Anda di halaman 1dari 8

B.

Pengantar Mengenai Konsep Dasar Akuntansi sebagai Teori Normatif

TEORI
NORMATIF
AKUNTANSI
Teori Akuntansi Normative
Awal perkembangan teori akuntansi menghasilkan teori normatif yang
didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan. Dalam teori normatif digunakan
kebijakan nilai (value judgment) yang minimum mengandung sebuah premis (Wolk
& Tearney,1997:32). Pada awal perkembangannya, penulisan teori akuntansi
normatif belum menggunakan pendekatan investigasi formal. Teori disusun terutama
untuk mengembangkan postulat akuntansi.
Perkembangan teori normatif berikutnya adalah mulai digunakannya
pendekatan investigasi terstruktur formal, yaitu pendekatan deduktif. Selain itu
perkembangan akuntansi juga mengarah pada teori akuntansi positif atau deskriptif
yang investigasinya sudah lebih terstruktur dengan menggunakan pendekatan
induktif. Berbagai teori positif atau deskriptif berkembang dengan pesat dalam
akuntansi. Perkembangan teori mengarah pada teori positif (deskriptif) ini dibarengi
juga dengan perubahan fokus teori akuntansi yang digunakan oleh lembaga akuntansi,
misalnya Financial Accounting Standards Board (FASB) menekankan pada kegunaan
dalam pengambilan keputusan dan tidak lagi terfokus pada postulat.
Teori akuntansi normative disebut juga dengan teori preskriptif, yang
mencoba menjawab pertanyaan “apa yang semestinya”. Akuntansi dianggap sebagai
norma peraturan yang harus diikuti tidak peduli apakah berlaku atau dipraktekkan
sekarang atau tidak.
Teori normative berusaha untuk membenarkan tentang apa yang seharusnya
dipraktekkan, misalnya pernyataan yang menyebutkan bahwa laporan keuangan
seharusnya didasarkan pada metode pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson
(1973) dalam literature akuntansi teori normative sering dinamakan teori apriori
(artinya dari sebab ke akibat atau bersifat deduktif). Alasannya teori normative bukan
dihasilkandari penelitian empiris, tetapi dihasilkan dari kegiatan “semi-research”.
Teori normative hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi
seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hipotesis tersebut. Pada awal
perkembangannya, teori akuntansi normative belum menggunakan pendekatan
investigasi, dan cenderung disusun untuk menghasilkan postulat akuntansi.
Perumusan akuntansi normative mencapai masa keemasan pada tahun 1950
dan1960an. Selama periode ini perumus akuntansi lebih tertarik pada rekomendasi
kebijakan danapa yang seharusnya dilakukan, bukan apa yang sekarang dipraktekkan.
Pada periode tersebut, teori normative lebih berkonsentrasi pada:
1. Penciptaan laba sesungguhnya (true income)
Teori ini berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik dan
benar untuk aktiva dan laba. Meskipun demikian, tidak ada kesepakatan terhadap apa
yang dimaksud denganpengukur nilai dan laba yang benar.
2. Pengambilan keputusan (decision usefulness)
Pendekatan ini menganggap bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk
membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi
yang relevan atau bermanfaat. Pada kebanyakan kasus, teori ini didasarkan pada
konsep ekonomi klasik tentang laba dankemakmuran (wealth) atau konsep ekonomi
pengambilan keputusan rasional. Biasanya konsep tersebut didasarkan juga pada
penyesuaian rekening karena pengaruh inflasi atau nilai pasar dari aktiva. Teori ini
pada dasarnya merupakan teori pengukuran akuntansi. Teori tersebut bersifat
normative karena didasarkan pada anggapan:
a. Akuntansi seharusnya merupakan system pengukuran
b. Laba dan nilai dapat diukur secara tepat
c. Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi
d. Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi)
e. Ada beberapa pengukur laba yang unik.
Karena teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang subyrktif
maka tidak bisa diterima begitu saja, harus dapat diuji secara empiris agar memiliki
dasar teori yang kuat. Pendukung teori ini biasanya menggambarkan system
akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu yang ideal, merekomendasikan
penggantian system akuntansi cost histories dan pemakaian teori normatif oleh semua
pihak.

Teori Akuntansi Positif


Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan
memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada did lam masyarakat. Teori
akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati
berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa.
Dengan kata lain, Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk
menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manager menentukan
pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak
(contracting process) atau hubungan keagenan (agency relantionship) antara manager
dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal
dan institusi pemerintah (Watss dan Zimmerman, 1986).
Tujuan dari teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan (to explain) dan
memprediksikan (to predict) praktik akuntansi. Pendekatan positif (empiric) berkaitan
dengan usaha menguji/menghubungkan kembali hipotesis/teori dengan
pengalaman/fakta-fakta dunia nyata yang dimana penelitian ini difokuskan pada
pengujian empiric terhadap asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normatif.
Pendekatan khusus dengan cara mensurvey pendapatan analisis keuangan, manager
bank atau akuntan terhadap tugas atau kasus tertentu yang dibuat peneliti. Pendekatan
lainnya dengan menguji arti penting output akuntansi di pasar yang akhirnya
memiliki fokus ekonomi dan berusaha menjawab pertanyaan seperti:
1. Apakah biaya yang dikeluarkan untuk memilih metode akuntansi sesuai
dengan manfaat yang diperoleh?
2. Apakah biaya regulasi dan proses penentuan standar akutansi sesuai dengan
manfaatnya?
3. Apakah laporan keuangan berpengaruh terhadap saham?
Maka dalam menjawab pertanyaan tersebut terdapat asumsi-asumsi seperti:
1. Manager, investor, kreditor, dan individu lain bersifar rasional dan berusaha
memaksimumkan kepuasan
2. Manager memiliki kebebasan untuk memilih metode akuntansin yang
memaksimumkan kepuuasan mereka atau mengubah kebijakan produksi,
investasi, dan pendanaan perusahaan untuk memaksimumkan kepuasan
mereka.
3. Manager mengambil tindakan yang memaksimumkan nilai perusahaan.
Atas dasar pernyataan dan asumsi teori akuntansi positif berusaha menguji tiga
hipotesis :
1. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis) dimana manager
perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang
meningkatkan laba periode berjalan.
2. Hipotesis Hutang atau Ekuitas (Debt/Equity Hypothesis), makin tinggi rasio
hutang atau ekuitas perusahaan makin besar kemungkinan bagi manager untuk
memilih metode akuntansi yang dapat menaikan laba. Makin tinggi rasio
hutang atau ekuitas, makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian
(peraturan kredit) (Kalay, 1982)
3. Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hyphothesis), perusahaan besar
cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba
periodik disbanding perusahaan kecil dimana ukuran perusahaan merupakan
ukuran variable proksi dan aspek politik. Yang mendasari hipotesis inin
adalah asumsi bahwa sangat mhalnya nilai informasi bagi indiividu untuk
menemukan apakah laba akuntansi betul-betul menunjukkan monopoli laba.
Proses politik tidak beda jauh dengan proses pasar dimana atas dasar cost
informasi dan cost monitoring, manager memiliki insentif untuk memiliki laba
akuntansi tertentu dalam proses politik (Watts dan Zimmerman, 1990).
Tiga hipotesis diatas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya tiga hubungan
keagenan yaitu manajemen dengan pemilik, manajemen dengan kreditor, dan
manajemen dengan pemerintah.
2.3 Hubungan Teori Akuntansi Normative dan Positif
Teori akuntansi berdasarkan tujuan perumusannya ada dua yaitu teori
akuntansi normatif dan positif. Dalam penjelasan mengenai teori akuntansi positif
tidak dapat dilepaskan dari adanya teori ekonomi positif.
Teori akuntansi positif merupakan varian dari teori ekonomi positif. Teori ini
berkembang seiring dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas
praktik-praktik akuntansi yang ada di masyarakat—what it is (Watts dan Zimmerman,
1986). Teori ini memiliki pijakan yang berbeda dibandingkan dengan dengan
akutansi normatif, yang lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya
berlaku—it should be. Teori ini bertujuan menjelaskan meramalkan, dan memberi
jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan berbagai
fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel
akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif dinilai atas dasar
kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi (what it is).
Jensen (1976) me-listing berbagai perbedaan dari pertanyaan riset normatif
dan positif. Kalau normatif kebanyakan bertanya tentang apa yang seharusnya
dilakukan, sedangkan kalau positif lebih hanya bertanya tentang apa, mengapa dan
bagaimana. Yang kedua, kalau normatif lebih banya mendeskripsikan entitas
akuntansi (Kohler, 1975). Sebaliknya untuk positif lebih banyak mendeskripsikan dan
menjelaskan perilaku akuntan.
Pendekatan positif atau empiris berkaitan dengan usaha menguji atau
menghubungkan kembali hipotesis atau teori dengan pengalaman atau fakta-fakta
dunia nyata. Penelitian akuntansi positif difokuskan pada pengujian empirik terhadap
asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normative. Misalnya menggunakan
kuesioner dan teknik survei lainnya, peneliti akan menguji sikap menajer terhadap
manfaat metode atau teknik akuntansi tertentu. Pendekatan khusus dapat dilakukan
dengan cara mensurvei pendapat-pendapat analisis keuangan, manajer bank, atau
akuntan terhadap tugas atau kasus tertentu yang dibuat peneliti (misalnya prediksi
kebangkrutan, keputusan membeli atau menjual saham dll).
Jansen (1976) menyatakan bahwa riset dalam akuntansi saat itu tidak saintifik,
karena fokusnya hanya pada riset yang bersifat normatif dan definisional. Dalam
terminologi teori, dikatakannya bahwa akuntansi lebih bermakna sebagai sesuatu
yang bersifat normatif. Dan dia juga berkata bahwa teori akuntansi hanya bersifat
menjawab pertanyaan tentang “apa yang seharusnya terjadi”. Dengan pengembangan
positive accounting theory, akan lebih menjelaskan mengenai: “apa, mengapa
akuntan mengerjakan sesuatu, apa pengaruhnya terhadap orang lain dan utilisasi
sumberdaya. Tanpa positive theory, tidak ada satupun baik akademisi maupun
praktisi yang bisa membuat langkah maju lebih signifikan untuk menghasilkan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan normatif yang selama ini dipertanyakan
(http://massatya.blog.com/2008/5/)
Untuk lebih mudah dipahami contoh teori akuntansi positif adalah praktik
akuntansi yang saat ini sering kita dengar antara lain creative accounting, earning.
management, big bath, dan income smoothing. Pada dasarnya praktik akuntansi ini
sudah dilakukan cukup lama, tetapi praktik ini semakin mencuat diantaranya pada
kasus ENRON, dan Worldcom yang terjadi pada tahun 2000. Kasus ini
mengakibatkan krisis kepercayaan publik terhadap auditor. Kasus ini telah
meruntuhkan KAP Arthur Andersen, tidak saja keluar dari The big five, bahkan
sampai pencabutan ijin usaha. Kasus inilah yang menjadi titik tolak bagi para auditor
dan lembaganya untuk meningkatkan kembali jaminan terhadap hasil audit mereka.
Sedangkan akuntansi normatif adalah praktik akuntansi yang dilaksanakan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Aturan tersebut dikenal dengan nama
Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP. Salah satu bagian kecil
dari PABU adalah SAK atau standar akuntansi Keuangan. SAK yang ada sekarang
dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar
akuntansi keuangan yang akan diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu
didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK)
untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan
sosialisasi (public hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari
masyarakat luas (pemakai laporan keuangan). Selanjutnya, bila tidak ada masalah
lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara efektif.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan teori akuntansi normative dan teori akuntansi
positif yaitu teori akuntansi positif pada dasarnya merupakan alat untuk menguji
secara empirik asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normatif. Karena teori
normatif pada dasarnya merupakan pendapat pribadi yang subyektif yang tidak dapat
diterima begitu saja dalam menentukan keputusan. Oleh sebab itu dibutuhkan
pengembangan teori akuntansi yang sekarang disebut teori akuntansi positif yang
bertujuan untuk menguji teori akuntansi normatif secara empiris agar memiliki dasar
teori yang kuat.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan teori akuntansi normative dan teori
akuntansi positif yaitu teori akuntansi positif pada dasarnya merupakan alat untuk
menguji secara empirik asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori akuntansi normatif.
Karena teori normatif pada dasarnya merupakan pendapat pribadi yang subyektif
yang tidak dapat diterima begitu saja dalam menentukan keputusan. Oleh sebab itu
dibutuhkan pengembangan teori akuntansi yang sekarang disebut teori akuntansi
positif yang bertujuan untuk menguji teori akuntansi normatif secara empiris agar
memiliki dasar teori yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Nilam. 2018. Makalah: Teori Akuntansi Normatif. Diakses dari


https://pdfcoffee.com/teori-akuntansi-normatif-pdf-free.html

Supardi, M. 2020. Teori Akuntansi Normatif dan Akutansi Positif. Dikases dari
https://www.scribd.com/document/452887518/M-SUPARDI-C1C017073-
TEORI-AKUNTANSI-NORMATIF-DAN-POSITIF
Baridwan, Zaki. 2000. Perkembangan Teori dan Penelitian Akuntansi. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis. Vol. 15., No. 4. Diakses dari
https://jurnal.ugm.ac.id/jieb/article/download/39152/22209

Anda mungkin juga menyukai