Anda di halaman 1dari 126

SKRIPSI

KADAR KALSIUM PADA MIKROENKAPSULASI ZAT AKTIF β-TCP


DARI CANGKANG KERANG DARAH (ANADARA GRANOSA)
SEBAGAI BAHAN PULP CAPPING

(Penelitian Eksperimental Deskriptif)

ANGGUN PRAWIRA CHOIRUNNISAK

2016.07.1.0014

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HANG TUAH


SURABAYA
2020
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan kasih dan karuniaNya dalam penyusunan skripsi ini sehingga

dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi yang berjudul “Kadar Kalsium Pada

Mikroenkapsulasi Zat Aktif β-TCP Dari Cangkang Kerang Darah (Anadara

Granosa) Sebagai Bahan Pulp Capping” disampaikan sebagai salah satu syarat

kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan oleh

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Laksamana Muda TNI (Purn.) Dr. Ir. Sudirman, S.IP., S.E., M.AP., M.H

selaku Rektor Universitas Hang Tuah Surabaya.

2. Laksamana Pertama TNI (Purn.) Lita Agustia, drg., M.H.Kes selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya.

3. Aprilia, drg., Sp.KG selaku dosen pembimbing pertama yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasehat, saran,

dukungan, motivasi, dan berbagai ilmu sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

4. Dr. Rima Parwati Sari, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kedua yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasehat,

saran, dukungan, motivasi, dan berbagai ilmu sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.
v
5. Twi Agnita Cevanti, drg., Sp.KG selaku ketua penguji skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan saran-saran

dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Arya Brahmanta, drg., Sp. Ort selaku penguji kedua skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan saran-saran

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Dr. Noengki Prameswari, drg., M.Kes selaku dosen wali yang telah

memberi nasehat, saran, dukungan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi

ini.

8. Orang tua saya, bapak Lisdiyono, S.T dan Ibu Dra. Djumirati yang selalu

memberikan doa, dukungan dan melimpahkan kasih sayang dalam proses

penyusunan skripsi ini.

9. Kakak-kakak saya, Novi Virina Irawati dan Yulita Wisuda Ningrum yang

selalu memberikan doa, semangat, dan hiburan kepada saya selama

penyusunan skripsi ini.

10. Mbak Wa Ode yang menjadi partner dalam skripsi ini dan yang selalu

memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

11. Teman-teman terbaik saya Diah Ayu Siwi, Ela Amelia, Hafhidah Firdaus,

Karimatul Fitri yang selalu memberikan semangat, hiburan, bantuan, dan

berbagai hal lainnya yang memberikan arti pentingnya sebuah pertemanan

kepada saya.

12. Seluruh teman-teman angkatan 2016 yang selalu memberikan dukungan

selama proses pembelajaran di Fakultas kedokteran Gigi Universitas Hang

Tuah Surabaya.
vi
13. Bu Siti selaku Kepala Laboratorium TAKI Teknik Kimia Institut Sepuluh

November Surabaya yang telah membantu uji kadar kalsium.

14. Mbak Aris, Mbak Risa, Mas Vian selaku staf Laboratorium Biokimia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah

membantu selama proses penelitian.

15. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran demi

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi masyarakat umum dan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di

bidang Kedokteran Gigi.

Surabaya,

Anggun Prawira Choirunnisak

NIM. 20160710014
vii
ABSTRACT

Background of the Study: Ca solubility in high CaOH is one of the causes of tunnel
defects. Encapsulation is an attempt to inhibit the solubility of Ca. This method
influences the process of material formulation including the Ca content contained
therein. Objective: To determine the calcium content contained in β-TCP
microencapsulation from blood clam shells (Anadara Granosa) as pulp capping
material. Materials and Methods: Blood clam shells (Anadara Granosa) are powdered
through the hydrothermal method in 18 hours with 3 hours of sintering and
encapsulated with Sodium Alginate and CaCl2 then it was continued by freeze dry. The
results of the formulation were measured its weight before and after freeze dry, its value
of content, and Ca levels through the complicationsometry method. This material was
compared with pure CaOH, pure β-TCP, and encapsulated CaOH. Results: Based on
the results of the analysis obtain specific different calcium levels. Weight of CaOH
before freeze dry is 0.5 gram, weight of β-TCP before freeze dry is 0.5 gram, weight of
CaOH after freeze dry is 0.85 gram, and weight of β-TCP encapsulation after freeze
dry is 0.78 gram. The value of content of CaOH encapsulation is 56% while the value
of content of β-TCP encapsulation is 52%. The analysis result of pure calcium CaOH
is 11.75%, CaOH encapsulation is 7.39%, pure β-TCP is 8.61%, and β-TCP
encapsulation is 3.98%. Conclusion: Calcium content contained in β-TCP
encapsulation of blood clam shells (Anadara Granosa) with sodium alginate polymer
of 3.98%.

Keywords: Encapsulation, Content Calcium, Polymer Sodium Alginate, Synthesis


of Blood Shells (Anadara Granosa)
viii
ABSTRAK

Latar Belakang: Kelarutan Ca pada CaOH yang tinggi, merupakan salah satu
penyebab terjadinya tunnel defect. Enkapsulasi adalah salah satu upaya untuk
menghambat kelarutan Ca. Metode ini berpengaruh terhadap proses formulasi
bahan termasuk pada kadar ca yang terdapat di dalamnya. Tujuan: Mengetahui
kadar kalsium yang terkandung pada mikroenkapsulasi β-TCP dari cangkang
kerang darah (Anadara Granosa) sebagai bahan pulp capping. Bahan dan metode:
Cangkang kerang darah (Anadara Granosa) dibuat bubuk melalui metode
hidrotermal dengan waktu 18 jam sintering 3 jam dan dilakukan enkapsulasi dengan
bahan Natrium Alginat dan CaCl2 dilanjutkan dengan freeze dry. Hasil formulasi
tersebut diukur berat sebelum dan sesudah freeze dry, value of content dan kadar
Ca melalui metode kompleksiometri. Bahan ini dibandingkan dengan CaOH murni,
β-TCP murni, dan CaOH yang telah dienkapsulasi. Hasil: Berdasarkan hasil
analisis didapatkan hasil kadar kalsium yang spesifik berbeda. Berat CaOH sebelum
freeze dry 0,5 gr, Berat β-TCP sebelum freeze dry 0,5 gr, berat CaOH sesudah freeze
dry 0,85 gr, berat enkapsulasi β-TCP sesudah freeze dry 0,78 gr, value of content
enkapsulasi CaOH 56%, value of content enkapsulasi β-TCP 52%, dan hasil analisa
kadar kalsium CaOH murni 11,75%, enkapsulasi CaOH 7,39%, β-TCP murni
8,61%, enkapsulasi β-TCP 3,98%. Simpulan: Kadar kalsium yang terkandung pada
enkapsulasi β-TCP dari cangkang kerang darah (Anadara Granosa) dengan polimer
natrium alginate sebesar 3,98%.

Kata Kunci: Enkapsulasi, Kadar Kalsium, Polimer Natrium Alginat, Sintesis


Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa).
ix
DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Prasyarat Gelar ........................................................................................i

Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii

Lembar Pengesahan...............................................................................................iii

Lembar Pernyataan Orisinalitas Skripsi ..............................................................iv

Lembar Ucapan Terima Kasih .............................................................................v

Abstract...................................................................................................................viii

Abstrak....................................................................................................................ix

Daftar Isi ..................................................................................................................x

Daftar Tabel ...........................................................................................................xiii

Daftar Gambar .......................................................................................................xiv

Daftar Lampiran.....................................................................................................xv

Daftar Singkatan ....................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10
2.1 Pulpitis..............................................................................................................10
2.2 Pulp Capping ...................................................................................................12
2.3 Tricalcium Phospate (TCP) ...........................................................................16
2.4 Kerang Darah (Anadara Granosa) ................................................................17
2.5 Polimer .............................................................................................................19
2.6 Crosslinker .......................................................................................................20
2.7 Mikroenkapsulasi ............................................................................................21
2.8 Absorbsi Kalsium ............................................................................................22
2.9 Penetapan Kadar Kalsium ..............................................................................23
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 24
3.1 Kerangka Konseptual......................................................................................24
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual ..................................................................25

3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................................26


BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................27
4.2 Jenis Penelitian ................................................................................................27
4.2 Rancangan Penelitian......................................................................................27
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ..............................28
4.4 Alat dan Bahan ................................................................................................29

x
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................30
4.6 Prosedur Penelitian .........................................................................................31
4.7 Alur Penelitian.................................................................................................34
4.8 Analisi Data .....................................................................................................35
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................36
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................39
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................42
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................44
LAMPIRAN ...........................................................................................................50
xi
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Berat CaOH dan β-TCP sebelum dan sesudah dilakukan enkapsulasi

................................................................................................................. ......
36
Tabel 5.2 Value of Content enkapsulasi CaOH dan enkapsulasi β-TCP .. 37
Tabel 5.3 Hasil analisa kadar kalsium CaOH murni, enkapsulasi CaOH, β-TCP
murni, enkapsulasi β-TCP dengan metode Kompleksiometri ...................... 37
xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerang darah (Anadara granosa) ...................................................18


xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................50


Lampiran 2. Hasil Uji Spesies..............................................................................51
Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Kalsium .........................................................53
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian ..................................................................54
xiv
DAFTAR SINGKATAN

CaCO3 : Kalsium Karbonat

TCP : Tri Calcium Phospate

HA : Hidroksiapatit

AAE : American Association of Endodontics

AAS : Atomatic Absorption Spectrometry


xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi penyakit pulpa gigi di Indonesia masih tergolong tinggi.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2013,

prevalensi masalah gigi dan mulut nasional sebesar 25,9%. Menurut Profil data

Kesehatan Indonesia tahun 2010, penyakit pulpa gigi menduduki urutan ke-7

penyakit rawat jalan rumah sakit di Indonesia. Demikian pula dari data

Departemen Kesehatan, rumah sakit umum pemerintah daerah jawa Timur

mencatat kasus penyakit pulpa dan periapeks terus menigkat dari tahun ke

tahun, sebanyak 35.775 kasus pada tahun 2008, dan 52.688 kasus pada tahun

2010 (RI DK, Profil Kesehatan Indonesia). Berdasarkan data tersebut,

diperkirakan prevalensi penyakit pulpa akan semakin meningkat terus menerus

di setiap tahunnya. Penyakit pulpa gigi yang banyak terjadi yaitu Pulpitis.

Selama ini pulpitis ditentukan dengan adanya keluhan rasa sakit yang bersifat

subyektif. Secara klinis, pulpitis dibagi menjadi dua, yaitu pulpitis reversible

dan pulpitis irreversible (Walton & Torabinejad, 2008). Secara garis besar

faktor penyebab dari kelainan jaringan pulpa dan jaringan periapikal yaitu karies

dan fraktur (Setyaningsih, 2016).

Salah satu metode perawatan pada pulpitis reversibel adalah dengan

dilakukan pulp capping. Tujuan dari pulp capping adalah untuk


mempertahankan vitalitas pulpa dan merangsang proses penyembuhan

didalamnya. Terdapat dua jenis perawatan pulp capping, yaitu pulp capping

1
2

indirect dan pulp capping direct. Pulp capping direct sesegara mungkin

diaplikasikan pada pulpa terbuka oleh karena fraktor trauma atau tereksposnya

pulpa secara tidak sengaja selama preparasi kavitas (Ingle et al, 2008).

Bahan pulp capping yang biasa digunakan dalam praktek kedokteran gigi

adalah kalsium hidroksida Ca(OH)2. Pada penelitian Zander pada tahun 1937, pulp

capping direct yang dilakukan dengan berbagai formulasi kalsium hidroksida

Ca(OH)2 yang memiliki pH tinggi, memiliki efek bakterisidal dan membantu untuk

menghasilkan jembatan dentin pada gigi di daerah pulpa yang terbuka (Shayegan

et al, 2009). Namun dalam penelitian jangka panjang menunjukkan adanya

kelemahan pada kalsium hidroksida dalam ikatannya terhadap dentin cenderung

akan menjadi lunak, disintegrasi dan larut dalam cairan dentin. Pada sisi

tereksposnya pulpa, dentin reparatif akan terdeposisi dengan membentuk jembatan

dentin. Pada beberapa jembatan dentin yang terbentuk akan terjadi pembentukan

dentin yang tidak sempurna atau disebut tunnel defect. Tunnel defect adalah adanya

multiple perforasi yang dapat memberikan komunikasi antara pulpa dan bahan pulp

capping, sehingga dentin yang terbentuk tidak adekuat (Octiara, 2015), dan dapat

memudahkan masuknya bakteri ke dalam pulpa, serta pHnya yang sangat tinggi

yaitu 11-13 yang berakibat nekrosis pada jaringan pulpa (Bogen et al, 2008). Hal

ini disebabkan karena sebagian besar jembatan dentin terbentuk di bawah Ca(OH)2,

sehingga memungkinkan pulpa menjadi terinfeksi atau nekrotik karena kebocoran

mikro. Jelas, kebocoran mikro bakteri terjadi di bawah bahan pulpa yang tidak

tertutup dan menyebabkan kematian pulpa (Shayegan et al, 2009). Oleh karena itu

perlu dilakukan perlambatan dalam kelarutan kalsium saat


3

melakukan pulp capping direct agar tidak terjadi tunnel defect saat

pembentukan jembatan dentin. Dengan melakukan metode enkapsulasi yang

bertujuan untuk melindungi bahan inti dari pengaruh luar, mengatur pelepasan

bahan inti, sebagai controlled release dari obat yang masuk ke tubuh, (Mishra,

2016) dan pada perawatan pulp capping direct akan menghasilkan dentin

reparatif yang optimal karena kelarutan kalsium yang menjadi lambat akibat

proses enkapsulasi melindungi bahan inti.

Berbagai jenis sumber hayati laut sudah dikenal luas dan dimanfaatkan,

bahkan bermacam hasil perikanan laut merupakan biota niaga penghasil devisa non

migas yang cukup besar. Salah satu biota laut yang belum dimanfaatkan secara

maksimal yaitu cangkang kerang darah. Pemanfaatan cangkang kerang darah

selama ini hanya sebatas sebagai bahan kerajinan tangan, padahal cangkang kerang

memiliki komposisi kalsium karbonat yang tinggi, yaitu sekitar 98% yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber kalsium pada sintesis senyawa yang mengandung

logam kalsium (Muntamah, 2011). Cangkang kerang darah (Anadara Granosa)

merupakan bahan sisa produksi dari bahan makanan yang menimbulkan limbah

apabila dibiarkan begitu saja, namun meiliki komposisi mineral CaCO3 sebesar

100% yang di sintesis melalui hidrotermal sehingga menghasilkan hidroksiapatit

(Resaldi, 2017; Pratama, 2017). Menurut penilitian yang dilakukan Pratama (2017),

semakin banyak waktu reaksi yang digunakan pada metode hidrotermal, semakin

sedikit HA yang didapatkan dan semakin banyak waktu sintering, maka semakin

tinggi TCP yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan sintesis dari metode hidrotermal

tidak hanya menghasilkan hidroksiapatit tetapi juga senyawa karbonat. Senyawa


4

karbonat dapat megganggu pembentukan kristal HA sehingga HA semakin

menurun. Proses sintering sendiri bertujuan untuk menghilangkan pengotor dan

meningkatkan kristanilitas sampel, dikarenakan suhu yang digunakan sangat

tinggi mengakibatkan hilangnya senyawa karbonat sehingga senyawa TCP

dapat terbentuk (Istifarah, 2012). Pada penelitian Sari (2019), proses

hidrotermal 12 jam dengan sintering 3 jam menghasilkan kandungan HA-TCP

sebesar 20%-69%, pada proses hidrotermal 15 jam dan sintering 3 jam

menghasilan HA-TCP sebesar 15%-75%, dan proses hidrotermal 18 jam dan

sintering 3 jam menghasilkan HA-TCP 15%-79%. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan proses hidrotermal 18 jam dengan sintering 3 jam karena

berdasarkan penelitian terdahulu hasil TCP yang lebih besar.

TCP (Tricalcium Phospate) merupakan suatu material yang memiliki

sifat osteokonduktif, tetapi memiliki kemampuan resorption rate yang lebih

cepat dibanding hidroksiapatit (Sunil et al, 2008). TCP (Tricalcium Phospate)

juga merupakan bahan biokeramik berpori yang sifat biologisnya termasuk non-

reaktivitas dan resorbabilitas. Baik jenis trikalsium alfa dan beta fosfat telah

terbukti berperan penting dalam prosedur pencangkokan tulang, meskipun

penyelidikan fisik menggunakan perhitungan fungsional kepadatan

menunjukkan bahwa beta-TCP lebih stabil daripada alpha-TCP. Karena

kemampuan osteokonduktivitas dan penggantian tulangnya, TCP sangat

menjanjikan untuk digunakan dalam berbagai prosedur gigi dan kraniofasial,

termasuk rekonstruksi rongga sinus frontal, augmentasi cacat skeletal


kraniofasial dan perbaikan kerusakan gigi dan jaringan periodontal. Secara

teoritis, biokompatibilitas dari TCP yang dikombinasikan dengan pelepasan


5

kalsium dapat memungkinkan TCP untuk merangsang odontoblas, dengan

demikian dapat menyebabkan terbentuknya jembatan dentin. TCP juga

tampaknya mendorong regenerasi tulang, dan menyediakan penghalang yang

lebih baik daripada Ca(OH)2 dalam memperoleh apeks terbuka, memberikan

perbaikan yang setara (Shayegan et al, 2009). Penelitian tentang TCP memang

sudah banyak dilakukan, tetapi masih perlu pengembangan dengan

menggunakan sumber kalsium dari cangkang kerang darah (Sugiarti, 2015).

Bahan – bahan yang dapat digunakan untuk enkapsulasi dapat berupa

bahan alam dan sintesis. Bahan alam untuk pembuatan enkapsulasi, diantaranya

adalah kolagen atau gelatin, kitosan, alginat, asam hialuronat, dan peptide,

sedangkan, bahan sintesis terdiri dari polyesters, polyanhidrade, polyorthoester,

dan polyaprolactone (Kroeze, et al., 2009). Natrium alginat merupakan polimer

alam yang telah banyak digunakan dalam formulsi sediaan farmasi. Sifat

pembentukan gel alginat dengan ion polivalen seperti kalsium mengarahkan

pada pembentukan ikatan sambung silang (Yunizal, 2004). Ion kalsium mampu

mengikat silang polimer karena mereka dapat membentuk dua ikatan, berbeda

dengan ion monovalen seperti natrium yang hanya bisa membentuk satu ikatan.

Semakin lama alginat bersentuhan dengan kalsium klorida, maka semakin kaku

gel yang akan terjadi karena semakin banyak ikatan silang yang terjadi.

Penambahan CaCl2 pada filtrat alginat menyebabkan timbulnya endapan

kalsium alginat yang berbentuk serat-serat putih dan berukuran besar kasar

karena ion Ca+ yang dicampur akan berikatan dengan alginat sehingga
membentuk ikatan silang antar molekul kemudian mengendap (Husni et al,

2012).
6

Menurut Winarno (1990) bahwa nilai viskositas natrium alginat sangat

bervariasi yaitu antara 10-5.000 cps (konsentrasi larutan 1%). Selain itu ada tiga

jenis standar nilai viskositas natrium alginat yang diperdagangkan, yaitu 1000 cps

(high viscosity), 300 cps (medium viscosity), dan 20-30 cps (low viscosity) (Anshar

et al, 2005). Standar mutu natrium alginat menurut Food Chemical Codex (1981),

yaitu kadar air 5-20%, kadar abu 18-27%, kadar Na-alginat >18%, pH 3,5-10.

Konsentrasi larutan natrium alginat 2% memberikan massa enkapsul yang tertinggi

dikarenakan larutan natrium alginat 2% memberikan tingkat gel yang optimum

untuk penetrasi dan reaksi permukaan gel natrium alginat dengan larutan kalsium

klorida dalam proses pembentukan enkapsul kalsium alginat dibanding dengan

konsentrasi natrium alginat 1% yang lebih encer atau konsentrasi natrium alginat

3% yang lebih semi solid. Konsentrasi alginat 3% merupakan konsentrasi yang

sangat pekat menghasilkan enkapsul kalsium alginat yang memiliki dinding lebih

kokoh dan lebih rigid dibanding konsentrasi yang lainnya, sehingga mampu

memberikan perlindungan lebih optimal dan mampu memberikan viabilitas sel

(Muchsiri et al, 2015). Pada penelitian Nasyiah, dkk (2014) menggunakan

konsentrasi natrium alginat 1,5%, 2%, dan 2,5%. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perbedaan konsentrasi edible coating natrium alginat memberikan pengaruh

yang nyata. Penggunaan edible coating natrium alginat efektif dalam menghambat

pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi konsentrasi alginat dapat meningkatkan

kadar air bahan karena sifat alginat sebagai pengikat air. Hal ini dikarenakan sifat

dari film yang dihasilkan oleh alginat yang rapuh dan hidrofilik, sehingga terdapat

celah antar polimer. Semakin tinggi konsentrasi alginat sebagai lapisan coating,
7

maka semakin tinggi pula permeabilitas uap airnya. Konsentrasi natrium alginat

yang tinggi juga menunjukkan nilai pH yang semakin tinggi. Nilai pH yang

tinggi dapat dikarenakan sifat dari natrium alginat yang merupakan

polisakarida. Polisakarida yang larut alam air dapat meningkatkan nilai

viskositas dan pH.

Dalam penelitian ini akan digunakan metode gelasi ionik. Gelasi ionik

adalah metode sambung silang yang terjadi secara ionik maupun kovalen.

Gelasi ionik menggunakan pasangan ion yang sesuai untuk protein dan

menghindari pengadukan berlebihan, panas tinggi, dan penggunaan pelarut

organik (Vautheir et al, 2007). Pembentukan mikropartikel dengan metode

gelasi ionik dapat dilakukan dengan pengerasan tetesan cair yang didispersikan

pada fase minyak atau organik. Prosedur ini meliputi pencampuran dua fase

cair, fase yang satu mengandung kitosan dan fase yang satu mengandung anion

multivalen (Mohanraj and Chen, 2006). Selanjutnya alginat dan kalsium klorida

juga banyak digunakan dalam pembuatan mikrokapsul dengan metode gelasi

ionik (Gayo, 2016).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis ingin melakukan

penelitian berupa pengukuran kadar kalsium pada mikroenkapsulasi zat aktif β-

TCP dari cangkang kerang darah (Anadara Granosa) sebagai bahan pulp

capping. Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan polimer Natrium

Alginat yang sudah tersedia dipasaran karena mudah didapatkan dan

menggunakan metode gelasi ionik.


8

1.2 Rumusan Masalah

Berapa kadar kalsium pada proses enkapsulasi zat aktif β-TCP dari cangkang

kerang darah (Anadara Granosa) yang sudah dilakukan proses hidrotermal 18

jam dan sintering 3 jam sebagai bahan pulp capping?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar kalsium yang

terkandung pada enkapsulasi β-TCP dari cangkang kerang darah (Anadara

Granosa) yang sudah dilakukan proses hidrotermal 18 jam dan sintering 3 jam

sebagai bahan pulp capping.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui berat β-TCP dan CaOH sebelum dan sesudah di enkapsulasi

2. Mengetahui value of content dari β-TCP dan Ca(OH)2 yang telah di

enkapsulasi

3. Mengetahui kadar kalsium pada Ca(OH)2 murni.


4. Mengetahui kadar kalsium pada enkapsulasi CaOH murni yang diberi

polimer Natrium Alginate.

5. Mengetahui kadar kalsium pada zat aktif β-TCP murni dari cangkang

kerang darah (Anadara Granosa) yang sudah dilakukan proses hidrotermal

18 jam dan sintering 3 jam.


9

6. Mengetahui kadar kalsium pada mikroenkapsulasi zat aktif β-TCP dari

cangkang kerang darah (Anadara Granosa) yang diberi polimer Natrium

Alginate.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Cangkang kerang darah (Anadara Granosa) yang sudah dilakukan proses

hidrotermal 18 jam dan sintering 3 jam akan mengandung β-TCP dan

mengandung kadar kalsium yang dapat digunakan sebagai bahan pulp capping.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Memberikan informasi tambahan mengenai besar kadar kalsium yang

terkandung pada cangkang kerang darah (Anadara Granosa) yang sudah

dilakukan proses hidrotermal 18 jam dan sintering 3 jam akan mengandung β-

TCP setelah dilakukan enkapsulasi dan yang tanpa enkapsulasi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pulpitis

Pulpitis merupakan suatu inflamasi pada pulpa yang disebabkan oleh

penumpukan darah yang berlebihan yang disebabkan oleh kongesti

vascular. Hal ini dapat terjadi karena iritasi pada pulpa. Menurut

Strangulation Theory pulpitis merupakan pulpa yang teriritasi sehingga

terjadi inflamasi lokal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan permeabilitas. Hasilnya terjadi peningkatan filtrasi dari kapiler

ke ruang pulpa hingga terjadi peningkatan tekanan pada pulpa yang dapat

menimbulkan gejala sakit (Tarigan, 2015;Garg dan Garg, 2014).

2.1.1 Etiologi Pulpitis

Pulpitis adalah radang pada jaringan pulpa yang dapat bersifat akut,

kronis, dan kronis eksaserbasi akut, bergantung pada proses pathogenesis

dan etiologinya. Akibat perawatan dan pemakaian bahan-bahan kedokteran

gigi juga dapat menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Letak jaringan

pulpa yang terlindung oleh enamel dan dentin yang kuat dan keras,

merupakan suatu keuntungan bagi jaringan pulpa dalam mempertahankan

diri terhadap rangsang. Namun, jaringan keras tersebut bersifat permeabel

sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan eksternal, seperti suhu,

tekanan, zat kimia, dan lain-lainnya (Seorono, 2003).


Etiologi pulpitis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Faktor

mekanis, contohnya disebabkan karena trauma, prosedur gigi iatrogenic,

10
11

keadaan patologik seperti atrisi, abrasi, dll, (2) Thermal, disebabkan dari

rasa panas yang berasal dari preparasi kavitas pada kecepatan rendah

maupun terlalu tinggi, konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang

ada dalam suatu bahan dasar protektif, (3) Listrik, disebabkan karena arus

galvanik dari tumpatanmetalik yang tidak sama, (4) Faktor kimiawi, dan

(5) Bakteri, berhubungan dengan karies, dan kolonisasi microbial di dalam

pulpa oleh mikroorganisme (Grossman, 2010).

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Pulpa

Klasifikasi dan diagnosis penyakit pulpa biasanya didasarkan pada tanda

dan gejala klinis oleh karena sedikit atau tidak adanya korelasi antara data

histologik penyakit pulpa dan gejalanya (Grossman, 2010). Klasifikasi

penyakit pulpa menurut AAE ( American Association of Endodontics )

dibagi menjadi 3, yaitu pulpitis reversible, pulpitis irreversible, dan nekrosis

pulpa (JOE, 2012).

2.1.3 Pulpitis Reversible

Pulpitis reversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang tidak

parah. Apabila penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan pulih kembali dan

pulpa kembali normal. Namun, apabila pulpitis reversible tidak segera

ditangani bisa menyebabkan pulpitis yang lebih parah. Pulpitis reversible

dapat disebabkan karena adanya trauma oklusi, stimulus kimiawi misalnya

bahan makanan manis serta bakteri karies, dehidrasi kavitas dengan alkohol
atau klorofin yang berlebihan. Gejala pulpitis reversible ada yang

asimtomatik dan simtomatik. Gejala asimtomatik dapat disebabkan oleh

karies yang baru mulai dan dapat normal kembali apabila karies
12

dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik. Sedangkan gejala simtomatik

berupa rasa sakit nyeri saat minum manis, asam, panas atau dingin. Tidak

timbul secara spontan dan tidak berlanjut apabila penyebabnya dihilangkan

(Walton & Torabinejad, 2008;Tarigan, 2015).

2.2 Pulp Capping

Pulp capping adalah suatu metode melindungi jarinan pulpa yang telah

mengalami perforasi (terbuka) atau yang masih dilapisi oleh selapis tipis

dentin melalui pemberian obat antiseptik dan sedatif untuk jaringan pulpa

agar dapat ekmbali berfungsi dan vital lagi (Nugroho, 2010). Bahan yang

dapat digunakan sebagai pulp capping misalnya kalsium hidroksida yang

akan merangsang pembentukan dentin reparatif. Tujuan dilakukannya pulp

capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan

melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan

vitalitasnya. Pulp capping dibagi menjadi dua, yaitu pulp capping direct dan

pulp capping indirect (Walton & Torabinejad, 2008).

1. Klasifikasi Pulp Capping :

A. Pulp capping indirect

Merupakan prosedur peawatan yang dilakukan pada gigi dengan lesi

karies yang dalam dan mendekati pulpa tetapi pulpa belum mengenai

degenerasi (AAPD, 2009). Seluruh jaringan karies yang mengenai dentin

harus dibuang sampai tersisa selapis tipis dentin yang tidak terkena karies.
Pembuangan jaringan karies dilakukan dengan hati-hati, kemudian

diletakkan bahan Ca(OH)2 pada daerah yang transparan dan terlihat pulpa,
13

kemudian dilakukan restorasi permanen atau restorasi sementara terlebih

dahulu (Tarigan, 2015).

Indikasi dari pulp capping indirect, yaitu : (1) gigi vital dengan karies

profunda yang belum perforasi dan terisa selapis tipis dentin, (2) tidakada

keluhan spontan, (3) pada gigi sulung/ dewasa muda yang kaya akan suplai

darah dan daya tahan tubuh tinggi. Sedangkan, kontraindikasi dari pulp

capping indirect, yaitu : (1) gigi vital degan keadaan pulpa meradang,

(2) terdapat fistula, (3) goyang patologis, (4) terdapat resorbsi akar

interna/eksterna, (5) kalsifikasi pulpa (Ingle et al, 2008).

B. Pulp Capping Direct

Pulp capping direct didefinisikan sebagai prosedur perawatan cedera

pada pulpa normal yang secara klinis terbuka tanpa adanya tanda dan gejala

penyakit pulpa (Willershausen, 2011). Ada dua hal yang menyebabkan

harus dilakukan pulp capping direct yaitu jika pulpa terbuka secara mekanis

(tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara

mekanis dapat terjadi pada saat preparasi kavitas atau preparasi mahkota

yang berlebihan. Terbukanya pulpa secara mekanis jaringan pulpanya masih

normal, sedangkan terbukanya pulpa yang disebabkan karena karies

kemungkinan besar pulpanya telah terinflamasi (Walton & Torabinejad,

2008).
Indikasi dari pulp capping direct, antara lain : (1) Pulpa masih vital, (2)

Pulpa terbuka karena factor mekanis dan dalam keadaan steril, (3) Hanya

berhasil pada pasien dibawah usia 30 tahun, misalnya pulpa terpotong oleh

bur pada waktu preparasi kavitas dan tida terdapat invasi bakteri maupun
14

kontaminasi saliva (Tarigan, 2015). Kontraindikasi dari perwatan pulp

capping, antara lain : (1) Adanya rasa nyeri spontan, myeri pada malam hari,

pembengkakan, fistula, gigi goyang secara patologis, resorpsi akar eksterna

atau interna, radiolusen pada periapeks, an adanya perdarahan yang banyak

pada tempat terbukanya pulpa serta terdapat pus atau eksudat (Ingle et al,

2008).

2. Syarat bahan pulp capping

Bahan pulp capping harus memenuhi syarat biokompatibilitas yang

dapat diterima oleh tubuh atau tidak membahayakan penggunanya. Idealnya

bahan yang diletakkan dalam rongga mulut tidak membahayakan jaringan

lunak rongga mulut dan jaringan pulpa. Selain itu, bahan pulp capping harus

memiliki sifat ideal, yaitu dapat merangsang pembentukan dentin reparatif,

dapat mempertahankan vitalitas pulpa, bersifat bakterisida dan

bakteriostatik, adhesif pada dentin dan bahan restorasi. Ada tekanan selama

penempatan restorasi, steril dan memberikan segel bakteri (Qureshi dkk,

2014). Bahan pulp capping juga harus tidak mengandung bahan yang toksik

dan dapat diabsorbsi kedalam sistem sirkulasi tubuh yang menyebabkan

reaksi toksik secara sistematik. Bahan yang digunakan harus bebas agen-

agen sensitizing yang dapat berperan menimbulakn alergi dan seharusnyaa

tidak karsinogenik (Kenneth, 2003).

3. Macam Bahan Pulp Capping


Saat ini banyak bahan yang tersedia sebagai prosedur perawatan pulp

capping, beberapa diantaranya :


15

A. Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) adalah bahan yang biasa

digunakan pada perawatan endodontic. MTA sering digunakan untuk

perawatan apeksifikasi dan apeksogenesis pada gigi permanen muda, dan

pulp capping gigi permanen. Bahan MTA ini memiliki kandungan bioaktif

yang secara esensial dapat menstimulasi pelepasan bakteri dalam pulpa.

Sebagai bahan yang mempunyai sealing ability, MTA mampu memperbaiki

perforasi pada furkasi di saluran akar gigi dan mampu mengurangi

kontaminasi bakteri. Tetapi, pada studi terbaru yang menelitipulpotomi

parsial atau direct pulp capping menggunakan MTA pada manusia

menunjukkan hasil jangka pendek yang menguntungkan (Bogen et al,

2008;Steffen et al, 2009).

B. Zinc Oxide Eugenol (ZOE)

ZOE telah digunakan dalam kedokteran gigi selama bertahun-tahun

sebagai basis, liners, semen, dan bahan restorative sementara. Namu,

penggunaannya untuk direct pulp capping masih dipertanyakan, karena

eugenol sangat sitotoksik (Kurniasari, 2017). Hal ini diketahui bahwa ZOE

dapat melepaskan eugenol dalam konsentrasi yang sitotoksik. Selain itu,

penelitian menunjukkan terjadinya inflamasi kronis setelah aplikasi ZOE.

ZOE juga menyebabkan kebocoran tepi yang tinggi. Maka dari itu, saat ini

ZOE tidak lagi digunakan karena menyebabkan resorpsi internal dan tingkat

kesuksesannya hanya 55-57% (Torabinejad et al, 2008).


16

C. Kalsium Hidroksida

Dalam bidang kedokteran gigi kalisium hidroksida telah digunakan

sejak lama dan secara luas dalam perawatan endodontic karena

kemampuanya dalam penyembuhan jaringan. Kalsium hidroksida memiliki

sifat yang sangat basa sehingga memiliki aktivasi antibakteri yang tinggi

dan berperan penting dalam inisiasi proses remineralisasi. Kalsium

hidroksida juga merupakan bakterisid karena bersifat alkali dengan pH 11-

13 (Widyasri, 2010). Namun, mempunya beberapa kekurangan pada pH 11-

13 menyebabkan terjadinya nekrosis liquefaction terutama pada lapisan

superficial pulpa. Efek toksik dari kalsium hidroksida yang kelihatannya

dinetralisir pada lapisan pulpa yang dalam, justru menyebabkan nekrosis

koagulasi yang berbatasan dengan jaringan vital, dan menyebabkan iritasi

pada jaringan pulpa. Pada proses kesembuhan, akan menyebabkan

terjadinya tunnel defect pada pembentukan jembatan dentin yang akan

memudahkan masuknya bakteri (Bogen et al, 2008).

2.3 Tricalcium Phospate (TCP)

Tricalcium phosphate adalah bahan bioceramic berpori yang sifat

biologisnya termasuk non-reaktivitas dan resorbabilitas. Tricalcium

phosphate sekarang secara klinis digunakan sebagai tulang buatan, karena

biokompatibilitasnya yang tinggi dan osteokonduktivitas. Karena

kemampuan osteokonduktivitas dan penggantian tulang yang tinggi, TCP


sangat menjanjikan untuk digunakan dalam berbagai prosedur gigi dan

sudah terbukti dalam bidang endodontik. Baik jenis trikalsium alfa dan
17

beta fosfat telah terbukti memainkan peran penting, meskipun penyelidikan

fisik menggunakan perhitungan fungsional kepadatan menunjukkan bahwa

beta-TCP lebih stabil daripada alpha-TCP. Secara teoritis, biokompatibilitas

TCP yang dikombinasikan dengan pelepasan kalsium dapat memungkinkan

TCP untuk merangsang odontoblas, dengan demikian dapat terbentuknya

jembatan dentin. TCP juga tampaknya mendorong regenerasi tulang, dan

menyediakan penghalang yang lebih baik daripada Ca(OH) 2 dalam

memperoleh apeks terbuka, dan memberikan perbaikan yang setara

(Shayegan dkk, 2009;Endo et al, 2005).

2.4 Kerang Darah (Anadara Granosa)

Ciri-ciri kerang darah yaitu mempunyai 2 keping cangkang yang tebal,

ellifs, dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, ukuran kerang deasa 6-9 cm,

warna cangkang berwarna putih yang ditutupi periostrakum yang berwarna

kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. (Nurjanah et al, 2005).

Cangkang kerah darah terdiri dari 3 lapisan yaitu periostrakum merupakan

lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindung, lapisan prismatik

yang tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma, dan lapisan

nakreas (lapisan induk mutiara) yang tersusun dari lapisan kalsium karbonat

(Budiarto, 2015).

Kerang darah memiliki taksonomi; Kingdom : Animalia, Fillum :

Mollusca, Kelas : Bivalvia, Ordo : Arcoida, Famili : Arcidae, Genus :


Anadara, dan Species : Anadara Granosa (Khalil, 2016).
18

Gambar 2.1 Kerang darah (Anadara granosa)

Sumber:https://pacificraya.wordpress.com/2012/12/16/kerang-darah-anadara-
granosa-2/ (Diakses tanggal 24 Mei 2017)

A. Kandungan Kerang Darah

Kandungan cangkang kerang darah terdiri dari CaO 97,93%, SiO 0,17%,

Fe2O3 0,04%, MgO 0,85% dan lainnya kurang dari 1,00%. Kadar kalsium

dalam cangkang kerang darah sebesar 98,61%. Kalsium adalah mineral

penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi dengan proses remineralisasi

gigi. Kerang mengandung beberapa elemen seperti Ca, C, Mg, Na, P, K, Fe,

Cu, Ni, Zn, B, Si (Alexander et al, 2014). Berdasarkan penelitian Resaldi

(2017), kandungan mineral yang terkandung dalam cangkang kerang darah

sebesar 100% yang di sintesis dengan variasi suhu kalsinasi.

B. Metode sintesis TCP dari cangkang kerang darah (Anadara


Granosa)

Sintesis TCP bisa dilakukan melalui beberapa hal cara antara lain

metode kering, metode basah, dan hidrotermal. Metode kering adalah

metode pereaksian raw material dalam bentuk serbuk secara langsung.

Metode basah adalah metode pereaksian dua larutan atau lebih dengan

menambahkan apatit karbonat sebagai penyeimbang. Hidrotermal


19

merupakan suatu teknik pengkristalan dari temperatur tinggi pada keadaan

campuran dan tekanan tinggi dan akan menghasilkan kristalinitas dan

kemurnian yang lebih tinggi. Sintesis hidrotermal dapat juga didefinisikan

sebagai metode yang menggunakan panas dan air. Pada praktiknya, metode

ini melibatkan pemanasan reaktan dalam autoclave dan menggunakan air.

Dalam wadah tertutup, tekanan meningkat dan air tetap sebagai cairan

(Sugiarti, 2015;Ishak, 2017).

2.5 Polimer

Bahan polimer dibagi menjadi polimer sintetis dan polimer alami.

Polimer alami memiliki sifat natural dan menyediakan tempat untuk

penambahan bahan kimia, protein, peptida, dan sel lain untuk scaffold.

Kekuatan porositas dan mekanik dapat dikontrol dengan adanya konsentrasi

polimer (Kheirallah & Almeshaly, 2016). Bahan yang termasuk polimer

alami diantaranya kolagen atau gelatin, kitosan, alginat, asam hialuronat,

dan peptida. Polimer sintesis terdiri dari polyesters, polyanhidrade,

polyorthoester, dan polyaprolactone. Polimer sintesis yang sering digunakan

adalah polyesters, yaitu poly glycolic acid, polylactic acid, dan kopolimer

dari poly lactic-co-glycolic acid (Kroeze, et al., 2009). Polimer ini memiliki

kemampuan diubah menjadi bahan tertentu dengan sifat kimia dan mekanik

yang diperlukan untuk aplikasi yang diperlukan (Kheirallah & Almeshaly,

2016).

2.5.1 Natrium Alginat


Kandungan terbesar dalam rumput laut cokelat seperti Sargassum sp.

adalah alginat yang terdiri dari unit β-D-mannuronacid (asam manuronat)


20

dan α-L-guluronic acid (asam guluronat). Alginat merupakan bentuk garam

dari asam alginat (Gayo, 2016). Natrium alginat merupakan polimer alam

yang telah banyak digunakan dalam formulsi sediaan farmasi. Natrium

alginat berwarna putih berwarna putih sampai dengan kekuningan,

berbentuk tepung atau serat, hamper tak berbau dan berasa dengan kadar abu

yang tinggi, disebabkan karena ada unsur natrium. Kandungan air yang

tinggi disebabkan dari pengaruh garam yang bersifat higroskopis,

kandungan air dalam alginat bersifat variasi bergantung pada kelembapan

relatif dari lingkungannya. Natrium alginat berfungsi sebagai penyalut

(Yunizal, 2004; Rowe dkk, 2009).

2.6 Cross Linker

Crosslinker adalah ikatan silang yang terbentuk dengan adanya ikatan

silang kima yang diinisiasi oleh panas, tekanan, perubahan pH atau

radiasi. Proses crosslinker secara fisik tidak hanya untuk menghindari

penggunaan pelarut organik, namun juga untuk mencegah kemungkinan

adanya kerusakan pada bahan aktif yang akan dienkapsulasi dalam

nanopartikel (Raina dkk, 2006 ; Winarno, 2004).

2.6.1 Kalsium klorida

Sinonim dari kalsium klorida adalah calci chloridium. Kalsium klorida

berupa bubuk berwarna putih atau kristal, butiran, atau massa kristal, dan

bersifat higroskopis. Sifat khas dari kalsium klorida memiliki pH 4,5-9,2,


sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%). Kalsium klorida berfungsi

sebagai anti mikroba, agen terapeutik, dan agen yang dapat menyerap air.

Kalsium klorida telah digunakan untuk mengontrol pelepasan bahan aktif.


21

Bentuk murni kalsium klorida beracun jika diberikan secara intravena,

intramuskular, intraperitoneal, dan rute subkutan, serta beracun jika

dikonsumsi, dapat menyebabkan gangguan lambung dan hati, iritasi mata

yang parah, serta dapat menyebabkan dermatitis. Kalsium klorida berfungsi

sebagai pemaut silang. Secara kimiawi kalsium klorida merupakan zat yang

stabil. Penyimpanannya harus dalam wadah yang kedap udara, ditempat

yang sejuk dan kering. Kalsium klorida tidak kompatibel dengan larutan

karbonat, fosfat, sulfat, dan oksalat (Gayo, 2016; Rowe dkk, 2009).

2.7 Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah salah satu upaya yang dapat digunakan untuk

mengendalikan pelepasan obat. Mikroenkapsulasi merupakan suatu cara

penggunaan penyalut yang relatif tipis untuk melindungi bahan inti yang

semula berbentuk cair menjadi padatan sehingga mudah dalam

penanganannya serta dapat melindungi hilangnya bahan inti. Metode

mikroenkapsulasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya yaitu presipitasi

dengan penambahan non solvent (Koaservasi), gelasi ionik, semprot kering,

ekstraksi dengan fluida superkritis, dan penguapan pelarut (Hidayah, 2016 ;

Gayo, 2016).

2.7.1 Gelasi ionik

Metode gelasi ionik adalah metode yang melibatkan proses sambung

silang antara polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya.


Gelasi ionik diikuti dengan kompleksasi polielektrolit dengan polielektrolit

yang berlawanan. Pembentukan ikatan sambung silang ini


22

akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang terbentuk. Gelasi

atau pembentukan gel merupakan penggabungan atau pengikatan silang

rantai-rantai polimer yang dapat merangkap air didalamnya menjadi suatu

struktur yang kaku. Metode gelasi ionik telah banyak digunakan pada proses

enkapsulasi polisakarida alam seperti alginat, pektin, kitosan, dan

karboksimetil selulosa (Park and Yeo, 2007 ; Gayo, 2016).

Pembentukan mikropartikel dengan metode gelasi ionik dapat dilakukan

dengan pengerasan tetesan cair yang didispersikan pada fase minyak atau

organik. Prosedur ini meliputi pencampuran antara dua fase cair, yaitu fase

yang satu mengandung kitosan dan fase yang satu mengandung anion

multivalen (Mohanraj and Chen, 2006). Agen sambung silang yang

digunakan untuk gelasi ionik dibagi menjadi dua macam, yaitu agen

sambung silang berbobot molekul rendah, misalnya CaCl 2, BaCl2, MgCl2,

zink asetat, pirofosfat, tripolifosfat, tetrapolifosfat. Sedangkan agen

sambung silang berbobot molekul tinggi seperti lauril dan setilstearil sulfat.

Contoh pasangan polimer yang dapat digunkan untuk gelasi ionik antara lain

kitosan dengan tripolifosfat dan kitosan dengan karboksimetil selulosa.

Reaksi kimia antara natrium alginat dengan kalsium klorida akan

membentuk mikropartikel kalsium alginat (Gayo, 2016).

2.8 Absorbsi Kalsium


Dalam keadaan normal kalsium yang dikonsumsi dapat diasorbsi tubuh

sebanyak 20-30%. Kemampuan absorbsi lebih tinggi pada masa

pertumbuhan dan menurun pada masa penuaan. Absorbsi kalsium dibantu


23

oleh vitamin D, vitamin C, dan laktosa. Kalsium hanya bisa diabsorbsi bila

terdapat dalam bentuk larut pada air dan tidak mengendap (Rahmadani,

2011).

2.9 Penetapan Kadar Kalsium

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk analisis kadar

kalsium, yaitu AAS (Atomatic Absorption Spectrometry), titrimetri, ICP-

OES (Inductively Couple Plasma Optical Emission Spectrometry), dan ICP-

MS (Inductively Couple Plasma Mass Spectrometry). Metode yang paling

umum digunakan untuk analisis kadar kalsium adalah AAS dan titrimetri

karena lebih simple, akurat, dan presisi yang tinggi (Cai et al, 2009),

sehingga metode titrimetric digunakan sebagai metode alternative yang

lebih murah. Salah satu metode titrimetric adalah kompleksiometri (Taufik

et al, 2018).

Titrasi kompleksometri adalah salah satu jenis titrasi yang didasarkan

pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat

pembentuk senyawa kompleks. Zat pembentuk senyawa kompleks yang

umum digunakan adalah EDTA (Ward dan Carpenter, 2010). Di Indonesia,

titrasi kompleksometri berdasarkan pada SNI 06-6989.13-2004 (Taufik dkk,

2018).
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Cangkang Kerang Darah

(Anadara Granosa)

Cross Linker
Proses Hidrotermal
CaCl2

18 jam dan
Sintering 3 jam

Polimer Natrium
β-TCP 79% Enkapsulasi
Alginat

HA 15%

Kadar Ca
Dentin Reparatif

Keterangan :

: variabel yang akan diteliti

: uji yang akan dilakukan

: mempengaruhi

24
25

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Cangkang kerah darah terdiri dari 3 lapisan yaitu periostrakum

merupakan lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindung,

lapisan prismatik yang tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk

prisma, dan lapisan nakreas (lapisan induk mutiara) yang tersusun dari

lapisan kalsium karbonat (CaCO3) (Budiarto, 2015). Kadar kalsium dalam

cangkang kerang darah sebesar 98,61%. Kalsium adalah mineral penting

untuk pertumbuhan tulang dan gigi dengan proses remineralisasi gigi

(Alexander et al, 2014).

Penatalaksanaan pada pasien yang terkena pulpitis reversible adalah

pulp capping, segera mungkin dilakukan perawatan untuk mempertahankan

vitalitas pulpa. Bahan yang digunakan dalam perawatan pulp capping dalam

penelitian ini adalah β-TCP (β-Tricalcium Phospate) yang didapatkan dari

kalsium karbonat (CaCO3) dalam cangkang kerang darah (Anadara

Granosa) melalui proses hidrotermal 200◦C selama 18 jam kemudian

sintering dengan suhu 900◦C dalam waktu 3 jam.

Pemilihan natrium alginat sebagai matriks yang dihasilkan dari suatu

proses sintesis dapat berbentuk serbuk dan dapat pula berbentuk foam

(matriks berpori) dikarenakan alginat banyak dimanfaatkan sebagai material

untuk memperoleh hasil yang biodegradable (Sugiarto, 2015). Sifat

pembentukan gel alginat dengan ion polivalen seperti kalsium mengarahkan


pada pembentukan ikatan sambung silang (Yunizal, 2004). Penambahan

CaCl2 pada filtrat alginat menyebabkan timbulnya endapan


26

kalsium alginat karena ion Ca+ yang dicampur akan berikatan dengan

alginat sehingga membentuk ikatan silang (Husni dkk, 2012).

Setelah bahan β-TCP dicampur dengan polimer natrium alginat

dilakukan analisa kadar kalsium. Tujuan dilakukannya analisa kadar

kalsium yaitu untuk mengetahui seberapa besar kadar kalsium yang

terkandung pada mikroenkapsulasi β-TCP dengan polimer natrium alginat.

Secara teoritis, biokompatibiltas β-TCP yang dikombinasikan

dengan pelepasan kalsium dapat memungkinkan β-TCP untuk merangsang

odontoblas meningkatkan regenerasi dentin, sehingga menghasilkan dentin

reparatif (Shayegan et al, 2009).

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah adanya perbedaan kadar kalsium

mikroenkapsulasi dari zat aktif β-TCP dari cangkang kerang darah

(Anadara Granosa) dengan yang tidak dienkapsulasi.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental.

4.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada penelitian eksperimental ini digunakan untuk

mengetahui pengaruh proses enkapsulasi terhadap kadar kalsium sebagai bahan

pulp capping yang disajikan secara deskriptif. Secara sistematis rancangan

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

K+ O1

P1
O2

S-R

P2 O3
P3 O4

27
28

Keterangan:
S : Sampel
R: Random
K+ : Kelompok perlakuan 1 dengan menggunakan campuran Ca(OH) 2
murni
P1 : Kelompok perlakuan 2 dengan menggunakan campuran Ca(OH) 2
murni dan natrium alginat
P3 : Kelompok perlakuan 3 dengan menggunakan campuran β-TCP
murni
P4 : Kelompok perlakuan 4 dengan menggunakan β-TCP dan natrium
alginat
O1 : Output 1, yaitu hasil kadar kalsium setelah perlakuan pada
kelompok K+
O2 : Output 2, yaitu hasil kadar kalsium setelah perlakuan pada
kelompok P1
O3 : Output 3, yaitu hasil kadar kalsium setelah perlakuan pada
kelompok P2
O4 : Output 4, yaitu hasil kadar kalsium setelah perlakuan pada
kelompok P3

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian

a. Variabel bebas : Mikroenkapsulasi β-TCP hasil proses hidrotermal

18 jam dan sintering 3 jam cangkang kerang darah

(Anadara Granosa) dengan polimer natrium


alginate

b. Variabel terikat : Kadar kalsium pada zat aktif β-TCP hasil proses

hidrotermal 18 jam dan sintering 3 jam cangkang

kerang darah (Anadara Granosa) dengan polimer

natrium alginate

c. Variabel terkendali : Konsentrasi natrium alginat, crosslink CaCl2 dan

faktor lingkungan Laboratorium.


29

4.3.2 Definisi Operasional Variabel

1. Mikroenkapsulasi β-TCP hasil dari sintesis cangkang kerang darah dan

dicampur dengan natrium alginat menggunakan metode gelasi ionik.

2. Kadar bahan β-TCP untuk mengetahui kelarutan sebagai bahan pulp

capping.

3. Konsentrasi natrium alginate dan crosslinker CaCl2 merupakan faktor

yang dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan kadar kaslium bahan.

4. Faktor lingkungan laboratorium adalah kualitas dari alat kerja yang sama

untuk setiap perlakuan.

4.4 Alat dan Bahan Penelitian

4.4.1 Alat Penelitian

1. Magnetic stirrer

2. Reaktor (bejana tekan tertutup terbuat dari stainless steel)

3. Oven elektrik

4. Beaker glass 250ml

5. Mortar & pastle

6. pH meter

7. Gelas ukur
8. Furnace

9. 200 Mesh

10. Cawan porselen

11. Neraca analitik

12. Labu ukur


30

4.4.2 Bahan Penelitian

1. Bubuk cangkang kerang darah (anadara granosa)

2. Amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4)

3. Aquadest steril

4. Methanol

5. Natrium Alginat

6. CaCl2

7. NaOH 8N

8. EDTA 0,1 N

9. Indicator Calcon

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi Penelitian

1. Laboratorium Kimia Universitas Hang Tuah Surabaya untuk melakukan

proses kalsinasi TCP.

2. Laboratorium Fisika Bahan Material dan Metalurgi Zat Padat Institut

Teknologi Sepuluh November untuk uji PSA.

3. Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang

Tuah untuk mengatur pH cangkang kerang darah dan centrifuge bahan.


4. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala untuk melakukan

freeze dry.

5. Laboratorium Teknologi Air dan Konsultasi Industri Fakultas Teknik

Kimia Institut Sepuluh November untuk menganalisa kadar kalsium.


31

4.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2019.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Preparasi Sampel Cangkang Kerang Darah

Cangkang kerang darah (Anadara granosa) direbus selama 30 menit untuk

mengeluarkan daging dari kerang darah. Kemudian, cangkang kerang darah

disikat pada bagian cangkang luar dan dalam dengan menggunakan air dan

sabun tanpa pemutih untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel

pada cangkang, setelah bersih lalu dikeringkan di suhu ruangan. Cangkang

kerang darah yang sudah bersih kemudian dihancurkan menggunakan mortar

dan pastle sampai halus selanjutnya dilakukan pengayakan dengan ayakan 200

mesh untuk mendapatkan hasil partikel yang lebih kecil.

4.6.2 Pembuatan bubuk TCP dengan proses hidrotermal

Bubuk cangkang kerang darah yang dihasilkan sebanyak 10 gram ditambahkan

dengan 100ml aquadest menghasilkan 1M dan larutan NH4H2PO4 6,9 gram

ditambahkan dengan 100ml aquadest menghasilkan 0,6M. Kemudian keduanya

dicampur dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Selanjutnya larutan campuran

tersebut dipindahkan ke reaktor. Reaktor dimasukkan ke dalam oven elektrik untuk

dipanaskan hingga suhu 200°C selama 18 jam. Hasil yang diperoleh, didinginkan

pada suhu kamar. Selanjutnya bubuk hasil pemanasan dicuci dengan aquadest
menggunakan magnetic stirrer. Pencucian dilakukan berulang kali hingga hasil

reaksi terpisah dengan aquades, ditunjukkan oleh pH menjadi 7. Hal tersebut

dilakukan untuk menghilangkan hasil sampingan yang bersifat asam. Pencucian

yang terakhir dilakukan dengan


32

metanol untuk membatasi aglumerasi partikel HA selama pengeringan. Sampel

dikeringkan dalam oven elektrik pada suhu 50°C selama 3 jam.

Penelitian ini menggunakan cangkang kerang darah (Anadara Granosa) yang

dilakukan proses hidrotermal selama 18 jam dengan sintering 3 jam sehingga

didapatkan bahan aktif β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) sebesar 79%.

4.6.3 Proses Pengeringan dan Sintering

Sintering sampel dengan suhu 900°C selama 3 jam untuk menghilangkan

pengotor dan meningkatkan kristalinitas sampel sehingga menghasilkan bahan

aktif TCP.

4.6.4 Pembuatan enkapsulasi β-TCP dengan polimer Natrium Alginat

dan crosslink CaCl2

Bubuk β-TCP dicampur dengan natrium alginat dengan rasio massa misal β-

TCP / natrium alginat yaitu 1/1. Serbuk β-TCP 0,5 gr dicampur dengan natrium

alginat 0,5 gr dan dibuat larutan dengan aquadest sebanyak 50ml setiap sampel.

CaCl2 sebanyak 0,5 gr dilarutkan dengan aquadest sebanyak 25ml. Selanjutnya

larutan CaCl2 diteteskan kedalam larutan β-TCP dan natrium alginat yang di stirrer

selama 2 jam. Setelah itu, di sentrifuge 2500 rpm selama 6 menit dan diambil

endapannya dan filtrat yang ada diatas endapan dibuang hingga menyisakan

endapannya saja. Sebelum di freeze dry, endapan harus ditimbang terlebih dahulu.

Kemudian dikeringkan menggunakan metode freeze dry atau teknik pengeringan


beku dengan kelembapan 5%. Proses pembekuan dilakukan dengan menyimpan

sampel didalam freezer selama overnight hingga membentuk kristal es selanjutnya

proses pengeringan menggunakan freeze dryer. Setelah di freeze dry, sampel

ditimbang kembali.
33

4.6.5 Analisa Kadar Kalsium

Sampel ditimbang sebesar 0,5 gr. Kemudian sampel dijadikan 100ml dalam

labu ukur sampai batas miniskus dengan aquadest. Selanjutnya, menambahkan

larutan dengan 2 ml NaOH 8N. Setelah itu ditambahkan indicator Calcon.

Kemudian mentitrasi menggunakan reagent EDTA 0,1 N sampai berubah warna

dari jingga sampai ke biru. Akhir, mencatat volume titran EDTA 0,1 N yang

digunakan.
34

4.7 Alur Penelitian

Sintesis β-TCP dengan


Polimer Natrium Alginat
metode hidrotemal 18 jam
dan sintering 3 jam

Uji PSA

Crosslink

Stirer selama 2 jam dengan CaCl2

Sentrifuge 2500 rpm

selama 6 menit

Diambil endapannya

saja
Freeze drying

Uji PSA

Uji Kadar Kalsium

Metode Kompleksiometri
35

4.8 Analisis Data

Data hasil penelitian merupakan data penelitian eksperimental, dimana dari

data tersebut dapat mendeskripsikan kadar kalsium mikroenkapsulasi zat aktif

β-TCP dari cangkang kerang darah (Anadara Granosa) sebagai bahan pulp

capping dalam bentuk presentase.


BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan kadar

kalsium yang terkandung dalam β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) murni, dan β-

TCP (β-Tri Calcium Phospate) yang dilakukan proses enkapsulasi dengan

menggunakan polimer natrium alginate. Dan bertujuan untuk mengetahui

perbedaan kandungan kadar kalsium yang terkandung dalam Ca(OH) 2 murni dan

proses enkapsulasi Ca(OH)2 menggunakan polimer natrium alginate. Dalam

penelitian ini menggunakan uji kadar kalsium dengan metode Kompleksiometri.

Tabel 5.1 Berat CaOH dan β-TCP sebelum dan sesudah dilakukan enkapsulasi

BERAT (g)
NAMA SAMPEL SEBELUM PROSES SESUDAH PROSES
ENKAPSULASI ENKAPSULASI
Ca(OH)2 0,5 0,85
β-TCP 0,5 0,78

BERAT (g)

0,5

Ca(OH)2 β-TCP

sebelum sesudah
Pada tabel 5.1 berat sebelum dan sesudah di enkapsulasi berbeda, lebih

tinggi berat setelah di enkapsulasi.

36
37

Tabel 5.2 Value of Content enkapsulasi CaOH dan enkapsulasi β-TCP

VALUE OF
NAMA SAMPEL
CONTENT
Enkapsulasi Ca(OH)2 56%
Enkapsulasi β-TCP 52%

value of content

58%

56%

54%

52%

50%

Enkapsulasi Ca(OH)2 Enkapsulasi β-TCP

value of content

Pada tabel 5.2 value of content enkapsulasi Ca(OH) 2 lebih tinggi daripada

value of content enkapsulasi β-TCP.


Tabel 5.3 Hasil analisa kadar kalsium CaOH murni, enkapsulasi CaOH, β-

TCP murni, enkapsulasi β-TCP dengan metode Kompleksiometri

HASIL
NAMA SAMPEL
ANALISA
Ca(OH)2 murni 11,75%
Ca(OH)2 dengan natrium alginat 7,39%
β-TCP murni 8,61%
β-TCP dengan natrium alginat 3,98%
38

Kadar Kalsium

15,00%

10,00%

5,00%

0,00%

Ca(OH)2 murni Ca(OH)2 dengan β-TCP murni β-TCP dengan

natrium alginat natrium alginat

Kadar Kalsium

Pada tabel 5.3 kadar kalsium pada Ca(OH)2 murni hasilnya lebih tinggi

daripada kadar kalsium pada β-TCP murni, Ca(OH)2 dengan natrium alginate, dan

β-TCP dengan natrium alginate.


BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan kadar kalsium

dari cangkang kerang darah (Anadara Granosa) yang dilakukan proses hidrotermal

18 jam dan sintering 3 jam, kemudian dilakukan proses enkapsulasi β-TCP (β-Tri

Calcium Phospate) dengan polimer natrium alginate, β-TCP (β-Tri Calcium

Phospate) murni . Selain itu juga, dilakukan uji kadar kalsium dari Ca(OH)2 murni,

enkapsulasi Ca(OH)2 dengan polimer natrium alginate.

Dalam penelitian ini, digunakan bahan aktif β-TCP (β-Tri Calcium

Phospate) sebesar 0,5 gr untuk dilakukan proses enkapsulasi dengan natrium

alginate, dan 0,5 gr CaOH murni untuk dilakukan proses enkapsulasi dengan

natrium alginate. Berdasarkan hasil pada penelitian ini, berat setelah di

enkapsulasi semakin bertambah dikarenakan saat proses enkapsulasi adanya

pencampuran bahan – bahan lain, diantaranya yaitu aquadest untuk menjadikan

larutan dan penambahan crosslinker CaCl2 yang diteteskan saat melakukan

proses enkapsulasi. Metode enkapsulasi pada penelitian ini menggunakan

metode freeze dry, sehingga, berat bahan setelah di enkapsulasi di timbang

setelah dilakukannya freeze dry.

Pada penelitian ini, dihitung pula nilai yield atau value of content.

Berdasarkan hasil perhitungan pada penelitian ini didapatkan nilai yield pada

enkapsulasi Ca(OH)2 adalah 56%, sedangkan pada enkapsulasi β-TCP sebesar


52%. Parameter yang mempengaruhi besarnya nilai yield ini adalah, besarnya

konsentrasi polimer, laju penguapan pelarut dan laju pengerasan mikrokapsul.

39
40

Perubahan nilai yield pada enkapsulasi juga terjadi pada perbedaan jenis

penyalut yang digunakan ( Jayanudin et al, 2017). Pada penelitian Jayanuddin

et al (2015), nilai yield enkapsulasi yang lebih kecil terjadi pada penelitian

menggunakan penyalut kitosan dibanding dengan penyalut gabungan antara

kitosan - alginate dan penyalut kitosan – alginate – TPP. Hal yang sama juga

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Minemoto et al (2002), dimana

berat bahan inti yang meningkat membuat nilai yield akan menurun. Hal

tersebut disebabkan karena jumlah gum arabic yang digunakan sebagai penyalut

tidak cukup untuk membungkus seluruh minyak, sehingga nilai yield pada

enkapsulasi akan menurun.

Uji kadar kalsium ini dilakukan karena pada proses Pulp Capping zat utama

yang dibutuhkan untuk pembentukan dentin reparatif adalah kalsium. Fungsi

dari kalsium adalah untuk pembentukan tulang dan gigi (Shita & Sulistyani,

2015). Pada penelitian ini, hasil uji kadar kalsium didapatkan hasil kadar

kalsium pada kelompok Ca(OH)2 murni lebih besar yaitu 11,75% daripada

Ca(OH)2 enkapsulasi sebesar 7,39%. Sedangkan, pada kelompok β-TCP murni

lebih besar kadar kalsiumnya yaitu 8,61% daripada enkapsulasi β-TCP yaitu

3,98%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menjelaskan bahwa mikroenkapsulasi

merupakan suatu cara penggunaan penyalut yang relatif tipis untuk melindungi

bahan inti yang semula berbentuk cair menjadi padatan sehingga mudah dalam

penanganannya serta dapat melindungi hilangnya bahan inti dan sebagai controlled
release dari obat yang masuk ke tubuh agar kelarutan bahan inti dapat terkontrol

(Gayo, 2016 ; Jayanudin et al, 2017). Tetapi dalam penelitian


41

ini, proses mikroenkapsulasi dapat menurunkan kadar kalsium yang telah

terkandung dalam bahan aktif, karena adanya pengaruh dari bahan pengkapsul

atau polimer yang diberikan (Nasrullah, 2010) dan juga pengaruh dari agen

crosslinker yang digunakan. Polimer dan crosslinker akan menjadi ikatan

sambung silang dengan bahan aktif, sehingga dapat mempengaruhi jumlah

bahan aktif yang terkandung menjadi sedikit (Jayanudin et al, 2015).


BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Ada perbedaan kadar kalsium enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium Phospate)

dengan natrium alginat, β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) murni yang dihasilkan

dari proses hidrotermal dan sintering cangkang kerang darah (Anadara Granosa)

dengan waktu metode hidrotermal 18 jam, dan sintering 3 jam, enkapsulasi CaOH

dengan natrium alginat, dan CaOH murni sebagai bahan Pulp Capping.

1. Berat sebelum dan sesudah di enkapslasi berbeda, karena pada saat prses

enkapsulasi adanya tambahan bahan polimer dan crosslinker

2. Value of content dari β-TCP dan Ca(OH)2 yang telah di enkapsulasi adalah

52% - 56%. Value of content dari enkapsulasi Ca(OH)2 lebih besar daripada

value of content dari enkapsulasi β-TCP.

3. Hasil uji kadar kalsium CaOH murni menggunakan metode

kompleksiometri menghasilkan 11,75% Ca.

4. Hasil uji kadar kalsium enkapsulasi CaOH dengan natrium alginat

menggunakan metode kompleksiometri menghasilkan 7,39% Ca.

5. Hasil uji kadar kalsium β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) murni

menggunakan metode kompleksiometri menghasilkan 8,61% Ca.


6. Hasil uji kadar kalsium enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium Phospate)

dengan natrium alginat menggunakan metode kompleksiometri

menghasilkan 3,98% Ca.

42
43

B. Saran

1. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dalam uji kadar kalsium dengan

pembuatan enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) dengan polimer

natrium alginate berbeda konsentrasi dari penelitian ini.

2. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dalam menentukan waktu setting

pada enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) dengan natrium alginat.

3. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dalam menentukan ukuran pH

pada enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium Phospate) dengan natrium alginat.

4. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dalam menentukan laju kelarutan

kalsium dengan melakukan uji disolusi pada enkapsulasi β-TCP (β-Tri Calcium

Phospate) dengan natrium alginat.


DAFTAR PUSTAKA

AAPD. 2009. Guideline on Pulp Therapy for Primary and Immature Permanent
Teeth. Reference Manual Vol. 34 No. 6. Clinical Affairs Committee-Pulp
Therapy Subcommitee.

Alexander F, Sularsih, Aprilia. Perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi sapi


yang diulasi gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor.
Jurnal kedokteran gigi 2014 Feb; 8(1): 52-3.

Anshar, A.Muh., Wahab, Abd. Wahid, 2005. Daya Hambat Ekstrak Na-Alginat dari
Alga Coklat Jenis Sargassum sp. Terhadap Proses Pematangan Buah
Mangga. UNHAS. Makassar. Hal 1-10.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

RepublikIndonesia. Riset KesehatanDasar.


http://www.depkes.go.id/resources//download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf 2013, diakses pada 14 Februari 2016.

Bogen, G., Kim, J. S., Bakland, L. K. 2008. Direct pulp capping with mineral
trioxide aggregate: an observational study. Journal of the American Dental
association 139(3):305-15.

Budiarto H, Adiwarna. 2015. Pengaruh Konsentrasi Gliserin terhadap viskositas


dari pembuatan pasta Gigi Cangkang Kerang Darah. Konversi; 2(2): 15-6.

Cai, Ji.Bao, Wang, S.F., Tang, Ping.Ping., Su, Qing.De. 2009. Simultaneous
determination of total nitrogen and metal elements in tobacos by high
performance in chromatography. Journal of the Chinese Chemical Society.
56(4).

E. Walton, Richard dan Mahmoud Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsia Ed. 3. Jakarta: EGC. Hal 36-45, 429.

Endo, Hiroshi., Itatani, Kiyoshi., Umeda, Tomohiro., Koda, Selichiro. 2005.


Fabrication and Characterization of β-Tricalcium Phosphate Composite
With Alginate. Sophia University, 7-1 Kioi-cho, Chiyoda-ku, Tokyo 102-
8554, Japan.

Food Chemical Codex. 1981. Food Chemical Codex. Washington: National


Academy Press.

Garg, Nisha dan Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodontics. India: Jaypee Brothers
Medical Publishers. Pp. 23-30.

44
45

Gayo, Chalila Deli. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat Terhadap
Efesiensi Penjerapan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa
L.). Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Hal. 1-22.

Grossman LI. 2010. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Ed.12. EGC: Jakarta, hal. 65.

Hidayah, Nur. 2016. Perbandingan Berbagai Teknik Mikroenkapsulasi Pakan


Dalam Menghasilkan Daging Sapi Sehat. Bengkulu: Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Bengkulu. SENASPRO 2016. Hal 143-145.

Husni A, Subaryono, Pranoto Y, Tazwir, Ustadi. 2012. Pengembangan metode


ekstraksi alginat dari rumput laut Sargassum sp. sebagai bahan pengental.
Agritech. 32(1):1-8.

Ingle, J. I., Bakland, L. K. 2008.Endodontics Ed.6. London: BC Decker Inc. Hal


1310-1312.

Ishak, Halimah. 2017. Uji Kekuatan Semen Tambal Gigi dari Komponen Powder
Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa). Skripsi. FST-UIN
ALAUDIN MAKASSAR.

Istifarah. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit Dari Tulang


Sotong (Sepia sp.) – Kitosan Untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler. Skripsi.
Program Studi S2 Biomedik Departemen Fisika. Surabaya: Fakultas dan
Teknologi Universitas Airlangga.

Jayanudin., Rochmadi., Renaldi, K., Pangihutan. 2015. Encapsulation Red Ginger


oleoresin (Zingiber officinale var. rubrum) with chitosan-alginate as wall
material using spray drying. Research Journal of Applied Sciences,
Engineering and Technology 10.

Jayanudin., Rochmadi., Renaldi, K., Pangihutan. 2017. Pengaruh Bahan Penyalut


Terhadap Efisiensi Enkapsulasi Oleoresin Jahe Merah. Banten:
ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia. Vol. 13. No. 2. Pp. 275-287.
JOE. 2012. AAE Consensus Conference Recommended Diagnostic Terminology.
Vol. 35. No. 12. P. 1634.

Kenneth, J. Annisavice. 2003. Philip’s: Science of Dental Materials. Edisi 11.


USA: Saunders.

Khalil, Munawar. 2016. Bioekologi Kerang Genus Anadara (Bivalvia: Archidae).


Medan: Sefa Bumi Persada.
46

Kheirallah, M., & Almeshaly, H. 2016. Bone Graft Substitutes for Bone defect
Regeneration. A Collective Review. International Journal of Dentistry and
Oral Science, 3, p.247-257.

Kroeze, R,J., Helder, M.N., Govaert, L.E., & Smit, T.H. 2009. Biodegradable
Polymers in Bone Tissue Engineering. Journal Materials, 2, p.833-856.

Kurniasari, Ari, 2017. Efektivitas Pasta Biji Kopi Robusta (Coffea robusta) Sebagai
Bahan Direct Pulp Capping Terhadap Jumlah sel Makrofag dan Sel
Limfosit Pulpa Gigi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Jember.

Minemoto, Y., Hakamata, K., Adachi, S., Matsuno, R. o2002. Oxidation of linoleic
acid encapsulated with gum Arabic or maltodextrin by spray drying.
Journal of Microencapsulation 19. 181-189.

Mishra, M. 2016. Handbook of encapsulation and controlled release. CRC Press


Taylor & Francis Group. Pp. 1-15

Mohanraj, V.J. and Y. Chen. 2006. Nanoparticles: A Review. Tropical Journal of


Pharmaceutical Research, 5:1.

Muchsiri, M., Hamzah, B.,Wijaya, Agus., Pambayun, R. 2015. Pengaruh


Konsentrasi Natrium Alginat dan Jenis Bal Terhadap Viabilitas Sel
Enkapsulasi Probiotik Bal. Jurnal Penelitian Pertanian. Palembang.

Muntamah. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang


Kerang darah (Anadara Granosa Sp.). Tesis. Bogor: IPB.

Nasrullah, F. 2010. Pengaruh Komposisi Bahanpengkapsul Terhadap Kualitas


Mikrokapsul Oleoresin Lada Hitam (Piper ningrum L.). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nasyiah., YS, Darmanto., dan Wijayanti, Ima. 2014. Aplikasi Edible Coating
Natrium Alginat dalam Menghambat Kemunduran Mutu Dodol
Rumput Laut. Jurnal pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan.
UNDIP. Vol. 3, No. 4.

Nugroho HK. 2010. Aplikasi Pasta Stolephorus Insularis sebagai Bahan Direct Pulp
Capping Terhadap Pembentukan Dentin Reparatif. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Surabaya.
47

Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan Mineral dan Fanasimat


Kerang Darah (Anadara Granosa) Yang Diambil Dari Kabupaten
Boalemo, Gorontalo: Bulletin Teknologi Hasil Perikanan.

Octiara, Essie. 2015. Dentin Reparatif dan Growth Factor Yang Berperan Dalam
Dentinogenesis Reparatif. Medan: FKG USU. Dentika Dental Journal,
Vol. 18, No. 3. Hal 294-299.

Park, K., Yeo, Y., Swarbick, J. 2007. Microencapsulation Technlogy in:


Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3rd Edition. New York: Informa
healthcare USA, Inc., p. 2315-2325.

Pratama. A. F. 2017. Karakteristik Hidroksiapatit Hasil Sintesis Cangkang Kerang


Darah (Anadara Granosa) Menggunakan Metode Hydrothermal
Dengan Variasi Waktu Sintering. Fakultas Kedokteran Gigi. Skripsi.
Surabaya: Universitas Hang Tuah.

Qureshi, Asma., E, Soujanya. Nandakumar, Praptakumar, Sambashivarao. 2014.


Recent Advanced in Pulp Capping Materials. Journal of Clinical and
Diagnostic Research 8(1).

Raina, C., Singh, S., Bawa, A., dan Saxens, D. 2006. Some characteristics of
acetylated, crossliked and dual modified Indian rice starches:
European Food Research and Technology. V. 223.

Ramadani, Sri, 2011. Penentuan Kadar Kalsium Dengan Metode Permanganometri


Terhadap Tempe Yang Dibungkus Plastik dan Daun di Pasar Arengka
Pekan Baru. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Resaldi, F. M. 2017. Karakteristik Senyawa Kalsium Dari Hasil Sintesis Cangkang


Kerang Darah Dengan Variasi Suhu Kalsinasi. Fakultas Kedokteran
Gigi. Skripsi. Surabaya: Universitas Hang Tuah.
RI, DK. 2010. Profil Kesehatan 2009.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, 6th Ed. The Pharmaceutical Press. London.

Sari, Rani Dewinta. 2019. Uji Karakteristik Biphasic Calcium Phosphate dari
Sintesis Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) dengan
Menggunakan Variasi Waktu Metode Hidrotermal dan Sintering
Sebagai Kandidat Bone Substitute Material. Fakultas Kedokteran
Gigi. Skripsi. Surabaya: Universitas Hang Tuah. Hal 31-35.
48

Setyaningsih, Linda S. 2016. Prevalensi Indikasi Perawatan Endodonsia Pada


Pasien Yang Berkunjung Di RSGM UNEJ. Skripsi. Jember: FKG
UNEJ.

Seorono, Akbar SM. 2003. Penyakit Endodontik dalam Endodontologi. Kumpulan


Naskah. Edisi1.

Steffen R, V. Waes, H. 2009. Understanding Mineral Trioxide


Aggregate/Portlandcement: A review of literature and background
factors. European Archives of Paed Dental 10(2).

Shayegan, Amir., Petein, Michael., Abbeele, A.V. 2009. The use of beta-tricalcium
phosphate, white MTA, white Portland cement and calcium hydroxide
for direct pulp capping of primary pig teeth. Belgium. Dental
Traumatology; 25: 413-419.

Shita, Amandia D P S dan Sulistiyani. 2015. Pengaruh Kalsium Terhadap Tumbuh


Kembang Gigi Geligi Anak. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.

Sugiarti, Eli Aisah. 2015. Sintesis Hidroksiapatit dan Scaffold β-Trikalsium Fosfat
Dari Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) dengan Matriks
Natrium Alginat. IPB:Bogor.

Sunil, P., Goel, S. C., & Rastogi. A. 2008. Incorporation and biodegradation of
hydroxyapatite – tricalcium phosphate implanted in large metaphyseal
defects – An animal study. Indian Journal of Experimental Biology,
46(542), p.836-841.

Tarigan Rasinta. 2015. Perawatan Pulpa Gigi (Endodontik). Jakarta: EGC.

Taufik, M., Seveline., Saputri., E.R. \2018. Validasi Metode Analisi Kadar Kalsium
pada Susu Segar secara Titrasi Kompleksometri. Jakarta:Agritech.
38(2). 187-193.
Vauntheir, J.M. and Williams R.O. 2007. Nanoparticles Engineering. In Swarbick.
James. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Third edition.
Volume 1. New York: Nova Science Publisher, 48.

Ward, R. & Carpenter, C. 2010. Traditional Methods for Mineral Analysis. Foof
analysis 4th. New York: springer. .
49

Widyasri, Prananingrum. 2010. The Increasing of Odontoblast Like Cell Number


on Direct Pulp Capping of Rattus Novergicus Using Chitosan.
Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) 43(4).

Willershausen Brita, DDS., PhD. 2011. Restrospective Study on Direct Pulp


Capping with Calcium Hydroxide. Quintessence International.
Accessed Maret 31, 2014.

Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan Produk dan
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
50

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan 2019 2020

Juli
April

Agst
Sept

Nov
Juni
Mei

Des
Okt

Jan
1. Studi
Kepustakaan
r
a
M

2. Persiapan
Penelitian
3. Waktu
Pelaksanaan
Penelitian
4. Pembuatan
Proposal
5. Konsultsi dan
Koreksi
Proposal
6. Pengumpulan
dan Ujian
Proposal
8. Laporan
Hasil
Penelitian
9. Pembuatan
Skripsi
10. Persiapan
Ujian Skripsi
11. Ujian Skripsi
12. Perbaikan
dan
Penyerahan
Skripsi
51

Lampiran 2. Hasil Uji Spesies


52
53

Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Kalsium


54

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

a. Bahan Penelitian

1 2
3

4 5 6
7

Keterangan :
1. Bubuk cangkang kerang darah (Anadara granosa)
2. Amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4)
3. Aquadest steril
4. Methanol PA (CH3OH).
5. Indicator calcon
6. NaOH 8N
7. EDTA 0,1 N
55

b. Alat Penelitian

1 2 3 4

5 6 7 8

9 10 11
Keterangan:
1. Cawan porselen
2. Neraca analitik
3. pH meter
4. Hot plate
5. Magnetic stirrer
6. Beaker glass 250ml
7. Reaktor
8. Oven listrik
9. Furnace
10. Mortar dan Pastle
11. Labu ukur
56

c. Proses Pembuatan Bubuk Β-TCP dari Bahan Cangkang Kerang Darah

1 2 3

44 5 6

7 8 9
Keterangan:

1. Merebus cangkang kerang darah


2. Memberishkan cangkang kerang darah
3. Kemudian membersihkan daerah yang sulit di jangkau dengan Handpiece
4. Cangkang kulit kerang darah yang telah bersih d tumbuk menggunakn mortar
dan pastle
5. Setelah itu bubuk menjadi halus
6. Kemudian dikalsinasi menggunakan furnace
7. Proses hidrotermal 18 jam dengan suhu 200◦C
8. Bubuk dicuci hingga pH 7 dengan aquadest, dan yang terakhir menggunakan methanol
9. Proses sintering 3 jam dengan suhu 900◦C
57

d. Pembuatan enkapsulasi β-TCP dan freeze dry

1
2 3

4 5
Keterangan:

1. Bubuk β-TCP dicampur dengan natrium alginate dijadikan larutan dengan


aquadest
2. Diteteskan CaCl2 dan di stirrer selama 2 jam
3. Kemudian, dimasukkan dalam tabung sentrifuge
4. Larutan di sentrifuge 2500 rpm selama 6 menit
5. Proses freeze dry
58

e. Proses Analisa Kadar Kalsium

1 2 3

4
126

Keterangan:

1. Sampel ditimbang 0,5 gr dijadikan larutan 100 ml dengan aquadest


2. Ditambah 2 ml NaOH 8N
3. Kemudian, ditambahkan indicator calcon
4. Mentitrasi menggunakan reagent EDTA 0,1 N sampai
berubah warna dari jingga sampai ke biru.

Anda mungkin juga menyukai