Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK


DAN
ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT FORENSIK

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2:

AHMAD EDI SUSILO A31115752


YULI ARDIANSYAH A31115748

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas Modul mata
kuliah Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yang berjudul “Lingkup Audit Forensik dan
Atribut dan Kode Etik Serta Standar Audit Investigatif” dengan baik.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari peran referensi-referensi yang menjadi
rujukan bagi penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
para penyusun referensi-referensi tersebut yang telah membantu penulis dalam pembuatan
makalah ini.

Makalah ini merupakan hasil usaha maksimal penulis. Namun, penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami.

Makassar, 4 September 2016

ttd
Penulis

Halaman |
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
B. TUJUAN....................................................................................................................... 1
BAB II LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK.............................................................................2
A. PENGANTAR...............................................................................................................2
B. PRAKTIK DI SEKTOR SWASTA..................................................................................2
C. ASSET RECOVERY.....................................................................................................3
D. EXPERT WINTESS......................................................................................................4
E. FRAUD DAN AKUNTANSI FORENSIK........................................................................5
F. PRAKTIK DI SEKTOR PEMERINTAHAN.....................................................................5
G. AKUNTANSI FORENSIK DI SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA....................................6
BAB III ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT
INVESTIGATIF........................................................................................................................ 7
A. Atribut Seorang Akuntan Forensik................................................................................7
B. Independen, objektif, dan skeptic.................................................................................9
C. Kode Etik Akuntan Forensik.........................................................................................9
D. Standar Audit Investigatif............................................................................................14
PENUTUP............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 22

Halaman |
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke


waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan ketika Komisi
Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk
menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Akuntansi
forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian
untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit investigasi.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan


bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif. Selain itu dalam
melaksanakan pekerjaannya seorang akuntan forensic harus memnuhi atribut dan kode etik
serta standar pekerjaan.

B. TUJUAN

1. Memahami praktik di sektor swasta.


2. Memahami asset recovery
3. Memahami fraud dan akuntansi forensik
4. Memahami praktik di sektor pemerintahan
5. Memahami akuntansi forensik di sektor publik dan swasta.
6. Memahami atribut akuntansi forensic
7. Memahami kode etik akuntansi forensic
8. Memahami standar audit investigatif

Halaman |
BAB II

LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK

A PENGANTAR

Di negara-negara Anglo-Saxon praktik akuntansi forensik lebih menonjol di sektor


swasta. Prosesnya bisa di dalam atau ddi luar pengadilan. Namun, yang sering dibahas
adalah proses di dalam pengadilan. Hal ini jelas tercermin dalam definisi akuntansi forensik
sebagaimana telah dibahas pada bab 1.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan


bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.

C. PRAKTIK DI SEKTOR SWASTA

G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam
Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud
auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation
analysis. Menurut mereka, istilah-istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas.

Litigation support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup keempat istilah
lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat
dukungan untuk kegiatan litigasi (litigation support).

Fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif
untuk meneliti fraud, artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud.
Tentunya bukti disini adalah bukti yang akan dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan
forensik baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke
permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-
off dari whitleblower. Akuntansi forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya
fraud. Audit investigatif merupakan bagian awal dari akuntasi forensik.

Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan.


Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.

Halaman |
Adapun beberapa jasa bidang forensik sebagaimana dirinci oleh salah satu kantor
akuntan peringkat teratas (the big four) yang beroperasi di asia tenggara adalah sebagai
berikut:

1. Analytic and forensic technology

Adalah jasa-jasa yang dikenal sebagai komputer forensik seperti data imaging dan
data mining.

2. Fraud Risk Management

Serupa FOSA dan COSA. Beberapa peralatan analisisnya terdiri atas perangkat
lunak yang dilindungi hak cipta, seperti Tip-Offs Anonymous™, DTermine™, dan
DTect™.

3. FCPA Reviews and Investigation

FCPA adalah undang-undang di Amerika Serikat yang memberikan sanksi hukum


kepada entitas tertentu atau pelakunya yang menyuap pejabat atau penyelenggara
negara di luar wilayah Amerika Serikat. FCPA Reviews serupa dengan FOSA tetapi
orientasnya adalah pada potensi pelanggaran terhadap FCPA. FCPA Investigation
merupakan jasa investigasi ketika pelanggaran FCPA sudah terjadi.

4. Anti Money Laundering Services

Money Laundering (pencucian uang) dan anti money laundering (pencegahan


pencucian uang). Jasa ini serupa dengan FOSA, namun orientasinya adalah pada
potensi pelanggaran terhadap undang-undang pemberantasan pencucian uang.

5. Whistleblower Hotline

Banyak fraud terungkap karena whistleblower memberikan informasi (tip-off) secara


diam-diam tentang fraud yang sudah atau sedang berlangsung.

6. Business Intelligence Service

Intelligence memberi kesan kantor akuntan menmberikan jasa mata-mata atau


detektif. Hal yang dilakukan adalah pemeriksaan latar belakang seseorang atau
suatu entitas.

D. ASSET RECOVERY

Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan dan
menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi, penggelapan, dan

Halaman |
pencucian uang (money laundering). Asset Recovery terbesar dalam sejarah akuntansi
forensik adalah likuidasi Bank of Credit and Commerce International (BCCI). BCCI bangkrut
karena sarat akan fraud. Para ahli dan praktisi perbankan menggambarkan kasus BCCI
sebagai fraud terbesar dan paling rumit dalam industri perbankan. BCCI dituduh melakukan
pencucian uang (money laundering), praktik tidak sehat dalam memberikan pinjaman,
penggelapan pembukuan, perdagangan valuta asing yang berantakan, dan pelanggaran
ketentuan perbankan berskala besar.

E. EXPERT WINTESS

Dalam Tuanakotta (2010) disebutkan bahwa, secara teknis “akuntansi forensik” berarti
menyiapkan seorang akuntan menjadi ahli dalam litigasi, sebagai bagian dari penuntut
umum atau pembela dalam perkara yang berkenaan dengan fraud. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya istilah “akuntansi forensik” bermakna sama dengan prosedur
akuntansi investigatif.

Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli di persidangan,
khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan independensi. Masalah
kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela terhadap akuntan forensik
yang membantu penuntut umum.

Keterangan atau pendapat saksi ahli diperkenankan apabila:

7. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
8. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang andal.

9. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta dalam
kasus yang dihadapi.

Kata kuncinya adalah prinsip dan metode yang andal (reliable principles and methods).
Frasa ini menjadi standar umum untuk apa yang diterima sebagai keterangan ahli.

Dalam butir-butir yang dikenal dengan Daubert test, menginterpretasikan bahwa kondisi
tersebut di bawah ini harus terpenuhi, yaitu:

1. Teknik atau teori sudah diuji secara ilmiah


2. Teknik atau teori sudah dipublikasikan dalam majalah ilmiah dimana sesama rekan
dapat menelaahnya (peer-review scientific journal)
3. Tingkat kesalahan dalam menerapkan teknik tersebut dapat ditaksir dengan
memadai atau diketahui
4. Teknik atau teori sudah diterima dalam masyarakat atau asosiasi ilmuan terkait.

Halaman |
Yang dikehendaki dalam daubert test adalah bahwa butir-butir yang relevan harus
diterapkan secara kasus per kasus. Butir-butir tersebut juga tidak perlu diterapkan secara
ketat untuk semua jenis keterangan saksi ahli. Hal terpenting adalah butir-butir tersebut
diterapkan seketat mungkin kasus yang dihadapi.

Dalam kriteria lain yang dikenal dengan Frye test, mensyaratkan bahwa keterangan
saksi ahli didasarkan pada prinsip atau metode yang sudah diterima oleh masyarakat atau
asosiasi ilmuan terkait. Dalam praktiknya, penerapan daubert test dan frye test bervariasi
dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lain.

F. FRAUD DAN AKUNTANSI FORENSIK

Para akuntan forensik di Amerika Serikat yang menamakan asosiasi mereka sebagai
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), memublikasikan penelitiannya tentang
fraud, seperti konsep fraud tree dan Report to the Nation. Dari Report to the Nation para
penyedia jasa forensik memberikan respon terhadap jenis fraud yang sering terjadi,
penangkal fraud yang dapat menekan kerugian yang diakibatkan oleh fraud, dan hal-hal apa
yang membantu terungkapnya fraud, misalnya whistleblower.

G. PRAKTIK DI SEKTOR PEMERINTAHAN

Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta. Perbedaannya
adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara
berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut antara lain lembaga yang memeriksa
keuangan negara, lembaga yang merupakan bagian dari pengawasan internal
pemerintahan, lembaga peradilan, lembaga yang menunjang kegiatan kejahatan pada
umumnya, dan korupsi khususnya, serta lembaga lainnya. Juga ada lembaga swadaya
masyarakat sebagai pressure group.

Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang yang diatur dalam
konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya. Mandat dan wewenang ini akan
mewarnai lingkup akuntansi forensik yang diterapkan. Di samping itu keadaan politik dan
berbagai macam kondisi lain akan mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang
diterapkan, termasuk pendekatan hukum dan nonhukum. Hal ini terlihat dalam penanganan
kasus-kasus korupsi atau dugaan korupsi mantan-mantan kleptokrat dunia.

Halaman |
H. AKUNTANSI FORENSIK DI SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA

Di negara Indonesia, akuntansi forensik sektor publik jauh lebih dominan dibandingkan
sektor swasta. Dalamm perekonomian yang didominasi oleh sektor swasta, maka yang
terlihat adalah kebalikannya.

Berikut ini adalah perbandingan akuntansi forensik di sektor publik dengan akuntansi
forensik di sektor swasta.

DIMENSI SEKTOR PUBLIK SEKTOR SWASTA


Landasan Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara spesifik
penugasan
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya (contingency fee and
expenses)
Hukum Pidana umum dan khusus, hukum Perdata, arbitrase, administratif/
administratif negara aturan intern perusahaan
Ukuran Memenangkan perkara pidana dan Memulihkan kerugian
keberhasilan memulihkan kerugian
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di Bukti intern, dengan bukti ekstern
luar lembaga yang bersangkutan yang lebih terbatas
Teknk audit Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit dibandingkan di
investigatif kewenangan yang relatif besar sektor publik. Kreativitas dalam
pendekatan sangat menentukan
Akuntansi Tekanan pada kerugian negara Penilaian bisnis (business valuation)
dan kerugian keuangan negara

Halaman |
BAB III

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK

SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF

A Atribut Seorang Akuntan Forensik.

Howard R. Davia memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam
melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu

1. Pertama, menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara


prematur. Identifikasi lebih dahulu, siapa pelaku atau yang mempunyai potensi untuk
menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, tetapi
tidak menjawab pertanyaan yang paling penting : Who did it ?
2. Kedua, fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan
kecurangan”. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena
penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan
kejahatan atau pelanggaran. Menurut Davia, tujuan proses pengadilan adalah menilai
orang, bukan mendengar celotehan yang berkepanjangan tentang kejahatannya.
3. Ketiga, seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak. Dalam proses audit investagatif, keadaan dapat berubah dengan
cepat, misalnya, bukti dan barang bukti disembunyikan atau dihancurkan atau pelaku
bersembunyi atau melarikan diri, oleh karena itu auditor forensik harus berpikir kreatif
dalam menggunakan prosedur, kombinasi prosedur atau alternatif prosedur untuk
mengumpulkan bukti. Seorang auditor forensik harus dapat berpikir layaknya seorang
pelaku fraud agar dapat mengantisipasi langkah-langkah yang akan diambil pelaku
fraud jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium atau terungkap.
Seorang auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam melakukan proses audit
investigatif, agar tidak dengan mudah dapat diantisipasi oleh pelaku fraud.
4. Keempat, auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan. Dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan. Ada
dua macam persengkongkolan. Pertama persengkongkolan yang bersifat sukarela,
dan pesertanya memang mempunyai niat jahat (ordinary conspiracy). Kedua
pelakunya tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya
(pseudo conspiracy).

Halaman |
5. Kelima, auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku.
Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam
pembukuan, seperti pencatatan ganda atas pembayaran kepada pemasok, akan
memerlukan tehnik dan prosedur audit yang berbeda dengan pola fraud yang ada di
luar pembukuan seperti kickback, penagihan piutang yang sudah dihapus dan
penjualan barang yang sudah dubesituakan. Untuk membuktikan fraud yang
dilakukan dengan pembayaran ganda misalnya, auditor forensik akan lebih efektif
dan efisien jika menggunakan prosedur vouching, yaitu menelusuri dari transaksi ke
bukti pendukung. Jika auditor forensik melakukan sebaliknya, yaitu dengan
menggunakan trashing (menelusuri dari bukti pendukung ke transaksi), maka
pencatatan ganda atas pembayaran tersebut tidak akan terdeteksi.

Selanjutnya Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) dalam Tuanakotta (2010 :


104) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik.
Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih
(mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang
dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat
dikatakan pemriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara,
akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.

Menurut Allan Pinkerton dalam Tuanakotta (2010 : 104) menyebutkan kualitas yang
harus dimiliki oleh seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi
tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya, kreatif dalam
menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya adalah
jujur. Disamping itu, kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan
mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya
sebagai detektif dengan segera dan secara efektif.

Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Tuanakotta (2010)


menyatakan sikap pemeriksa terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut
keapadanya. Sikap yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri
responden, yang kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak.
Selanjutnya Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi private investigator adalah menjadi
sosok yang disukai orang lain. Pemeriksa yang menyesatkan orang lain seringkali
menyesatkan diri sendiri. Seorang pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis
untuk mengerti konsep-konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan
terhadapnya, selain itu harus bisa untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan
sehingga para saksi dapat memahami apa yang dia maksudkan.

Halaman |
Menurut Robert J. Lindquist dalam Tuanakotta (2010 :106) menyatakan kualitas yang
harus dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :

1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain. Suatu hal
yang normal bagi orang lain belum tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
2. Rasa ingin tahu. Adalah keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tidak menyerah. Adalah kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun
fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh.
4. Akal sehat. Adalah kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada
yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
5. Business sense Adalah kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi
dicatat.
6. Percaya diri. Adalah kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga
dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela).

I. Independen, objektif, dan skeptic

Tiga sikap dan tindak pikir yang selalu harus melekat pada diri seorang auditor, yakni
independen, objektif, dan skeptic. Ketiga sikap dan tindak pikir juga tidak dapat dipisahkan
dari pekerjaan akuntan forensic.

J. Kode Etik Akuntan Forensik.

Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur hubungan
antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stake holder
lainnya, dan dengan masyarakat luas.

Kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bisa eksis karena ada integritas, rasa hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur
lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna dan stake holder lainnya.

Seorang ahli hukum, Lord John Fletcher Moulton membedakan tiga wilayah tingkah
manusia, yaitu:

1. Wilayah hukum positif di mana orang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman
untuk yang tidak patuh.
2. Wilayah kebebasan memilih (free choice)
3. Wilayah diantara free choice dengan hukum positif atau yang disebut kesopan
santunan (manners)

Halaman |
Mengenai kode etik akuntan forensik di Indonesia, penggunaan kode etik pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai contoh kode etik akuntan forensik akan
relevan, mengingat lembaga tersebut merupakan lembaga audit forensik yang paling efektif
di Indonesia. KPK mendefinsikan kode etik sebagai norma yang wajib dipatuhi dan
dilaksanakan oleh Pegawai Komisi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi maupun
menjalani kehidupan pribadi. Kode etik pimpinan KPK adalah penjabaran dari nilai-nilai
dasar perilaku prilaku pribadi yang wajib dilaksanakan oleh seluruh pimpinan KPK.

BAB IV

KODE ETIK

Pasal 5

1) Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan dalam


bentuk sikap, tindakan, perilaku, dan ucapan Pimpinan KPK
2) Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar biasa yang dimilikinya demi martabat
KPK dan martabat Pimpinan KPK dengan perilaku, tindakan, sikap, dan ucapan
sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
3) Kode Etik diterapkan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya (zero
tolerance), dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
4) Perubahan atas Kode Etik pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera
dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat dan ditetapkan oleh
Pimpinan KPK.

Pasal 6

1) Pemimpin KPK berkewajiban:


a) melaksanakan ibadah dan ajaran agama yang diyakininya;
b) taat terhadap aturan hukum dan etika,
c) menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif dan tepat
d) tegas dalam menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan yang telah disepakati.
e) menarik garis tegas tentang apa yang patut, layak, dan pantas dilakukan dengan
apa yang tidak patut, tidak layak, dan tidak pantas dilakukan,
f) tampil ketika keputusan sulit harus diambil
g) tidak berpihak dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya.
h) berani menghadapi dan menerima konsekuensi keputusan.
i) tidak berhenti belajar dan mendengar,
j) mampu bertindak tegas tanpa beban.
k) meningkatkan kinerja yang berkualitas
l) menanggalkan kebiasaan kelembagaan masa lalu yang negatif.
m) menghilangkan sifat arogansi individu dan sektoral.

Halaman |
n) mengidentifikasi setiap benturan kepentingan yang timbul atau kemungkinan
benturan kepentingan yang akan timbul dan memberitahukan kepada Pimpinan
lainnya sesegera mungkin.
o) memberikan komitmen dan loyalitas kepada KPK di atas komitmen dan loyalitas
kepada teman sejawat;
p) mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan demi tercapainya tujuan
yang ditetapkan bersama;
q) menahan diri terhadap godaan yang berpotensi mempengaruhi
substansikeputusan;
r) memberitahukan kepada Pimpinan lainnya mengenai pertemuan dengan pihak
lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri atau bersama, baik dalam
hubungan dengan tugas maupun tidak;
s) menolak dibayari makan, biaya akomodasi, dan bentuk kesenangan
(entertainment) lainnya oleh atau dari siapapun.
t) independensi dalam penampilan fisik antara lain diwujudkan dalam bentuktidak
menunjukkan kedekatan dengan siapapun di depan public
u) membatasi pertemuan di ruang publik seperti di hotel, restoran atau lobi kantor
atau hotel, atau di ruang publik lainnya;
v) memberitahukan kepada Pimpinan yang lain mengenai keluarga, kawan,
danpihak-pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi;

2) Pimpinan KPK dilarang:


a) menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau golongan;
b) menerima imbalan yang bernilai uang untuk kegiatan yang berkaitan dengan
fungsi KPK;
c) meminta kepada atau menerima bantuan dari siapapun dalam bentuk apapun
yang memiliki potensi benturan kepentingan dengan KPK;
d) bermain golf dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak
langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sekecil apapun;

3) Pimpinan yang berhenti atau diberhentikan berkewajiban:


a) Wajib mengembalikan setiap dokumen atau bahan-bahan yang berkaitan dengan
kerja KPK.
b) Tidak mengungkapkan kepada publik atau menggunakan informasi rahasia yang
didapatkan sebagai konsekuensi pelaksanaan tugas selama menjadi pimpinan
KPK, baik secara langsung maupun tidak langsung;

Di luar negeri, kode etik akuntan forensik diatur oleh Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE). ACFE dalam Certified Fraud Examiner (CFE) Code of Proffesional
Standards Interpretation and Standards mengatur kode etik profesional CFE yang terdiri
dari :

1) Integritas dan Objektivitas.


Integritas dan objektivitas dijabarkan lebih lanjut, yaitu :

Halaman |
a) CFE harus berintegritas, mengingat kepercayaan publik dibangun dengan
integritas. CFE tidak boleh mengorbankan integritas demi melayani klien,
employer, atau bahkan kepentingan publik.
b) Sebelum menerima penugasan, CFE harus terlebih dahulu menginvestigasi
tentang adanya kemungkinan benturan kepentingan. CFE harus mengungkapkan
benturan kepentingan aktual atau potensial kepada pihak-pihak yang berpotensi
untuk menerima dampak benturan kepentingan tersebut, baik kepada klien atau
employer.
c) CFE harus memelihara objektivitas dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya yang ada dalam lingkup pemeriksaannya.
d) CFE dilarang melakukan tindakan yang mendiskreditkan asosiasi atau
keanggotaannya dan senantiasa berprilaku sesuai dengan kebaikan reputasi
profesi.
e) CFE dilarang secara sadar memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah pada
sidang pengadilan atau forum penyelesaian sengketa lainnya. CFE harus
mematuhi perintah yang sah dari pengadilan atau badan penyelesaian sengketa
lainnya . CFE dilarang melakukan tindak pidana atau sengaja membujuk orang
lain untuk melakukannya.
2) Kompetensi Profesional.
Kompetensi profesional dijabarkan lebih lanjut, yaitu :
a) CFE harus kompeten dan tidak boleh menerima penugasan ketika kurang
memiliki kompetensi terkait penugasan tersebut. Pada situasi tertentu,
dimungkinkan bagi CFE untuk menyewa konsultan untuk memenui persyaratan
kompentensi yang diperlukan.
b) CFE harus mempertahankan program pendidikan berkelanjutan minimal yang
dipersyaratkan oleh profesi. Komitmen profesional yang menggabungkan
pendidikan dan pengalaman harus berlanjat sepanjang karir CFE. CFE secara
berkelanjutan harus berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan efektifitas
pelayanannya.

3) Kehati-hatian Profesional.

Kehati-hatian profesional dijabarkan lebih lanjut, yang terdiri dari :

a) CFE wajib menerapkan kehati-hatian profesional dalam melaksanakan jasanya.


Kehati-hatian profesional memerlukan ketekunan, analisis krits, dalam
melaksanakan tanggungjawab profesional.
b) Kesimpulan yang diambil oleh CFE harus berdasarkan bukti yang relevan, andal
dan cukup.
c) Pemeriksaan fraud harus direncanakan secara memadai. Perencanaan
menentukan kualitas pemeriksaan dari awal proses sampai dengan penyelesaian
dan melibatkan pengembangan strategi dan tujuan untuk melaksanakan jasa.

Halaman |
d) Pekerjaan yang dilakukan oleh asisten dan profesional lain yang beroperasi di
bawah arahan CFE pada pemeriksaan fraud harus disupervisi secara memadai .
Tingkat sepervisi yang diperlukan bervariasi tergantung pada kompleksitas
pekerjaan dan kualifikasi asisten atau profesional.
e) Kesepakatan Dengan Klien atau Employer. Pada awal pemeriksaan fraud, CFE
harus mencapai kesepakatan dengan klien atau employer tentan ruang lingkup,
keterbatasan dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat
f) Kapanpun ruang lingkup atau keterbatasan pemeriksaan fraud atau tanggung
jawab antar pihak berubah secara signifikan, CFE harus mendapatkan
kesepakatan baru dengan klien atau employer.

4) Komunikasi dengan klien atau employer.

CFE harus mengomunikasikan kepada pihak yang menggunakannya (klien atau


employer) temuan signifikan yang diperoleh pada saat pemeriksaan fraud. Komunikasi ini
akan memastikan klien/employer mengetahui progres perikatan dan menyediakan keyakinan
kepada klien/employer bahwa CFE melaksanakan tugas profesionalnya dengan kompetensi
dan kehati-hatian.

5) Kerahasiaan.

CFE tidak boleh mengungkapkan informasi rahasia atau pribadi yang diperoleh selama
pemeriksaan fraud tanpa izin dari otoritas yang tepat atau perintah yang sah dari pengadilan.
Persyaratan ini tidak menghalangi professional practice atau badan peninjau investigatif
selama organisasi meninjau setuju untuk mematuhi pembatasan kerahasiaan.

K. Standar Audit Investigatif

Menurut Tuankotta (2010 : 115), secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Oleh
karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut.
Dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang memakai laporan audit, dan
pihak – pihak lain dapat mengukur kerja si auditor. K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket
merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang
mereka rajuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
Standar tersebut adalah :

1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
2. Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti
– bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia

Halaman |
4. Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya
5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan,
dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus
hukum dan administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau
protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau melapor
ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Kemudian Standar – standar ini akan dijelaskan di bawah dengan konteks Indonesia :

Standar 1

Seluruh investigasi harus dilandasi praktik – praktik terbaik yang diakui (accepted best
practice). Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya membandingkan antara
praktik – praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik pada saat itu. Upaya ini
disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari
solusi terbaik.

Standar 2

Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti
tadi dapat diterima di pengadilan.

Standar 3

Pastikn bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di
kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar

Standar 4

Pastikan bahwa para investor mengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormati. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai
yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.

Standar 5

Halaman |
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus
hukum administrasi maupun kasus pidana.

Standar 6

Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam
menghormati asas praduga tidak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati.

Standar 7

Liput seluruh kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti
dan barang bukti., wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal – hal
yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan
catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hokum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

William T. Thornhill dalam Tuanakotta (2010 :121) menjabarkan standar akuntansi


forensik yang terdiri dari :

100 Indepedensi :

Akuntan Forensik Harus Independen Dalam Melaksanakan Tugas

Garis pertanggung jawaban :

1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntansi forensik harus cukup independen


dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung langsung ke Dewan Komisaris kalau
penugasan diberikan oleh lembaganya, atau kepada penegak hokum dan/ atau
regulator, jika penugasannya datang dari luar lembaganya
2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen ia menyampaikan laporan kepada
seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih tinggi dari orang yang diduga
melakukan fraud, alternatifnya ialah akuntan forensik menyampaikan laporannya
kepada dewan komisaris.
3. Dalam hal akuntan forensic tersebut independen dan penugasan diterimanya dan
lembaga penegak hokum atau pengadilan, pihak yang menerima laporannya atau
counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak.

120 Objektivitas :

Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah akuntansi
forensiknya

200 Kemahiran profesional :

Halaman |
Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati – hatian profesional

210. Sumber Daya Manusia

Semua sumber daya manusia yang menjalani akuntansi forensik harus mempunyai
kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan tugas yang
diserahkan kepadanya

220. Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian dan Disiplin

Akuntansi forensik harus memiliki atau menggunakan sumber daya manusia yang
memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik

230. Supervisi

Dalam hal lada lebih dari satu akuntan forensik dalam satu penugasan, salah seorang
diantara mereka berfungsi sebagai in-charge yang bertanggung jawab dalam mengarahkan
penugasan dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagai mana seharusnya
dan dikomunikasikan dengan baik.

240. Kepatuhan terhadap Standar Prilaku

Akuntan forensik harus mematuhi standar prilaku profesional terbaik yang diharapkan
dari akuntan, auditor, rekan dari profesi hukum baik tim pembela maupun jaksa umum dan
regulator.

250. Hubungan Manusia

Akuntan forensik harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan sesama manusia


(interpersonal skills) seperti yang diterapkan dalam hubungan antar manusia di dunia bisnis
dalam kegiatan sehari-hari, atau ketika melakukan wawancara (yang netral) dan interogasi
(yang mengandung tuduhan) dan kegiatan akuntansi forensik lainnya.

260. Komunikasi

Akuntan forensik harus memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik (excellent)
ketika ia mengomunikasikan temuan secara (a) lisan, kepada pemberi penugasan, atau
dalam memberikan keterangan ahli di pengadilan; dan (b) secara tertulis, dalam bentuk
laporan kemajuan (progress report), laporan khusus, dan laporan akhir, baik kepada pemberi
tugas, penegak hukum dan pengadilan.

270. Pendidikan Berkelanjutan.

Halaman |
Akuntan forensik harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
teknisnya dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan.

280. Kehati-hatian Profesional.

Akuntan forensik harus melaksanakan kehati-hatian profesional dalam melaksanakan


tugasnya.

300 Lingkup Penugasan.

Akuntan forensik harus memahami dengan baik penugasan yang diterimanya. Ia harus
mengkaji penugasan itu dengan teliti untuk menentukan apakah penugasan dapat diterima
secara profesional, dan apakah ia mempunyai keahlian yang diperlukan atau dapat
memperoleh sumber daya yang mempunyai keahlian tersebut. Lingkup penugasan ini
dicantumkan dalam kontrak.

310 Keandalan Informasi

Akuntan forensik harus menelaah sistem yang menghasilkan informasi yang akan
dipergunakannya, untuk memastikan keandalan dan integritas dari informasi tersebut, dan
keamanan serta pengamanan inforamsi tersebut.

320 Kepatuhan terhadap Kebijakan, Rencana, Prosedur, dan Ketentuan Perundang-


undangan.

Akuntan forensik harus menelaah sistem yang dikembangkan untuk memastikan


terlaksananya kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, dan prosedur yang berlaku di
lembaga tersebut, dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

330 Pengamanan Aset :

Akuntan forensik harus menelaah cara-cara pengamanan aset, termasuk manajemen


tesiko atas aset tersebut.

340 Penggunaan sumberdaya secara efisien dan ekonomis.

Akuntan forensik harus menelaah apakah sumber daya di lembaga tersebut telah dipakai
secara efisien, efektif dan ekonomis, termasuk sikap kehati-hatian manajemen dalam
mengelola sumberdaya itu.

350 Penggunaan sumberdaya secara efisien dan ekonomis.

Halaman |
Akuntan forensik harus menelaah kegiatan (operasi), program dan proyek untuk
memastikan apakah pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan tujuan dan sasaran.

400 Pelaksanaan Tugas Telaahan.

Pelaksanaan tugas akuntan forensik harus meliputi (1) perumusan mengenai apa
masalahnya, evaluasi atas masalah itu dan perencanaan pekerjaan (2) pengumpulan bukti,
(3) penilaian bukti, (4) mengomunikasikan hasil penugasan.

410 Perumusan Masalah dan Evaluasi :

Dalam hal ini akuntan forensik yang dibantu oleh mereka yang punya keahlian dalam
masalah yang dihadapi, mengumpulkan sebanyak mungkin fakta dan peristiwa mengenai
situasi yang mempunyai potensi fraud secara informal. Ini meliputi (1) penentuan bagaimana
potensi terjadinya masalah diketahui dan (2) bagaimana masalah itu dikomunikasikan, dan
dugaan dimana serta kapan hal itu terjadi.

420 Perencanaan.

Berdasarkan prediction dalam butir 410, perumusan masalahnya dipertajam, dan


rencana dibuat. Dalam rencana ditentukan tujuan dan sasaran dari penugasan ini. Juga
dibuat rencana mengenai jumlah dan jenis keahlian yang dibutuhkan, sedapat mungkin
dengan mengidentifikasikan orangnya. Rencana harus fleksibel, dengan cepat jadwal
berubah apabila situasi di lapangan berubah.

430. Pengumpulan bukti :

Akuntan forensik bersama timnya melaksanakan apa yang direncanakan (butir 420)
untuk mengumpukan bukti berkenaan dengan dugaan fraud.

440 Evaluasi Bukti

Akuntan forensik bersama timnya harus menganalisis den menginterpretasikan bukti-


bukti yang dikumpulkan (butir 430). Tentukan apakah masih ada data yang perlu
dikumpulkan, atau ada data yang harus ditindaklanjuti untuk mencapai kesimpulan yang
benar.

450 Komunikasi Hasil Penugasan

Akuntan forensik bersama timnya harus meringkaskan evaluasi atas bukti-bukti yang
dikumpulkan (butir 440) ke dalam laporan. Laporan berisi fakta dan kesimpulan. Akuntan
forensik harus mempunyai kemampuan menyajikan laporan secara lisan.

Halaman |
Halaman |
PENUTUP

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik


mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk
tujuan melakukan audit investigatif.

Dalam beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensic
accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis dimana istilah-
istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas. Litigation support merupakan istilah yang
paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang
dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Fraud auditing
berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud,
artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Tentunya bukti disini
adalah bukti yang akan dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik baru dipanggil
ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke permukaan melalui tuduhan
(allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whitleblower. Akuntansi
forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigatif merupakan
bagian awal dari akuntasi forensik. Sedangkan valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena
tindakan korupsi.

Jasa forensik yang ada relevansinya dengan akuntansi forensik ada dua, yaitu Asset
recovery dan expert witness. Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara
menemukan dan menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi,
penggelapan, dan pencucian uang (money laundering).

Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli (expert
witness) di persidangan, khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan
independensi. Masalah kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela
terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum.

Keterangan atau pendapat saksi ahli diperkenankan apabila:

1. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
2. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang
andal.
3. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta
dalam kasus yang dihadapi.

Halaman |
Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta. Perbedaannya
adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara
berbagai lembaga. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang
yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya.

Untuk melaksanakan proses akuntansi dan audit forensic dengan baik seorang
professional akuntan forensic harus memenuhi atribut, kualitas, karakteristik. Selain itu
dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan forensic harus berpedoman pada kode etik
dan standar akuntansi forensic.

Halaman |
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M.. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Salemba Empat.
Jakarta.

http://www.investigator.id/2016/03/cara-menjadi-investigator-penyelidik.html (diakses pada


23 Mei 2016)

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2004. KEP-06/P.KPK/02/2004 Tentang Kode Etik Pimpinan


Komisi Pemberantasan Korupsirepublik Indonesia. Jakarta : KPK.

The Association of Certified Fraud Examiner. Code of Proffesional Standards Interpretation


and Standards. United State : ACFE.

Jafar, Ridwan. Sumiyati. 2008. Modul Kode Etik dan Standar Audit. Bogor : Pusdiklat
Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Halaman |

Anda mungkin juga menyukai