Disusun Oleh :
Kelompok 6
Tuti Yuinatun
Nurlaila
Zuyyinatul Mualifah
Deni Lestari
Zahrotul Mahmudati
Miranti Puspitasari
Yunita Amilia
normal x juga mempunyai distribusi normal. Telah kita ketahui bahwa E ( = µ dan
Distribusi x telah kita ketahui, untuk selanjutnya kita dapat lebih mengetahui
seberapa baik estimator yang digunakan. Kita mengetahui bahwa nilai sebenarnya
µ? Mendekati x, tetapi seberapa dekat? Apalah x mendekati 1 unit µ? Ataukah 50
unit? Sebaiknya kita mengetahui probabilitas yang jarak dari x ke µ akan lebih
sedikit daripada beberapa nilai tertentu c. Dengan kata lain, kita ingin mengetahui
probabilitas sebenarnya nilai sebenarnya µ adalah terletak antara (x – c) dan (x + c).
Pada kenyataannya, probabilitas banyak bergantung pada nilai c yang kita
pilih (lihat gambar 11-1). Jika kita pilih nilai c yang sangat besar, maka kita dapat
hampir memastikan nilai µ akan berada pada interval. Sebagai contoh, kita dapat
menyusun c dengan tidak terbatas. Probabiltas µ akan berada pada interval 100
persen, karena kenyataannya µ harus ada antara 9x -tidak terbatas) dan (x +tidak
terbatas). Bagaimanapun juga interval yang luas tidak berguna. Sebaliknya jika kita
buat interval yang lebih sempit dengan memiih nilai c yang lebih kecil, nilai µ
dapat diketahui dengan tepat.
Langkah umum pada statisik adalah sebagai berikut, pertama kita pilih
probabilitas yang diinginkan, dengan kata lain kita letakkan probabilitas µ ditengah
interval. Biasnaya 95 persen. Kemusian kita hiutng berapa luas interval jika
kemungkinan 95 persen mengandung nilai sebenarnya. Interval ini dinamakan
confindence interval dan 95 adalah confidence leval.
Bila anda mempunyai n observasi dari a distribusi normal dengan standar deviasi σ.
1. Tentukan confidence interval yang diinginkan. Jika anda lebih waspada ambil
tingkat yang lebih tinggi (0,95 salah satu tingkat yang umumnya paling banyak).
2. Lihat nilai a pada tabel 1.
3. Hitung x dan a σ/√n
4. Confidence interval adalah dari x-a a/n sampai x + a a/n.
Tabel Confidence interval
Confidence interval Σ
0,85 1,28
0,85 1,44
0,90 1,65
0,95 1,96
0,99 2,58
1. Pada saat kita mengetahui sebuha estimasi parameter populasi yang tidak
diketahui, kita perlu mengetahui bagaimana tepatnya estimasi tersebut.
2. Menghitung confidence interval sangat berguna, sebuha interval yang
mempunyai probabilitas tetap yang mengandung nilai parameter populasi yang
tidak diketahui.
3. Probabilitas tetap ini merupakan confidence interval dan umumnya sebesar 95
persen.
4. Confidence interval yang sempit lebih baik karena anda dapat membuat estimasi
yang mendekati nilai sebenarnya dari parameter.
5. Pada umumnya, convidence interval akan menjadi lebih sempit jika jumlah
observasi bertambah.
Kita sekarang tidak mengetahui nilai sebenarnya dari σ2. Perkiraan pertama,
kita dapat menggunakan variance sampel untuk mengestimasi nilai σ2. Jika banyak
sampel (n) cukup besar (n > 30). Kita dapat menggunakan confidence interval yang
telah dibahas sebelumnya, dengan variance sl2 dipakai sebagai pengganti σ2. Untuk
sampel kecil, kita gunakan cara lain yaitu dengan distribusi “t”.
Ingat, convidence interval dengan distribusi normal adalah :
telah diganti oleh nilai σ yang tidak diketahui. Kita dapat harapkan, distribusi T
sangat menyerupai distribusi standar normal. Setelah ada sedikit manipulasi, kita
dapatkan
Dimana adalah variabel random yang baru yang berhubungan dengan s12 dan s22
: =
Kita definisikan
3. Hitung
4. Lihat nilai pada tabel (jika n > 30, t hampit sama dengan distribusi normal).
Anggaplah anda mempunyai sampel yang diambil dari populasi normal yang
variancenya ingin anda estimasi. Kita mengetahui bagaimana menghitung variance
sampai s12. Sekarang kita perlu menentukan confidence interval untuk σ². Telah
diketahui bahwa :
Merupakan variabel random chi-square dengan df n-1. Untuk dua angka positif a
dan b, kita mengetahui bahwa :
2. Hitung
3. Tentukan nilai a dan b, jika Y² adalah variabel random chi-square dengan df n-1,
maka
3. Hitung
4. Hitung
2. Hitung
3. Hitung sp² :
4. Lihat nilai df
5. Hitung c :
Nilai P (p value)
Contoh :
Ada 20 orang yang pergi ke suatu restoran. Keesokan harinya 7 orang diantaraanya
sakit. Mereka mencurigai hal itu terjadi karena ikan yang mereka makan di
restoran.
7 13 20
If OR > 1
If OR < 1
Odds ratio dapat digunakan pada studi kohort maupun case control dengan
syarat odds ratio paparan sama dengan odds ratio penyakit. Sedangkan relative risk
hanya bisa digunakan pada studi kohort.
Berdasarkan WHO Basic Epidemiology, Odds ratio sangat mirip dengan risk
ratio, terutama jika penyakit langka. Agar odds ratio menjadi pendekatan yang baik,
kasus dan kontrol harus mewakili populasi sehubungan dengan paparan/ exposure.
Namun, karena insiden penyakit tidak diketahui, risiko absolut/abslote risk tidak
dapat dihitung. Odds ratio harus disertai dengan interval kepercayaan yang diamati
sekitar titik estimasi.
Relative risk jauh lebih mudah untuk ditafsirkan dan jauh lebih masuk akal
untuk orang awam - misalnya relative risk 7,0 berarti bahwa kelompok yang
terkena dampak memiliki tujuh kali risiko dari kelompok yang tidak terkena
dampak. Kebanyakan orang dapat memahami konsep ini cukup mudah. Odds ratio
(rasio dari relative odds penyakit yang terjadi di grup A dibandingkan dengan yang
terjadi di grup B) lebih kompleks secara konseptual, tetapi memiliki beberapa
keunggulan statistik dibandingkan relative risk - pada dasarnya lebih fleksibel.
Aturan umum menyebutkan bahwa jika prevalensi suatu penyakit penyakit <10%
atau lebih, nilai relative risk dan odds ratio kurang lebih sama.
2) RR (Risk Ratio)
Risiko relatif atau risk ratio (RR) adalah perbandingan atau rasio angka
insidensi kelompok yang terpajan faktor tertentu terhadap angka insidensi
kelompok yang tidak terpajan faktor tertentu. Secara skematis dapat dituliskan
sebagai berikut :
Para dokter menggunakan risiko relatif yang menyatakan risiko pada suatu
kelompok yang terpajan suatu faktor (misalnya laki-laki, hipertensi, perokok)
dibandingkan dengan risiko pada suatu kelompok referensi yang tidak terpajan
suatu faktor (misalnya perempuan, normotensi, bukan perokok). Jika faktornya
adalah merokok, risiko relative menyatakan kepada para dokter besarnya
peningkatan risiko untuk seorang pasien perokok dibandingkan dengan pasien yang
bukan perokok. Pasien perokok mungkin berada dalam kelompok berisiko tinggi
mengidap suatu penyakit (berdasarkan kebiasaan merokok), dan sebuah tes skrining
dapat ditujukan untuk mendeteksi awal penyakit asimtomatik. Faktor yang
dikaitkan dengan ini karena meningkatkan risiko relative disebut sebagai faktor
risiko (risk factors).
Risiko relative tidak mengukur probabilitas bahwa seseorang yang memiliki
suatu faktor akan mengidap penyakit. Contohnya, jika risiko relative atas
kepemilikan suatu faktor adalah 10, hal itu hanya berarti bahwa probabilitas orang
tersebut untuk menjadi sakit adalah 10 kali lebih tinggi daripada orang yang tidak
memiliki faktor tersebut jika penyakitnya jarang, seseorang yang memiliki suatu
faktor mungkin memiliki peluang yang masih sangat kecil untuk menjadi sakit.
Contohnya, wanita yang sudah menggunakan kontrasepsi oral dalam waktu yang
lama mempunyai risiko relative yang tinggi untuk mengidap penyakit adenoma sel
hati. Namun, insidensi yang mendasari penyakit ini sangatlah kecil sehingga
peningkatan risiko yang diterima pengguna kontrasepsi oral tidaklah penting
dibandingkan dengan manfaat yang didapat. Hal itu sangatlah penting untuk dapat
diingat ketika risiko relative sudah ditetapkan dari sebuah studi retrospektif. Hal ini
disebabkan oleh risiko relative tidak mengungkap angka insidensi baik untuk
kelompok terpajan maupun kelompok tidak terpajan. Jadi, risiko relative yang
diperkirakan bagi kelompok terpajan hanyalah suatu perkalian dari angka insidensi
yang tidak diketahui di kalangan mereka yang tidak terpajan.
Risiko relative juga mengukur kekuatan asosiasi antara suatu faktor dan
suatu outcome tertentu, jadi suatu risiko relative yang tinggi menunjuk kepada
penyebab penyakit dan sangat berguna dalam penelitian untuk etiologi penyakit.
3) PR (Prevalence Ratio)
Prevalence ratio merupakan rasio dari proporsi orang yang sakit terhadap
proporsi orang yang terpapar.
Prevalensi penyakit pada orang yang terpapar dan yang tidak terpapar
(penelitian cross sectional)
Pada tabel 2x2 dibawah, proporsi dari orang yang sakit dihitung pada kelompok
dengan orang yang terpapar dan secara terpisah dalam kelompok tanpa orang yang
terpapar. Sakit
Ya Tidak
Paparan
Ya A b
PR =
Tidak C d
Kekuatan Hubungan
Seberapa banyak lebih besar atau lebih kecil daripada 1.0 merupakan ukuran dari
kekuatan hubungan antara paparan dengan penyakit.
“Secara keseluruhan, prevalens HSV2 pada tindakan lanjutan yaitu 11,9% pada
peserta pria dan 21,1% pada peserta wanita, dengan mengatur prevalens rasio pada:
0.92 (CI 0.69, 1.22) dan
1.05 (CI 0.83, 1,32), berturut-turut.”
Hasil biologis utama yaitu insidens dari infeksi HIV selama percobaan dan
prevalens dari infeksi HSV2 pada akhir dari percobaan ini pada:
Intervensi dan
Kelompok kontrol
20 komunitas diacak, 10 pada masing-masing kelompok.
HSV2 diukur hanya sekali, secara cross-sectional, pada akhir dari percobaan dan
karena itu rasio dari prevalens pada intervensi dan kelompok kontrol dilaporkan
secara benar sebagai prevalens rasio.
DAFTAR PUSTAKA
Morton, Richard F., J. Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2001. A Study Guide to
Epidemiology and Biostatistics, 5th Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Ross, D. A., Changalucha, J., Obasi, A. I., Todd, J., Plummer, M. L., Cleophas-Mazige,
B., et al. (2007). Biological and behavioural impact of an adolescent sexual
health intervention in Tanzania: a community-randomized trial. Aids, 21(14),
1943-1955.
Sukon Kancharanaksa. 2008. Estimating Risk. John hopkins University.
Sunarto dan Achmad Surjono. 1997. Interval Kepercayaan dalam Analisis Kemaknaan
Klinis. Berkala Ilmu Kedokteran. Vol. 29, No. 3, September 1997. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Sumber lain:
Admin. 2015. Pengertian nilai p (p value) atau sig dari output SPSS atau excell dalam
uji t, uji z dan uji F, (http://www.risetdata.com/?p=161, di akses 6 Maret 2016)
https://www.researchgate.net/deref/http%3A%2F%2Fwhqlibdoc.who.int
%2Fpublications%2F2006%2F9241547073_eng.pdf Diakses pada tanggal 2
Maret 2016