapi dengan piroksikam. 
Administrasi
Administrasi Oral
Diberikan secara oral, biasanya sebagai dosis harian tunggal. Dapat diberikan
dalam dosis terbagi sehari.
DOSIS
Untuk meminimalkan potensi risiko yang merugikan kejadian kardiovaskular
dan/atau GI, menggunakan dosis terendah yang efektif dan dengan durasi terapi
terpendek yang konsisten dengan tujuan pengobatan pasien. Sesuaikan dosis
berdasarkan kebutuhan individu dan respon; mencoba untuk titrasi untuk dosis
terendah yang efektif.
Dewasa
Penyakit Inflamasi
> Osteoarthritis atau Rheumatoid Arthritis
Oral:
Awalnya, 20 mg sehari. Tambahkan dosis berdasarkan respon dan toleransi; 30
atau 40 mg per hari mungkin diperlukan untuk terapi pemeliharaan,  Meskipun 20 mg
per hari biasanya adequate (cukup kuat).
5. Monografi Vitamin.
2.1 Uraian Bahan
2.1.1 ISONIAZIDE (INH)
2.1.1.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur :

 
Rumus Molekul  : C6 H7 N3 O
OBerat Molekul  : 137,14 Nama Kimia : Asam Isonikotinat
HidrazidaKandungan : Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0%C 6 H 7 N 3 O,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan  : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut
dalam kloroform dan dalam eter. 
pH  : Antara 6,0 dan 7,5
Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan pada suhu 105°C selama
4 jam (DitJen POM, 1995)
 
2.1.1.2 Kegunaan
Isoniazid berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberculosis (dalam
fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat (Tjay, T.H. dan
Rahardja, K., 2002)
2.1.1.3 Efek Samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis
perifer (paling sering terjadi dengan dosis 5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi
hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus,diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk,
pusing, mulut kering,gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, hiperglikemia, asidosis
metabolik,ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.
2.1.1.4 Dosis
Oral/i.m. dewasa dan anak-anak 1 dd 4-8 mg/kg/hari sehari atau 1 dd 300-400
mg. Profilaksis 5-10 mg/kg/hari. (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
2.1.1.5 Farmakologi
Isoniazid menghambat sintesis dari mycolic acid yang merupakan komponen penting dari
dinding sel mikobakteri. Resorpsinya dari usus sangat cepat; difusinya kedalam jaringan dan cairan
tubuh baik sekali, bahkan menembus jaringan yang sudah mengeras. Didalam hati INH diasetilasi
oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan sekali, plasma – t½ nyaantara
1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya terutamamelalui ginjal (75-95% dalam
24 jam) dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid. (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
2.1.2 VITAMIN B6 
2.1.2.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur :
Rumus Molekul : C 8 H 11 N O3 HCI
Berat Molekul : 205,64
Nama Kimia  : Piridoksol hidroklorida
Pyridoxini Hydrochloridum
Kandungan : Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0%C 8 H 11 NO 3 HCI
dihitung terhadap zat yang telahdikeringkan.
Pemeriaan  : Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir putih;stabil di udara; secara
perlahan-lahan dipengaruhi olehcahaya matahari.
Kelarutan  : Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidaklarut dalam eter 
pH  : lebih kurang 3
Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan dalamhampa udara diatas silika
gel pselama 4 jam.(DitJen POM, 1995)
 
2.1.2.2 Kegunaan
Vitamin B6 selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6 dengan gejala
berupa kelainan kulit (dermatitis), peradangan lendir mulut dan lidah- kelainan susunan syaraf pusat
dan gangguan eritopoetik berupa anemiahipokrom mikrositer, juga diberikan bersama vitamin B
lainnya.
2.1.2.3 Efek Samping
Jarang terjadi dan berupa reaksi alergi. Penggunaan lama dari 500mg/hari dapat mencetuskan
ataxia (jalan limbung) dan neuropati serius (Tjay, T.H. danRahardja, K., 2002).
2.1.2.4 Dosis
Oral selama terapi dengan antagonis-piridoksin 10-100mg (HCl) sehari, profilaksis 2-
10mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
2.1.2.5 Farmakologi
Didalam hati Vitamin B6 dengan bantuan ko-faktor riboflavin danmagnesium diubah
menjadi zat aktifnya piridoksal-5-fosfat (P5P). Zat ini berperan penting sebagai ko-
enzim pada metabolisme protein dan asam-asam amino (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
 

Anda mungkin juga menyukai