PENURUNAN IMPOR
SUBSTITUSI IMPOR PADA INDUSTRI PENINGKATAN UTILISASI PRODUKSI
DENGAN NILAI IMPOR BESAR SELURUH SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
NILAI IMPOR (Rp)
INDUSTRI 88% Impor
2019 2020
Industri
Industri Mesin 308 T 258 T Pengolahan
Industri Kimia 299 T 257 T
Mendorong Utilisasi Utilisasi Utilisasi
Industri Logam 242 T 183 T
Industri Elektronik 231 T 228 T
Pendalaman
Struktur 60% 75% 85%
Industri Makanan 140 T 147 T (2020) (2021) (2022)
Industrig
Industri peralatan Listrik 116 T 103 T
Industri Tektil 103 T 82 T Peningkatan
Industri Kendaran Bermotor 96 T 51 T
Investasi dan
Penyerapan
Industri Barang logam 81 T 63 T
Tenaga Kerja Peningkatan
Industri Karet dan Barang dari Karet 60 T 55 T Penyerapan
Baru Kemampuan Peningkatan
Tenaga Kerja
TOTAL 1.677 T 1.427 T Belanja Dalam Pasar Ekspor
Terdampak PHK
Negeri
APBN SHARE
NO. URAIAN Pelayanan
(Triliun Rupiah) (%) Umum
526,2 T
1 Belanja Pegawai 421,1 21,54
Pendidikan Ekonomi
2 Belanja Barang 362,5 18,55 175,2T 511,3 T
3 Belanja Modal 246,8 12,63
4 Bantuan Sosial 373,3 19,10
Potensi
5 Pembayaran Bunga Utang 175,4 8,97 Penggunaan PDN
Transfer
6 Subsidi 6,8 0,35 TA 2021 Perlindungan
ke Daerah dan
Sosial
Dana Desa
7 Belanja Hibah 161,4 8,26 795,5 T
260 T
8 Belanja lain-lain 207,3 10,61
Total* 1.954,60 100 Pertahanan,
Sumber: Nota Keuangan APBN 2021 Kemenkeu RI Ketertiban & Kesehatan
Keamanan 111,7 T
Belanja Barang dan belanja Modal sebesar Rp 609,3 Triliun dapat 303,7 T
dioptimalkan sebagai peluang pasar Produk Dalam Negeri
Sumber: Paparan Menteri Perindustrian pada Business Matching Tahap IV di Bali, 6 Oktober 2022
Prinsipnya 2 hal:
• Bagaimana meningkatkan
belanja PDN?
• Bagaimana
mengendalikan belanja
IMPOR dan Tenaker
Asing?
DIKTUM PERTAMA
7. Menyampaikan program pengurangan
impor paling lambat pada tahun 2023
sampai dengan 5% (lima persen) bagi
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah yang masih melakukan
pemenuhan belanja melalui impor.
Pada DIKTUM KETIGA Kepmen PUPR menyebutkan tugas dari Tim Pelaksana
dalam mengendalikan penggunaan non produk dalam negeri (impor) yaitu:
1. Ketua Tim Pelaksana:
Menyusun dan menetapkan standar operasional prosedur terkait
pelaksanaan tugas Tim Pelaksana sesuai kebutuhan pelaksanaan tugas.
2. Tim Pelaksana Monitoring dan Evaluasi:
Memberikan pendampingan dan rekomendasi penggunaan produk dalam
negeri dan/atau produk yang diproduksi di dalam negeri kepada Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal permohonan izin penggunaan non produk
dalam negeri (impor).
Total Rp.3.091.152.881.233
1. Penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing pada Tahun 2022 dibatasi
sebesar paling tinggi 10% dan pada Tahun 2023 dan 2024 sebesar paling
tinggi 5% dari pagu Kementerian PUPR;
2. Penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing dapat diberikan persetujuan
dengan syarat:
a. Memperhatikan urutan prioritas penggunaan produk dan tenaga kerja
dalam negeri; dan
b. Memastikan ketersediaan produk dan tenaga kerja dalam negeri melalui
sumber informasi yang sah sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
3. Dalam hal angka 2 tidak terpenuhi, persetujuan penggunaan barang impor dan
tenaga kerja asing dapat diberikan dengan pembagian kewenangan berdasarkan
nilai pengadaan barang impor dan tenaga kerja asing sebagai berikut:
No. Jabatan Nilai Pengadaan
1 Menteri di atas Rp1.000.000.000,-
2 Pejabat Tinggi Madya paling banyak Rp1.000.000.000,-
Pejabat Tinggi Pratama/ Kepala Satuan Kerja Unit paling banyak Rp500.000.000,-
3 Eselon II
4 Kepala Balai/ Kepala Satuan Kerja Unit Eselon III paling banyak Rp200.000.000,-
5 Kepala Satuan Kerja paling banyak Rp100.000.000,-
Penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing pada Tahun 2022 dibatasi
1 sebesar paling tinggi 10% dan pada Tahun 2023 dan 2024 sebesar paling
tinggi 5% dari pagu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing dapat diberikan persetujuan
2 dengan syarat:
a. Memperhatikan urutan prioritas penggunaan produk dan tenaga kerja dalam
negeri; dan
b. Memastikan ketersediaan produk dan tenaga kerja dalam negeri melalui
sumber informasi yang sah sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Dalam hal angka 2 tidak terpenuhi, persetujuan penggunaan barang impor dan
3 tenaga kerja asing dapat diberikan dengan persetujuan Menteri dengan urutan
persetujuan penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing.
1) Barang Wajib Berstandar (BWB) adalah produk/barang yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
minimal 25% (dua puluh lima persen) ditambah dengan nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) maksimal 15% (lima
belas persen) bernilai lebih besar dari atau sama dengan 40% (empat puluh persen) dan memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI)/standar yang berlaku;
2) Barang Wajib Tidak Berstandar (BWTB) adalah produk/barang yang memiliki TKDN minimal 25% (dua puluh lima
persen) ditambah dengan nilai BMP maksimal 15% (lima belas persen) bernilai lebih besar dari atau sama dengan 40%
(empat puluh persen) dan belum memenuhi SNI/standar yang berlaku;
3) Barang Tidak Wajib Berstandar Tipe A (BTWB-A) adalah produk/barang yang memiliki TKDN minimal 25% (dua puluh
lima persen) ditambah dengan nilai BMP kurang dari 15% (lima belas persen) bernilai lebih besar dari atau sama
dengan 25% (dua puluh lima persen) dan lebih kecil dari 40% (empat puluh persen) serta memenuhi SNI/standar yang
berlaku;
4) Barang Tidak Wajib Tidak Berstandar Tipe A (BTWTB-A) adalah produk/barang yang memiliki TKDN minimal 25%
(dua puluh lima persen) ditambah dengan nilai BMP kurang dari 15% (lima belas persen) bernilai lebih besar dari atau
sama dengan 25% (dua puluh lima persen) dan lebih kecil dari 40% (empat puluh persen) serta belum memenuhi
SNI/standar yang berlaku;
5) Barang Tidak Wajib Berstandar Tipe B (BTWB-B) adalah produk/barang yang memiliki TKDN kurang dari 25% (dua
puluh lima persen) ditambah dengan nilai BMP kurang dari 15% (lima belas persen) bernilai lebih kecil dari 25% (dua
puluh lima persen) dan memenuhi SNI/standar yang berlaku;
6) Barang Tidak Wajib Tidak Berstandar Tipe B (BTWTB-B) adalah produk/barang yang memiliki TKDN kurang dari 25%
(dua puluh lima persen) ditambah dengan nilai BMP kurang dari 15% (lima belas persen) bernilai lebih kecil dari 25%
(dua puluh lima persen) dan belum memenuhi SNI/standar yang berlaku;
7) Produksi Dalam Negeri Tidak ber-TKDN Tipe A (PDN-A) adalah produk/barang yang tidak memiliki sertifikat TKDN
namun memiliki sertifikat BMP dengan nilai maksimal 15% (lima belas persen) serta memenuhi SNI/standar yang berlaku;
8) Produksi Dalam Negeri Tidak ber-TKDN Tipe B (PDN-B) adalah produk/barang yang tidak memiliki sertifikat TKDN
namun memiliki sertifikat BMP dengan nilai maksimal 15% (lima belas persen) serta belum memenuhi SNI/standar yang
berlaku;
9) Produksi Dalam Negeri Tidak ber-TKDN Tipe C (PDN-C) adalah produk/barang yang tidak memiliki sertifikat TKDN dan
BMP namun memenuhi SNI/standar yang berlaku;
10) Produksi Dalam Negeri Tidak ber-TKDN Tipe D (PDN-D) adalah produk/barang yang tidak memiliki sertifikat TKDN dan
BMP serta belum memenuhi SNI/standar yang berlaku;
11) Produk/barang Impor.
8 Sumber lainnya yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku
No Kewenangan Tugas
PPK wajib mendapatkan justifikasi teknis dan memastikan kembali
1 PPK
ketersediaan PDN
2 Kasatker Mereviu justifikasi teknis dan memastikan kembali ketersediaan PDN
Kepala Balai/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon III menerima permohonan
izin penggunaan barang impor dari Kepala Satker, Kepala Balai/Kepala
Kabalai / Kasatker
3 Satuan Kerja Unit Eselon III mereviu justifikasi teknis dan memastikan
Unit Eselon III
kembali ketersediaan PDN berdasarkan urutan prioritas penggunaan
produk/barang
PPT Pratama/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon II menerima permohonan
(PPT Pratama) / izin penggunaan barang impor dari Kepala Balai/Kepala Satuan Kerja
4 Kasatker Unit Unit Eselon III, PPT Pratama/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon II mereviu
Eselon II justifikasi teknis dan memastikan kembali ketersediaan PDN
berdasarkan urutan prioritas penggunaan produk/barang
PPT Madya menerima permohonan izin penggunaan barang impor dari
PPT Pratama/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon II, PPT Madya mereviu
5 PPT Madya
justifikasi teknis dan memastikan kembali ketersediaan PDN
berdasarkan urutan prioritas penggunaan produk/barang
Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi, Ditjen Bina Konstruksi
ALUR PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGGUNAAN BARANG IMPOR (2)
No Kewenangan Tugas
Dirjen Bina Menerima surat permohonan fasilitasi rapat pembahasan penggunaan
Konstruksi barang impor dari PPT Madya terkait, Dirjen Bina Konstruksi memberikan
6 (selaku Ketua Tim disposisi kepada Direktur KSDK
Pengarah P3DN
PUR)
Menerima disposisi surat permohonan fasilitasi rapat pembahasan
Direktur KSDK penggunaan barang impor dari Dirjen Bina Konstruksi, Direktur KSDK
(selaku Ketua Tim memfasilitasi pelaksanaan rapat dengan mengundang Kementerian
7
Pelaksana P3DN Perindustrian, Kementerian/Lembaga terkait, asosiasi material dan
PUPR) peralatan konstruksi, asosiasi terkait lainnya, produsen terkait, serta pihak
terkait lainnya
Memiliki kewenangan untuk memberikan izin/tidak memberikan izin
8 Menteri
terhadap penggunaan barang impor
No Kewenangan Tugas
PPK wajib mendapatkan justifikasi teknis dari Unit Kerja/Direktorat Teknis dan/atau Direktorat
1 PPK Bina Teknik terkait melalui Kepala Satker dan Kepala Balai terkait, mengenai justifikasi teknis
kebutuhan TKA
Kepala Satker menerima permohonan izin penggunaan TKA dari PPK, Kepala Satker
2 Kasatker mereviu justifikasi teknis dan memastikan kembali ketersediaan TKA berdasarkan urutan
prioritas penggunaan tenaga kerja
Kepala Balai/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon III menerima permohonan izin penggunaan
TKA dari Kepala Satker, Kepala Balai/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon III mereviu justifikasi
Kabalai / Kasatker Unit
3 teknis dan memastikan kembali ketersediaan tenaga kerja berdasarkan urutan prioritas
Eselon III
penggunaan produk/barang
PPT Pratama/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon II menerima permohonan izin penggunaan
TKA dari Kepala Balai/Kepala Satuan Kerja Unit Eselon III, PPT Pratama/Kepala Satuan
(PPT Pratama) / Kasatker
4 Kerja Unit Eselon II mereviu justifikasi teknis dan memastikan kembali ketersediaan PDN
Unit Eselon II
berdasarkan urutan prioritas penggunaan tenaga kerja
PPT Madya menerima permohonan izin penggunaan TKA dari PPT Pratama/Kepala Satuan
Kerja Unit Eselon II, PPT Madya mereviu justifikasi teknis dan memastikan kembali
5 PPT Madya
ketersediaan PDN berdasarkan urutan prioritas penggunaan tenaga kerja
No Kewenangan Tugas
Dirjen Bina Menerima surat permohonan fasilitasi rapat pembahasan penggunaan
Konstruksi TKA dari PPT Madya terkait, Dirjen Bina Konstruksi memberikan disposisi
6 (selaku Ketua Tim kepada Direktur KSDK
Pengarah P3DN
PUR)
Menerima disposisi surat permohonan fasilitasi rapat pembahasan
Direktur KSDK
penggunaan TKA dari Dirjen Bina Konstruksi, Direktur KSDK memfasilitasi
(selaku Ketua Tim
7 pelaksanaan rapat dengan mengundang Kementerian Ketenagakerjaan,
Pelaksana P3DN
BNSP, LPJK, Kementerian/Lembaga terkait, asosiasi profesi, asosiasi
PUPR)
terkait lainnya, serta pihak terkait lainnya
Memiliki kewenangan untuk memberikan izin/tidak memberikan izin
8 Menteri
terhadap penggunaan TKA
https://bit.ly/SE-MenteriPUPR-PengendalianImporTKA-JalanTol
Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi, Ditjen Bina Konstruksi
Urutan Persetujuan Pengendalian Penggunaan Barang Impor
dan Tenaga Kerja Asing
bit.ly/SE-MENTERIPUPR-PengendalianImporTKA_KerjasamaPemerintah-BU
TERIMA KASIH