Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.2 latar belakang

Teori merupakan hasil dari kristalisasi fenomena empiris yang diambil dari dari
berbagai riset yang bersifat universal,logis,konsisten,prediktif dan objektif.tujuan utama
dari teori akuntansi adalah memberikan seperangkat prinsip yang logis, saling
terkait,yang membentuk kerangka umum,dan dapat dipakai sebagai acuan
untuk menilai dan mengembangkan praktik akuntansi.

Teori akuntansi berkembang sejak awal abad ke-20 dan dapat dikatakan bahwa
perkembangan teori akuntansi diawali oleh tulisan Patton and Littleton (1940) yang
berjudul An Introduction to Corporate Accounting Standards. Tulisan ini membawa
dampak besar dalam sejarah penyusunan teori akuntansi yang pada saat itu difokuskan
pada penentuan basic postulate dan pengembangan rerangka konseptual (Astika, 2009)
Istilah teori akuntansi sendiri sering dikaitkan untuk menunjukkan konsep-konsep
akuntansi yang relevan dengan praktik akuntansi yang ada.Pengembangan terhadap
teori akuntansi telah dilakukan, namun tidak satupun dari teori-teori tersebut yang
mampu secara tuntas dan menyeluruh tentang apa yang dinamakan teori akuntansi.

Awal perkembangan teori akuntansi menghasilkan Teori Akuntansi Normatif


yang didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan. Pendekatan klasikal yang lebih
menitikberatkan pada pemikiran normatif mengalami kejayaannya pada tahun 1960-an,
tetapi pada tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam penelitian akuntansi.
Alasan yang mendasari pergeseran ini adalah bahwa pendekatan normatif yang telah
berjaya selama satu dekade tersebut tidak dapat menghasilkan teori akuntansi yang siap
dipakai dalam praktik sehari-hari. Design sistem akuntansi yang dihasilkan dari
penelitian normatif dalam kenyataannya tidak dipakai dalam praktik. Sebagai akibatnya
muncul anjuran untuk memahami secara deskriptif berfungsinya sistem akuntansi

1
didalam praktik nyata. Harapannya dengan pemahaman dari praktik langsung akan
muncul design sistem akuntansi yang lebih berarti (Ghozali, 2000)

1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah Yang Dimaksud dengan Teori Akuntansi Positif?

2. Apakah Yang Dimaksud dengan Teori Akuntansi Normatif?

3. Apa Hubungan Teori Akuntansi positif dan teori normatif?

4.Apa Hipotesis Teori Akuntansi Positif?

5. Apa Itu Teori Keagenan?

6.Apa itu Aiaya Keagenan?

1.3 Tujuan

1.Untuk Mengentahui Apa Yang Dimaksud Dengan Teori Akuntansi Positif

2. Untuk Mengentahui Apa Yang Dimaksud Dengan Teori Akuntansi Normatif

3.Untuk Mengentahui Hubungan Teori Akuntansi Positif dan Teori Normatif

4. Untuk Mengentahui Hipotesis Teori Akuntansi Positif

5.Untuk Mengetahui apa Itu Teori Keagenan

6.Untuk Mengetahui apa itu Biaya Keagenan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1Teori Akuntansi Positif

Pada awalnya sekitar tahun 60an teori akuntansi masih menggunakan teori
normatif,tetapi kemudian pada tahun 70an teori akuntansi yang dipakai adalah teori
akuntansi positif, teori normatif dianggap tidak dapat menghasilakan teori akuntansi
yang siap dipakai didalam praktek sehari hari.

Teori ini berkembang seiring dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan


memprediksi realitas praktik-praktik akuntansi yang ada di masyarakat.Teori ini
memiliki pijakan yang berbeda dibandingkan dengan dengan akutansi normatif, yang
lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku.Teori ini bertujuan
menjelaskan meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu,
teori ini juga meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan
bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori
akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya
terjadi

Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang


menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan
kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa
mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari
teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi.
Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidak puasan terhadap teori
normatif (Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran
untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan
tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya
pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt & Zimmerman,1986 ):

3
a.Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris,
karena didasarkan ‘pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak
dapat diuji keabsahannya secara empiris.
b.Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara
individual daripada kemakmuran masyarakat luas
c. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi
sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat
bahwa dalam system perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme
pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat
dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.

Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk


menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak
memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan
normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang lebih
berorientasi pada penelitian empiric dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode
akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori
akuntansi dikemudian hari.

Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori
akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Teori
akuntansi positif merupakan studi lanjut dari teoriakuntansi normatif karena kegagalan
normatif dalam menjelaskan fenomena praktik yang terjadisecara nyata.

Teori akuntansi positif mempunyai peranan sangat penting dalam


perkembangan teori akuntans.teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan
untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktik akuntansiyang ada dalam
masyarakat sedangkan akuntansi normatif lebih menjelaskan praktik
akuntansiyang seharusnya berlaku.Pendekatan positif melihat pada“mengapa”
praktik akuntansi atau teori akuntansi berkembang sebagaimana adanya dengan
tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan peristiwa akuntansi. karenanya, pendekatan

4
positif berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin memengaruhi faktor
rasional dalam bidang akuntansi. Pada dasarnya ia berusaha untuk menentukan suatu
teori yang menjelaskan fenomena yang diamati.

2.2 Teori Akuntansi Normatif

Teori normatif memiliki masa keemasannya selama satu dekade sekitar tahun
1950-1960, dimana semua lebih tertarik pada apa yang seharusnya bukan apa yang
dipraktekkan sekarang. Pada periode ini teori normatif lebih berkonsentrasi pada
penciptaan laba sesungguhnya dan pengambilan keputusan. Kelompok yang
mendominasi periode normatif adalah para kritikus biaya akutansi historis dan
kelompok pendukung kerangka konseptual. Teori normatif memberikan pedoman apa
yang seharusnya dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai (value judgment) yang
bersifat subjektif.

Teori akuntansi normatif berusaha untuk membenarkan tentang apa saja yang
harus dipraktekkan, contohnya pernyataan yang menyebutkan bahwa laporan keuangan
seharusnya didasarkan pada metoda pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson (1973)
dalam Chariri dan Ghozali (2003), teori normatif hanya menyebutkan hipotesis tentang
bagaimana akuntansi seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hasil hipotesis tersebut.
Perumusan akuntansi normatif mencapai masa keemasan pada tahun 1950 dan 1960-an,
teori normatif lebih berkonsentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya dan
pengambilankeputusanTeori normatif sering dinamakan teori A Priori (Dari sebab ke
akibat, atau bersifat deduktif) karena teori ini bukan merupakan hasil dari penelitian
empiris namun dari kegiatan semi research. Teori normatif hanya menyebutkan
hipotesis tentang bagaimana seharusnya akuntansi dipraktekkan, tanpa dilakukan
pengujian terhadap hipotesis tersebut.

2.3 Hubungan Antara Teori Akuntansi Positif Dan Teori Akuntansi Normatif

Dasar pemikiran analisis teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu


sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Teori normatif juga bersifat

5
parsial untuk mendukung kesimpulan mengenai prosedur-prosedur khusus saja. Maka
dari itu, untuk mengurangi kesenjangan dalam teori akuntansi normatif, dikembangkan
suatu pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empiris untuk
menjustifikasi beberapa metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model
baru untuk mengembangkan teori akuntansi di masa yang akan datang.

Pendekatan positif atau empiris berkaitan dengan usaha menguji atau


menghubungkan kembali hipotesis atau teori dengan pengalaman atau fakta-fakta dunia
nyata. Penelitian akuntansi positif difokuskan pada pengujian empiris terhadap asumsi-
asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normatif. Teori akuntansi positif pada dasarnya
merupakan alat untuk menguji asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normatif
secara empiris. Karena pada dasarnya teori normatif merupakan pendapat pribadi yang
bersifat subyektif yang tidak dapat diterima begitu saja dalam menentukan keputusan,
oleh karena itu dibutuhkan pengembangan teori akuntansi yang sekarang dikenal
dengan teori akuntansi positif yang bertujuan untuk menguji teori akuntansi normatif
secara empiris agar memiliki dasar teori yang kuat.

Teori normatif menunjukkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu berdasar


premis, norma atau standar, sedangkan teori positif berusaha menjelaskan atau
memrediksi fenomena nyata dan mengujinya secara empiris. Dengan menggunakan
pendekatan positivisme, penelitian-penelitian empiris akuntansi dikembangkan untuk
mendukung dan membenarkan berbagai metode atau praktik akuntansi dalam dunia
nyata.

Penerapan teori akuntansi baik normatif dan positif terwujud dalam perumusan
standar akuntansi di dunia yang merupakan kumpulan kebijakan dan aturan yang
digunakan untuk mengendalikan dan menyeragamkan praktik akuntansi yang dilakukan
oleh setiap pihak. Setiap teori yang telah dikembangkan pada masa normatif maupun
positif diimplementasikan menjadi acuan dalam pembuatan laporan keuangan yang
memuat mengenai data keuangan atas kegiatan ekonomi perusahaan dengan metoda
pencatatan transaksi yang disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan akuntansi yang

6
diperbolehkan dalam standar akuntansi yang berlaku di setiap negara. Wujud
implementasi dari teori akuntansi normatif terangkum dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia yang mengadopsi GAAP dan saat ini dalam
tahap konvergensi dengan IFRS

2.4 Hipotesis Teori Akuntansi Positif

Menurut Watt dan Zimmerman (1986) tujuan teori akuntansi adalah untuk
menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi. Penjelasan (explanation) menguraikan
alasan mengapa suatu praktik dilakukan. Misalnya teori harus menjelaskan mengapa
suatu praktek dilakukan,sebagai contoh teori harus menjelaskan mengapa banyak
perusahaan lebih menyukai menggunakan metode FIFO dibanding LIFO, sedangkan
prediksi (prediction) berarti teori harus mampu memprediksi berbagai penomena praktik
akuntansi yang belum dijalankan.Penomena yang belum dijalankan tidak selalu
penomena yang akan datang, bisa penomenayang telah terjadi tetapi belum ada bukti
secara empiris untuk menjustifikasi penomena tersebut. Sebagai contoh teori akuntansi
dapat menyediakan hipotesis tentang atribut perusahaan yang menggunakan metode
FIFO dengan yang menggunakan metode LIFO,sehingga dapat diuji penggunaan data
historis pada perusahaan yang menggunakan dua metodetersebut. Jadi teori merupakan
pernyataan-pernyataan tentang hubungan logis (logicalrelationship) antara variabel atau
perilaku variabel-variabel alam atau sosial yang dapatdigunakan untuk menjelaskan
(explanation) dan memprediksi (prediction ) berbagai penomena tersebut.

Teori berisi seperangkat hipotesis yang disusun melalui pemikiran logis dan
metodologi ilmiah baik secara deduktif maupun induktif dan diuji melalui penelitian
ilmiahdan empiris. Bila penelitian empiris dapat membuktikan validitas suatu teori,
maka dikatakan bahwa teori tersebut telah diverifikasi. Teori diperlukan karena teori
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi berbagai fenomena sosial tertentu yang
diharapkan akanterjadi. Artinya persyaratan-persyaratan atau asumsi-asumsi yang
mendukung suatu teoridapat dipenuhi, maka besar harapan (kemungkinan) bahwa gejala
sosial tertentu akan terjadi,tetapi ini tidak berarti bahwa teori tersebut menyebabkan

7
penomena yang diprediksi tersebut terjadi. Dengan mendasarkan pada pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa teori terdiridari hipotesis-hipotesis yang bersifat
deskriptif sebagai hasil penelitan dengan menggunakanmetode ilmiah tertentu.
Hipotesis tersebut akan menjadi sumber acuan untuk menjelaskandan memprediksi
gejala-gejala atau peristiwa dalam akuntansi.Watts dan Zimmerman [1990]
mengemukakan 3 Hipotesa dari teori akuntansi positif.

a. Hipotesis Rencana Bonus


Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer
perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi
dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode
masa kini Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan,
seperti orang-orang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan
mereka bergantung, paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada
pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka
pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi
yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja,
sesuai dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan
penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan
datang, dengan taktor-faktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present
value) dari kegunaan manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan
meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa kini.
b. Hipotesis Kontrak Hutang
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu
perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada
kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan
manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini Alasannya adalah laba
yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian teknis.

8
Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi
pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan
yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari hutang
terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta pemilik saham. Jika
kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang tersebut bisa
memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan
pinjaman. Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi
kegiatan perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah,
atau paling tidak menunda, pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih
kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini.
Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati
kelalaian, atau memang sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk
melakukan hal ini
c. Hipotesis biaya politik
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar
biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih
memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa
sekarang menuju masa depan. Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu
dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan- pemsahaan
yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih
tinggi, dengan penghargaan terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya karena
mereka merasa bahwa mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga
memiliki kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa
diperbesar.Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik
pada poin-poin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada
menurunnya profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa
mempengaruhi proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan
akuntansi income-decreasing (pendapatan menurun) dalam rangka meyakinkan
pemerintah bahwa profit sedang turun.

9
Tiga hipotesis tersebut menunjukkan bahwa akuntansi teori positif mengakui adanya 3
hubungan keagenan, yakni: (1) Antara manajemen dengan pemilik, (2) Antara
manajemen dengan kreditur, (3) Antara manajemen dengan pemerintah.

2.5 Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu


kontrak yang mana satu atau lebih principal menggunakan orang lain atau agen
(manajer) untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Di dalam teori keagenan, yang
dimaksud dengan principal adalah pemegang saham atau pemilik, sedangkan agen
adalah manajemen yang mengelola harta pemilik. Principal menyediakan fasilitas dan
dana untuk kebutuhan operasi perusahaan, agen sebagai pengelola berkewajiban untuk
mengelola perusahaan sebagaimana dipercayakan pemegang saham (principal), untuk
meningkatkan kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai
imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi lainnya.

Menurut Hatch (1997), yang dimaksudkan dengan principal adalah pemilik atau
pemegang saham perusahaan dan yang disebut dengan agen adalah pihak manajemen
perusahaan. Dalam teori keagenan lebih ditekankan pada jawaban dari berbagai
kemungkinan yang akan terjadi ketika pengelolaan perusahaan diserahkan kepada agen
oleh pemegang saham. Teori keagenan muncul sebagai suatu pendekatan yang
digunakan untuk menganalisis dan menyelesaikan berbagai persoalan keagenan yang
timbul karena adanya perbedaan kepentingan dalam perusahaan. Penyebab konflik yang
menyebabkan adanya konflik keagenan adalah konflik yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham dalam menentukan keputusan pendanaan.

Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan menyebabkan


timbulnya asymmetric information. Menurut Scott (2000), ada dua jenis asymmetric
information, yaitu:

1. Adverse selection, suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information)


dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-

10
transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain.
Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan
masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai
informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya.
2. Moral hazard, suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana
satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis yang dapat mengamati kegiatan-
kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral
hazard ini terjadi karena pihak-pihak diluar perusahaan (investor)
mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak
dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian
tersebut.

Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi yaitu:

1. Asumsi tentang sifat manusia, menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion).
2. Asumsi tentang keorganisasian, adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asymmetric information
antara principal dan agen.
3. Asumsi tentang informasi, bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi
yang bisa diperjualbelikan.

2.6 Biaya Keagenan

Mekanisme pengawasan dilakukan oleh pemegang saham dalam rangka untuk


meyakinkan bahwa manajemen bekerja dengan sungguh-sungguh untuk
kepentingannya, maka dari itulah pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang
disebut agency cost.

11
Menurut Weston dan Copeland (1997), biaya keagenan atau agency cost yaitu biaya
yang menentukan cara-cara pokok dan agen membuat kontrak untuk mengorganisasikan
kepemilikan dan perusahaan bersangkutan (misalnya: campuran hutang atau ekuitas).

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh
insentif dan perilaku dari pembuat keputusan (pihak manajemen). Terdapat adanya dua
potensi konflik antara pemegang saham dan kreditur, serta konflik antara pemegang
saham dengan pihak manajemen.

a.Konflik antara Pemegang Saham dengan Kreditur

Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga utang),
sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besarnya laba perusahaan.
Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk
membayar kembali hutangnya dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan dalam meraih laba yang banyak. Cara perusahaan untuk memperoleh
pengembalian yang besar adalah melakukan investasi pada proyek-proyek yang
berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil, kreditur tidak dapat
menikmati keberhasilan tersebut, tetapi bila proyek mengalami kegagalan, kreditur
mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham
memenuhi kewajibannya.

Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang,


dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasannya
adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru.

b.Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen

Pihak manajemen tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang
saham, tetapi terkadang lebih mengarah pada kepentingannya sendiri. Akibatnya,
pemegang saham menanggung biaya keagenan ekuitas untuk memantau kegiatan

12
pihak manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik
untuk mengaudit perusahaan.

Semakin besar suatu perusahaan akan semakin potensial terkena masalah keagenan
sebagai akibat adanya pemisahan antara fungsi pengambilan keputusan dan
penanggung risiko (risk bearing). Dalam kondisi seperti ini, manajer mempunyai
kecenderungan untuk melakukan konsumsi atas keuntungan tambahan secara
berlebihan, karena risiko yang ditanggungnya relatif sama, atau disebut dengan
agency of equity.

Jensen dan Meckling (1976) mengelompokkan biaya keagenan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Monitoring Costs

Merupakan biaya untuk memonitor perilaku manajer. Biaya monitoring


dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga usaha
untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction dan
compensation policies.

2. Bonding Costs

Merupakan biaya untuk membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajer


akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Bonding cost
dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan
tindakan tertentu yang akan merugikan principal atau untuk menjamin bahwa
principal akan diberi kompensasi jika ia tidak mangambil banyak tindakan.

3. Residual Loss

Merupakan sejumlah biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai dengan


kemampuannya untuk kepentingan pemegang saham.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perkembangan teori akuntansi diawali dengan keberadaan teori normatif (teori yang
mengharuskan) yang berjaya pada tahun 1960-an. Akan tetapi pendekatan ini tidak
dapat menghasilkan teori akuntansi yang praktikal di dunia nyata, sehingga teori
akuntansi berkembang hingga menghasilkan teori akuntansi positif.berbeda dengan teori
akuntansi normatif, teori akuntansi positif berkembang seiring dengan kebutuhan untuk
menjelaskan dan memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada di dalam
masyarakat. Teori akuntansi positif dimulai dari suatu modal ilmiah, dan kemudian
dirumuskan masalah penelitian untuk mengamati fenomena yang nyata yang tidak ada
dalam teori. Untuk selanjutnya dikembangkan teori untuk menjelaskan fenomena
tersebut dan melakukan penelitian secara terstruktur serta peraturan yang sesuai standar
yaitu dengan melakukan perumusan masalah, penyusunan hipotesa, pengumpulan data
dan pengujian statistik ilmiah, sehingga diketahui apakah hipotesa yang dirumuskan
diterima atau tidak.

Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan teori normatif sebagai teori yang berusaha
menjelaskan informasi apa yang seharusnya dikomunikasikan kepada para pemakai
informasi akuntansi dan bagaimana akuntansi tersebut akan disajikan. Sebaliknya tujuan
pendekatan teori positif berusaha menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana
informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi
akuntansi atau dengan kata lain pendekatan teori positif bukanlah untuk memberikan
anjuran mengenai bagaimana praktik akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan
mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti keadaannya sekarang.

Teori akuntansi positif memunculkan 3 (tiga) hipotesis teori akuntansi positif, yaitu:

1. Hipotesis rencana bonus (Plan Bonus Hypothesis)


2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Convenant Hypothesis)
3. Hipotesis biaya proses politik (Politic Process Hypothesis)

Tiga hipotesis teori akuntansi positif tersebut menunjukkan bahwa akuntansi teori
positif mengakui adanya 3 hubungan keagenan, yakni: (1) Antara manajemen dengan
pemilik, (2) Antara manajemen dengan kreditur.

14

Anda mungkin juga menyukai