DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas Modul mata
kuliah Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yang berjudul “Lingkup Audit Forensik dan
Atribut dan Kode Etik Serta Standar Audit Investigatif” dengan baik.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari peran referensi-referensi yang menjadi
rujukan bagi penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
para penyusun referensi-referensi tersebut yang telah membantu penulis dalam pembuatan
makalah ini.
Makalah ini merupakan hasil usaha maksimal penulis. Namun, penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami.
ttd
Penulis
Halaman |
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
B. TUJUAN....................................................................................................................... 1
BAB II LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK.............................................................................2
A. PENGANTAR...............................................................................................................2
B. PRAKTIK DI SEKTOR SWASTA..................................................................................2
C. ASSET RECOVERY.....................................................................................................3
D. EXPERT WINTESS......................................................................................................4
E. FRAUD DAN AKUNTANSI FORENSIK........................................................................5
F. PRAKTIK DI SEKTOR PEMERINTAHAN.....................................................................5
G. AKUNTANSI FORENSIK DI SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA....................................6
BAB III ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT
INVESTIGATIF........................................................................................................................ 7
A. Atribut Seorang Akuntan Forensik................................................................................7
B. Independen, objektif, dan skeptic.................................................................................9
C. Kode Etik Akuntan Forensik.........................................................................................9
D. Standar Audit Investigatif............................................................................................14
PENUTUP............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 22
Halaman |
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Halaman |
BAB II
A PENGANTAR
G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam
Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud
auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation
analysis. Menurut mereka, istilah-istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas.
Litigation support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup keempat istilah
lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat
dukungan untuk kegiatan litigasi (litigation support).
Fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif
untuk meneliti fraud, artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud.
Tentunya bukti disini adalah bukti yang akan dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan
forensik baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke
permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-
off dari whitleblower. Akuntansi forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya
fraud. Audit investigatif merupakan bagian awal dari akuntasi forensik.
Halaman |
Adapun beberapa jasa bidang forensik sebagaimana dirinci oleh salah satu kantor
akuntan peringkat teratas (the big four) yang beroperasi di asia tenggara adalah sebagai
berikut:
Adalah jasa-jasa yang dikenal sebagai komputer forensik seperti data imaging dan
data mining.
Serupa FOSA dan COSA. Beberapa peralatan analisisnya terdiri atas perangkat
lunak yang dilindungi hak cipta, seperti Tip-Offs Anonymous™, DTermine™, dan
DTect™.
5. Whistleblower Hotline
D. ASSET RECOVERY
Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan dan
menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi, penggelapan, dan
Halaman |
pencucian uang (money laundering). Asset Recovery terbesar dalam sejarah akuntansi
forensik adalah likuidasi Bank of Credit and Commerce International (BCCI). BCCI bangkrut
karena sarat akan fraud. Para ahli dan praktisi perbankan menggambarkan kasus BCCI
sebagai fraud terbesar dan paling rumit dalam industri perbankan. BCCI dituduh melakukan
pencucian uang (money laundering), praktik tidak sehat dalam memberikan pinjaman,
penggelapan pembukuan, perdagangan valuta asing yang berantakan, dan pelanggaran
ketentuan perbankan berskala besar.
E. EXPERT WINTESS
Dalam Tuanakotta (2010) disebutkan bahwa, secara teknis “akuntansi forensik” berarti
menyiapkan seorang akuntan menjadi ahli dalam litigasi, sebagai bagian dari penuntut
umum atau pembela dalam perkara yang berkenaan dengan fraud. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya istilah “akuntansi forensik” bermakna sama dengan prosedur
akuntansi investigatif.
Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli di persidangan,
khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan independensi. Masalah
kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela terhadap akuntan forensik
yang membantu penuntut umum.
7. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
8. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang andal.
9. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta dalam
kasus yang dihadapi.
Kata kuncinya adalah prinsip dan metode yang andal (reliable principles and methods).
Frasa ini menjadi standar umum untuk apa yang diterima sebagai keterangan ahli.
Dalam butir-butir yang dikenal dengan Daubert test, menginterpretasikan bahwa kondisi
tersebut di bawah ini harus terpenuhi, yaitu:
Halaman |
Yang dikehendaki dalam daubert test adalah bahwa butir-butir yang relevan harus
diterapkan secara kasus per kasus. Butir-butir tersebut juga tidak perlu diterapkan secara
ketat untuk semua jenis keterangan saksi ahli. Hal terpenting adalah butir-butir tersebut
diterapkan seketat mungkin kasus yang dihadapi.
Dalam kriteria lain yang dikenal dengan Frye test, mensyaratkan bahwa keterangan
saksi ahli didasarkan pada prinsip atau metode yang sudah diterima oleh masyarakat atau
asosiasi ilmuan terkait. Dalam praktiknya, penerapan daubert test dan frye test bervariasi
dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lain.
Para akuntan forensik di Amerika Serikat yang menamakan asosiasi mereka sebagai
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), memublikasikan penelitiannya tentang
fraud, seperti konsep fraud tree dan Report to the Nation. Dari Report to the Nation para
penyedia jasa forensik memberikan respon terhadap jenis fraud yang sering terjadi,
penangkal fraud yang dapat menekan kerugian yang diakibatkan oleh fraud, dan hal-hal apa
yang membantu terungkapnya fraud, misalnya whistleblower.
Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta. Perbedaannya
adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara
berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut antara lain lembaga yang memeriksa
keuangan negara, lembaga yang merupakan bagian dari pengawasan internal
pemerintahan, lembaga peradilan, lembaga yang menunjang kegiatan kejahatan pada
umumnya, dan korupsi khususnya, serta lembaga lainnya. Juga ada lembaga swadaya
masyarakat sebagai pressure group.
Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang yang diatur dalam
konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya. Mandat dan wewenang ini akan
mewarnai lingkup akuntansi forensik yang diterapkan. Di samping itu keadaan politik dan
berbagai macam kondisi lain akan mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang
diterapkan, termasuk pendekatan hukum dan nonhukum. Hal ini terlihat dalam penanganan
kasus-kasus korupsi atau dugaan korupsi mantan-mantan kleptokrat dunia.
Halaman |
H. AKUNTANSI FORENSIK DI SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA
Di negara Indonesia, akuntansi forensik sektor publik jauh lebih dominan dibandingkan
sektor swasta. Dalamm perekonomian yang didominasi oleh sektor swasta, maka yang
terlihat adalah kebalikannya.
Berikut ini adalah perbandingan akuntansi forensik di sektor publik dengan akuntansi
forensik di sektor swasta.
Halaman |
BAB III
Howard R. Davia memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam
melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu
Halaman |
5. Kelima, auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku.
Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam
pembukuan, seperti pencatatan ganda atas pembayaran kepada pemasok, akan
memerlukan tehnik dan prosedur audit yang berbeda dengan pola fraud yang ada di
luar pembukuan seperti kickback, penagihan piutang yang sudah dihapus dan
penjualan barang yang sudah dubesituakan. Untuk membuktikan fraud yang
dilakukan dengan pembayaran ganda misalnya, auditor forensik akan lebih efektif
dan efisien jika menggunakan prosedur vouching, yaitu menelusuri dari transaksi ke
bukti pendukung. Jika auditor forensik melakukan sebaliknya, yaitu dengan
menggunakan trashing (menelusuri dari bukti pendukung ke transaksi), maka
pencatatan ganda atas pembayaran tersebut tidak akan terdeteksi.
Menurut Allan Pinkerton dalam Tuanakotta (2010 : 104) menyebutkan kualitas yang
harus dimiliki oleh seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi
tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya, kreatif dalam
menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya adalah
jujur. Disamping itu, kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan
mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya
sebagai detektif dengan segera dan secara efektif.
Halaman |
Menurut Robert J. Lindquist dalam Tuanakotta (2010 :106) menyatakan kualitas yang
harus dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain. Suatu hal
yang normal bagi orang lain belum tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
2. Rasa ingin tahu. Adalah keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tidak menyerah. Adalah kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun
fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh.
4. Akal sehat. Adalah kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada
yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
5. Business sense Adalah kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi
dicatat.
6. Percaya diri. Adalah kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga
dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela).
Tiga sikap dan tindak pikir yang selalu harus melekat pada diri seorang auditor, yakni
independen, objektif, dan skeptic. Ketiga sikap dan tindak pikir juga tidak dapat dipisahkan
dari pekerjaan akuntan forensic.
Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur hubungan
antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stake holder
lainnya, dan dengan masyarakat luas.
Kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bisa eksis karena ada integritas, rasa hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur
lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna dan stake holder lainnya.
Seorang ahli hukum, Lord John Fletcher Moulton membedakan tiga wilayah tingkah
manusia, yaitu:
1. Wilayah hukum positif di mana orang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman
untuk yang tidak patuh.
2. Wilayah kebebasan memilih (free choice)
3. Wilayah diantara free choice dengan hukum positif atau yang disebut kesopan
santunan (manners)
Halaman |
Mengenai kode etik akuntan forensik di Indonesia, penggunaan kode etik pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai contoh kode etik akuntan forensik akan
relevan, mengingat lembaga tersebut merupakan lembaga audit forensik yang paling efektif
di Indonesia. KPK mendefinsikan kode etik sebagai norma yang wajib dipatuhi dan
dilaksanakan oleh Pegawai Komisi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi maupun
menjalani kehidupan pribadi. Kode etik pimpinan KPK adalah penjabaran dari nilai-nilai
dasar perilaku prilaku pribadi yang wajib dilaksanakan oleh seluruh pimpinan KPK.
BAB IV
KODE ETIK
Pasal 5
Pasal 6
Halaman |
n) mengidentifikasi setiap benturan kepentingan yang timbul atau kemungkinan
benturan kepentingan yang akan timbul dan memberitahukan kepada Pimpinan
lainnya sesegera mungkin.
o) memberikan komitmen dan loyalitas kepada KPK di atas komitmen dan loyalitas
kepada teman sejawat;
p) mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan demi tercapainya tujuan
yang ditetapkan bersama;
q) menahan diri terhadap godaan yang berpotensi mempengaruhi
substansikeputusan;
r) memberitahukan kepada Pimpinan lainnya mengenai pertemuan dengan pihak
lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri atau bersama, baik dalam
hubungan dengan tugas maupun tidak;
s) menolak dibayari makan, biaya akomodasi, dan bentuk kesenangan
(entertainment) lainnya oleh atau dari siapapun.
t) independensi dalam penampilan fisik antara lain diwujudkan dalam bentuktidak
menunjukkan kedekatan dengan siapapun di depan public
u) membatasi pertemuan di ruang publik seperti di hotel, restoran atau lobi kantor
atau hotel, atau di ruang publik lainnya;
v) memberitahukan kepada Pimpinan yang lain mengenai keluarga, kawan,
danpihak-pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi;
Di luar negeri, kode etik akuntan forensik diatur oleh Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE). ACFE dalam Certified Fraud Examiner (CFE) Code of Proffesional
Standards Interpretation and Standards mengatur kode etik profesional CFE yang terdiri
dari :
Halaman |
a) CFE harus berintegritas, mengingat kepercayaan publik dibangun dengan
integritas. CFE tidak boleh mengorbankan integritas demi melayani klien,
employer, atau bahkan kepentingan publik.
b) Sebelum menerima penugasan, CFE harus terlebih dahulu menginvestigasi
tentang adanya kemungkinan benturan kepentingan. CFE harus mengungkapkan
benturan kepentingan aktual atau potensial kepada pihak-pihak yang berpotensi
untuk menerima dampak benturan kepentingan tersebut, baik kepada klien atau
employer.
c) CFE harus memelihara objektivitas dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya yang ada dalam lingkup pemeriksaannya.
d) CFE dilarang melakukan tindakan yang mendiskreditkan asosiasi atau
keanggotaannya dan senantiasa berprilaku sesuai dengan kebaikan reputasi
profesi.
e) CFE dilarang secara sadar memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah pada
sidang pengadilan atau forum penyelesaian sengketa lainnya. CFE harus
mematuhi perintah yang sah dari pengadilan atau badan penyelesaian sengketa
lainnya . CFE dilarang melakukan tindak pidana atau sengaja membujuk orang
lain untuk melakukannya.
2) Kompetensi Profesional.
Kompetensi profesional dijabarkan lebih lanjut, yaitu :
a) CFE harus kompeten dan tidak boleh menerima penugasan ketika kurang
memiliki kompetensi terkait penugasan tersebut. Pada situasi tertentu,
dimungkinkan bagi CFE untuk menyewa konsultan untuk memenui persyaratan
kompentensi yang diperlukan.
b) CFE harus mempertahankan program pendidikan berkelanjutan minimal yang
dipersyaratkan oleh profesi. Komitmen profesional yang menggabungkan
pendidikan dan pengalaman harus berlanjat sepanjang karir CFE. CFE secara
berkelanjutan harus berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan efektifitas
pelayanannya.
3) Kehati-hatian Profesional.
Halaman |
d) Pekerjaan yang dilakukan oleh asisten dan profesional lain yang beroperasi di
bawah arahan CFE pada pemeriksaan fraud harus disupervisi secara memadai .
Tingkat sepervisi yang diperlukan bervariasi tergantung pada kompleksitas
pekerjaan dan kualifikasi asisten atau profesional.
e) Kesepakatan Dengan Klien atau Employer. Pada awal pemeriksaan fraud, CFE
harus mencapai kesepakatan dengan klien atau employer tentan ruang lingkup,
keterbatasan dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat
f) Kapanpun ruang lingkup atau keterbatasan pemeriksaan fraud atau tanggung
jawab antar pihak berubah secara signifikan, CFE harus mendapatkan
kesepakatan baru dengan klien atau employer.
5) Kerahasiaan.
CFE tidak boleh mengungkapkan informasi rahasia atau pribadi yang diperoleh selama
pemeriksaan fraud tanpa izin dari otoritas yang tepat atau perintah yang sah dari pengadilan.
Persyaratan ini tidak menghalangi professional practice atau badan peninjau investigatif
selama organisasi meninjau setuju untuk mematuhi pembatasan kerahasiaan.
Menurut Tuankotta (2010 : 115), secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Oleh
karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut.
Dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang memakai laporan audit, dan
pihak – pihak lain dapat mengukur kerja si auditor. K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket
merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang
mereka rajuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
Standar tersebut adalah :
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
2. Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti
– bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia
Halaman |
4. Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya
5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan,
dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus
hukum dan administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau
protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau melapor
ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
Kemudian Standar – standar ini akan dijelaskan di bawah dengan konteks Indonesia :
Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik – praktik terbaik yang diakui (accepted best
practice). Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya membandingkan antara
praktik – praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik pada saat itu. Upaya ini
disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari
solusi terbaik.
Standar 2
Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti
tadi dapat diterima di pengadilan.
Standar 3
Pastikn bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di
kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar
Standar 4
Pastikan bahwa para investor mengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormati. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai
yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
Standar 5
Halaman |
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus
hukum administrasi maupun kasus pidana.
Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam
menghormati asas praduga tidak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati.
Standar 7
Liput seluruh kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti
dan barang bukti., wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal – hal
yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan
catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hokum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
100 Indepedensi :
120 Objektivitas :
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah akuntansi
forensiknya
Halaman |
Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati – hatian profesional
Semua sumber daya manusia yang menjalani akuntansi forensik harus mempunyai
kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan tugas yang
diserahkan kepadanya
Akuntansi forensik harus memiliki atau menggunakan sumber daya manusia yang
memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik
230. Supervisi
Dalam hal lada lebih dari satu akuntan forensik dalam satu penugasan, salah seorang
diantara mereka berfungsi sebagai in-charge yang bertanggung jawab dalam mengarahkan
penugasan dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagai mana seharusnya
dan dikomunikasikan dengan baik.
Akuntan forensik harus mematuhi standar prilaku profesional terbaik yang diharapkan
dari akuntan, auditor, rekan dari profesi hukum baik tim pembela maupun jaksa umum dan
regulator.
260. Komunikasi
Akuntan forensik harus memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik (excellent)
ketika ia mengomunikasikan temuan secara (a) lisan, kepada pemberi penugasan, atau
dalam memberikan keterangan ahli di pengadilan; dan (b) secara tertulis, dalam bentuk
laporan kemajuan (progress report), laporan khusus, dan laporan akhir, baik kepada pemberi
tugas, penegak hukum dan pengadilan.
Halaman |
Akuntan forensik harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
teknisnya dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan.
Akuntan forensik harus memahami dengan baik penugasan yang diterimanya. Ia harus
mengkaji penugasan itu dengan teliti untuk menentukan apakah penugasan dapat diterima
secara profesional, dan apakah ia mempunyai keahlian yang diperlukan atau dapat
memperoleh sumber daya yang mempunyai keahlian tersebut. Lingkup penugasan ini
dicantumkan dalam kontrak.
Akuntan forensik harus menelaah sistem yang menghasilkan informasi yang akan
dipergunakannya, untuk memastikan keandalan dan integritas dari informasi tersebut, dan
keamanan serta pengamanan inforamsi tersebut.
Akuntan forensik harus menelaah apakah sumber daya di lembaga tersebut telah dipakai
secara efisien, efektif dan ekonomis, termasuk sikap kehati-hatian manajemen dalam
mengelola sumberdaya itu.
Halaman |
Akuntan forensik harus menelaah kegiatan (operasi), program dan proyek untuk
memastikan apakah pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan tujuan dan sasaran.
Pelaksanaan tugas akuntan forensik harus meliputi (1) perumusan mengenai apa
masalahnya, evaluasi atas masalah itu dan perencanaan pekerjaan (2) pengumpulan bukti,
(3) penilaian bukti, (4) mengomunikasikan hasil penugasan.
Dalam hal ini akuntan forensik yang dibantu oleh mereka yang punya keahlian dalam
masalah yang dihadapi, mengumpulkan sebanyak mungkin fakta dan peristiwa mengenai
situasi yang mempunyai potensi fraud secara informal. Ini meliputi (1) penentuan bagaimana
potensi terjadinya masalah diketahui dan (2) bagaimana masalah itu dikomunikasikan, dan
dugaan dimana serta kapan hal itu terjadi.
420 Perencanaan.
Akuntan forensik bersama timnya melaksanakan apa yang direncanakan (butir 420)
untuk mengumpukan bukti berkenaan dengan dugaan fraud.
Akuntan forensik bersama timnya harus meringkaskan evaluasi atas bukti-bukti yang
dikumpulkan (butir 440) ke dalam laporan. Laporan berisi fakta dan kesimpulan. Akuntan
forensik harus mempunyai kemampuan menyajikan laporan secara lisan.
Halaman |
Halaman |
PENUTUP
Dalam beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensic
accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis dimana istilah-
istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas. Litigation support merupakan istilah yang
paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang
dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Fraud auditing
berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud,
artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Tentunya bukti disini
adalah bukti yang akan dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik baru dipanggil
ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke permukaan melalui tuduhan
(allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whitleblower. Akuntansi
forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigatif merupakan
bagian awal dari akuntasi forensik. Sedangkan valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena
tindakan korupsi.
Jasa forensik yang ada relevansinya dengan akuntansi forensik ada dua, yaitu Asset
recovery dan expert witness. Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara
menemukan dan menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi,
penggelapan, dan pencucian uang (money laundering).
Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli (expert
witness) di persidangan, khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan
independensi. Masalah kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela
terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum.
1. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
2. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang
andal.
3. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta
dalam kasus yang dihadapi.
Halaman |
Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta. Perbedaannya
adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara
berbagai lembaga. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang
yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya.
Untuk melaksanakan proses akuntansi dan audit forensic dengan baik seorang
professional akuntan forensic harus memenuhi atribut, kualitas, karakteristik. Selain itu
dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan forensic harus berpedoman pada kode etik
dan standar akuntansi forensic.
Halaman |
DAFTAR PUSTAKA
Tuanakotta, Theodorus M.. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Salemba Empat.
Jakarta.
Jafar, Ridwan. Sumiyati. 2008. Modul Kode Etik dan Standar Audit. Bogor : Pusdiklat
Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Halaman |