Anda di halaman 1dari 30

Makalah

“Akuntansi Syariah di Organisasi Syariah Non-Profit”

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi Syariah


Dosen Pengampu: Dr. Agung Budi Sulistiyo, S.E, M.Si, Ak.

Oleh:

1. Frisma Novela Arisandy 180820301007


2. Retno Cahyaningati 180820301008

Magister Akuntansi B
Kelompok 1

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2019
STATEMENT OF AUTHORSHIP

“Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir


adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan
tanpa menyebut sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas
pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

Nama NIM Tanda Tangan


Frisma Novela Arisandy 180820301007
Retno Cahyaningati 180820301008

Mata Kuliah : Seminar Akuntansi Syariah


Judul Makalah : Akuntansi Syariah di Organisasi Syariah Non-Profit
Hari, Tanggal : Sabtu, 11 Mei 2019
Dosen : Dr. Agung Budi Sulistiyo, S.E, M.Si, Ak.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat
menyusun dan menyajikan tugas makalah ini dengan judul “Akuntansi Syariah di
Organisasi Syariah Non-Profit” ini dengan tepat waktu. Tugas makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Syariah dengan dosen pengampu Dr. Agung
Budi Sulistiyo, S.E, M.Si, Ak.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi dan pikirannya dengan
harapan penulis, semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca dan dapat dikaji ulang.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan tugas ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud
penulis. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan dari tugas ini.

Jember, 11 Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

STATEMENT OF AUTHORSHIP......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Akad Murabahah.......................................................................... 3
B. Karakteristik Akad Murabahah.................................................................. 4
C. Jenis – Jenis Akad Murabahah .................................................................. 5
D. Dasar Syariah Akad Murabahah................................................................ 6
E. Perlakuan Akuntansi Murabahab (PSAK 102).......................................... 8
F. Ilustrasi Akuntansi...................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 19
B. Saran.......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Organisasi syariah non-profit berupa lembaga sosial non komersial merupakan salah satu
lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam
lembaga non komersial pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam
menjalankan segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-
orang yang ingin membantu sesamanya. Tujuan lembaga non komersial yaitu untuk
membantu masyarakat luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi. Dari sini dapat
dijelaskan bagaimana lembaga sosial non profit dalam ekonomi Islam yang berada di
Indonesia yaitu lembaga zakat dengan nama organisasi Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) dan lembaga wakaf dengan nama organisasi Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Dalam laporan keuangan entitas syariah sesuai dengan ED PSAK 101 (Revisi 2014)
disajikan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah pada anggaran dasarnya. Terminologi
dalam PSAK ini yang akan dibahas berfokus pada entitas yang tidak berorientasi untuk laba
sehingga terbagi dua yang terdiri atas laporan sumber dan penyaluran dana Zakat dan
penggunaan dana Kebajikan selama periode.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan
zakat secara nasional. BAZNAS merupakan Lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. BAZNAS
berkedudukan di ibu kota negara. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 11 orang anggota yakni
delapan orang dari unsur masyarakat (Ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat
Islam) dan tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari kementerian/instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat). BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
wakil ketua. Masa kerja BAZNAS dijabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan. BAZNAS Provinsi dibentuk oleh Menteri Agama atas usul Gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. BAZNAS Provinsi bertanggung jawab kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah provinsi. Saat ini BAZNAS Provinsi telah dibentuk di 34
provinsi. Khusus di Provinsi Aceh tidak menggunakan nama BAZNAS tetapi menggunakan
Baitul Maal Aceh. BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Kementerian Agama atas usul bupati atau wali kota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS. BAZNAS kabupten/kota bertanggung jawab kepada BAZNAS
Provinsi dan pemerintah daerah kabupten/kota. Unit Pengumpul Zakat (disingkat UPZ)
adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
Hasil pengumpulan zakat oleh UPZ wajib disetorkan ke BAZNAS, BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk
dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk
bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola
5
aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih
baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat,
baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan
infrastruktur publik. BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan
di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Anggota BWI diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali
untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal
dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada
Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun
anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI
terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh
seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur
pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.
Oleh karena itu, dua lembaga diatas adalah lembaga non profit yang sangat membantu
masyarakat untuk memnuhi semua kebutuhan masyarakat dalam mengumpulkan dan
meyalurkan dana yang diterima oleh lembaga tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa organisasi syariah non-profit dalam lembaga zakat dengan nama organisasi Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS)?
2. Apa organisasi syariah non-profit dalam lembaga wakaf dengan nama organisasi Badan
Wakaf Indonesia (BWI)?
3. Bagaimana perlakuan akuntansi di organisasi syariah non-profit menurut ED PSAK 101
(Revisi 2014)?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan
makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui organisasi syariah non-profit dalam lembaga zakat dengan nama
organisasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
2. Untuk mengetahui organisasi syariah non-profit dalam lembaga wakaf dengan nama
organisasi Badan Wakaf Indonesia (BWI).
3. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi di organisasi syariah non-profit menurut ED
PSAK 101 (Revisi 2014).
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan dari penulisan makalah ini maka terdapat manfaat yaitu:
1. Bagi penulis, Makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang
organisasi syariah non-profit dan dapat memperoleh nilai tugas untuk mata kuliah seminar
akuntansi syariah.
2. Bagi pihak lain, Makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan serta untuk bahan referensi dalam melakukan penelitian ilmiah.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Zakat


Zakat adalah rukun iman yang keempat setelah puasa di bulan ramadhan. Zakat
merupakan salah satu dari rukun iman yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat muslim.
Karena dengan membayar zakat dapat mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa
kita. Seperti dalam firman Allah SWT dalam (surat At-Taubah ayat 103) yang berbunyi:
”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha
mengetahui.”

Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada
delapan asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat juga dapat disalurkan
melalui amil atau lembaga pengelola zakat. Lembaga pengelola zakat ini bertugas untuk
mengumpulkan, menjaga dan menyalurkan zakat seperti BAZNAS atau Organisasi
Pengelola Zakat. Pandangan seperti ini muncul karena peran Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) di satu sisi bertindak sebagai lembaga keuangan syari’ah dan di sisi yang lain ia
merupakan lembaga swadaya masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syari’ah, tugasnya
adalah menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat berupa zakat,
infak, sedekah atau dana lainnya. Karena dana-dana tersebut merupakan hal yang tidak
terlepas dari realisasi keimanan seseorang terhadap syari’ah Islam maka organisasi
pengelola zakat harus mengelola amanah sesuai ketentuan syari’ah-nya. Sebagai
lembaga swadaya masyarakat, tujuannya adalah mengubah keadaan dari mustahiq
menjadi muzakki.
Secara teknis, hasil kinerja Organisasi Pengelola Zakat disajikan melalui
akuntansi dana, yaitu metode pencatatan dan penampilan entitas dalam akuntansi seperti
aset, dan kewajiban yang dikelompokkan menurut kegunaannya dari masing-masing
item. Oleh karena itu, Organisasi Pengelola Zakat memerlukan sistem akuntansi yang
baik dalam mengumpulkan, mengolah dan menyalurkan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah
(ZIS). Dan salah satu hal yang paling utama dalam sistem akuntansi adalah perlakuan
akuntansi zakat. Perlakuan akuntansi disini mencakup pengakuan, pencatatan dan
penyajian laporan keuangan Organisasi Pengelola Zakat.

2.2 Syarat dan Wajib Zakat


Zakat wajib dilakukan bagi mereka yang mampu. Adapun syarat wajib zakat,
antara lain :
1. Islam, berarti mereka yang beragama islam baik anak-anak atau sudah dewasa,
berakal sehat atau tidak.
2. Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melaksanakan dan
menjalankan seluruh syariat islam
7
3. Memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup
haul. Syarat harta kekayaan yang wajib dizakatkan atau objek zakat :
- Halal
Harta kekayaan dikatakan halal apanbila Harta tersebut diperoleh dengan cara
yang baik, tidak dengan merampok, menipu atau korupsi. Allah tidak akan
menerima zakat dari harta yang haram, dijelaskan dalam hadis berikut : “barang
siapa yang mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia menyedekahkannya,
maka dia tidak mendapatkan pahala, bahkan mendapatkan dosa” (HR Huzaimah
dan Ibnu Hiban dishahihkan oleh Imam Hakim).
- Milik Penuh
Artinya kepemilikan disini berupa hak penyimpanan, pemakaian, pengelolaan
yang diberikan Allah swt kepada manusia, dan didalamnya tidak ada hak orang
lain. Harta tersebut bertambah.
- Berkembang
Menurut ahli fikih, “harta yang berkembang” secara terminologi berarti “harta
tersebut bertambah”, tetapi menurut istilah bertambah itu terbagi menjadi dua
yaitu bertambah secara nyata dan bertambah tidak secara nyata. Bertambah
secara nyata adalah bertambah harta tersebut akibat, keuntungan atau pendapa
tan dari pendayagunaan aset, misalnya melalui perdagangan, investasi dan yang
sejenisnya. Sedangkan bertambah tidak secara nyata adalah kekayaan itu
berpotensi berkembang baik berada di tangan pemiliknya maupun di tangan
orang lain atas namanya. (qardhawi).
- Cukup Nisab
Nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat.
Menurut Dr. Didin Hafidhuddin, nisab merupakan keniscayaan sekaligus
merupakan kemaslahatan, sebab zakat itu diambil dari orang kaya (mampu) dan
diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Dengan kata lain dikatakan
bahwa Nisab merupakan indikator tentang kemampuan seseorang. Namun, jika
seseorang memiliki harta kekayaan kurang dari nisab, Islam memberikan jalan
keluar untuk berbuat kebajikan dengan mengeluarkan sebagian dari penghasilan
yaitu melalui infak dan sedekah.
- Cukup Haul
Haul adalah jangka waktu kepemilikan harta di tangani pemilik sudah melampaui
dua belas bulan Qamariyah. Persyaratan setahun ini hanya untuk objek zakat
berupa ternak, uang, dan harta benda dagang. Untuk objek zakat berupa hasil
pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia, harta karun, dan lain-lain yang
sejenis, akan dikenakan zakat setiap kali dihasilkan, tidak dipersyaratkan satu
tahun. Perbedaan ini menurut Ibnu Qudamah, bahwa kekayaan yang dipersyarat
kan wajib zakat setelah setahun, mempunyai potensi untuk berkembang.
- Bebas dari Utang
Dalam menghitung cukup nisab, harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus
bersih dari utang. Karena ia dituntut atau memiliki kewajiban untuk utangnya itu.
8
“Zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya. Orang yang berzakat
sedangkan ia atau keluarganya membutuhkan, atau ia mempunyai utang, maka
utang itu lebih penting dibayar terlebih dahulu daripada zakat.” (HR. Bukhari)

- Lebih dari Kebutuhan Pokok


Lebih dari kebutuhan pokok adalah sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk
kelangsungan hidup secara rutin; seperti kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan ini
akan berbeda untuk setiap orang karena tergantung situasi, keadaan dan jumlah
tanggungan.

2.3 Pihak – Pihak yang terikat dengan Zakat


1. Muzakki
Muzakki merupakan orang atau pihak yang melakukan pembayaran zakat. Adapun
kewajiban muzakki adalah: 1. Mencatat harta kekayaan yang dimiliknya 2.
Menghitung zakat dengan benar 3. Membayarkan zakat kepada amil zakat 4.
Meniatkan membayar zakat karena Allah swt 5. Melafalkan akad pada saat membayar
zakat 6. Menunaikan infak dan sedekah jika harta masih berlebih.

2. Mustahik
Mustahik adalah mereka-mereka yang berhak untuk menerima pembayaran zakat.
Zakat harus dibagikan kepada:
1. Orang-orang Fakir
2. Orang-orang Miskin
3. Kelompok Amil Zakat
4. Kelompok Muallaf
5. Kelompok Riqab (budak)
6. Kelompok Gharimin (orang yang berutang)
7. Kelompok Fi Sabilillah
8. Kelompok Ibnu Sabil

2.4 Jenis Zakat


Zakat umumnya dibagi menjadi dua (2) bagian yaitu: zakat fitrah dan zakat mal.
2.4.1 Zakat fitrah
Zakat fitrah atau disebut juga dengan zakat jiwa artinya adalah untuk menyucikan badan
atau jiwa. Dengan kata lain membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap
muslim baik kaya atau miskin, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, merdeka atau
hamba untuk mengeluarkan sebagian dari makanan pokok menurut syari’at agama islam
setelah mengerjakan puasa bulan Ramadhan pada setiap tahun. Bagi setiap muslim yang
melihat matahari terbenam di akhir bulan Ramadhan atau mendapati awal bulan syawal,
maka wajib baginya untuk membayar zakat fitrah untuk dirinya dan yang ditanggung
dengan syarat bahwa ada kelebihan makanan dari makanan yang sederhana pada hari
raya Idul Fitri.
9
Ada beberapa sumber hadist yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
pembayaran zakat fitrah, antara lain:
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata : Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah
dari bulan Ramadan satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari sya’iir atas seorang
hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslimin.
2. Diriwayatkan dari Umar bin Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata;
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari
sya'iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa
dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar ditunaikan/ dikeluarkan sebelum
manusia keluar untuk salat ‘ied.
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Rasulullah saw telah memfardhukan
zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan siasia dan dari
perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang
mengeluarkannya sebelum salat, maka itu berarti zakat yang di terima dan barang
siapa yang mengeluarkannya sesudah salat ‘ied, maka itu berarti shadaqah seperti
shadaqah biasa (bukan zakat fithrah).
4. Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda : Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik dari pada tangan
di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu (keluarga
dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan
(yang di perlukan oleh keluarga).
Syarat yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah antara lain
karena:
1. Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan
tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
2. Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadan dan hidup
selepas terbenam matahari.
3. Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadan dan tetap
dalam Islamnya.
4. Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadan.

Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran
terhadap hadits adalah sebesar satu sha’ atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.5 kg
makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah
bersangkutan (Mazhab syafi’i dan Maliki).

2.4.2 Zakat Maal (Harta) yang wajib dizakati


Zakat Harta adalah xakat yang boleh dibayarkan pada waktu yang tidak tertentu,
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambanga, hasil laut, hasil ternak, harta
temuan, emas dan perak, serta hasil kerja (profesi) yang masing – masing memiliki
10
perhitungan sendiri – sendiri. Seperti FirmanNya “Pungutlah olehmu atas zakat dari
kekayaan mereka…”. DAlam kekayaan mereka terdapat hak peminta – minta dan orang
yang melarat. Hal ini dapat disebabkan karena pada zaman rosul harta jenis itulah yang
dianggap sebagai kekayaan.
Ada beberapa jenis harta yang wajib dizakati setiap umat muslim dimuka bumi ini.
Jenis-jenis harta tersebut mencakup:
1. Zakat binatang ternak,
2. Zakat emas dan perak/zakat uang,
3. Zakat Perniagaan (Tijarah)
4. Zakat pertanian,
5. Zakat barang temuan (Rikaz), barang tambang (Alma’adin) dan hasil laut,
6. Zakat produksi hewani,
7. Zakat investasi pabrik, gedung, dll.
8. Zakat Penghasilan dan profesi,
9. Zakat perusahaan / Institusi

2.5 Organisasi Syariah Non-Profit dalam Lembaga Zakat dengan nama Organisasi
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
A. Pemanfaatan Dana Zakat
Satu hal yang menggembirakan bahwa potensi pemanfaatan dana zakat yang dikelola
oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta
potensi wakaf telah mendapat rekognisi dari otoritas perencanaan pembangunan nasional.
Hal itu tercermin dari data Kementerian PPN/Bappenas yang tertuang dalam Arsitektur
Keuangan Syariah Indonesiamengasumsikan 70 persen atau Rp 509,6 triliun sumber
keuangan syariah di Indonesia berasal dari dana zakat dan wakaf. Seperti diketahui potensi
penghimpunan zakat per tahun berdasarkan penelitian BAZNAS (2011) adalah Rp 217
triliun, sedangkan potensi wakaf khususnya wakaf uang atau wakaf tunai sebesar Rp 377
triliun per tahun.
Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang telah diluncurkan di
Istana Negara pada 27 Juli 2017 diharapkan semakin mempercepat, memperluas, dan
memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi nasional. Dalam sistem keuangan syariah terdapat sektor sosial yaitu zakat dan
wakaf. Pengelolaan zakat dan wakaf menjadi salah satu instrumen alternatif untuk
mengatasi ketimpangan dan kemiskinan. Pengelolaan zakat di negara kita dalam dekade
terakhir mengalami peningkatan dengan menggunakan dua indikator sebagai berikut:
Pertama, pertumbuhan jumlah operator atau lembaga pengelola zakat, yaitu Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sesuai nomenklatur resmi
lembaga pengelola zakat saat ini terdapat: 1 BAZNAS (pusat), 34 BAZNAS provinsi, 514
BAZNAS kabupaten/kota, 16 LAZ skala nasional, 7 LAZ skala provinsi, dan 11 LAZ
skala kabupaten/kota. Selain LAZ yang telah berizin atau mau mengajukan izin
operasional kepada Kementerian Agama, terdapat ratusan yayasan dan lembaga sosial
yang mengelola zakat di berbagai tingkatan.
11
Kedua, akumulasi dana zakat dan infak/sedekah yang dihimpun oleh semua operator
zakat. Mengutip Laporan BAZNAS Tahun 2016, realisasi pengumpulan ZIS (Zakat dan
Infak/Sedekah) tahun 2016 mencapai Rp 111,69 milyar, mengalami kenaikan 7,6 % dari
tahun sebelumnya 2015 yaitu Rp 74,59 milyar, dan realisasi pengumpulan zakat secara
nasional oleh semua lembaga pada tahun 2016 sebesar Rp 5,02 triliun, dibandingkan tahun
sebelumnya 2015 sebesar Rp 3,65 triliun, mengalami kenaikan sebesar 37,5 persen.
Sementara realisasi penyaluran ZIS nasional tahun 2016 sebesar Rp 2,89 triliun,
dibandingkan tahun sebelumnya 2015 Rp 2,25 triliun, mengalami kenaikan 28,4 %.
Dalam deskripsi laporan BAZNAS, strategi penyaluran ZIS dititik-beratkan pada
program pendayagunaan yang bersifat produktif 70 % dan program yang bersifat karitas,
dakwah, sosial, dan tanggap bencana sebesar 30 %. Perbandingan porsi 70 : 30 % untuk
penyaluran zakat secara produktif dan konsumtif (karitas) tidak bersifat mutlak karena
masing-masing lembaga pengelola zakat memiliki domain kebijakan sendiri dalam
menentukan prioritas penyaluran zakat yang dikelolanya. Dalam Statistik Zakat Nasional
2016 dirinci penerima manfaat zakat berdasarkan ashnaf meliputi: Fakir Miskin (89,60
%), Amil (0,15 %), Muallaf (0,16 %), Riqab (0,00 %), Gharimin (0,11 %), Sabilillah (9,72
%), dan Ibnu Sabil (0,26 %).
Pengembangan konsep Zakat Inclusion yang diluncurkan BAZNAS merupakan
langkah positif. Dalam konteks inklusi zakat, strategi penyaluran harus menyentuh sampai
ke masyarakat paling bawah sebagai upaya untuk memoderasi ketimpangan. Senyatanya
tidak semua orang miskin datang ke lembaga pengelola zakat. Karena itu tugas amil zakat
adalah menemu-kenali siapa-siapa yang berhak menerima zakat di wilayahnya.
Dari sisi pengumpulan, zakat yang dihimpun oleh badan/lembaga akan meningkat
seiring dengan literasi zakat dan kesadaran beragama semakin baik. Sementara dari sisi
penyaluran, dibutuhkan kemampuan dalam mengembangkan konsep penanggulangan
kemiskinan dan merealisasikannya di tataran praksis. Sejauh ini pemanfaatan dana zakat
telah memberi kontribusi sebagai sumber dana pembangunan infrastruktur sosial.
Infrastruktur sosial yang dimaksud adalah rumah ibadah (masjid, mushalla), sarana
kesehatan, dan sarana pendidikan.
Ketersediaan infrastruktur sosial harus senantiasa menjadi perhatian para pegiat
filantropi karena terkait dengan ketahanan hidup manusia dan pembebasan masyarakat
dari faktor penyebab kemiskinan. Hal itu sejalan dengan kerangka konseptual zakat yang
harus digunakan untuk meningkatkan taraf hidup fakir miskin. Menurut Prof. T.M. Hasbi
Ash Shiddieqy (1969) untuk mencapai tujuan dimaksud, dana zakat dapat digunakan
untuk membuka lapangan kerja baru dengan tujuan menampung fakir miskin dan
penganggur untuk beroleh kerja. Zakat dapat juga digunakan untuk membuka kursus-
kursus latihan kerja dan keterampilan bagi fakir miskin agar kesejahteraan mereka dapat
meningkat. Dengan cara demikian secara berangsur-angsur jumlah fakir miskin dapat
dikurangi.
Strategi pelayanan lembaga pengelola zakat terhadap mustahik tidak sama dengan
pelayanan terhadap muzaki yang kepentingannya hanya satu yaitu membayar zakat.
12
Sedangkan pelayanan mustahik membutuhkan empati, kepekaan, kesabaran serta
tanggungjawab moral untuk membantu perbaikan nasib mereka. Salah satu tantangan buat
para pengelola zakat dan pegiat filantropi islam adalah memastikan pencapaian tujuan
pengelolaan zakat dan mengukur indeks zakat nasional dalam penanggulangan
kemiskinan.
Menarik diperhatikan penelitian Irfan Syauqi Beik (IPB, 2011) yang menyusun
evaluasi dampak zakat dari ukuran-ukuran standar kemiskinan. Kajian Beik memasukkan
aspek spiritual dengan nama metode CIBEST (Center of Islamic Business and Economic
Studies). Saya mencatat kuadran CIBEST yang diperkenalkan Beik terbagi menjadi empat
area, yaitu area kesejahteraan, kemiskinan spiritual, kemiskinan materiil, dan kemiskinan
absolut. Dalam dimensi mikro, seperti dicatat dalam Indeks Zakat Nasional (BAZNAS,
2016) dampak zakat terhadap mustahik dapat dinilai dengan materi, ruhani, tingkat
harapan hidup, literasi, dan akses pendidikan.
Sejauh ini lembaga-lembaga yang mengelola zakat di Tanah Air telah melakukan
berbagai program dan inovasi untuk mengatasi ketimpangan infrastruktur sosial, seperti
sekolah dan layanan kesehatan untuk warga miskin atau masyarakat berpenghasilan
rendah. Pertanyaan dan diskursus yang sering mengemuka, manakah yang lebih efektif
dan efisien lembaga zakat mendirikan sekolah sendiri atau membantu murid dari keluarga
miskin dan membantu pembangunan fasilitas sekolah-sekolah terutama sekolah milik
umat yang mengalami kekurangan. Demikian pula, apakah lembaga zakat perlu
mendirikan rumah sakit yang khusus melayani warga miskin secara gratis atau membantu
mereka yang tidak mampu untuk bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan terbaik tanpa
kendala biaya. Semua opsi di atas memiliki akurasinya masing-masing sesuai tempat dan
waktu.
Penyaluran zakat tetap harus memperhatikan secara realistis perimbangan antara pola
penyaluran konsumtif untuk karitas dan produktif untuk pemberdayaan ekonomi dengan
memperhatikan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di suatu wilayah. Dalam
sebuah workshop dengan jajaran BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota di satu
daerah, salah satu peserta mengemukakan pendapatnya, sebaiknya seluruh dana zakat
disalurkan dalam bentuk program produktif supaya bisa mengentaskan kemiskinan.
Penyaluran zakat yang bersifat konsumtif tidak akan mengentaskan kemiskinan. Tak
mungkin hari ini diberi zakat, bulan depan menjadi sejahtera. Persoalan ini harus dilihat
dari sudut pandang yang lain, yaitu menyelamatkan hidup orang miskin, menyelamatkan
akidah kaum dhuafa, menyelamatkan orang miskin dari jeratan rentenir dan mencegah
mereka dari putus asa. Saudara bisa bayangkan risiko sosial yang timbul andaikata semua
lembaga zakat menghentikan layanan penyaluran zakat yang bersifat konsumtif.
Seandainya seluruh dana zakat itu disalurkan kepada program ekonomi produktif
dikhawatirkan banyak mustahik yang terabaikan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
mendesak.

2.6 Akuntansi Zakat


13
2.6.1 Pengertian Akuntansi Zakat Akuntansi
Akuntansi merupakan suatu proses mencatat, mengklasifikasi, mering kas, mengolah
dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubu ngan dengan keuangan sesuai
dengan syari’at yang telah ditentukan diguna kan sebagai pencatatan zakat dan
infak/sedekah yang diterima dari muzaki yang akan disalurkan kepada mustahik melalui
lembaga zakat. Akuntansi zakat ber fungsi untuk melakukan pencatatan dan pelaporan atas
penerimaan dan pengalokasian zakat (Muthaher Osmad, 2012: 184). Akuntansi dapat
didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan
penganalisaan data keuangan suatu organisasi (Al haryono Jusuf, 2001). Akuntansi juga
diartikan, sebagai bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi ekonomi
suatu perusahaan atau organi sasi dan hasil usaha pada waktu atau periode tertentu,
sebagai pertanggung jawaban manajemen serta untuk pengambilan keputusan (Mufraini,
M.Arif., 2006) Dalam penerapannya, akuntansi zakat dana mencakup teknik penghitungan
harta wajib zakat yang meliputi pengumpulan, pengidentifikasian, penghitungan beban
kewajiban yang menjadi tanggungan muzakki dan penetapan nilai harta wajib zakat serta
penyalurannya kepada golongan yang berhak menerima zakat. Dari beberapa penjelasan
diatas, dapat disimpulkan akuntansi zakat adalah proses penghitungan dan pengukuran
harta wajib zakat, untuk menentukan jumlah zakat yang harus dibayarkan oleh muzakki
dari harta yang dimiliki. Kemudian disalurkan kepada yang berhak menerima zakat
(mustahik) seperti yang telah ditentukan oleh syariah Islam.

2.6.2 Tujuan akuntansi zakat


Tujuan akuntansi zakat adalah untuk:
a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat,efisien, dan
efektif atas zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf yangdipercayakan kepada
organisasi atau lembaga pengelola zakat.
b. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi lembaga pengelola zakat untuk
melaporkan pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola secara tepat dan efektif
program dan penggunaan zakat (Osmad Muthaher, 2012: 185).
Tujuan lainnya dari akuntansi Zakat Menurut AAO-IFI (Accounting & Auditing
Standard for Islamic Financial Institution) adalah menyajikan informasi mengenai
ketaatan organisasi terhadap ketentuan syari’ah Islam, termasuk informasi mengenai
penerimaan dan pengeluaran yang tidak di perbolehkan oleh syari’ah, bila terjadi, serta
bagaimana penyalurannya. Berdasarkan tujuan terse but maka memperlihatkan betapa
pentingnya peran Dewan Syari’ah (mengeluar kan opini syariah).

2.6.3 Laporan Keuangan Amil Zakat

Menurut PSAK 109, Laporan Keuangan Amil Lengkap terdiri atas:


1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan perubahan dana

14
3. Laporan perubahan aset kelolaan
4. Laporan aruskas
5. Catatan atas laporan keuangan
Keterangan Rp Keterangan Rp
Laporan Posisi Keuangan
Aset Kewajiban

Aset LancarEntitas amil menyajikan pos-pos


xxx dalam neracajangka
Kewajiban (laporan posisi keuangan)xxx
pendek dengan
memperhatikan ketentuan xxxdalam PSAK terkait, yang mencakup, tetapi xxx tidak
Kas dan setara kas xxx Biaya yang masih harus dibayar xxx
terbatas pada:
xxx xxx
Instrumen1. Kas dan setara kas,
keuangan Kewajiban jangka panjang
xxx xxx
2. Instrumen keuangan, Imbalan kerja jangka panjang
Piutang xxx
3. Piutang, Jumlah kewajiban
xxx
Aset tidak 4.
lancar
Aset tetap dan akumulasi penyusutan kewajiban,
Saldo dana xxx
5. Biaya yang masih harus dibayar,
Aset tetap xxx
Dana zakat
6. Kewajiban imbalan kerja saldo dana, xxx
Jumlah Aset
7. Dana zakat, xxx Jumlah Kewajiban dan Saldo xxx
8. Dana infak/sedekah,
9. Dana amil dan
10. Dana non halal.

Contoh laporan keuangan Badan Amil Zakat dapat dilihat seperti berikut ini.

NERACA (LAPORAN POSISI KEUANGAN)


BAZ………..
PER 31 DESEMBER 20XX

15
Laporan Perubahan Dana
Amil menyajikan laporan perubahan dana zakat, dana infak/sedekah, dana
amil, dan dana nonhalal. Penyajian laporan perubahan dana mencakup, tetapi
tidak
terbatas pada pos-pos berikut:

Laporan Perubahan Dana


BAZ “XXX”
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2XX2

KETERANGAN Rph
DANA ZAKAT
Penerimaan
Penerimaan dari Muzakki
Muzakki Entitas Muzakki Individual Hasil xxx xxx
Penempatan xxx xxx
Jumlah penerimaan Dana Zakat
Penyaluran

Amil xxx xxx


Fakir Miskin xxx xxx
Riqab Gharim Muallaf Sabilillah Ibnu Sabil xxx xxx
Alokasi pemanfaatan asset kelolaan (misalnya
beban penyusutan) Jumlah Penyaluran Dana
Zakat xxx
xxx

Surplus/Defisit Xxx
Saldo Awal Xxx
Saldo Akhir Xxx

DANA INFAQ /SEDEKAH


Penerimaan

Infaq/Sedekah terikat atau xxx xxx


muqayyadah Infaq/Sedekah tidak xxx xxx
terikat atau mutlaqah Bagian amil atas xxx
penerimaan infaq/sedeqah Hasil
Pengelolaan
Penyaluran

16
Infaq/Sedekah terikat atau xxx xxx
muqayyadah Infaq/Sedekah tidak xxx xxx
terikat atau mutlaqah Alokasi xxx
pemanfaatan asset kelolaan

(misalnya beban penyusutan dan penyisihan)


Surplus/Defisit Xxx
Saldo Awal Xxx
Saldo Akhir Xxx

Laporan Perubahan Dana (Lanjutan)


BAZ “XXX”
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2XX2

KETERANGAN Rph
DANA AMIL
Penerimaan

Bagian Amil dari dana Zakat


xxx
Bagian Amil dari dana Infaq/Sedeqah xxx
xxx
Penerimaan Lainnya xxx
Jumlah penerimaan Dana Amil

Penggunaan

Beban Pegawai xxx


xxx
Beban Penyusutan
xxx
Beban Umum dan Administrasi Lainnya xxx
Surplus/Defisit 17 xxx
Laporan Arus Kas
Entitas amil menyajikan laporan arus kas sesuai dengan PSAK no 2:
Laporan Arus Kas dan PSAK yang relevan. Laporan arus kas adalah suatu laporan yang
menggambarkan arus kas masuk dan arus kas keluar pada periode tertentu. Tujuan
disusunnya laporan ini adalah untuk menyajikan informasi mengenai penerimaan
dan pengeluaran kas organisasi pada suatu peroide tertentu yang dibagi menjadi tiga,
yaitu arus kas dari aktivitas operasi, dari aktivitas investasi, dan dari aktivitas
ARUS KAS
pendanaan. DARI bentuk
Adapun AKTIVITAS OPERASI
Laporan Arus Kas adalah sebagai berikut:
Kas Masuk dari Aktifitas Operasi
Penerimaan dana
Zakat Muzakki
Entitas Muzakki XXXX
Individual
XXXX
Hasil Penempatan XXXX
Jumlah penerimaan Dana Zakat XXXX

LAPORAN ARUS KAS BAZ “XXX”


UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER
Penerimaan dana Infaq/sedeqah
Infaq/Sedekah terikat atau XXXX
muqayyadah Infaq/Sedekah tidak XXXX
terikat atau mutlaqah Jumlah XXXX
Jumlah Kas Masuk
penerimaan dari Aktifitas operasi
Infaq/sedeqah XXXX

Kas Keluar dari Aktifitas Operasi


Penyaluran dana zakat
Fakir XXXX
Miskin XXXX
Riqab XXXX
Gharim XXXX
Muallaf XXXX
Sabilillah XXXX
Ibnu Sabil XXXX
XXXX
Alokasi pemanfaatan asset kelolaan

Jumlah Penyaluran Dana Zakat

XXXX
Penyaluran dana Infaq/Sedeqah XXXX
Jumlah Kas Keluarterikat
Infaq/Sedekah dari aktivitas
atau operasi XXXX
Jumlah Arus Kas dari aktiviatas Operasi XXXX

18
LAPORAN ARUS KAS (Lanjutan)
BAZ “XXX”
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2xx2

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI


Kas Masuk dari Aktifitas Investasi
Penjualan aktiva Tetap XXX
X
Jumlah Kas Masuk dari Aktifitas operasi XXX
X
Kas Keluar dari Aktifitas Investasi
Pembelian Aktiva Tetap XXXX
Jumlah Kas Keluar dari aktivitas XXX
Investasi
Jumlah Arus Kas dari aktiviatas Investsai X
XXX
X
ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN
Kas Masuk dari Aktifitas Pendanaan
Penerimaan Piutang XXXX
Jumlah Kas Masuk dari Aktifitas XXX
Pendanaan X
Kas Keluar dari Aktifitas Pendanaan
Pemberian Hutang XXXX
Jumlah Kas Keluar dari aktivitas XXX
Pendanaan
Jumlah Arus Kas dari aktivitas Pendanaan X
XXX
X
KENAIKAN KAS XXX
X
SALDO AWAL KAS XXX
Laporan Perubahan Aset Kelolaan X
SALDO AKHIR KAS XXX
X
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana Zakat infak dan Sedekah, Amil zakat
dapat menyalurkan sebahagian dana zakat infak dan sedekah dalam bentuk
aset kelolaan. PSAK 109 memuat permisalan aset kelolaan dimaksud
antara lain rumah sakit, sekolah, mobil ambulan dan fasilitas umum lain
termasuk pula penyaluran pinjaman dana bergulir dari dana infak dan sedekah.
Entitas amil menyajikan laporan perubahan aset kelolaan seperti yang tertera pada
laporan berikut.

19
LAPORAN PERUBAHAN ASSET
KELOLAAN

BAZ
“XXX”
Saldo Akumulasi Akumulasi Saldo
Keterangan UntukPenambahan
Periode Yang Pengurangan
Berakhir 31 Desember penyusuta
Awal
2xx2 Penyisihan Akhir
n
Dana
Infaq/Sedeqa
h- Asset
Kelolaan
Lancar (Misal xxx xxx (xxx) (xxx) xxx
Piutang

Bergulir)

Dana

Infaq/Sedeqah-
Asset Kelolaan
Tidak Lancar
(Misal Rumah
Sakit atau
sekolah) xxx Xxx (xxx) (xxx) xxx

Catatan atas Laporan Keuangan

Amil menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101: Penya- jian Laporan Keuangan
Syariah dan PSAK yang relevan

20
2.7 Definisi Waqaf
Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata
“Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau tetap
berdiri”. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa Yahbisu-
Tahbisan”. Menurut arti bahasanya, waqafa berarti menahan atau mencegah,
misalnya ‫“ و ا‬saya menahan diri dari berjalan” Pengertian menghentikan ini. Jika
dikaitkan dengan waqaf dalam
istilah ilmu Tajwid, ialah tanda berhenti dalam bacaan Al-Qur’an. Begitu pula bila
dihubungkan dalam masalah ibadah haji, yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau
bertahan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Dasar Hukum Wakaf Menurut Hukum Indonesia diatur dalam berbagai


peraturan dalam perundang-undangan, yaitu :
a. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan
Tanah Milik.
c. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian Terhadap PP
No. 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.
d. Instruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang
Sertifikasi Tanah Wakaf.
e. Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Tentang Pelaksanaan
Penyertifikatan Tanah Wakaf.
f. Instruksi Presidan Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.18
g. Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
h. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2.8 Rukun dan Syarat Wakaf


Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf
ada empat (4), yaitu :
1. Wakif (orang yang mewakafkan harta);
2. Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan);
3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya).

2.9 Jenis – Jenis Waqaf


1. Berdasarkan Penggunaannya
1) Wakaf Ahli (Wakaf Dzurri). Wakaf jenis ini kadang-kadang juga disebut
wakaf‟alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan
jamninan social dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.
Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu
kepada anak cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil
manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf
ahli (Dzurri) ini adalah suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat
dua kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga dari silaturahmi terhadap
keluarga. Akan tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat
terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat darinya.
2) Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan
agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf
yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,
rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

Jenis wakaf ini dijelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW yang
menceritakan tentang wakaf sahabat Umar Bin Khatab. Beliau memberikan
hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan
hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada
umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek
untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.
Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan social, pendidikan,
kesehatan, pertahanan, keamanan, dan lainnya sepenjang tidak menyalahi
aturan syariah dan wakaf. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak
yang dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara
umum.

2. Berdasarkan Jenis Harta


Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, dilihat
dari jenis harta yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1)Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi
2)Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, terdiri atas.
3)Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar.
4)Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5)Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada
diatas tanah Negara hak guna, hak guna bangunan atau hak pakai
diatas hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus
mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak
milik, diantaranya:
a. Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri atas tanah
b. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
c. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
d. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip
syariah dan peraturan perundang-undangan.
6) Benda bergerak selain uang, terdiri atas:
a. Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya
yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan
undang-undang.
b. Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat
dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemkaian.
c. Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian
tidak dapat diwakafkan. Kecuali air dan bahan bakar minyak
yang persediannya berkelanjutan.
d. Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan,
meliputi: Kapal, Pesawat terbang , Kendaraan bermotor,
Mesin atau peralatan industry,
Logam dan batu mulia
e. Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang
dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
sebagai berikut:
1) urat berharga yang berupa: saham, Surat Utang Negara, obligasi, dan
surat berharaga lain yang dapat dinilai dengan uang.
2) Hak atas kekayaan intelektual: hak cipta, hak merk, hak paten, hak
desain industry, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, hak
perlindungan varietas tanaman, dan hak lainnya.
3) Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: hak sewa, hak pakai, hak
pakai atas benda bergerak, perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang
berupa: hak sewa, hak pakai, hak pakai hasil atas benda bergerak.
f. Benda bergerak berupa uang (wakaf tunai, cash waqf) yang merupakan
inovasi dalam keuangan public islam (Islamic society finance), karena jarang
ditemukan pada fikih klasik. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi
penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan social,
karena lebih fleksibel pengelolaannya. Pendapatan yang diperoleh dari
pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan
yang berbeda seperti pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri. Berdasarkan
beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI
melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang
yang intinya berisi sebagai berikut:
1) Wakaf uang (cash waqf) adalah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok orang lembaga atau badan hokum
dalam bentuk uang tunai
2) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga,
3) Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk
hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
5) Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya,
tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
3. Berdasarkan Waktu
1. Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
2. Mu‟aqqot yaitu wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu

4. Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan


1. Mubasyir/dzati yaitu harta wakaf yang menghasilkan
pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung
seperti madrasah dan rumah sakit.
2. Istitsmary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk
penanaman modal dalam produksi barang-barang dan
pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun
kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
(BWI, 2012).
2.10 Organisasi Syariah dalam Non-Profit Lembaga Wakaf dengan nama Organisasi
Badan Wakaf Indonesia (BWI)
A. Pemanfaatan Aset Wakaf
Indonesia memiliki aset wakaf yang besar dan tersebar di banyak tempat. Menurut
data saat ini, per Januari 2017 jumlah tanah wakaf di seluruh Indonesia adalah sebanyak
435.768 kavling dengan total luas sebesar 4.359.443.170 m2, dimana baru 66 persen
yang tersertifikasi. Luas tanah wakaf diasumsikan delapan kali luas wilayah negara
Singapura. Sebagian besar tanah wakaf belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif
yang memberi nilai tambah kepada umat.
Sementara itu untuk wakaf uang sampai saat kini baru terkumpul wakaf tunai sekitar
Rp 22 miliar oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) dari potensi wakaf uang sebesar Rp 377
triliun per tahun. Kalau diakumulasikan dengan wakaf uang yang dihimpun oleh lembaga
wakaf seperti Wakaf Al-Azhar dan Tabung Wakaf Dompet Dhuafa dan lainnya, jumlah
perolehannya mungkin masih di bawah Rp 200 milyar. Wakaf uang juga dihimpun oleh
sejumlah Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU), namun
jumlahnya masih relatif kecil.
Menurut penelitian Zainulbahar Noor (2014) dengan asumsi sederhana: apabila 100
juta dari 204 juta muslim Indonesia melaksanakan wakafuang rata-rata Rp. 100.000 per
bulan (atau rata-rata Rp. 35.000 per hari), total wakaf yang terkumpulkan dalam satu
bulan: Rp 10 triliun, per tahun Rp. 120 triliun. Pencapaian 50 persen daripadanya,
jumlah wakafuang terkumpul dalam satu tahun Rp. 60 triliun setara dengan total aset
Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat pada tutup buku tahun 2014.
Pada prinsipnya semua aset wakaf sesuai ketentuan syariah harus terjaga
keabadiannya. Di samping itu aset wakaf harus diinvestasikan ke dalam sektor usaha
produktif. Investasi ekonomi wakaf oleh nadzir yang amanah akan lebih baik kalau bisa
menghidupkan ekonomi riil dan memberi nilai manfaat untuk kemaslahatan umat.
Secara faktual ratusan ribu masjid, dan ribuan sekolah, madrasah, pesantren, dan
fasilitas sosial berdiri di atas tanah wakaf dan dibangun dari hasil pengumpulan zakat,
infak/sedekah dan wakaf umat Islam. Pada 14 Agustus 2017 saat menerima tamu
pengurus Asosiasi Masjid Kampus Indonesia saya mendapat informasi menggembirakan
dari pengelola lembaga zakat, infak/sedekah dan wakaf Rumah Amal Salman ITB,
dimana kegiatan sosial Masjid Salman ITB masjid kampus pertama di Indonesia itu kini
sedang merancang pembangunan rumah sakit dengan dana wakaf.
Ketentuan perundang-undangan tentang wakaf secara kategoris telah mengatur
peruntukan harta benda wakaf ialah untuk: (a) sarana dan kegiatan ibadah; (b) sarana dan
kegiatan pendidikan serta kesehatan; (c) bantuan kepada fakir miskin anak terlantar,
yatim piatu, beasiswa, (d) kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan (e) kemajuan
kesejahteraan umum lainnya.
Prospek pengembangan zakat dan wakaf ke depan akan terus mengalami kemajuan
kendati tantangan yang dihadapi juga cukup kompleks. Mencatat sedikitnya 6 isu aktual
seputar perwakafan yang perlu mendapat perhatian dan solusi dsari kita semua. Pemetaan
isu-isu aktual di bawah ini telah saya sampaikan kepada Bappenas dalam rangka
persiapan KNKS beberapa waktu lalu, yaitu:
Pertama, kurangnya akurasi data dinamis aset wakaf, termasuk wakaf uang atau wakaf
tunai (cash waqf).
Kedua, masih rendahnya angka pengumpulan wakaf uang.
Ketiga, masih banyak tanah wakaf yang belum tersertifikasi (sekitar 34%) dan belum
dimanfaatkan secara optimaluntuk kepentingan umat.
Keempat, masih banyak ditemukan tanah wakaf yang diserobot oleh perusahaan properti,
wakaf diambil kembali oleh ahli waris, aset wakaf lenyap atau digunakan di luar haknya,
dan ruislag (tukar guling) tanah wakaf yang bermasalah.
Kelima, kurangnya pemanfaatan aset wakaf untukkegiatan ekonomi produktif dan
pemanfaatan yang memberi nilai tambah bagi kesejahteraan umat.
Keenam,kapasitas dan rasa tanggung jawab para nadzir (pengelola wakaf)yang masih
perlu ditingkatkan.

2.11 Akuntansi Lembaga Waqaf


Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola sebuah atau
sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan
umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu khususnya.Hingga saat ini
belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi lembaga wakaf. Namun merujuk pada
akuntansi konvensional serta praktik dari lembaga wakaf yang telah beroperasi di
Indonesia saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf
tidak akan berbeda jauh. Hal ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus
dilakukan pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima. Itu artinya bahwa
untuk wakafpun pencatatannya akan mirip dengan zakat yaitu PSAK 109. Pencatatan
tersebut akan diakukan secara terpisah untuk setiap jenis penerimaan maupun
pengeluaran dana program wakaf termasuk juga pengelolaan serta pelaksanaan program
wakaf. Hal yang spesifik dalam pengelolaan akuntansi antara lain: adanya kebijakan
untuk menahan harta wakaf atau menjaga kelestariannya, namun demikian secara
akuntansi tidak terlalu rumit untuk diimplementasikan. Sesuai dengan karakteristiknya
sebagai organisasi nirlaba, maka bisa ditujukan merujuk pada PSAK 45 tentang
akuntansi untuk organisasi nilaba.
Selain menggunakan PSAK45 dan PSAK 109 perlakuan dan pengelolaan aset
wakaf merujuk pada SORP 2015 dan merupakan revisi yang paling baru di tahun 2015,
dan belum ada revisi lagi untuk tahun-tahun berikutnya, Alasan pemilihan SORP 2015
adalah SORP 2015 merupakan panduan dalam perlakuan akuntansi untuk badan amal.
Standar ini berkembang dan banyak digunakan oleh negara-negara di United Kingdom
(UK). SORP 2015 merupakan rekomendasi standar akuntansi dan pelaporan, baik
keuangan maupun non keuangan, bagi organisasi nirlaba khususnya badan amal yang
telah diterapkan di UK. Penggunaan SORP 2015 dinilai dapat meningkatkan kualitas
pelaporan bagi nazhir, terutama dalam hal comparability laporan keuangan. menyatakan
bahwa SORP 2015 setelah disesuaikan dengan syariat Islam, tepat untuk digunakan
sebagai panduan dalam menyusun laporan keuangan terkait dengan wakaf. (Pramita,
2009:3).

2.12 Laporan Keuangan Wakaf


Laporan keuangan wakaf uang disajikan secara terpisah dari laporan keuangan
nazhir yang terkait dengan kegiatan operasionalnya. Terpisahnya laporan keuangan ini
akan memudahkan pengguna laporan keuangan dalam mengukur dan menilai kinerja
nazhir dalam hal menerima, mengelola dan mengembangkan serta menyalurkan manfaat
wakaf. Selain itu, Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga koordinator nazhir yang ada
di Indonesia akan lebih mudah dalam menilai kinerja nazhir dari sisi operasionalnya.
Laporan keuangan yang disusun oleh nazhir terkait dengan wakaf uang adalah :
1. Laporan Aktivitas Keuangan Wakaf
2. Neraca Wakaf
3. Laporan Arus Kas Wakaf
4. Catatan atas Laporan Keuangan.

2.13 Perlakuan Akuntansi


Perlakuan akuntansi terhadap laporan keuangan adalah melakukan penyelidikan atau
evaluasi terhadap laporan keuangan dan unsur-unsurnya untuk mengetahui sebab-sebab
atau alasan-alasan yang memungkinkan terjadinya perbedaan. Perbedaan yang muncul
akan menyebabkan kurang tepatnya atau kurang wajarnya penyajian atas laporan
keuangan. Didalam melakukan proses perlakuan akuntansi tahapannya adalah :
a. Pengakuan aset wakaf
b. Pengukuran aset wakaf
c. Pencatatan aset wakaf
d. Penyajian dan pengungkapan aset wakaf
(Ikatan Akuntan Indonesia,2014)

2.14 Tujuan Pelaporan Keuangan oleh Organisasi – Organisasi Nonbisnis.


1. Tujuan utama ( Primary Objectives ): Pelaporan keuangan organisasi non - bisnis
harus menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para penyedia dana dan
pemakai lain, baik berjalan maupun potensial, dalam membuat keputusan -
keputusan rasional tentang alokasi dana ke organisasi tersebut.
2. Tujuan-tujuan spesifik ( Spesific Objctives ) : Pelaporan keuangan harus
menyediakan informasi untuk membantu para penyedia dana dan pemakai lain, baik
berjalan maupun potensial, dalam menilai ( assessing ) jasa – jasa yang disediakan
organisasi dan kemampuannya untuk terus menyediakan jasa – jasa tersebut.
3. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para
penyedia dana dan pemakai lain, baik berjalan maupun potensial, dalam menilai
( assessing ) bagaimana para manajer organisasi non – bisnis telah melaksanakan
tanggung jawab kepengurusannya dan aspek – aspek lain kinerjanya.
4. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat tentang sumber
daya, kewajiban, dan akibat-akibat dari transaksi, kejadian, dan keadaan yang
mengubah sumber daya dan hak atas sumber daya tersebut.
5. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang kinerja organisasi selama
satu periode. Pengukuran periodik perubahan –perubahan jumlah dan sifat aset
bersih organisasi non – bisnis dan informasi tentang upaya – upaya dan hasil jasa
( service efforts and accomplishments ) organisasi secara bersama menunjukkan
informasi yang paling bermanfaat dalam menilai kinerja organisasi.
6. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang bagaimana organisasi
mendapatkan dan membelanjakan kas atau sumber likuid lain, tentang pinjaman dan
pelunasannya, dan tentang faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas
organisasi.
7. Pelaporan keuangan harus mencakupi penjelasan – penjelasan dan interpretasi –
interpretasi untuk membantu para pemakai memahami informasi keuangan yang
disediakan.(Departemen Ekonomi dan Keuangan syariah,2016)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan dari isi makalah maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Umat muslim perlu meningkatkan literasi zakat dan wakaf dalam konteks
kekinian. Penguatan sektor sosial keuangan Islam memberi perspektif pada kita bahwa
tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bangsa tidak bisa hanya dilihat dari infrastruktur
ekonomi, apalagi kalau hanya dimiliki secara privat oleh korporasi pemilik modal.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian serius ialah infrastruktur sosial
menyangkut kesejahteraan rakyat, keberdikarian bangsa, serta penguatan nilai-nilai
kemanusiaan. Dewasa ini ideologi kekerasan telah merambah begitu rupa di Tanah Air.
Ideologi kekerasan ditengarai sebagian diproduksi oleh ketimpangan dan kemiskinan.
Mohammad Natsir (1957) dalam buku Tindjauan Hidup mengemukakan “Negara
itu bukan gedung-gedung,negara itu bukanlah jalan-jalan yang besar, bukan fabrik-
fabrik, bukan kereta api, bukan kapal terbang.Bukan itu yang dinamakan negara, tetapi
yang dinamakan negara jika ada manusia. Kalau membinanegara berarti membina
kemanusiaan. Siapayang membina negara tanpa membina kemanusiaan,samalah artinya
dengan membina sebuahrumah di atas pasir yang kering tandus.”
Sebagai kesimpulan, sektor zakat dan wakaf memberi kontribusi penting dalam
pembangunan infrastruktur sosial yang mempertinggi kualitas manusia dan
kemanusiaan (human development). Investasi wakaf, seperti pengalaman di beberapa
negara Arab, misalnya Mesir, memberi andil dalam menciptakan stabilitas keuangan
negara.
3.2 Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada
penulis. Apabila terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi karena penulis
tak luput dari salah,khilaf dan lupa.

1
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurul; Anggraini, Desti; Rini, Nova; Hudori; Mardoni, Yosi. 2014. Akuntabilitas
Sebagai Sebuah Solusi Pengelolaan Wakaf. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, JAMAL,
Volume 5 Nomor 3 Halaman 345-510, pISSN 2086-7603, eISSN 2089-5879

Nasar, M. Fuad. 2017. Zakat dan Wakaf Membangun Infrastruktur Sosial Alumni YISC Al-
Azhar dan Pascasarjana UGM, Pengurus dan Wakil Sekretaris BAZNAS 2004 – 2015

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

P, Ari Kristin dan Umah, Umi Khoirul. 2011. Penerapan Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil
Zakat (Studi pada LAZ DPU DT cabang Semarang). IAIN Walisongo Semarang ,
VALUE ADDED, Vol. 7 , No.2, Maret 2011 – Agustus 2011

Rusydiana, Aam S. & Devi, Abrista. 2017. Analisis Pengelolaan Dana Wakaf Uang di
Indonesia: Pendekatan Metode Analytic Network Process (ANP). Jurnal Wakaf dan
Ekonomi Islam Volume 10 No. 2 Edisi Desember, Hal: 115 – 133, ISSN 2085-0824

Anda mungkin juga menyukai