Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Serta Sifat dan Contoh Aset Tetap (Innah)

Aset tetap (fixed assets) disebut juga Property, Plant dan Equipment. Menurut
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 14, hal.16.2 & 16.3 – IAI, 2002) bahwa
Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan
dibangun lebih dahulu, yaitu digunakan dalam operasional, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2019: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang:

a) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk
disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administrasi.
b) Diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai
aset tetap bila:

a) Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian dimasa akan datang


yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir kedalam perusahaan.
b) Biaya perolehan aset tetap dapat diukur sebagai andal.

Beberapa sifat atau ciri-ciri aset tetap adalah:

1. Tujuan dari pembeliannya bukan untuk dijual kembali atau diperjualbelikan


sebagai barang dagangan, tetapi untuk dipergunakan dalam kegiatan operasi
perusahaan.
2. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Jumlahnya cukup material

Fixed assets atau aset tetap bisa dibedakan menjadi:

1. Fixed tangible assets (aset tetap yang mempunyai wujud/bentuk, bisa dilihat dan
bisa diraba). Yang termasuk dalam aset tetap berwujud, misalnya:
- Tanah (land) yang diatasnya dibangun gedung kantor, pabrik atau rumah.
Tanah bisa dimiliki dalam bentuk hak milik, hak guna bangunan (biasanya jika
kita membeli rumah dari real estate) yang mempunyai jangka waktu 20-30
tahun, hak guna usaha dan hak pakai.
- Gedung (building) termasuk pagar, lapangan parkir, taman, mesin-mesin,
peralatan (equipment), furniture (meja dan kursi), delivery equipment (motor,
mobil, kapal laut, pesawat).
- Natural Resources (sumber alam), seperti pertambangan minyak, batu bara,
emas, marmer dan hak pengusahaan hutan (HPH).
2. Fixed intangible assets (aset tetap yang tidak mempunyai wujud/bentuk, sehingga
tidak bisa disentuk dan tidak bisa diraba). Yang termasuk dalam aset tetap tak
berwujud, misalnya hak paten, hak cipta (copy right), franchise, goodwill,
preoperating expense (biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum perusahaan
berproduksi secara komersial, termasuk biaya pendirian).
Contoh dari franchise misalnya Kentucky Fried Chicken, Humbergur, Mc.
Donald, Es Teler ’77. Dalam hal ini pengusaha yang ingin menjual
makanan/minuman tersebut harus menandatangani kontrak dengan pemilik
franchise, agar bisa menjual makanan/minuman dengan rasa, bentuk, gaya,
dekorasi yang khusus untuk jenis makanan tersebut, tentu saja dengan membayar
royalti.
B. Tujuan Pemeriksaan Aset Tetap (Riswan)
Dalam suatu general audit (pemeriksaan umum), pemeriksaan aset tetap mempunyai
beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aset
tetap.
2. Untuk memeriksa apakah aset yang tercantum di laporan posisi keuangan (neraca)
betul-betul ada, masih digunakan dan dimiliki oleh perusahaan.
3. Untuk memeriksa apakah ada penambahan aset tetap dalam tahun berjalan betul-
betul merupakan suatu capital expenditure, diotorisasi oleh pejabat perusahaan
yang berwenang didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan dicatat dengan
benar.
4. Untuk memeriksa apakah disposal (penarikan) aset tetap sudah dicatat dengan
benar di buku perusahaan dan telah diotorisasi oleh pejabat perusahaan
berwenang.
Disposal dari aset tetap bisa terjadi dalam bentuk penjualan yang akan
menimbulkan rugi/laba penjualan aset tetap, tukar tambah (trade-in) atau
penghapusan aset tetap bisa menimbulkan kerugian dari penghapusann aset tetap,
jika aset tetap tersebut masih mempunyai nilai buku.
5. Untuk memeriksa apakah pembebanan penyusutan dalam tahun yang diperiksa
dilakukan dengan cara yang sesuai dengan SAK, konsisten, dan apakah
perhitungannya telah dilakukan dengan benar.
6. Untuk memeriksa apakah ada aset tetap yang dijadikan sebagai jaminan.
7. Untuk memeriksa apakah penyajian aset tetap dalam laporan keuangan dilakukan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
C. Prosedur Pemeriksaan Aset Tetap (Risqa)
Di banyak perusahaan, terutama perusahaan industri, aset tetap merupakan
jumlah yang sangat besar dari total aset perusahaan. Namun demikian waktu yang
digunakan oleh akuntan publik untuk memeriksa aset tetap biasanya lebih sedikit
dibandingkan waktu yang digunakan untuk memeriksa perkiraan lainnya seperti
piutang Persediaan dan lain-lain.
Beberapa penyebab nya antara lain:
a. Harga perolehan perunit dari aset tetap biasanya relatif besar dan jumlah
transaksinya dalam setahun biasanya sedikit.
b. Mutasi aset tetap (penambahan dan pengurangan) biasanya jauh lebih sedikit
dibandingkan mutasi piutang dan Persediaan
c. Dalam Pemeriksaan aset tetap, prosedur cut-off Bukan merupakan hal yang
penting seperti pemeriksaan atas cut-off transactions dalam pemeriksaan
pembelian dan penjualan Persediaan.

Prosedur audit yang akan disebutkan berikut ini berlaku untuk repeat
engahements (penugasan berulang) sehingga di titik beratkan pada pemeriksaan
transaksi tahun berjalan (periode yang diperiksa).

Untuk first audit (audit pertama kali)bisa dibedakan sebagai berikut:

- Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah di audit oleh kantor akuntan lain, saldo
awal aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas
kerja pemeriksaan akuntan tersebut.
- Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah di audit, akuntan publik
harus memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal
berdirinya perusahaan, Untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan
perusahaan untuk penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan
perhitungan penyusutan aset tetap dilakukan sesuai dengan standar Akutansi
keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS). Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-
tahun sebelumnya dilakukan secara tes basis dengan mengutamakan jumlah yang
material.

Prosedur audit atas aset tetap adalah sebagai berikut:

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap.


2. Minta kepada klien Top Schedule serta supporting schedule aset tetap, yang
berisikan:
Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik
untuk harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.
3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan General
Ledger, atau Sub-Ledger, saldo awal dengan working paper tahun lalu.
4. Vouch Penambahan serta pengurangan dari aset tetap tersebut. Untuk penambahan
kita lihat approvalnya dan kelengkapan supporting documentnya.
5. Periksa fisik dari aset tetap tersebut (dengan cara test basis) dan periksa kondisi
dan nomor kode dari aset tetap.
6. Periksa bukti Pemilikan aset tetap.
Untuk tanah, gedung, periksa sertifikat tanah dan IMB (Izin Mendirikan
Bangunan) serta SIPB (Surat Izin Penempatan Bangunan). Untuk mobil, motor,
periksa BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor), STNK-nya (Surat Nomor
Kendaraan).
7. pelajari dan periksa apakah capitalization policy dan Depreciation Policy yang di
jalankan konsisten dengan tahun sebelumnya.
8. Buat analisis tentang perkiraan Repair & Maintenance, sehingga kita dapat
mengetahui apakah ada pengeluaran yang seharusnya masuk dalam kelompok
Capital Expenditures tetapi dicatat sebagai Revenue Expenditures.
9. Periksa apakah aset tetap tersebut sudah di asuransikan dan apakah Insurance
Coverage-nya cukup atau tidak.
10. Tes Perhitungan penyusutan, cross reference angka penyusutan dengan biaya
penyusutan diperkiraan laba rugi dan periksa alokasi/distribusi biaya penyusutan.
11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawabn konfirmasi dari bank, untuk
pemeriksaan apakah ada aset tetap yang di jadikan sebagai jaminan atau tidak. Bila
ada, Maka hal ini perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
12. Pemeriksaan apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli
atau menjual aset tetap.
13. Untuk Construction in Progress, Kita periksa penambahannya dan apakah ada
Construction in progress yang harus ditransfer ke aset tetap.
14. Jika ada aset tetap yang diperoleh melalui leasibg, periksa lease agreement dan
periksa apakah accounting treatmentnya sudah sesuai dengan standar akuntansi
leasing.
15. Periksa atau tanyakan apakah ada aset tetap yang dijadikan agunan kredit di bank.
16. Periksa penyajiannya dalam laporan keuangan, apakah sesuai dengan standar
Akutansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
D. Pengertian Serta Sifat dan Contoh Aset Tak Berwujud (Sasmita)
a. Pengertian dan Sifat Aset Tidak berwujud menurut SAK ETAP (IAI,2009:76)
Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik. Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
1. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi
dari perushaan dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan
melalui suatu kontrak terkait aset atau liabilitas secara individual atau secara
bersama;
2. Muncul dari hak kontraktual atau hak hukum lainnya, terlepas apakah hak
tersebut dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari perursahaan atau dari hak
dan kewajiban lainnya.

Aset tidak berwujud tidak termasuk:

1. Efek (surat berharga)’ atau


2. Hak atas mineral dan cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam dan
sumber daya yang tidak dapat diperbarui lainnya.

Aset tidak berwujud diakui jika:

1. Kemungkinan perusahaaan akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari


aset tersebut; dan
2. Biaya perolehan aset atau nilai tersebut dapat diukur dengan andal.

Entitas mengukur aset tidak berjuwud pada awalnya sebesar biaya perolehan.

Biaya perolehan aset tidak berwujud yang diperoleh secara terpisah terdiri atas:

1. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat dikreditkan,
2. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam mempersiapkan aset
sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

Entitas harus mengakui pengeluaran internal yang terjadi atas aset tidak
berwujud, termasuk semua pengeluaran untuk aktivitas riset dan pengembangan
sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali pengeluaran tersebut merupakan bagian
dari biaya perolehan aset lainnya yang memenuhi kriteria pengakuan dalam SAK
ETAP.

Pengeluaran berikut ini harus diakui sebagai beban dan bukan sebagai aset tidak
berwujud.

1. Merek, logo, judul publikasi, daftar konsumen yang dihasilkan secara internal
dan hal lain yang secara substansi serupa.
2. Aktivitas perintisan (biaya perintisan), termasuk biaya legal dan kesekretariatan
dalam rangka mendirikan entitas hukum, pengeluaran dalam rangka membuka
usaha atau fasilitas biaya baru (biaya prapembukaan) atau pengeluaran untuk
memulai operasi baru atau meluncurkan produk atau proses baru (biaya pra-
operasi).
3. Aktivitas pelatihan.
4. Aktivitas periklanan dan promosi.
5. Relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh entitas.
b. Pengertian dan Sifat Aset Takberwujud Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2015)
19.2 & 19.3
Aset takberwujud adalah aset nonmoneter yang teridentifikasi tanpa wujud
fisik. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau
nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada saat
perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan
ke aset saat pertama kali diakui sesui dengan persyaratan tertentu dalam PSAK
lain, contohnya PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham.
Amortisasi adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan aset takberwujud
selama umur manfaatnya. Jumlah tersusutkan adalah biaya perolehan aset, atau
jumlah lain yang merupakan pengganti biaya perolehan, dikurangi nilai residunya.
Jumlah tercatat aset adalah jumlah aset yang diakui dalam laporan posisi
keuangan setelah dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi
penurunan nilai.
Nilai residu dari aset takberwujud adalah jumlah estimasian yang dapat
diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset, setelah dikurangi estimasi biaya
pelepasan aset, jika aset telah mencapai umur dan kondisi yang diaharapkan pada
akhir umur manfaatnya.
Nilai spesifik entitas adalah nilai kini dari arus kas yang diharapkan entitas
akan timbul dari penggunaan aset secara berkelanjutan dan dari pelepasan aset
tersebut pada akhir umur menfaatnya atau yang diharapkan terjadi saat
penyelesaian liabilitas.
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau
harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi
teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. (Lihat PSAK68: Pengukuran
Nilai Wajar).
Pengembangan adalah penerapan temuan penelitian atau pengetahuan lain
pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses,
sistem, atau jasa yang baru atau yang mengalami perbaikan substansial, sebelum
dimulainya produksi komersial atau pemakaian.
Penelitian adalah penyelidikan asli dan terencana yang dilaksanakan dengan
harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atau ilmu
yang baru.
Rugi penurunan nilai adalah suatu jumlah yang merupakan selisih lebih
jumlah tercatat suatu aset atas jumlah terpulihkannya.
Umur manfaat adalah:
1. Periode suatu aset yang diharapkan dapat digunakan oleh entitas; atau
2. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu aset
oleh perusahaan.
Persyaratan ini diterapkan atas biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau
mengembangkan secara internal aset takberwujud dan biaya yang terjadi kemudian
untuk menambah, mengganti, atau memperbaiki aset tersebut.

Menurut penulis, sifat aset takberwujud adalah:

1. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun;


2. Tidak mempunyi bentuk, sehingga tidak dapat dipegang atau diraba atau dilihat;
3. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya cukup
material.
Contoh:
1. Goodwill, timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu
perusahaan lain di atas harga yang berlaku untuk aset netonya setelah
dikurangi biaya-biaya, karena perusahaan yang dibeli mempunyai keunggulan
tertentu.
2. Hak Paten, jika suatu perusahaan atau seseorang menemukan suatu produk
baru setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan mengeluarkan
biaya yang cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan produk ciptaannya
ke Direktorat Hak Paten,untuk memperoleh Hak Paten, sehingga orang lain
tidak dapat membuat produk yang sama, kecuali orang tersebut sudah
membeli hak paten tersebut atau membayar royalti kepada pemilik hak paten.
3. Hak Cipta (copy right) yang diberikan kepada seseorang yang mencipta lagu
atau mengarang buku.
4. Franchise, misalnya Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, Es Teller ’77. Jika
seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk, cara
penyajian, dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli hak
franchise.
E. Tujuan Pemeriksaan Aset Tak Berwujud (Mira)
Tujuan pemeriksaan asset tak berwujud adalah sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aset tak
berwujud.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan, dan penghapusan aset tak
berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta diotorisasi oleh
pejabat perusahaan yang berwenang.
3. Untuk memeriksa apakah aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan masih
mempunyai kegunaan di masa yang akan datang (manfaatnya lebih dari satu
tahun).
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aset tak berwujud dilakukan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS. Amortisasi adalah sebuah
prosedur dengan cara bertahap dapat mengurangi nilai biaya dan aset (aset tak
berwujud), dengan umur ekonomis yang terbatas melalui pembebanan secara
berkala ke pendapatan. Atau bisa disebut dengan penyusutan atau pengurangan
nilai.
5. Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aset tak berwujud
sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
6. Untuk memeriksa apakah penyajian aset tak beruwujud dalam laporan keuangan
sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS.
F. Prosedur Pemeriksaan Aset Tak Berwujud (Widya)
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tak berwujud
Jika auditor menyimpulkan bahwa internal control atas aset tak berwujud adalah
baik,maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa di persempit.
2. Minta rincian aset tak berwujud per tanggal laporan posisi keuangan ( neraca)
Penambahan aset tak berwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak paten)
atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-produk baru, yang jika
dianggap marketable bisa di urus (didapatkan) hak patennya ke direktorat Hak
paten, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat produk yang sama , kecuali
membayar royalti kepada pemegang hak paten.
3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu check footing dan cross
footing.
4. Periksa penambahan aset tak berwujud :
a. Apakah diotoritas pejabat entitas yang berwewenang.
b. Periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk mengetahui apakah
otoritas tersebut diberikan melalui rapat tersebut.
c. Periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.
5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset tak berwujud.
Periksa apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
diindonesia ETAP/PSAK/IFRS dan perhitungan akurat.
6. Periksa perjanjian- perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga dan
periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut sudah dicatat dan diterima
perusahaan.
Perjanjian untuk menjual/ menyewakan hak paten, hak cipta dan franchise milik
perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan dihadapan notaris, karena itu
auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk permanent file. Untuk
royalti yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah dikenakan PPh 23 sesuai
dengan peraturan pajak yang berlaku. Selain itu auditor harus memeriksa buku
penerimaan kas (bank) untuk mengetahui apakah pendapatan dari
penjualan/penyewaan tersebut sudah diterima oleh perusahaan dan di catat dibuku
perusahaan.
7. Periksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan sudah sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di indonesia ETAP/PSAK/IFRS.
Dalam hal ini entitas harus mencatat perolehan/ penambahan aset tak berwujud
sebesar harga perolehannya. Dilaporan posisi keuangan (neraca) aset tak berwujud
disajikan sebesar nilai neto nya, setelah di amortisasi. Sedangkan dicatatan atas
laporan keuangan (CaLK) harus dijelaskan antara lain : saldo aset tak berwujud
terdiri dari apa saja, dengan mencantumkan nilai neto dari masing - masing jenis
aset tak berwujud, dan metode serta periode amortisasinya.

Anda mungkin juga menyukai