Anda di halaman 1dari 92

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBUAT PERAKIT

PENGEMBOMAN IKAN DI LAUT DIHUBUNGKAN DENGAN


UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG
KELAUTAN(Studi kasus di kecamatan panimbang)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana
hukum pada program studi ilmu hukum fakultas hukum dan sosial universitas
mathla’ul anwar banten

Disusun oleh:

Nama : M.FAISAL GUNAWAN


Nim : C06180090

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt, berkat rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Sholawat dan salam semoga
tercurahkan pada Nabi Muhammad saw, yang telah menyampaikan risalah dan
syari’at Islam kepada seluruh umat manusia. Atas rahmat Allah swt., penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Terhadap Pembuat
Perakit Pengemboman Ikan Di Laut Dihubungkan Dengan Undang Undang
Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan (Studi Kasus Di Kecamatan
Panimbang)”.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
(S1). Penyelesaian skripsi ini telah penulis kerjakan secara maksimal namun kritik
dan saran penulis harapkan sebagai penambah pengetahuan penulis

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari do’a dan bantuan berbagai
pihak yang telah memberi pengetahuan dan inspirasi, sehingga dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:

1. Prof. Dr. K.H.E. syibli syarjaya, Sebagai Rektor Universitas Mathla’ul


Anwar Banten;
2. Holil, SH., MH., CLA Selaku Dekan Fakultas Hukum Dan Sosial
Universitas Mathla’ul Anwar Banten;
3. Ombi romli, S.Ip., M.Si Selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Hukum Dan
Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten;
4. Ucu husna, SH.,MH Selaku Wakil Dekan 2 Fakultas Hukum Dan Sosial
Universitas Mathla’ul Anwar Banten;
5. Maskun kurniawan, SH,.MH. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Mathla’ul Anwar Banten

i
6. Siti nurbani, SH.,MH. Selaku Dosen Pembimbing 1 Fakultas Hukum
Dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten
7. Ifat hanifah, SH., MH. Selaku Dosen Pembimbing 2 Fakultas Hukum
Dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten
8. Kusnadi, SH. Selaku Pembantu Pelaksana Fakultas Hukum Dan Sosial
Universitas Mathla’ul Anwar Banten
9. Keluarga Besarku, Ayahandaku Tersayang Bapak H.Pongke, Dan
Ibundaku Tercinta Ibu HJ. Hardinah Yang Senantiasa Memberikan
Perhatian Yang Tulus, Dukungan Serta Do’anya Untuk Kesuksesan
Putranya. Ketiga Kakak Sanawiyah, Murianty Dan Risno Sugandi,
Terimakasih Untunk Semangat Dan Dukungan Nya.

Penyelesaian skripsi ini telah penulis kerjakan secara maksimal dan di

bimbing oleh dosen yang berkompeten sehingga layak untuk diujikan sebagai

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Namun, penulis tetap

mengharapkan masukan dan saran dari pembaca demi pengembangan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Bangsa, dan Negara serta Agama.

Dan semoga Allah swt. Selalu memberkati kita semua dalam segala aktifitas kita.

AamiinYaaRobbaalA’lamiin.

Pandeglang 15 Agustus 2022

M.Faisal Gunawan
NIM C06180090

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

ABSTRAK .............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan masalah ..................................................................................... 5

C. Tujuan masalah ......................................................................................... 5

D. kegunaan peneliti ...................................................................................... 5

E. Metode penelitian...................................................................................... 6

F. Lokasi penelitian ..................................................................................... 11

G. Sistematika penulisan.............................................................................. 12

BAB II PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT PENGEMBOMAN IKAN

DI LAUT ................................................................................................. 13

A. Hukum lingkungan.................................................................................. 13

B. Ekosistem laut ......................................................................................... 22

C. destructive fishing di indonesia .............................................................. 27

D. peraturan Penangkapan Ikan Secara Destruktif ...................................... 33

E. Pengertian laut dan hukum laut............................................................... 42

iii
BAB III STUDI KASUS TERHADAP PEMBUAT PERAKIT PENGEBOMAN

IKAN DI LAUT DI KECAMATAN PANIMBANG ............................. 47

A. kecamatan panimbang ............................................................................. 47

B. Karakteristik Masyarakat Nelayan panimbang ....................................... 52

C. Penangkapan Ikan dengan menggunakan bahan peledak dan cara

perakitan bom.......................................................................................... 53

BAB IV ANALISIS TERHADAP TINJAUAN HUKUM TERHADAP

PEMBUAT PERAKIT PENGEBOMAN DI LAUT DIHUBUNGKAN

DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG

KELAUTAN ........................................................................................... 68

A. Bagaimana upaya terhadap pencegahan pembuatan rakitan pengeboman

ikan di laut panimbang ............................................................................ 68

B. Bagaimana tinjauan hukum akibat pelaku pengemboman ikan di laut yang

berdampak pada pencemaran lingkungan di panimbang ........................ 71

BAB V PENUTUP............................................................................................... 77

A. Kesimpulan ............................................................................................. 77

B. Saran ....................................................................................................... 79

iv
ABSTRAK

Nama : M.Faisal Gunawan


Nim : C06180090
Judul : tinjauan hukum terhadap pembuat perakit pengeboman ikan di laut
dihubungkan dengan undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang
kelautan (studi kasus di kecamatan panimbang)
Kata kunci : kerusakan lingkungan, pengeboman, peran pemerintah.

kabupaten pandeglang menjadi daerah sentra kelautan perikanan terpadu


(SKPT) karena daerah ini memiliki kekayaan alam laut yang melimpah. Bahkan
dengan garis pantai terpanjang diprovinsi banten, bisa menjadikan pandeglang
sebagai daerah lumbung ikan selain telah menjadi lumbung pangan. penangkapan
ikan secara tidak bertangung jawab bukan hanya terbatas pada kegiatan
penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing), tetapi juga terdapat kegiatan
penangkapan ikan dengan cara-cara merusak (destructive fishing). Kegiatan ini
juga dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar terutama terhadap kelestarian
ekosistem perairan yang ada. kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh
oknum masyrakat umumnya mengunakan bahan peledak (bom ikan). Destructive
fishing menyebabkan kerusakan terumbu karang secara luas, terumbu karang yang
rusak mengakibatkan ikan-ikan kehilangan habitatnya dan menimbulkan kesulitan
bagi nelayan untuk mendapatkan tangkapan ikan. nelayan melakukan
pengemboman ikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan besar secara
instan, akan tetapi perbuatan mereka justru mengakibatkan kelangkaan ikan yang
pada akhirnya merugikan nelayan itu sendiri. Untuk menekan semakin tingginya
tingkat aktifitas pengeboman ikan maka perlu dilakukan langkah-langkah pre-
emptive terutama kepada para pelaku pengeboman ikan maupun masyarakat umum.
Sosialisasi mengenai berbagai peraturan dan dampak dari kegiatan pengeboman
ikan penting untuk dilaksanakan agar masyarakat memahami betapa pentingnya
menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya melalui kegiatan
penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Disarankan pemerintah untuk lebih
aktip lagi melakukan sosialisasi terhadap masyrakat nelayan tentang dampak buruk
penguna bom ikan bagi ekosistem dan lingkungan laut,Secara umum, pemerintah
juga seharusnya memikirkan arah kebijakan peengelolag pembagunan perikanan
dan kelautan yang diperlukan harus diarahkan kepada kesejahteraan rakyat,
menciptakan lapangan perkerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

v
DAFTAR TABEL

.tabel.2 1 Ketentuan pidana terkait destructive fishing ................................. 35

tabel.2 2 Pembagian Delik dalam Hukum Pidana ........................................... 44

tabel.3 1 Keadaan Tingkat Kesadaran Hukum nelayan panimbang ...... Error!

Bookmark not defined.

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

kabupaten pandeglang menjadi daerah sentra kelautan perikanan terpadu

(SKPT) karena daerah ini memiliki kekayaan alam laut yang melimpah.

Bahkan dengan garis pantai terpanjang diprovinsi banten, bisa menjadikan

pandeglang sebagai daerah lumbung ikan selain telah menjadi lumbung

pangan. hal ini diungkapkan wakil ketua komisi IV DPR RI, herman khaeron

saat memimpin tim budidaya keramba apung di tanjung lesung, desa tanjung

jaya, kecamatan panimbang, kabupaten pandeglang, banten.1

Kekayaan yang terkandung dilautan sangat berlimpah, sehingga bisa

digunakan atau dimanfaatkan untuk mensejahtrakan masyrakat kabupaten

pandeglang. kekayaan alam yang berada di lautan tersebut meliputi kekayaan

hayati,yaitu; berbagai macam jenis ikan, dari ikan yang berukuran kecil sampe

ikan yang beru Berdasarkan pasal 14 ayat (1) undang undang nomor 32 tahun

2014 tentang kelautan, yaitu: ‟pemerintah dan pemerintahan daerah sesuai

dengan kewenangannya melakukan pengelolaan kelautan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan sumber

daya kelautan dengan mengunakan prinsip ekonomi biru”.2

1
https://www.nusakini.com/news/pandeglang-lumbung-perikanan-banten di akses pada
tanggal 20 mei 2022.
2
Undang-undang dasar nomor 32 tahun 2014, tentang kelautan, pasal 14 ayat 1.

1
2

ikan merupakan komoditas pangan yang sangat diminati oleh semua

orang, bahkan di seluruh dunia. Perikanan mempunyai peran penting dan

strategis dalam pembagunan perekonomian nasional, terutama dalam

meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan

meningkatkan tarap hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya

ikan-ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan. hal ini

dilakukan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan

sumber daya ikan. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan yang

didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari

siklus kehidupanya berada di dalam lingkungan perairan. Dalam kegiatan

perikanan cara penangkapan ikan dan alat yang dipergunakan berkembang

sangat cepat dengan tujuan untuk memperolehikan dalam waktu yang relatif

singkat dan dalam jumblah yang besar.3

kegiatan penangkapan ikan secara tidak bertangung jawab bukan hanya

terbatas pada kegiatan penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing), tetapi

juga terdapat kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara merusak

(destructive fishing). Kegiatan ini juga dapat menyebabkan kerugian yang

sangat besar terutama terhadap kelestarian ekosistem perairan yang ada.

kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyrakat umumnya

mengunakan bahan peledak (bom ikan), dan pengunaan bahan beracun untuk

menangkap ikan. Destructive fishing menyebabkan kerusakan terumbu karang

3
https://www.nusakini.com/news/pandeglang-lumbung-perikanan-banten di akses pada
tanggal 20 mei 2022.
3

secara luas, terumbu karang yang rusak mengakibatkan ikan-ikan kehilangan

habitatnya dan menimbulkan kesulitan bagi nelayan untuk mendapatkan

tangkapan ikan. Di sisi lain, diperlukan waktu yang sangat lama untuk

memulihkan kondisi terumbu karang yang rusak. Kondisi ini menjadi suatu

rangkaian lingkaran setan yang terus menerus menyengsarakan nelayan.

nelayan melakukan pengemboman ikan dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan besar secara instan, akan tetapi perbuatan mereka justru

mengakibatkan kelangkaan ikan yang pada akhirnya merugikan nelayan itu

sendiri.

berdasarkan pasal 1 ayat 10 undang-undang nomor 32 tahun 2014

tentang kelautan, yaitu:

”perlindungan lingkungan laut adalah upaya sistematis dan terpadu yang


dilakukan untuk melestarikan sumber daya kelautan dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dilaut yang
meliputi konservasi laut, pengendalian pencemaran laut, penangulangan
bencana kelautan, pencegahan dan penangulangan pencemaran, serta
kerusakan dan bencana”4
Pada pasal 1 ayat 11 undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang

kelautan, yaitu:‟pencemaran laut adalah masuk atau dimasukanya mahluk

hidup, zat, energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh

kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan laut yang telah

ditetapkan‟.5

Maraknya pemboman ikan dengan bahan peledak diwilayah perairan

pesisir panimbang menjadi masalah yang sangat serius dan menghawatirkan

4
Undang-undang dasar nomor 32 tahun 2014, tentang kelautan, pasal 1 ayat 10
5
Ibid.
4

banyak pihak, tanpa campur tangan pemerintahan maka tingal menunggu

kerusakan yang lebih parah akibat pengeboman. Oleh karna itu, pemerintah

harus segera melakukan antisipsi terhadap pemboman ikan karna dapat

merusak biota laut seperti terumbuh karang yang berdampak pada kerusakan

Lingkungan. Sebab aktipitas pemanfaatan sumber daya perikanan yang tidak

rama lingkungan, dalam jangka pendek akan punah, ekosistem laut saat ini

terancam punah dan ekologi laut menjadi tercemar dengan zat yang sangat

berbahaya. Salah satu bentuk pelangaran hukum yang dilakukan oleh warga

pesisir adalah melakukan pemboman ikan dengan bahan peledak.6

Di sisi lain kualitas bom ikan telah meningkat dengan pesat, terutama

dengan adanya perubahan material bom. Material bom diperoleh melalui

jaringan perdagangan illegal. Harga-harga material untuk membuat bom sangat

mahal, namun pendapatan nelayan jauh lebih baik. jenis bahan peledak lox

explosive yang sering dikenal adalah black powder (gun powder). Bagi

sebagian masyarakat Indonesia, black powder tersebut banyak digunakan

sebagai pembuatan petasan. Di kalangan masyrakat pandeglang bahan peledak

di gunakan sebagai pembuatan mercon banting serta bom ikan. Perbutan inilah

yang akan merugikan masrakat dan negara, karna untuk penguna bahan

peledak di Indonesia dibagi menjadi dua macam bahan peledak yaitu bahan

peledak militer dan bahan peledak komersil. Jika ada yang mengunakan bahan

6
Ayu izza elvany,analisis yuridis tindak pidana blast fishing dilakukan nelayan
kecil,jakarta, 2020,hlm 15.
5

peledak diluar ketentuan tersebut, maka orang tersebut melangar hukum.7

Melihat factor-faktor yang telah penulis uraikan diatas membuat penulis

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan harapan agar dapat

mengetahui “tinjauan hukum terhadap pembuat perakit pengemboman ikan di

laut dihubungkan dengan undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang

kelautan‟.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana upaya terhadap pencegahan pembuatan rakitan pengeboman

ikan di laut panimbang?

2. Bagaimana tinjauan hukum akibat pelaku pengemboman ikan di laut yang

berdampak pada pencemaran lingkungan di panimbang?

C. Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui hambatan terhadap pencegahan pembuatan rakitan

pengeboman ikan di laut panimbang

2. untuk mengetahui tinjauan hukum akibat pelaku pengemboman ikan di laut

yang berdampak pada pencemaran lingkungan di panimbang

D. kegunaan peneliti

1. Kegunaan teoritis

7
jamila, tidak pidana kepemilikan bahan peledak dalam prespektif hukum islam,
wonokusumo jaya no 13, surabaya,2020,hlm 173.
6

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini diharapkan agar hasil

dari penelitian nantinya memberikan ataupun menambah pengetahuan

terutama dalam pelangaran hukum mengenai tinjauan hukum terhadap

pembuat perakit pengemboman ikan di laut dihubungkan dengan

undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.

b. Melatih kemampuan penulis dalam melakukan penelitian ilmiah yang

nantinya dituangkan kedalam bentuk tulisan.

c. Untuk menerapkan ilmu yang secara teoritis didapatkan dibangku

perkuliahan dan dihubungkan dengan kenyataan yang ada dalam

masyarakat.

d. Untuk menjawab rasa ingintahu penulis mengenai tinjauan hukum

terhadap pembuat perakit pengemboman ikan di laut dihubungkan

dengan undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.

2. Kegunaan praktis

Merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana hukum(S1).

Sebagai bahan untuk masyarakat agar penelitian ini memberikan masukan

atau menambah pengetahuan tentang tinjauan hukum terhadap pembuat

perakit pengemboman ikan di laut dihubungkan dengan undang-undang

nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.

E. Metode penelitian

metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai

tujuan. Pengunaan metode yang tepat dalam penelitian ditunjukan untuk


7

menghindari cara pemecahaan masalah dengan cara berpikir yang selektif

dalam mencapai kebenaran ilmu, menghindari pemecahan masalah atau cara

berkerja yang sipatnya trial and error dan meningkatkan sifat obyektifitas

dalam menggali kebenaran dalam ilmu pengetahuan.

1. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan mengunakan metode yuridis empiris.

Metode penelitian yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum

yang berpungsi untuk melihat hukum dalam arti nyata dan meneliti

bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyrakat. Dikarnakan

dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat,

maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai

penelitian sosiologis. Penelitian ini diambil dari fakta-fakta yang ada

didalam masyarakat, dalam penelitian ini penulis akan mencoba melihat

bagaimana upaya penangulagan yang dilakukan oleh direktorat

kepolisian perairan/polairut terhadap pelangaran hukum terhadap

pembuat perakit pengeboman ikan di laut. Dilihat dari hal tersebut, maka

metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis/empiris.

2. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observational research dengan cara survey, dimana penulis melakukan

penelitian langsung ke lokasi yang menjadi obyek penelitian yaitu di

kantor polairud panimbang.


8

3. Jenis dan sumber data

Dalam penelitian hukum memerlukan adanya data-data, yang mana data-

data tersebut akan menungjang hasil dari penelitian hukum tersebut, data

tersebut dapat diperoleh langsung dari masyrakat, polairud, dan dari

bahan pustaka.

a. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya langsung atau

sumber pertama, yakni dengan mempelajari tingkah laku warga

masyrakat setempat, melalui penelitian, berupa informasi dari pihak-

pihak yang terkait dengan permasalahan atau obyek penelitian

mengenai bagaimana tinjauan hukum terhadap pembuat perakit

pengeboman ikan di laut dihubungkan dengan undang-undang nomor

32 tahun 2014 tentang kelautan.

b. Data sekunder Ciri-ciri data sekunder ialah :

1) Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan

dapat dipergunakan dengan segera.

2) Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentukdan diisi oleh

peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak

mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan pengolahaan

analisa maupun konstruksi data.

3) Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. Data sekunder di bidang

hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat

dibedakan menjadi :

1. Bahan bahan hukum primer


9

a) Nomer Pancasila ;

b) Peraturan dasar ; batang tubuh UUD 1945 ketetapan-

ketetapan MPR;

c) Peraturan perundang undangan;

d) Badan hukum yang tidak fikondifikasikan, misalnya : hukum

adat;

e) Yuris prudensi;

f) Trakta (bahan-bahan hukum tersebut di atas 10

mempunyaikekuatan mengikat).

2. Bahan hukum sekunder Yaitu bahan-bahan yang erat

hubunganya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

menganalisis dan memahami bahan hukum primer adalah ;

a) Rancangan peraturan perundang undangan

b) Hasil karya ilmiah

c) Hasil-hasil penelitian

3. Bahan hukum tersier Didalam penelitian ini data yang digunakan

adalah bahanbahan yang sifatnya penunjang untuk dapat

memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum skunder seperti; jurnal ilmiah, kamus

umum, kamus hukum, surat kabar, internet, serta

makalahmakalaDidalam penelitian ini data yang digunakan

adalah bahan-bahan yang sifatnya penunjang untuk dapat

memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum


10

primer dan bahan hukum skunder seperti; jurnal ilmiah, kamus

umum, kamus hukum, surat kabar, internet, serta makalah-

makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara Menurut moelong, wawancara adalah percakapn dengan

maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,yaitu

pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang di

wawancarai (interviewer) yang memberikan atas pertanyaan itu. Dalam

tahapan ini wawancara dilakukan dengan satu tahap, yaitu yang

dilakukan terhadap informasi yaitu aparat polairut panimbang dan

wawancara dengan nelayan setempat tentang pelangaran hukum

terhadap pengeboman ikan di kabupaten pandeglang dan kendala

kendala yang terjadi dalam pelangaran pengeboman ikan.

b. Observasi Observasi adalah “pengamatan yang dilakukan secara

sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala- gejala

psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan‟. Observasi atau

pengamatan dalam kehidupan sehari-hari manusia telah terbiasa untuk

melakukan pengamatan terhadap diri dan sesamanya. Berdasarkan pada

pengamatanpengamatan yang pernah dilakukannya harus disertai

dengan evaluasi- evaluasi tertentu agar dapat mengetahui manfaatnya.

Dengan 12 pengamatan kita dapat mengetahui dan mempelajari gejala-

gejala dan sebab-sebab yang menjadi suatu pokok perhatian dalam

penelitian ini. Agar pengamatn dapat dikwalipikasi menjadi kegiatan


11

ilmiah harus memenuhi syarat-syarat, yaitu pengamatan harus dilakukan

berdasarkan kerangka penelitian ilmiah, dilakukansecara sistematis,

metodologis, dan konsisten, terakhir dapat diuji kebenaran secara

emperis. Dengan demikian pengamatan yang dihasilkan dalam

penelitian ini dapat dikatakan sebagai kegiatan ilmiah dan hasil dari

pengamatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan guna mendukung

teknik wawancara. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data

yang penulis butuhkan guna mendukung kelengkapan dan kefalidan

data yang penulis inginkan. Dalam observasi ini peneliti mengamati

apakah dalam pelangaran hukum pengeboman ikan sudah sesuai dengan

undang-undang yang berlaku, dengan car wawancara dan langsung

terjun ke lapangan untuk melihat dan mengamati bagaimana pelangaran

hukum terhadap pengeboman ikan yang dilakukan oleh petugas.

5. Teknik analisis data

Metode analisis yang penulis gunakan adalah metode kulitatif yaitu

peneliti mencoba menganalisa hasil penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analitik dimana penulis harus dapat menentukan data dan bahan

hukum mana yang dipergunakan.

F. Lokasi penelitian

Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka

mempertanggung jawabkan data yang diperoleh. Dengan demikian maka

lokasi penelitian perlu diterapkan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini peneliti

mengambil lokasi kecamatan panimbang.


12

G. Sistematika penulisan

Dalam penulisan ini penulis memerlukan adanya sistematika penulisan

yang mudah dimengerti, maka penulis menjabarkan 5 (lima) bab, diantaranya:

BAB I : pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,

tujuan peneliti, manfaat peneliti, metode penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II : tinjauan pustaka terdiri dari, hukum lingkungan, ekosistem laut,

desstru fishing di indonesia, peraturan penangkapan ikan

dengan desstru fishing pengertian laut dan hukum laut.

BAB III : gambaran umum objek penelitian terdiri dari, kecamatan

panimbang, karakteristik nelayan panimbang, penangkapan

ikan mengunakan bahan peledak dan cara merakit bom ikan

BAB IV : pembahasan terdiri dari, bagaimana upaya terhadap

pencegahaan pembuat rakitan pengemboman ikan di laut

panimbang, bagaimana tinjuan hukum akibat pelaku

pengemboman ikan di laut yang berdampak pada pencemaran

lingkugan di laut panimbang.

BAB V : penutup terdiri dari penutup dan saran


BAB II

PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT PENGEMBOMAN

IKAN DI LAUT

A. Hukum lingkungan

1. Pengertian dan unsur-unsur lingkungan hidup

Istilsh lingkungan hidup, dalam bahasa inggris di sebut dengan

environment, dalam bahasa belanda disebut dengan millieu atau dalam

bahasa perancis disebut dengan I’environment.1 Menurut emil Salim bahwa

lingkungan hidup diartikan segala benda, kondidi keadaan dan pengaruh

yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang

hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut

pengertian ini bisa sangat luas,namun untuk praktisnya kita batasi ruang

lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat di jangkau oleh manusia,

seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial, dan lain-

lain.2

Pendapat di atas, memberikan gambaraqn bahwa manusia dalam hidupnya

mempunyai hubungan secara bertimbal balik dengan lingkungannya.

Manusia dalam hidupnya baik secara pribadi maupun sebagai kelompok

1
N.H.T siahaan, hukum lingkungan dan ekologi pembagunan, penerbit erlangga, jakarta
2004,hlm.4.
2
Emil salim, lingkungan hidup dan pembagunan, mutiara,jakarta, 1982, hlm.14-15

13
14

masyrakat selalu berinteraksi dengan lingkungan dimana ia hidup, dalam

arti manusia dengan berbagai aktivitasnya akan mempengaruhi kehidupan

manusia.3

Pasal 1 undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolahan lingkungan hidup, memberikan definisi bahwa

“lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,


daya, keadaan dan mahluk lainnya. untuk mencegah terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktipitas industri
dan aktivitas manusia, maka di perlukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu
lingkungan”.4
Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau

bahan pencemaran yang terdapat di dalam lingkungan dengan tidak

menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup, tumbuhan atau benda

lainnya. dalam lingkungan hidup terdapat unsur-unsur yang dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

a. Unsur hayati ( biotik), terdiri dari mahluk hidup, seperti manusia, hewan,

tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya.

b. Unsur fisik (abiotik), terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah,

air, udara, iklim, dan lain sebagainya. Keberadaan lingkungan fisik

sangatlah memiliki peranan yang besar bagi kelangsungan hidup segenap

kehidupan di bumi.

3
Syamsul arifin, perkembangan hukum lingkungan di indonesia, USU press, medan, 1993,
hlm 49
4
undang undang nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan
hidup, pasal 1
15

c. Unsur sosial budaya, sistem nilai, gagasan dan keyakinan dalam prilaku

sebagai mahluk sosial.

Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan dengan

tetap mempertahankan lingkungan laut. Pada kondisi yang menghubungkan

bagi hakikat laut, juga sistem pengelolaan dalam mengupayakan sumber

daya alam yang ada. Tumbuhnya kesadaran yang diciptakan

mengordinasikan laut ataupun dalam memenuhi kebutuhan dari laut,

merupakan langkah untuk mewujudkan pelestarian lingkungan laut.5

2. Pengertian pencemaran lingkungan hidup dan pencemaran laut

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya mahluk

hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainnya kedalam lingkungan hidup

oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup

yang telah di tetapkan.6 Pada dasarnya laut itu mempunyai kemampuan

alamiah untuk hidup menetralisir zat-zat pencemaran yang masuk ke

dalamnya, akan tetapi apabila zat-zat pencemaran tersebut melebihi batas

kemampuan air laut untuk menetralisirnya, maka kondisi itu dikatagorikan

sebagai pencemaran.

Pencemaran lingkungan laut berarti dimasukannya oleh manusia, secara

langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut,

termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk

5
P.joko subagyo,hukum laut indonesia, reneka cipta, jakarta, 1991, hlm.31.
6
undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan
hidup,pasal 1 ayat 14.
16

sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan

dilaut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-

kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan pengunaan laut yang sah

lainnya, penurunan kwalitas kegunaan air laut dan pengurangan

kenyamanan.

Pencemaran dilingkungan/ wilayah laut disebabkan oleh empat sumber

yaitu: pencemaran dari kapal, dumping, aktivitas dasar laut dan aktivitas

dari daratan.7 Menurut mochtar kusumaatmadja, pencemaran laut adalah

perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukannya oleh

manusia secra langsung maupun tidak bahan-bahan energi ke dalam

lingkungan laut ( termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang

demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan

hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di

laut termasuk prikanan dan lain-lain pengunaan laut yang wajar,

pemburukan dari kualitas air laut dan menurunya tempat-tempat

permukiman dan rekreasi.

3. Sumber dan jenis pencemaran lingkungan laut

Apabila di tinjau dari mana seumber pencemaran tersebut berasal, maka

sumber pencemaran laut dibedakan menjadi, yaitu:

a. Laut

7
R.R. churcil and A.V. lowe, the law of the sea, manchester university press, manchester,
1999, hlm.329
17

1) Kapal (pembuangan minyak, kebocoran kapal dan kecelakaan seperti

kapal pecah, dan tabrakan kapal.)

2) Instalasi minyak.

b. Darat

1) Pencemaran melalui udara

2) Pembuangan sampah ke laut

3) Air buangan sungai

4) Air buangan industri

Jika ditinjau dari sudut sumber yang menyembabkan terjadinya pencemaran

laut, dapat di kata gorikan menjadi sebagai berikut:

a. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemaran yang berasal dari

darat

b. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemaran yang berasal

bersumber dari kapal laut

c. Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat pencemaran bersumber dari

udara

d. Pencemaran yang disebabkan oleh dumping atau buang sampah

e. Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat yang bersumber dari kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah di bawahnya.

Jenis-jenis pencemaran lingkungan laut dapat dikelompokan sebagai

berikut:
18

a. Marine pollution caused via the atmosphere by land based activities

bukti-bukti ilmiah menunjukan adanya tiga penyebab utama pencemaran

laut golongan pertama ini, yaitu:

1) Pengunaan berbagai macam synthethic chemical khususnya

chlorinated hydrocarbons untuk pertanian

2) Pelepasan logam-logam berat heavy metal seperti merkuri akibat

proses industri atau lainya

3) Pengotoran atmosfer oleh hydrocarbons minyak yang dihasilkan oleh

pengunaan minyak bumi untuk menghasilkan energy

b. The disposal of domestic and industrial wastes, pencemaran yang di

sebabkan oleh pengaliran limbah domestik atau limbah industri dari

pantai, baik melalui sungai sewage outlets atau akibat dumping.

c. Marine pollution caused by radioactivity, pencemaran laut karena adanya

kegiatan-kegiatan radioaktif alam ataupun dari kegiatan-kegiatan

manusia. Dua penyebab utamanya adalah percobaan senjata nuklir dan

pembuangan limbah radioaktif, termasuk pencemaran yang di sebabkan

oleh pengunaan laut untuk kepentingan militer atau pembuangan alat-alat

militer di laut.

4. Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut

Tindak pidana lingkungan atau delik lingkungan adalah perintah dan

larangan undang-undang kepada subjek hukum yang jika dilanggar diancam

dengan penjatuhan sanksi-sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda

dengan tujuan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan


19

maupun unsur-unsur dalam lingkunagn hidup seperti hutan satwa, lahan,

udara, dan air serta manusia. Oleh sebab itu, dengan pengertian ini, delik

lingkungan hidup tidak hanya ketentuan-ketentuan pidana yang dirumuskan

dalam UUPPLH, tetapi juga ketentuan-ketentuan pidana yang dirumuskan

dalam peraturan perundang-undangan lain sepanjang rumusan ketentuan itu

ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan atau

bagian-bagiannya.8

Berdasarkan Asas Subsidiaritas (Ultimum Remidium) Hukum (sanksi)

Pidana sebagai penunjang hukum administrasi, Sanksi pidana digunakan

apabila:

a. Sanksi administrasi tidak efektif

b. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak efektif

c. Penyelesaian sengketa di pengadilan tidak efektif

d. Kesalahan pelaku relatif/besar dan berat

e. Timbul keresahan di masyarakat

f. Menimbulkan orang sakit

g. Menyebabkan Orang Meninggal Dunia

h. Ada bukti permulaan cukup

8
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011, hlm. 221.
20

i. Pelaku pencemaran dan/atau perusakan jelas

Ketentuan pidana terkait degan pencemaran laut terdiri dari 2 (dua) jenis

Delik yaitu Delik Materil dan Delik Formil. Delik materiel dalam ketentuan

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 98 dan Pasal 99, 9 yaitu

setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:

a. Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,

baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup

b. Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,

baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya

kesehatan manusia

c. Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,

baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka berat atau mati.

Sedangkan perbutan yang dilarang yang masuk kategori delik formil dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan

Pasal 113 s/d Pasal 115 antara lain:

9
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pasal 98 dan 99.
21

a. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu

gangguan;

b. Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin;

c. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan;

d. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup

tanpa izin;

e. Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia

f. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;

g. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;

h. Pejabat pemberi izin lingkungan yg menerbitkan izin lingkungan tanpa

dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL;

i. Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin

usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan;

j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,

merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang

diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum

yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

k. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan

paksaan pemerintah;
22

l. Dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan

pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat

penyidik pegawai negeri sipil10

B. Ekosistem laut

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik takterpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem bisa dikatakan jugasuatu tatanan kesatuan secara utuh dan

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

mempengaruhi.Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem

yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik

sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi

suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Ekosistem laut sebagai

salah satu ekosistem di dunia, merupakan suatu dunia sendiri, di mana ada di

dalamnya terdapat proses dan komponen-kompenen kehidupan yang serupa

dengan proses yang terjadi pada ekosistem daratan. Ekosistem air laut luasnya

lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya dan potensinya yang

sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian banyak orang. Ekosistem laut

disebut juga ekosistem bahari yang merupakan ekosistem yang terdapat di

perairan laut, terdiri atas ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir

dangkal/bitarol, dan ekosistem pasang surut.Habitat laut (oseanik) ditandai

oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI-mencapai 55% terutama

10
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup,pasal 100 s/d 115.
23

di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah

tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi

Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur,

maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan.

Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah

dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang

berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan

wilayah permukaannya secara horizontal.11

a. Ciri – ciri Ekosistem Air laut

Ciri-ciri lingkungan ekosistem air laut Adanya hempasan gelombang air laut

maka di daerah pasang surut yang merupakan perbatasan darat dan laut

terbentuk gundukan pasir, dan jika menuju ke darat terdapat hutan pantai

yang terbagi menjadi beberapa wilayah.Ciri-ciri lingkungan ekosistem air

laut adalah sebagai berikut :

1) Salinitas tinggi terutama di daerah tropis, sedangkan di daerah dingin

cukup rendah.

2) Ekosistem laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

3) Arus laut yang selalu berputar timbul karena perbedaan temperatur dan

perputaran bumi. Makhluk hidup yang hidup di daerah ekosistem air laut

adalah ikan, biota laut dan Karang.12

11
Henry arianto, urgensi perlindungan ekosistem laut terhadap bahaya ilegal fishing,arjuna
utara nomor 9, 2017,hlm 184-191
12
Ibid.
24

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Ekosistem Laut

Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 1999 tentang pengendalian

pencemaran dan/atau perusakan laut, menjelaskan mengenai perusakan laut

dan kerusakan laut. Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan

perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau

hayatinya yang melapaui keteria baku kerusakan laut. (pasal 1 angka 4)

Kerusakan laut adalah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang melewati

kriteria baku kerusakan laut (pasal 1 angka 5).13

Kerukasan laut dapat disebabkan oleh berbagai hal, berikut beberapa faktor

yang menyebabkan kerusakan ekosistem laut:

1. Terumbu karang yang hidup di dasar laut merupakan sebuah

pemandangan yang cukup indah. Banyak wisatawan melakukan

penyelaman hanya untuk melihat, sayangnya, tidak sedikit dari mereka

menyentuh bahkan membawa pulang terumbu karang tersebut. Padahal,

satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang.

2. Membuang sampah kelaut dan pantai yang dapat mencemari air laut.

3. Mungkin tidak banyak yang sadar, penguna pupuk dan pestisida buatan

pada lahan pertanian turut merusak terumbu karang di lautan. Karna

meskipun jarak pertanian dan bibir pantai sangat jauh, residu kimia dari

pupuk dan pestisida buatan pada akhirnya akan terbuang ke laut melalui

air hujan yang jatuh di lahan pertanian.

13
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut, pasal 1 ayat 4-5.
25

4. Boros mengunakan air, karna semakin banyak air yang digunakan

semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan akhirnya mengalir

ke laut. Limbah air tersebut biasanya sudah mengandung bahan kimia.

5. Terumbu karang merupakan tujuan wisata yang sangat diminati. Kapal

akan lalulintas di perairan. Membuang jangkar pada pesisir pantai secara

tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada dibawahnya.

6. Penambangan pasir atau bebatuan di laut dan pembagunan permukiman

di pesisir turut merusak kehidupan terumbu karang. Limbah dan polusi

dari aktifitas masyrakat di pesisir secara tidak langsung berimbah pada

kehidupan terumbu karang. Selain itu, sangat banyak yang pengambilan

karang untuk bahan bagunan dan hiasan akuarium.

7. Masih banyak yang menangkap ikan di laut dengan mengunakan bom

dan racun sianida. Ini sangat mematikan terumbu karang.

8. Selain kegiatan manusia, kerusakan terumbu karang juga berasal dari

sesama mahluk hidup di laut. Siput drupella salah satu predator bagi

terumbu karang.

9. Pengundulan hutan dan lahan atas sedimen hasil erosi dapat mencapai

terumbu karang di sekitar muara sungai,sehingga dapat menghasilkan

kerusakan yang menghambat difusioksigen ke dalam polip atau hewan

karang.

10. Pengerukan di sekitar terumbu karang meningkatkan kekeruhan yang

menganggu pertumbuhan karang.


26

11. Penangkapan ikan hias dengan mengunakan bahan beracu (misalnya

kalium sianida) mengakibatkan ikan pingsan,mematikan karang dan

biota avertebrata.

12. Penangkapan ikan dengan mengunakan bahan peledak mematikan ikan

tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrate yang tidak

bercangkang.14

Penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang ilegal merupakan

kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung

jawab dan bertentangandengan kode etik penangkapan, Illegal fishing

termasuk kegiatan mall praktek dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan

yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing

umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan

ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik baik

ekosistem perairan akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi

nelayan. Dalam kegiatan panangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara

dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh nelayan

khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya

ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing

karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan

keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan

untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam

14
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5553479/ekosistem-laut-pembagian-dan-jenis-
jenis-makhluk-hidup-di-dalamnya di akses tanggal 20 juli 2022.
27

melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing

adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti

kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan

menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang

berkarang.

C. destructive fishing di indonesia

Destructive fishing ialah kegiatan penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan, alat, atau cara yang merusak sumber daya ikan maupun

lingkungannya, seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, setrum,

dan alat penangkapan ikan lainnya yang tidak ramah lingkungan. Menimbang

bahwa penggunaan bahan peledak, bahan beracun, dan setrum merupakan

praktik destructive fishing yang paling banyak ditemukan di Indonesia.15

1. Destructive fishing menggunakan bahan peledak

Praktik penangkapan ikan menggunakan bahan peledak marak terjadi di

daerah Indonesia. Bahan peledak yang sering digunakan umumnya

berbahan baku pupuk yang dirakit dengan cara menempatkan pupuk

tersebut di dalam botol dan kemudian diberi sumbu.

Bahan peledak dibuat secara tradisional dengan bahan yang sederhana. Jenis

pupuk yang digunakan yaitu ammonium nitrat dan potassium nitrat

(NH4NO3 dan KNO3). Oleh karena penggunaan pupuk berbahan dasar

15
menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor 114/kepmen-kp/sj/2019,
tentang rencana aksi nasional pengawasan dan penanggulangan kegiatan penangkapan ikan yang
merusak, tahun 2019-2023,hlm8
28

ammonium nitrat dan potassium nitrat dapat disalahgunakan, maka

dibutuhkan pengawasan pada pemasaran dan pemanfaatan pupuk dimaksud.

Dampak langsung dari penggunaan bahan peledak diantaranya dapat

merusak dan menghancurkan terumbu karang, dan bahkan dapat

membahayakan keselamatan jiwa pelempar bahan peledak. Data dari World

Bank (1996) menyatakan kapasitas bahan peledak seberat 2.000 (dua ribu)

gram pada praktik penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dapat

menghancurkan lebih kurang 12.56 (dua belas koma lima puluh enam)

meter persegi karang. Selain itu, dapat terjadi kematian ikan target dan ikan

nontarget, berikut juvenile dan biota lainnya dalam jumlah besar akibat daya

ledak yang bersifat destruktif.

Dampak tidak langsung dari bahan peledak adalah berubahnya struktur

tropik, modifikasi habitat, menurunnya keanekaragaman hayati perairan,

dan kepunahan lokal Selain menghancurkan konstruksi karang,

penangkapan ikan menggunakan bahan peledak juga menghancurkan

ekosistem karang. Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dapat

menurunkan kemampuan karang untuk bertahan dari gangguan alam karena

karang menjadi ringkih. Selain itu, kerusakan terumbu karang juga

merugikan sektor pariwisata perairan yang mengandalkan keindahan

terumbu karang.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal PSDKP, diketahui bahwa pupuk

berbahan ammonium nitrat sebagai bahan baku peledak diselundupkan dari

Malaysia melalui dua lokasi utama, yaitu Pasir Gudang dan Tawau.
29

Ammonium nitrat tersebut dibawa melalui jalur laut untuk selanjutnya

disebarkan ke nelayan pemilik modal di beberapa daerah, seperti Belitung

Timur, Kangean, Lombok Timur, sampai ke Bonerate, Buton, atau Kupang.

Selanjutnya nelayan pemilik modal bersama timnya merakit bahan tersebut,

yang kemudian didistribusikan kepada nelayan kecil pada saat pemberian

pinjaman modal untuk berlayar.

Sebagian besar nelayan yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak

tidak memiliki perahu, alat tangkap maupun modal untuk melaut sehingga

mengandalkan pinjaman dari pemilik modal (punggawa). Sebagai timbal

balik, nelayan akan membayar pinjaman dengan cara menjual hasil

tangkapannya kepada punggawa. Pada umumnya transaksi pemberian

modal dan pembelian hasil tangkapan nelayan tidak dilakukan secara

langsung dengan punggawa, tetapi dilakukan dengan orang kepercayaan

punggawa yaitu pengumpul. Pengumpul inilah yang juga menyediakan

bahan peledak yang akan digunakan nelayan untuk menangkap ikan.

Nelayan mendistribusikan sebagian besar/seluruh hasil tangkapannya

kepada pengumpul, namun kadang-kadang nelayan melakukan transaksi di

tengah laut dengan nelayan lain yang sanggup memberi harga lebih tinggi.

Selain itu mereka juga menyisihkan sebagian kecil sekitar 1 (satu) sampai

dengan 2 (dua) kilogram untuk dikonsumsi sendiri.

Pengumpul mendistribusikan ikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

ikan bernilai ekonomis tinggi seperti kakap dan kerapu, dijual kepada

pemilik restoran atau kepada eksportir di kota besar, dan ikan lainnya yang
30

dijual kepada pembeli partai kecil untuk dibawa ke pasar-pasar atau ke

konsumen akhir.16

2. Destructive fishing menggunakan bahan beracun

Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun umumnya

menggunakan bahan baku potassium sianida. Ikan yang terkena racun

kemudian pingsan untuk beberapa waktu, sehingga kerap juga disebut

pembiusan ikan. Ikan target pembiusan adalah ikan hias (ornamental fish)

dan ikan karang konsumsi. Penggunaan bahan beracun pada kegiatan

penangkapan ikan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

konsumen terhadap ikan hias dan ikan karang hidup untuk konsumsi.

Pembiusan ikan biasa terjadi di perairan dangkal, seperti di rataan terumbu

karang.

Beberapa peralatan dan bahan yang digunakan untuk melakukan pembiusan

yaitu botol berisi larutan potassium sianida, masker, snorkel, fin,

kompressor, selang udara, serta serokan, dan wadah ikan. Ikan yang

ditangkap kemudian dimasukkan ke wadah ikan dan dibawa ke kapal.

Penetralan kondisi ikan dilakukan dengan membilas ikan dengan air laut

sampai kondisinya normal kembali.

Berdasarkan hasil pengawasan Direktorat Jenderal PSDKP, beberapa

nelayan lokal juga kerap memanfaatkan racun alami yang berasal dari daun

dan akar tuba untuk pembiusan. Bahan berbahaya lainnya yang

16
ibid
31

dimanfaatkan yaitu insektisida dan tinta, sedangkan yang paling banyak

digunakan oleh nelayan adalah potassium sianida.

Hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal PSDKP

menyimpulkan bahwa kerusakan akibat pembiusan ikan hias dapat memiliki

dampak buruk yang lebih besar daripada pembiusan ikan terhadap ikan

karang untuk konsumsi dan bahkan lebih besar dari dampak penangkapan

ikan menggunakan bahan peledak. Hal tersebut terjadi karena titik

penyemprotan untuk mendapatkan ikan hias memperhatikan arus air

sehingga racun lebih banyak mengenai bagian tubuh karang. Karang

bercabang (branching coral) banyak dipatahkan untuk memperoleh ikan

hias yang berukuran kecil. Sedangkan pada penggunaan bahan peledak,

karang dapat hancur namun masih memiliki kesempatan untuk hidup

kembali.17

3. Destructive fishing menggunakan setrum

Penggunaan setrum untuk menangkap ikan masih sering terjadi di

Indonesia. Setrum yang digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan

merupakan salah satu cara yang dapat merugikan dan/atau membahayakan

kelestarian sumber daya ikan. Ikan target penyetruman adalah ikan

konsumsi. Alat yang digunakan dalam penyetruman ikan adalah tas kotak

setrum berisi aki, tongkat besi, serokan, dan kapal. Untuk penyetruman di

sungai yang cukup dalam, penyetrum melakukan aksinya di atas kapal,

17
Ibid.
32

namun jika di sungai dangkal, penyetrum dapat berjalan kaki menyusuri

sungai.

Penangkapan ikan menggunakan setrum tidak hanya melukai ikan target,

namun juga dapat mematikan anakan ikan, baik ikan target ataupun

nontarget, sehingga dapat merusak keberlanjutan populasi ikan di perairan.

Efek penyetruman adalah membuat ikan terkejut dan pingsan. Pada

beberapa kasus ikan dapat terluka, mengalami pendarahan pada insang

bahkan kematian. Selain berdampak pada ikan target, anakan ikan (juvenile)

juga dapat terkena setrum listrik jika berada di dalam radius persebaran

aliran listrik dalam kolom air.18

4. Destructive fishing menggunakan Cantrang

Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan

yang dilengkapi dua tali penarik panjang yang dikaitkan pada ujung sayap

jaring, cara kerja alat tangkap ikan ini dengan ditarik oleh kapal yang

menyapu ke dasar perairan. Cantrang diyakini sebagai bentuk penangkapan

ikan secara destruktif. Pertama, hasil tangkap cantrang tidak selektif dan

akan menjaring ikan dengan berbagai ukuran. Kedua, biota yang dibuang

akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil

perikanan. Ketiga, pengoprasian cantrang yang mengeruk dasar perairan

tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut.

Keempat, sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia akan mengalami

18
ibid
33

degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan termasuk

penggunaan alat tangkap cantrang.19

D. peraturan Penangkapan Ikan Secara Destruktif

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi

potensi perikanan yang ada dinegara kita, salah satunya melakukan

kriminalisasi terhadap tindakan paraktik penangkapan ikan secara destruktif,

Istilah kriminalisasi itu sendiri merupakan terminologi ilmu Kriminologi dan

ilmu Hukum Pidana yang artinya penentuan suatu perilaku yang sebelumnya

tidak dipandang sebagai suatu kejahatan menjadi suatu perbuatan yang dapat

dipidana, dalam pengertian ini, proses kriminalisasi dilakukan melalui langkah

legislasi dengan mengatur suatu perilaku atau perbuatan tertentu sebagai tindak

pidana dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya

yang diperbolehkan mengatur ketentuan pidana.

Adapun dasar hukum yang mengatur tindak pidana ini berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor/KEPMEN-KP/SJ/2019 tentang Pedoman Rencana Aksi Nasional

Pengawasan dan Penanggulangan Kegiatan Penangkapan Ikan yang Merusak

Tahun 2019-2023 adalah, UURI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan,

UURI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UURI Nomor 31 tahun

2004 tentang Perikanan, UURI Nomor 27 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

19
Vika Kartika, Kajian Dampak Penggunaan Cantrang Sebagai Upaya Pengelolaan
Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan, Gema Keadilan Edisi Jurnal, Mei 2017, hlm. 65.
34

dan Pulau-Pulau Kecil , UURI Nomor 23 tentang Lingkungan Hidup, UURI

Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, UUD Nomor 12 tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api

dan Bahan Peledak, Keputusan Presiden Nomor 125 tahun 1999 tentang Bahan

Peledak, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Sementara itu, untuk sanksi pidana terhadap pelaku pelaku penangkapan

ikan secara destruktif diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 UURI Nomor 45

Tahun 2009 tentang Perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan. Sanksi pidana dalam Undang-undang Perikanan merupakan satu-

satunya sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku penangkapan ikan secara

destruktif. Undang-undang ini belum mengatur sanksi alternatif lain bagi

pelaku. Dengan demikian, sanksi pidana dirumuskan sebagai sanksi yang

utama (primum remedium) bagi pelaku. Perumusan sanksi pidana sebagai

primum remedium dalam perkembangannya mengalami beberapa kendala

dalam aplikasi dan eksekusinya. Disatu sisi sanksi pidana akan memberikan

efek jera bagi pelaku destructive fishing, namun disisi lain perumusan sanksi

pidana sebagai primum remedium tidak dapat diterapkan secara maksimal

karena dibatasi oleh ketentuan instrumen hukum internasional.

Berbicara mengenai Kebijakan hukum pidana di bidang perikanan

dituntut untuk dapat menegakkan hukum pidana secara konkrit, sehingga setiap

pelaku yang melakukan penangkapan ikan dengan cara terlarang khususnya

destructive fishing dapat dipidana. Rumusan ketentuan pidana di bidang

perikanan berfungsi sebagai pengendali pemanfaatan potensi perikanan dan


35

perlindungan terhadap sumber daya perikanan dan ekosistemnya. Pada

umumnya kebijakan hukum bertujuan untuk menakuti dan memberikan efek

jera bagi pelaku tindak pidana di bidang perikanan khususnya destructive

fishing. Sehingga dengan adanya kebijakan hukum pidana terhadap pelaku

destructive fishing diharapkan mengurangi angka tindak pidana di bidang

perikanan.20 Kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan destructive

fishing saat ini dirumuskan di dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang

tentang Perikanan sebagaimana berikut ini:

.tabel.2 1 Ketentuan pidana terkait destructive fishing

no Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Unsur Pasal Sanksi

1 Pasal 84 ayat (1) Setiap orang yang Pidana penjara paling lama 6 (enam)

dengan sengaja di wilayah tahun dan denda paling banyak

pengelolaan perikanan Republik Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua

Indonesia melakukan penangkapan ratus juta rupiah)

ikan dan/atau pembudidayaan ikan

dengan menggunakan bahan kimia,

bahan biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

20
Ruth Shella Widyatmojo, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan
(Illegal Fishing) di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri
Ambon Nomor 1/Pid. Sus/PRK/2015/PN.AMB), Diponegoro
36

daya ikan dan/atau lingkungannya

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (1) Setiap orang

dilarang melakukanpenangkapan

ikan dan/atau pembudidayaan ikan

dengan menggunakan bahan kimia,

bahan biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan/atau lingkungannya

di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia

Pasal 84 ayat (2) Nakhoda atau Pidana penjara paling lama 10

pemimpin kapal perikanan, ahli (sepuluh) tahun dan denda paling

penangkapan ikan, dan anak buah banyak Rp1.200.000.000,00 (satu

kapal yang dengan sengaja di miliar dua ratus juta rupiah)

wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan

penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan


37

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan/atau lingkungannya

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (2) Nakhoda atau

pemimpin kapal perikanan, ahli

penangkapan ikan, dan anak buah

kapal yang melakukan penangkapan

ikan dilarang menggunakan bahan

kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau

bangunan yang dapat merugikan

dan/ atau membahayakan

kelestarian sumber daya ikan

dan/atau lingkungannya di wilayah

pengelolaan perikanan Republik

Indonesia.

Pasal 84 ayat (3) Pemilik kapal Pidana penjara paling lama 10

perikanan, pemilik perusahaan (sepuluh) tahun dan dendapaling

perikanan, penanggungawab banyak Rp2.000.000.000,00 (dua

perusahaan perikanan, dan/atau miliar rupiah)

operator kapal perikanan yang

dengan sengaja di wilayah


38

pengelolaan perikanan Republik

Indonesia melakukan usaha

penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan/atau lingkungannya

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (3) Pemilik kapal

perikanan, pemilik perusahaan

perikanan, penanggung jawab

perusahaan perikanan, dan/atau

operator kapal perikanan dilarang

menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan/atau lingkungannya

di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia. paling


39

Pasal 84 ayat (4) Pemilik Pidana penjara paling lama 10

perusahaan pembudidayaan ikan, (sepuluh) tahun dan denda paling

kuasa pemilik perusahaan banyak Rp2.000.000.000,00 (dua

pembudidayaan ikan, dan/atau miliar rupiah)

penanggung jawab perusahaan

pembudidayaan ikan yang dengan

sengaja melakukan usaha

pembudidayaan ikan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik

Indonesia menggunakan bahan

kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau

bangunan yang dapat merugikan

dan/ataumembahayakan kelestarian

sumber daya ikan dan/atau

lingkungannya sebagaimana

dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (4) Pemilik perusahaan

pembudidayaan ikan, kuasa pemilik

perusahaan pembudidayaan ikan,

dan/atau penanggung jawab

perusahaan pembudidayaan ikan

yang melakukan usaha


40

pembudidayaan ikan dilarang

menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan/atau lingkungannya

di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Unsur Pasal Sanksi

2 Pasal 85 setiap orang yang dengan Pidana penjara paling lama 5 (lima)

sengaja memiliki, menguasai, tahun dan denda paling banyak

membawa, dan/atau menggunakan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar

alat penangkap ikan dan/atau alat rupiah)

bantu penangkapan ikan yang

mengganggu dan merusak

keberlanjutan sumber daya ikan di

kapal penangkap ikan di wilayah

pengelolaan perikanan Negara

Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam
41

Pasal 9 Setiap orang dilarang

memiliki, menguasai, membawa,

dan/atau menggunakan di kapal

penangkapikan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik

Indonesia:

a. alat penangkapan ikan dan/atau

alat bantu penangkapan ikan yang

tidak sesuai dengan ukuran yang

ditetapkan;

b.alat penangkapan ikan yang tidak

sesuai dengan persyaratan atau

standar yang ditetapkan untuk tipe

alat tertentu; dan/atau alat

penangkapan ikan yang dilarang.

Sumber: Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan21

21
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-undang Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
42

E. Pengertian laut dan hukum laut

Kata laut sudah dikenal sejak dulu kala oleh bangsa kita bahkan oleh

bangsa-bangsa dibeberapa negara lain nya. Laut merupakan bagian dari bumi

kita yang tertutup oleh air asin. Abdul Muthalib Tahar menyatakan bahwa laut

adalah sekumpulan air asin yang memiliki jumlah yang sangat luas sehingga

mampu untuk misahkan benua, pulau, dan lain sebaginya. Laut terutama lautan

samudera, mempunyai sifat istimewa bagi manusia. Begitu pula hukum laut,

oleh karena hukum pada umumnya adalah rangkaian peraturan-peraturan

mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat dan bertujuan

mengadakan tata tertib diantara anggota-anggota masyarakat itu. Laut adalah

suatu keluasan air yang meluas diantara berbagai benua dan pulau-pulau di

dunia.22

1. Konsepsi Hukum Laut

Lahirnya konsepsi hukum laut tidak dapat dilepaskan dari sejarah

pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal pertarungan antara

dua konsepsi, yaitu :

a. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama

masyarakat dunia dan oleh karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki

oleh siapapun.

22
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta,1984, hlm.
8
43

b. Res Nulius, yang menyatakan laut itu tidak ada yang memiliki dan oleh

karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing Negara.23

2. Jenis-Jenis dan zonasi Laut

a. Laut Transgresi, terjadi karena genangan air laut terhadap daratan akibat

kenaikan permukaan air laut 60-70 m pada zaman berakhirnya zaman es

cth. Laut Jawa. Selat Karimata,

b. Laut Ingresi, dasar taut mengalami gerakan menurun/turunnya tanah di

dasar taut cth. Laut Banda. Laut Flores

c. Laut Regresi, laut yang semakin menyempit karena adanya akumulasi

endapan material dari sungai yang bermuara ke sana. Cth adalah Laut

Bering di dekat Arktik

3. Pengertian Hukum Laut dan Tindak Pidana Kelautan

Tindak kejahatan di laut, se-panjang eksistensi peradaban manusia, telah

mewarnai perjalanan sejarahnya yang terjadi di berbagai belahan bumi.

Hukum Laut menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro SH yaitu meliputi segala

peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut. Jika melihat dari

pengertian tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) yaitu dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana seiring mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

23
Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut, Penerbit Bina Cipta,
Jakarta, 1979. hlm. 11.
44

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak

pidana maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana kelautan

yaitu Perbuatan-perbuatan menimbulkan gangguan hubungan hak dan

kewajiban manusia dalam hubungan hukum serta menimbulkan kerugian

terhadap sumber daya laut.24

tabel.2 2 Pembagian Delik dalam Hukum Pidana


Jenia delik

Kejahatan (misdrijf)

 Penjelasan KUHP : sebelum ada UU Pelangaran (overtreding)

sudah dianggap tidak baik (recht-  Baru dianggap tidak baik setelah ada

delicten) UU (wet delicten)

 Hazewinkel - Suringa: tidak ada  Perbedaan dengan kejahatan:

perbedaan kualitatif, hanya perbedaan a) Percobaan: tidak dipidana

kuantitatif b) Membantu: tidak dipidana

a) Percobaan: dipidana c) Daluwarsa: lebih pendek

b) Membantu: dipidana d) Delikaduan: tidak ada  KUHP :

c) Daluwarsa: lebih panjang Buku III

d) Delikaduan: ada  KUHP : Buku II

24
Irwandi Syahputra, S.H., M.H., modul tindak pidana kelautan,tanjung pinang, 2020, hlm
40
45

4. Sumber Hukum terhadap Tindak Pidana Kelautan dan Jenis Tindak Pidana

Kelautan Secara Umum

Sumber hukum terhadap tindak pidana kelautan dapat dilihat dari hukum

positif di Indonesia, baik diatur secara materil maupun hukum formil:

a) Hukum Materil;

1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan

2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati Dan Ekosistem

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang

Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

9) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

10) Dapat dipadukan dengan KUHP


46

11) Peraturan Pemerintah

12) Perda

b) Hukum Formilnya:

1) KUHAP dan peraturan lain terkait dengan Tindak Pidana Kelautan.

Jenis Kejahatan Laut atau tindak pidana tertentu di laut dapat

dikelompokkan sebagai berikut ini:

2) Perompakan Bersenjata Atau Pembajakan Di Laut

3) Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut (Smuggling)

4) Tindak Pidana Di Bidang Pelayaran

5) Tindak Pidana Pencemaran Laut

6) Tindak Pidana Benda Cagar Budaya Di Bawah Permukaan Laut

7) Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-

Pulau Kecil

8) Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya

9) Tindak Pidana Di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

10) Tindak Pidana Keimigrasian Di Perairan

11) Tindak Pidana Perikanan25

25
Ibid, hlm 40
BAB III

STUDI KASUS TERHADAP PEMBUAT PERAKIT

PENGEBOMAN IKAN DI LAUT DI KECAMATAN

PANIMBANG

A. kecamatan panimbang

1. Geografis dan administrasi

Wilayah kecamatan panimbang secara geografis terletak pada 06092”00”-

06036”00” lintang selatan dan 105038”00”-105050”00” bujur timur, luas

wilayah 97,75 km2 atau sebesar 3,56 % dari luas kabupaten pandeglang,

kecamatan panimbang berjarak 60 km dari kabupaten pandeglang dengan

batas administrasi sebagai berikut:

Sebelah utara : selat sunda dan kecamatan pagelaran

Sebelah selatan : kecamatan cigeulis

Sebelah timur : kecamatan sobang

Sebelah barat : kecamatan selat sunda

Kecamatan panimbang secara administrasi terdiri dari 6 desa, 70 rukun

warga(RW) dan 230 rukun tetangga(RT), desa mekar jaya desa terkecil

47
48

dengan luas luas 6,06 km2, sedangkan desa ranjung jaya merupakan desa

terbesar dengan luas 33,0 km2.1

2. Jumlah Penduduk

Kecamatan Panimbang merupakan Indonesia mini karena di dalamnya

terdiri dari berbagai macam suku baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun

suku-suku dari luar Jawa sehingga dapat memberikan pengaruh baik positif

maupun negatif dalam pengembangan Kecamatan Panimbang, karena

masing-masing membawa adat dan tradisi yang selanjutnya memadu dalam

mewujudkan peningkatan kesejahteraan melalui keahlian di bidangnya

masing-masing. Kecamatan Panimbang yang terdiri dari 6 Desa Binaan

mempunyai penduduk berdasarkan laporan tingkat desa berjumlah 52.372

jiwa terdiri dari :

1. Laki-laki : 26788 jiwa

2. Perempuan : 25.584 jiwa

3. Topografi

Berdasarkan kondisi topografi kecamatan panimbang merupakan tipe

wilayah berbukit pada daerah sekitar tanjung lesung dan di manfaatkan

sebagai lahan perkebunan dan relatip datar. Wilayah ibu kota kecamatan dan

sekitarnya di manfaatkan sebagai lahan permukiman, pertanian dan sedikit

perkebunan. Dari data yang di peroleh bahwa 92 persen wilayah merupakan

datar sampai bergelombang untuk dataran tinggi dan berbukit sebesar 2

1
Tri Tjahjo Purnomo,kecamatan panimbang dalam angka 2021, rajawali, pandeglang, 2021
49

persen dengan fungsi dominan untuk semak belukar dan bukit landai 6

persen fungsi semak belukar dan pohon. Berdasarkan ketinggian kecamatan

panimbang berada pada 3 meter di atas permukiman laut . keadaan topografi

wilayah kecamatan panimbang secara garis besar dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu:

a. Dataran rendah, berdasarkan aspek morfogenetik bentuk lahan dataran

rendah dapat di bedakan menjadi dua kelompok yaitu aluvial dan

diocena.

b. Perbukitan, kelompok perbukitan adalah batuan besar yang tergolong

batuan vulkanik, bentuk-bentuk lahan yang tergolong ke dalam

kelompok perbukitan.

4. Fasilitas Pendukung Kecamatan Panimbang

a. Fasilitas Perumahan

Keberadaan fasilitas perumahan merupakan kebutuhan yang utama

dimana berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dan meneruskan

kehidupan. Berdasarkan kondisi yang ada fasilitas perumahan di

Kecamatan Panimbang sebagian besar menempati wilayah-wilayah yang

dekat dengan kawawasan ekonomi, seperti Panimpangjaya, Citeureup di

daerah sekitar pasar. Perumahanperumahan ini pembangunanya

mengikuti perkembangan jalan atau tipe radial. Di daerah-daerah

pinggiran terdapat perumahan masyarakat yang sifatnya sporadis hal ini

disebabkan oleh faktor kedekatan dengan mata pencaharian, kondisi


50

rumah-rumah yang ada berada disekitar jalan menuju kawasan Tanjung

Lesung, selain itu ada pula rumah-rumah ini adalah tidak permanen

dimana dinding-dindingnya berbahan dasar dari kayu.

b. Fasilitas Perdagangan dan Jasa

Untuk menunjang pengembangan ekonomi wilayah perlu didukung oleh

adanya sarana dan prasaran pendukung yang menunjang dan sesuai

dengan kebutuhan wilayah yang bersangkutan. Dalam mendukung

perkembangan ekonomi Kecamatan Panimbang sudah terdapat fasilitas

ekonomi diantaranya adalah adanya pasar yang terletak di

Desa/Kelurahan Panimbangjaya dan Citeureup, selain itu terdapat

fasilitas pendukung lainnya yaitu mini market, ruko, Rumah Potong

Hewan (RPH) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Fasilitas pendukung

perekonomian banyak ditempatkan di Desa/Kelurahan Panimbangjaya

hal ini disebabkan oleh wilayah tersebut adalah Ibu Kota Kecamatan

(IKK) yang merupakan orientasi ekonomi wilayah Desa/Kelurahan lain

yang berada di Kecamatan Panimbang. Untuk tiga (3) Desa/Kelurahan

lain tidak didukung oleh fasilitas ini seperti Mekarjaya, Gombong dan

Tanjungjaya. Di wilayah Desa Citeureup terdapat 2 TPI dan 1 RPH.

Sarana dan prasarana pendukung perekonomian lainnya adalah adanya

lembaga keuangan sebagai sarana untuk pinjam dan menabung bagi

masyarakat yang ada. Berdasarkan jenisnya lembaga keuangan yang ada

di Kecamatan Panimbang yaitu; bank sebanyak 5 unit, Lembaga

Pengeloaan Keuangan (LPK) Kecamatan Panimbang sebanyak 1 unit,


51

Baitul Maal wa Tanwil (BMT) sebanyak 1 unit, dan Koperasi Simpan

Pinjam sebanyak 11 unit.Keberadaan lembaga keuangan terpusatkan di

Kelurahan Panimbangjaya dengan jumlah 10 unit, sementara di Desa

Tanjungjaya tidak terdapat LKP. 2

c. Fasilitas Pendidikan

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu

indikator dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Khusus di

Kecamatan Panimbang pelayanan pendidikan kepada masyarakat sudah

terlayani dengan adanya berbagai jenis fasilitas pendidikan mulai dari

TK, SLTP, sampai SLTA. Berdasarkan data BPS tahun 2012 jumlah

Sekolah Negeri sebesar 40 Unit atau 43 persen, sedangkan jumlah

Sekolah Swasta sebesar 52 unit atau 57 persen. Berdasarkan data ini

nampak bahwa peran swasta dalam pembangunan fasilitas pendidikan

lebih besar dibandingkan pemerintah daerah.

d. Fasilitas Kesehatan

Keberadaan fasilitas kesehatan sangat diperlukan. Akses pelayanan

terhadap masyarakat perlu juga diperhatikan, seperti jarak aksesilibitas.

Di Kecamatan Panimbang keberadaan fasilitas kesehatan sudah ada,

berdasarkan data yang ada terdapat 37 sarana kesehatan hanya saja

2
Tri Tjahjo Purnomo,kecamatan panimbang dalam angka 2021, rajawali, pandeglang,
2021
52

masyarakat belum terlayani oleh fasilitas kesehatan berupa puskesmas

keliling. Berdasarkan akses jarak, masih menjadi kendala bagi

masyarakat, seperti akses menuju puskesmas yang terkendala oleh jalan

dan transportasi yang belum tersedia kendaraan umum, namun hanya

dapat dijangkau menggunakan kendaraan pribadi. Sementara lokasi

puskesmas yang letaknya di pusat Desa Citeuruep untuk Kampung Bodur

dirasakan masih sangat jauh baik jaraknya. Sumberdaya kesehatan yang

ada di Kecamatan Panimbang diantaranya; puskesmas umum 2 unit,

puskesmas pembantu 1 unit, dokter umum 1 orang, dokter gigi 1 orang,

para medis perawatan 31 orang dan non medis 1 orang.3

B. Karakteristik Masyarakat Nelayan panimbang

Karakateristik masyarakat nelayan berdasarkan kondisi sosial ekonomi

dikelompokkan menjadi:

1. Nelayan kaya yang mempunyai kapal sehingga mempekerjakan nelayan

lain (juragan), tanpa harus ikut bekerja.

2. Nelayan kaya yang memiliki kapal, tetapi ikut bekerja sebagai awak kapal,

tetapi ikut bekerja sebagai awak kapal.

3. Nelayan sedang yang kebutuhan hidupnya dapat ditutupi dengan

pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan.

3
Tri Tjahjo Purnomo,kecamatan panimbang dalam angka 2021, rajawali, pandeglang,
2021
53

4. Nelayan miskin yang berpendapatan dari perahunya tidak mencukupi

kebutuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan pekerjaan lain dan

harus melibatkan istri dan anak-anaknya.4

C. Penangkapan Ikan dengan menggunakan bahan peledak dan cara

perakitan bom

1. Pengertian penangkapan ikan menggunakan bahan peledak

Pengeboman ikan merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai suatu

tindak pidana. Kata bom berasal dari bahasa Yunani âüìâïò (bombos),

sebuah istilah yang meniru suara ledakan menghasilkan ledakan yang

mengeluarkan energi secara besar dan cepat. Ledakan yang dihasilkan

menyebabkan kehancuran dan kerusakan terhadap benda mati dan benda

hidup di sekitarnya, yang diakibatkan oleh pergerakan tekanan udara dan

pergerakan fragmen-fragmen yang terdapat di dalam bom, maupun serpihan

fragmen benda-benda disekitarnya. Selain itu, bom juga dapat membunuh

manusia dengan hanya suara yang dihasilkannya saja. Bom telah dipakai

selama berabad-abad dalam peperangan konvensional maupun non-

konvensional. Sedangkan menurut M.Marwan dan Jimmy P, bom adalah

suatu alat yang memiliki kemampuan untuk meledak, biasanya berbentuk

seperti wadah yang berisi bahan peledak dan diatur agar menyebabkan

kerusakan saat diledakan.5

4
Tri Tjahjo Purnomo,kecamatan panimbang dalam angka 2021, rajawali, pandeglang,
2021
5
Marwan M. dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum (Dictionary Of Law Complete Edition),
Surabaya, Reality Publisher, hlm 111.
54

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan pengeboman ikan adalah penggunaan bahan peledak untuk

menghasilkan ledakan yang mengeluarkan energi secara besar dan cepat di

wilayah perikanan agar dapat membunuh ikan-ikan sehingga memudahkan

pelaku pengeboman untuk menangkap ikan. Menurut P. Joko Subagyo

bahwadala m pembudiyaan ikan ini dihindari timbulnya pencemaran dan

pengrusakan sumber daya ikan dan lingkungan, sehingga penggunaan alat-

alat seperti bahan peledak atau alat yang dapat membahayakan kelestarian

sumber daya ikan tidak diperkenankan.6

2. Cara Perakitan Bom

Pengeboman ikan adalah cara penangkapan ikan yang sangat merusak, dan

juga ilegal di seluruh Indonesia. Bom buatan sendiri dibuat dengan

mengemas bubuk ke dalam botol bir atau minuman ringan. Sumbu biasanya

dibuat dari kepala korek yang digerus dan dimasukkan ke dalam pipa

sempit, lalu diikat kuat dengan kawat. Sumbu dinyalakan lalu botol

dilemparkan ke dalam air. Bom akan meledak di bawah air dan memberikan

guncangan fatal di sepanjang perairan, yang dapat membunuh hampir semua

makhluk hidup di sekitarnya.

Nelayan hanya mengumpulkan ikan konsumsi yang berharga, tetapi banyak

ikan dan hewan laut lain ditinggalkan dalam keadaan mati di antara pecahan

karang yang mungkin tidak dapat pulih kembali. Kerusakkan terumbu

karang terindikasi oleh faktor fisik seperti penangkapan ikan dengan

6
P.Joko Subagyo, 2009, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, hlm 12.
55

menggunakan bahan peledak, dan pengambilan biota laut lainnya dengan

benda keras, seperti pembongkaran terumbu karang dengan menggunakan

linggis.

Alat tangkap destruktif yang digunakan di Indonesia pada umumnya adalah

bom dan bius. Penggunaan bom dimaksudkan untuk mencegah ikan lolos

melarikan diri setelah ditangkap sebelum diangkat naik ke kapal/perahu.

Ikan dibom dulu supaya mati, lalu tinggal dipunguti, dimasukkan ke jaring,

lalu diangkat naik ke atas kapal atau perahu. Sebelum membom ikan, di atas

kapal/perahu, para nelayan biasanya mengamati terlebih dahulu kualitas

(dalam hal ini jenisnya) dan kuantitas ikan yang akan dibom.

Ritual ini untuk memprakirakan berapa keuntungan mereka kelak jika

membom suatu jenis ikan, termasuk di dalamnya menghitung biaya yang

sudah dikeluarkan untuk membeli mesin dan alat tangkap, bagi hasil dengan

punggawa, sampai penjualannya. Setiap kilogram bom yang meledak,

radius menghancurkan bisa mencapai 5 meter. Bisa dibayangkan berapa

ratus ribu bahkan mungkin ratus juta biota laut yang ikut rusak dan mati

terkapar tak berdaya jika radius 250 kg bom menjangkau ribuan meter.

Apalagi jika ditambah makhluk-makhluk laut (misalnya plankton) yang

tidak kasat mata (mikroskopis). Ini hanya untuk satu jenis alat tangkap,

yakni bom.

Alat dan bahan yang digunakan untuk merakit bom di antaranya detonator

(umumnya berjenis 66 dan 88), bubuk bom yang dicampur minyak tanah,

laddo sebagai pemberat agar bom mudah tenggelam hingga ke dasar laut,
56

penyulut (biasanya obat nyamuk) untuk menyalakan sumbu, pappaca’

(pemadat), kantong plastik untuk membungkus detonator agar tidak basah

terkena air, kemasan (botol minuman, jerigen, atau galon) dan sumbu untuk

membakar. Ada berbagai ukuran sumbu yang digunakan, misalnya 12 cm,

7 cm, 5 cm, 3 cm, dan 2 cm ,tergantung kedalaman laut lokasi penangkapan.

Jika lautnya dalam, maka sumbunya harus panjang, dan jika lautnya

dangkal, sumbunya juga harus pendek. Ini dimaksudkan agar bom meledak

tepat waktu dan sasaran. Sumbu yang ukurannya 2 cm disebut juga “sumbu

bismillah”sebab pembom harus mengucapkan ”Bismillah” tepat di saat bom

dilepas ke laut supaya tidak meledak di tangan. Ikan target pemboman

biasanya ikan yang bergerombol (sejenis) dan ikan yang

berlindung/berkumpul di karang- karang (tidak sejenis). Adapun ciri-ciri

ikan yang sudah dibom di antaranya tulangnya patah-patah, mata menonjol

keluar dan dagingnya lembek Penggunaan bahan peledak seperti bom dapat

memusnahkan biota dan merusak lingkungan.7

3. Lokasi Rawan Destructive Fishing

Lokasi rawan destructive fishing berbeda untuk setiap jenis dikarenakan

perbedaan kultur nelayan, target ikan, maupun kondisi geografis, Perbedaan

alat/bahan yang dipergunakan nelayan di beberapa daerah disebabkan

perbedaan jenis ikan yang ditangkap, lokasi daerah penangkapan, dan

karakteristik wilayah masing-masing. Dengan menggunakan bahan peledak,

7
Djoko Triwabono, Hukum Perikanan Indonesia, (Bandung, PT. Citra Aditnya Bakti,
2002), h.44
57

bahan beracun, dan setrum mengakibatkan nelayan memerlukan modal

lebih sedikit dan hasil tangkapan lebih besar. Situasi tersebut bersifat jangka

pendek, namun memiliki dampak jangka panjang karena merusak sumber

daya ikan dan lingkungannya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal

PSDKP, aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak hampir

terjadi di semua provinsi di Indonesia,8

4. Penanggulangan Bom Ikan

a. Pemberdayaan masyarakat

Bantuan dari pemerintah dapat diberikan kepada pihak swasta

(pengusaha kecil) maupun kepada koperasi. Bentuk campur tangan

pemerintah ini dapat berupa pemberian kredit produksi dengan bunga

rendah tanpa tangunan, pembebasan bea masuk komponen-komponen

alat pengolahan dan unit penangkapan, pembebasan PPN penjualan

dalam negeri, pengembangan teknologi pengolahan yang tepat guna,

penetapan UMR bidang perikanan dan kemudahan perizinan investasi.

menganalisa bahwa terdapat sebab yang kompleks mengapa kemiskinan

nelayan terus terjadi. Ia menjelaskan ada sebab internal dalam

masyarakat nelayan dan ada problem eksternal. Sebab internal antara

lain: keterbatasan sumber daya manusia, kemampuan modal usaha, relasi

untuk membantu pemgembangan usaha kecil dan menengah tidak

efektif.

8
menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor 114/kepmen-kp/sj/2019 tentang
rencana aksi nasional pengawasan dan penanggulangan kegiatan penangkapan ikan yang merusak
tahun 2019-2023,hlm,16
58

Hal ini disebabkan oleh kecenderungan bank-bank umum mendanai

sektor-sektor usaha yang bergerak dalam bidang industri pengolahan

hasil laut, serta pedagang besar hasil laut, dan belum menyentuh pada

nelayan secara individu. Hal ini disebabkan oleh kebijakan prudential

banking serta persyaratan pada pemberian kredit yang ditetapkan oleh

otoritas moneter, yang memberikan batasan gerak bagi perbankan umum,

untuk dapat menjangkau masyarakat miskin, khususnya masyarakat

miskin yang ada di daerah pesisir. Selanjutnya dikatakan bahwa,

keterbatasan yang selama ini cukup dominan dalam pemberian kredit

kepada masyarakat/pelaku ekonomi di daerah pesisir adalahpenyediaan

mengakibatkan biota laut seperti karang menjadi patah, terbelah,

berserakan dan hancur, kesulitan melakukan diversifikasi usaha

penangkapan dan ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut.

Sebab kemiskinan yang bersifat eksternal yang berkaitan dengan kondisi

di luar diri dan aktivitas kerja nelayan, antara lain: kebijaksanaan

pembangunan perikanan yang berorientasi pada produktivitas untuk

menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, sistem pemasaran hasil

perikanan yang mengundang pedagang perantara, kerusakan ekosistem

pesisir dan laut, penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah

lingkungan, penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan,

dan kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan

nelayan melaut sepanjang tahun.


59

Lebih lanjut problem kemiskinan masyarakat nelayan mulai muncul ke

permukaan, setelah satu dekade dilaksanakannya kebijakan nasional

tentang motorisasi perahu dan modernisasi peralatan tangkap pada awal

tahun 1970-an. Kebijakan ini dikenal dengan istilah revolusi biru (blue

revolution). Proyek besar ini berimplikasi pada keserakahan sosial atas

sumber daya perikanan yang mendorong setiap individu untuk berkuasa

penuh terhadap sumber daya tersebut. Keserakahan ini akan berakibat

pada kelangkaan sumber daya perikanan kesenjangan akses dan berputar

dan menyebabkan di sektor kelautan dan perikanan lekat dengan

kemiskinan.

Peran lembaga perbankan dalam penyuluhan kredit komersial yaitu :

jaminan yang merupakan syarat pemberian kredit oleh bank umum.

Fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu kelancaran usaha lebih

dikenal dengan kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan perbankan

guna membantu para pengusaha untuk memperlancar dan meningkatkan

kegiatan usahanya, yang terdiri dari kredit investasi dan kredit modal

kerja.9

b. Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan (Berwawasan Lingkungan)

Dalam rangka mendayagunakan potensi perikanan secara optimal

sebagai ujung tombak perekonomian daerah, maka kebijakan

9
Andi Hamsah, Penengakan Hukum Lingkungan, (Jakarta, Sinar Grafika,2015), h. 37
60

pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Pangkajenne dan

kepulauan diarahkan untuk :

1) Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal

dan berkelanjutan

2) Meningkatkan penerimaan devisa negara dari ekspor hasil perikanan.

3) Meningkatkan kesejatraan nelayan.

4) Meningkatkan kecukupan gizi dari hasil perikanan.

5) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang kelautan dan

perikanan.

Untuk pencapaian tujuan yang telah digariskan, maka perlu adanya

dukungan kebijakan pemerintah terhadap beberapa komponen yang

mencakup kebijakan tentang infrastruktur, kebijakan sumberdaya

nelayan, kebijakan perikanan tangkap, kebijakan perikanan budidaya,

kebijakan pemasaran hasil perikanan, serta pembangunan dan

pengembangan pelabuhan perikanan.

Secara umum, teknologi ramah lingkungan adalah teknologi yang hemat

sumberdaya lingkungan (meliputi bahan baku material, energi dan

ruang), dan karena itu juga sedikit mengeluarkan limbah (baik padat,

cair, gas, kebisingan maupun radiasi) dan rendah resiko menimbulkan

bencana. Penggunaan kapal perikanan modern yang lebih ramah

lingkungan perlu dikembangkan, yakni yang menggunakan mesin dan

sekaligus layar mekanis. Layar dapat dikembangkan otomatis jika arah

dan kecepatan angin menguntungkan. Penggunaan energi angin dapat


61

menghemat bahan bakar hingga 50%. Teknologi energi dan transportasi

yang ramah lingkungan termasuk yang saat ini paling dilindungi oleh

industri negara maju dan karenanya paling mahal. Namun, teknologi

modern yang ramah lingkungan ini sangat diperlukan dalam pengelolaan

sumber daya laut meskipun mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Secara teoritis, ada dua bentuk regulasi dalam pengelolaan sumber daya

kelautan dan perikanan, yakni open access dan controlled access

regulation. Open access adalah regulasi yang membiarkan nelayan

menangkap ikan dan mengeksploitasi sumber daya hayati lainnya kapan

saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat apa saja.

Regulasi ini mirip ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”. Secara empiris,

regulasi ini menimbulkan dampak negatif, antara lain apa yang dikenal

dengan tragedy of common baik berupa kerusakan sumber daya kelautan

dan perikanan maupun konflik antar nelayan. Sebaliknya, contolled

access regulation adalah regulasi terkontrol yang dapat berupa :

1) pembatasan input (input restriction), yakni membatasi jumlah pelaku,

jumlah jenis kapal, dan jenis alat tangkap

2) pembatasanoutput(output restriction), yakni membatasi berupa

jumlah tangkapan bagi setiap pelaku berdasarkan kuota. Salah satu

formulasi dari pembatas input itu adalah territorial use right yang

menekankan penggunaan fishing right (hak memanfaatkan

sumberdaya perikanan) dalam suatu wilayah tertentu dalam yurisdiksi

yang jelas. Pola fishing right system ini menempatkan pemegang


62

fishing right yang berhak melakukan kegiatan perikanan 29 di suatu

wilayah, sementara yang tidak memiliki fishing right tidak diizinkan

beroperasi di wilayah itu.10

c. Mata pencarian yang alternative

Kegiatan mata pencaharian alternatif bertujuan untuk menyediakan jenis

usaha berkelanjutan bagi masyarakat yang selama ini melakukan

kegiatan usaha yang bersifat tidak ramah lingkungan. Mata pencaharian

alternatif yang berkelanjutan ini harus menguntungkan dan tidak

merusak lingkungan. Kelompok masyarakat yang terlibat dalam

kegiatan-kegiatan ekonomi yang merusak lingkungan seperti

penangkapan dengan bom atau meting, perlu merubah jenis usahanya

sebelum terlambat dan tidak ada yang tersisa untuk generasi mendatang.

menyatakan bahwa keberhasilan manajemen sumberdaya perikanan

lebih bergantung pada keterlibatan atau partisipasi pemegang

kepentingan (stakeholder).Jika nelayan adalah salah satu pemegang

kepentingan tersebut, biarkanlah nelayan memutuskan sendiri keinginan

dan tujuannya. Jika keinginannya untuk meningkatkan pendapatan, hal

tersebut harus ditempatkan sebagai salah satu tujuan pengelolaan

sumberdaya perikanan.

Fakor-faktor yang menyebabkan pendapatan nelayan rendah antara lain

adalah unit penangkapan yang terbatas yang dikarenakan penguasaan

10
Wahyono, Antariksa, dkk, Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, (Yogyakarta, Media
Pressindo,2001) h. 56.
63

teknologi yang rendah, skala usaha/modal yang dimiliki kecil dan masih

bersifat tradisional. Kemampuan nelayan dalam memanfaatkan peluang

usaha dan mengatasi tantangan lingkungan yang rendah, dikarenakan

masyarakat yang masih bergantung pada musim penangkapan. Dalam

penentuan fishing ground, nelayan yang mempunyai izin untuk

melakukan operasi di tempat tersebut akan memperoleh hasil yang

banyak, tetapi bagi nelayan yang tidak memiliki akses ke lokasi yang

produktif tersebut, selain hasil tangkapan yang tidak maksimal juga biaya

operasi yang tinggi.

Eksternalitas teknologi terjadi karena nelayan cenderung melakukan

penangkapan ikan pada lokasi yang sama, atau setidaknya saling

berdekatan satu dengan yang lain, sehingga terjadi pertemuan antara alat

tangkap ikan yang digunakan, yang menjurus pada kerusakan atau

perusakan. Faktor lainnya adalah law enforcement yang tidak berpihak

kepada nelayan, diantaranya terjadinya ego sektoral, regulasi yang tidak

mendukung, terbatasnya peran kelembagaan, baik pemerintah maupun

non pemerintah, penetapan bahan baku (ikan) yang kurangadil, belum

ditetapkannya undang-undang anti monopoli, pembagian keuntungan

yang tidak proporsional, dan kebijakan ekonomi secara mikro yang lebih

banyak memberikan kerugian di pihak nelayan, dibandingkan

memberikan keuntungan.
64

5. Secara umum penanganan pengeboman ikan (destructive fishing) dapat

dilakukan dengan cara :

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi, penyuluhan

atau penerangan terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh

penangkapan ikan secara ilegal.

b. Mencari akar penyebab kenapa destructive fishing itu dilakukan, apakah

motif ekonomi atau ada motif lainnya, dan setelah diketahui

permasalahan, upaya selanjutnya melakukan upaya preventif

c. Meningkatkan penegakan dan penataan hukum

d. Melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolahan sumberdaya ikan

e. Perlu adanya dukungan kelembagaan dari pemerintah, yang artinya harus

ada yang mengurusi kasus ini.11

6. Peran Terumbuh karang

Beberapa peran terumbuh karang, yaitu terumbuh karang penghalang

melindungi pantai dari hempasan ombak dan mencegah terjadinya erosi,

terumbuh karang menyediakan tempat tinggal, tempat mencari makan,

tempat pengasuhan, dan tempat pemijahan, bukan saja bagi biota laut yang

hidup di terumbuh karang tapi juga bagi biota laut yang hidup di perairan di

sekitarnya, sebagai sumber makanan dan mata pencarian nelayan, sebagai

11
M. Gufran, Indonesia Pengelolahan Perikanan, ( Pustaka Baru Fres, Yogyakarta, 2015)
h.54.
65

sumber bibit budidaya dan menungjang kegiatan pendidikan dan

penelitian.12

7. Kerusakan lingkungan bagi kesehatan

Penambahan bahan organik di laut menyebabkan perkembangan

dinoflaelata, yang sering mengandung racun saraf. Bila dimakan manusia

dapat menyebabkan mual kejang-kejang dan kematian.Bahan radioktif

dapat menimbulkan somasi atau genetis pada manusia, contoh dampak

somasi yang penting adalah leukemia dan kanker pada tulang, tiroid dan

paru-paru. Sedangkan dampak genetis sebagai akibat dari radiasi kelenjar

kelamin.13

8. Ketentuan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan yang Diperbolehkan dan

Dilarang Alat yang Diperbolehkan

Ada beberapa cara yang biasa di lakukan oleh nelayan untuk menangkap

ikan salah satu yang paling sering di lakukan oleh nelayan adalah

mengumpulkan segerombolan ikan dengan menggunakan alat bantu

penangkap yang biasa disebut rumpon dan sinar lampu. Kedudukan rumpon

dan sinar lampu untuk usaha penangkapan ikan di perairan Indonesia sangat

penting ditinjau dari segala aspek baik ekologi, biologi, maupun ekonomi.

Rumpon digunakan pada siang hari sedangkan lampu digunakan pada

malam hari untuk mengumpulkan ikan pada titik/tempat laut tertentu

12
Asriana yuliana, Produktivitas Perairan, (Cetakan Pertama, Jakarta, PT. Bumi Aksara,
2012), hlm. 98
13
Nyoman Wijaya, Ilmu Lingkungan, (Ed. Ke-2,Yogyakarta, Graha Ilmu,2014), h. 246
66

sebelum operasi penangkapan dilakukan dengan alat penangkap ikan seperti

jaring, huhate dsb.

selain alat bantu yang di sebutkan di atas, berikut adalah alat bantu

penangkapan ikan dengan peraturan penggunaannya, guna menjaga dan

memelihara serta melestarikan kekayaan alam Indonesia, pemerintah

Indonesia menerbitkan beberapa peraturan penggunaan alat untuk

menangkap ikan. Di antaranya penggunaan alat penangkap ikan seperti :

a. Jaring insang merupakan alat tangkap yang mempunyai besar mata jaring

yang disesuaikan dengan sasaran ikan atau non-ikan yang akan

ditangkap. Ikan tertangkap karena terjerat pada bagian tutup insangnya.

Rawai merupakan alat tangkap yang berbentuk rangkaian tali temali

panjang yang bercabang-cabang dan setiap ujung cabangnya diikatkan

sebuah mata pancing (hook) dengan berbagai ukuran.

b. Pukat cincin merupakan alat tangkap yang dilengkapi dengan cincin dan

tali kerut pada bagian bawah jaring, yang gunanya untuk menyatukan

bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kerut

tersebut.

c. Pukat udang dari segi operasionalnya sama dengan pukat harimau yang

penggunaannya dilarang oleh pemerintah (Keppres No.39 Tahun 1980),

yang membedakan adalah adanya tambahan alat pemisah ikan.

Peralatan penangkapan ikan yang diperbolehkan oleh pemerintah:

a. Pukat kantong (Seine net) yaitu pukat udang, pukat ikan, dogol, pukat

pantai, pukat cincin (perse seine)


67

b. Jaring insang (gill nets) yaitu jaring insang hanyut, jaring insan lingkar,

jaring insang tetap, jaring klitik

c. Jaring angkat (lift net) yaitu bagan perahu, bangan tancap, serok

d. Pancing (hook dan lines) yaitu rawai tuna (tuna long line), rawai hanyut

selain rawai tuna, pancing tonda.

e. Perangkap (traps) yaitu sero, jermal, bubu, alat pengumpul kerang, alat

pengumpul rumput laut, tombak

f. meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang.14

14
Djoko Triwabono, Hukum Perikanan Indonesia, (Bandung, PT. Citra Aditnya Bakti,
2002), hlm.44
BAB IV
ANALISIS TERHADAP TINJAUAN HUKUM TERHADAP
PEMBUAT PERAKIT PENGEBOMAN DI LAUT
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN

A. Bagaimana upaya terhadap pencegahan pembuatan rakitan pengeboman

ikan di laut panimbang

Untuk menekan semakin tingginya tingkat aktifitas pengeboman ikan

maka perlu dilakukan langkah-langkah pre-emptive terutama kepada para

pelaku pengeboman ikan maupun masyarakat umum. Sosialisasi mengenai

berbagai peraturan dan dampak dari kegiatan pengeboman ikan penting untuk

dilaksanakan agar masyarakat memahami betapa pentingnya menjaga

kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya melalui kegiatan

penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Kegiatan sosialisasi dan kampanye

dilaksanakan pada daerah yang memiliki tingkat kerawanan pengeboman ikan.

Untuk semakin meyakinkan para pelaku pengeboman ikan agar menghentikan

praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang selama ini dilakukan,

maka dapat dilakukan dengan beberapa orang mantan pelaku pengeboman

ikan dan mungkin mantan pelaku yang pernah mengalami kecelakaan atau

musibah saat melakukan pengeboman ikan.

Selain itu perlu juga untuk menghadirkan narasumber tentang kisah

sukses mantan pengebom atau pembius ikan yang berhasil melestarikan dan

68
69

mengelola lingkungan perairannya sehingga dapat menjadi objek wisata dan

menjadi sumber pendapatan masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah

munculnya kesadaran dari pelaku yang masih aktif melakukan peraktek

pengeboman untuk berhenti. Atau pun akhir dari kegiatan sosialisasi dan

kampanye adalah deklarasi dan komitmen untuk berhenti melakukan

pengemboman ikan dan beralih ke cara penangkapan ikan yang ramah

lingkungan.1

a. Pengalihan Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom dan bius pada dasarnya

dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam

waktu yang cepat. Selain itu, keterbatasan keterampilan nelayan dalam

mengoperasikan alat tangkap juga turut mempengaruhi hal tersebut.

Nelayan pengguna bom di Taman Wisata Perairan Kapoposang mengaku

bahwa kegiatan penangkapan ikan dengan bom merupakan tradisi turun-

temurun masyarakat dan hasil tangkapan yang diperoleh juga mampu

menutupi modal operasional ataupun untuk membayarhutang sehingga

hingga saat ini kegiatan tersebut masih terus berlangsung. Beberapa nelayan

di daerah tersebut mengaku sadar dan ingin mengubah cara penangkapan

ikan yang merusak ke cara penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan

dengan catatan diberikan mata pencaharian alternatif atau bantuan alat

tangkap. Selain itu, perlu juga diberikan bantuan berupa pendampingan atau

1
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 114/Kepmen-Kp/Sj/2019
Tentang Rencana Aksi Nasional Pengawasan Dan Penangulangan Ikan Yang Merusak” (Jakarta,
2023).
70

pelatihan dalam penggunaan alat tangkap ketika mereka sudah beralih cara

penangkapan ikan sehingga bantuan yang sudah diberikan akan

bermanfaat.2

b. Ekstensifikasi Sumber Pendapatan Ekonomi Nelayan

Aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bius pada

umumnya dilakukan oleh nelayan dengan tingkat kesejahteraan rendah.

Ketika program penanggulangan pengeboman ikan dengan cara

mengalihkan alat tangkap yang ramah lingkungan direalisasikan tentu akan

ada perubahan pada jumlah pendapatan harian nelayan. Untuk

meningkatkan pendapatan nelayan mantan pelaku pengeboman ikan maka

diperlukan alternatif mata pencaharian tambahan salah satunya dengan

budidaya ikan hias atau ikan bernilai ekonomis. Selain bantuan berupa benih

dan sarana budidaya, juga diberikan pendampingan dan pelatihan mulai dari

proses produksi, panen, hingga pemasaran.3

c. Pelibatan Masyarakat

Wilayah laut panimbang sangat luas sehingga terdapat keterbatasan

Pemerintah untuk mengawasi kegiatan pengeboman ikan mulai dari

keterbatasan petugas pengawas perikanan, Polri, TNI AL, serta armada

pengawasan sehingga peran serta masyarakat sangat diperlukan.

Diharapkan dengan adanya peran serta dari masyarakat, mereka dapat

mengamati atau memantau sekaligus mengawasi kegiatan perikanan dan

2
Ibid.
3
Ibid.
71

pemanfaatan lingkungan yang ada di panimbang. Bila terjadi pelanggaran

adanya dugaan pengeboman ikan atau pencemaran lingkung maka

dilaporkan kepada aparat penegak hukum setempat.4

Untuk meningkatkan semangat masyarakat atas peran sertanya dalam upaya

penanggulangan pengeboman ikan maka perlu diberikan semacam apresiasi

atau penghargaan dari pemerintah agar apa yang telah dilakukan tetap

berlanjut secara konsisten. Adanya apresiasi atau penghargaan dari

pemerintah diharapkan dapat memacu semangat masyarakat untuk lebih

intensif memerangi praktik pengemboman ikan terutama di wilayah

panimbang.

B. Bagaimana tinjauan hukum akibat pelaku pengemboman ikan di laut

yang berdampak pada pencemaran lingkungan di panimbang

Penggunaan bahan peledak dan racun oleh nelayan atau orang yang tidak

bertanggung jawab sangat merugikan bagi biota laut seperti ikan dan terumbu

karang, selain itu dampak yang di timbulkan tidak tanggung-tanggung merusak

kehidupan di dalam laut .

Dampak yang di timbulkan dari penggunaan bom ikan atau yang

menggunakan penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan yaitu dapat

merusak ekosistem terumbuh karang dan sumber ikan serta lingkungannya

yang berdampak pada menurunnya produktifitas perikanan, yang dapat

4
Ibid.
72

mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan pesisir dan mempengaruhi

kemampuan terumbuh karang meminimalisir energi gelombang dan arus yang

menerpa pantai.

Dampak dari penggunaan bom ikan di wilayah laut panimbang yaitu

terdapat dua dampak yang di timbulkan yaitu: Dampak positif yang di

timbulkan dari penggunaan bom ikan sebagai alat tangkap ikan

1. Efektif dan efisien waktu

2. Mendapatkan ikan yang lebih banyak

3. Penghasilan nelayan meningkat.

Dampak negatif penggunaan bom ikan

1. Rusaknya terumbu karang yang ada disekitar lokasi peledakan

2. Menyebabkan kematian biota laut lainnya yang bukan sasaran penangkapan

3. Menimbulkan kerusakan dan terganggunya ekosistem yang ada dibawah

laut

4. Merugikan perekonomian suatu negara

5. Menyangkut kedaulatan dan kehormatan negara karena banyaknya kapal

asing yang melakukan tindakan kejahatan tersebut

6. Industri prikanan dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku.5

5
Risnawati, Perilaku Menyimpang Illegal Fishing, Jurnal Equilibrium, Vol. IV No. 1, 2016,
hal 41
73

Sedangakan menurut ProFauna Aktivitas pengeboman ikan berdampak

negatif terhadap keseimbangan ekosistem laut. Selain itu bom ikan juga sangat

merugikan masyarakat, terutama masyarakat pesisir yang menggantungkan

pemasukan dari sektor kelautan.

Berikut ini adalah dampak negatif dari penangkapan ikan dengan

menggunakan bom:

a. Banyak Ikan Mati Sia-Sia.

Akibat dari ledakan bom tersebut, insang ikan sobek atau pecah sama sekali.

Sebagian pingsan, sebagian lagi mati tercabik-cabik. Sebagian ikan tersebut

mengambang, sebagian lagi tenggelam ke dasar laut. Oleh para nelayan itu,

sebagian ikan ini diangkut dan sisanya dibiarkan membusuk begitu saja.

Banyak bangkai ikan yang akhirnya membusuk di pantai sekitarnya.

b. Merusak Terumbu Karang

Ledakan bom ikan, juga menghancurkan terumbu karang yang halus dan

indah. Bom ikan dengan berat 250 gram dapat menghancuran sekurangnya

50 m2 terumbu karang. Perlu waktu berpuluh-puluh tahun untuk proses

perbaikan alami terumbu karang tersebut. Satu bom ikan, bisa

meluluhlantakan sekitar 50 meter persegi area trumbu karang. Dalam satu

hari, nelayan-nelayan ini menggunakan puluhan bom ikan. Bayangkan

kehancuran yang diakibatkannya.


74

c. Jumlah Ikan Berkurang Drastis.

Penggunaan bom ikan dilarang di manapun di dunia, karena cara mencari

ikan yang merusak ini tidak berkelanjutan. Setelah suatu tempat digunakan

bom ikan, dan terumbu karang hancur, ikan-ikan tidak akan kembali lagi ke

daerah itu. Nelayan-nelayan ini tidak berpikir bahwa dengan menggunakan

jalan pintas mencari ikan seperti ini, generasi selanjutnya akan menuai

kemiskinan, Nelayan-nelayan yang tidak peduli itu akan berpindah dari satu

wilayah ke wilayah lain yang belum pernah tersentuh bom ikan. Demikian

seterusnya.

d. Kehilangan Penghasilan

Banyak wilayah dasar laut yang dulu menjadi tempat kunjungan wisata,

untuk kegiatan diving dan snorkeling, akhirnya kehilangan daya tariknya

karena terumbu karangnya rusak dan tidak ada lagi ikan-ikan yang indah.

Nelayan kehilangan nafkah karena tidak ada ikan, masyarakat yang lain

tidak mendapat penghasilan karena para wisatawan tidak lagi datang ke

tempat itu.6

Dampak langsung dari penggunaan bahan peledak diantaranya dapat

merusak dan menghancurkan terumbu karang, dan bahkan dapat

membahayakan keselamatan jiwa pelempar bahan peledak. Data dari World

Bank (1996) menyatakan kapasitas bahan peledak seberat 2.000 (dua ribu)

gram pada praktik penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dapat

6
Dampak Buruk Penangkapan Ikan dengan Bom,PROFAUNA
75

menghancurkan lebih kurang 12.56 (dua belas koma lima puluh enam) meter

persegi karang. Selain itu, dapat terjadi kematian ikan target dan ikan

nontarget, berikut juvenile dan biota lainnya dalam jumlah besar akibat daya

ledak yang bersifat destruktif.

Dampak tidak langsung dari bahan peledak adalah berubahnya struktur

tropik, modifikasi habitat, menurunnya keanekaragaman hayati perairan, dan

kepunahan lokal. Selain menghancurkan konstruksi karang, penangkapan ikan

menggunakan bahan peledak juga menghancurkan ekosistem karang.

Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dapat menurunkan

kemampuan karang untuk bertahan dari gangguan alam karena karang menjadi

ringkih. Selain itu, kerusakan terumbu karang juga merugikan sektor pariwisata

perairan yang mengandalkan keindahan terumbu karang.7

Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak

merupakan mata pencarian masyarakat nelayan untuk memenuhi kebutuhan

pokok. Karena nelayan suka melakukan penangkapan ikan dalam waktu yang

singkat, menggunakan sedikit tenaga dan biaya, namun dapat menghasilkan

ikan hasil tangkapan yang lebih banyak, tanpa mengindahkan bahwa dampak

dan bahaya yang di timbulkan dari penggunaan bahan peledak untuk

menangkap ikan baik terhadap resiko diri sendiri maupun juga berdampak pada

7
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 114/Kepmen-
Kp/Sj/2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengawasan Dan Penanggulangan Kegiatan
Penangkapan Ikan Yang Merusak Tahun 2019-2023
76

rusak dan matinya biota laut, terumbu karang yang terkena efek dari

penggunaan bahan peledak.

Pengeboman dapat dilakukan pada dasar perairan yaitu dengan

mengatur panjang pendeknya sumbu sedemikian rupa sehingga bom meledak

ketika sampai di dasar. Peledakan juga sering juga dilakukan di permukaan

atau di tengah kolom air yang populer di sebut dikalangan nelayan pengeboman

setegah air, semua tergantung dari sasaran ikan yang diinginkan. Pengeboman

dapat dilakukan satu kali atau berkali-kali di lokasi yang sama. Pengeboman

biasa di lakukan dengan menurunkan satu atau dua orang sebagai pengamat,

maka pengamat segera keluar dari air dan juru bom segera melemparkan bom,

segera setelah bom meledak seluruh awak perahu turun untuk mengambil

hasilnya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Untuk menekan semakin tingginya tingkat aktifitas pengeboman ikan maka

perlu dilakukan langkah-langkah pre-emptive terutama kepada para pelaku

pengeboman ikan maupun masyarakat umum. Sosialisasi mengenai

berbagai peraturan dan dampak dari kegiatan pengeboman ikan penting

untuk dilaksanakan agar masyarakat memahami betapa pentingnya menjaga

kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya melalui kegiatan

penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Untuk semakin meyakinkan para pelaku pengeboman ikan agar

menghentikan praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang

selama ini dilakukan, maka dapat dilakukan dengan menghadirkan beberapa

orang mantan pelaku pengeboman ikan dan mungkin mantan pelaku yang

pernah mengalami kecelakaan atau musibah saat melakukan pengeboman

ikan bisa memberi masukan atau saran terhadap bahayanya penguna bom

ikan.

ataupun akhir dari kegiatan sosialisasi dan kampanye adalah deklarasi dan

komitmen untuk berhenti melakukan destructive fishing dan beralih ke cara

penangkapan ikan yang ramah lingkungan.Beberapa nelayan di daerah

77
78

tersebut mengaku sadar dan ingin mengubah cara penangkapan ikan yang

merusak ke cara penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan dengan

catatan diberikan mata pencaharian alternatif atau bantuan alat tangkap.

2. Praktik penangkapan ikan dengan pengeboman ikan yang dilakukan oleh

masyarakat nelayan semata-mata untuk meraup keuntungan yang besar

dengan cara cepat dan instan, kegiatan ini sangat tidak memperhatikan

dampak buruknya bagi ekosistem perairan laut khususnya terumbu karang.

Terumbu karang yang seyogianya adalah rumah bagi para ikan-ikan karang,

apabila terumbu karang menjadi rusak, maka dapat dipastikan tidak ada lagi

ikan yang hidup ditempat tersebut dan akan berimbas pada sulitnya

mendapat tangkapan ikan, sementara itu juga diperlukan waktu yang sangat

lama untuk memulihkan kondisi terumbu karang yang rusak tersebut.

Terumbu karang kini dalam ancaman yang nyata, Oleh karena itu, perlu

dilakukan penanggulangan destructive fishing yang bertujuan untuk

menekan laju kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya yang semakin

parah akibat aktifitas penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti

penggunaan bahanpeledak atau bom dan bius/racun secaralebih

komprehensif dengan melibatkan pemerintah, pelaku bisnis perikanan, dan

masyarakat, salah satunya dengan hukum pidana sebagai instrumen

penegakan hukum tindak pidana destructive fishing. .


79

B. Saran

Disarankan pemerintah untuk lebih aktip lagi melakukan sosialisasi

terhadap masyrakat nelayan tentang dampak buruk penguna bom ikan bagi

ekosistem dan lingkungan laut,Secara umum, pemerintah juga seharusnya

memikirkan arah kebijakan peengelolag pembagunan perikanan dan kelautan

yang diperlukan harus diarahkan kepada kesejahteraan rakyat, menciptakan

lapangan perkerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Dampak yang di timbulkan

dari penguna bom ikan atau yang mengunakan bahan peledak untuk

menangkap ikan yaitu dapat merusak ekosistem terumbu karang dan sumber

daya ikan serta lingkungannya yang berdampak pada menurunya produktufutas

perikanan, yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan pesisir dan

mempengaruhi kemampuan terumbu karang meminimalisir energi gelombang

dan arus yang menerpa pantai. Pemerintah harus memperkuat peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pengemboman ikan, dengan

demikian semoga tidak ada lagi penangkapan ikan dengan cara yang dapat

mengakibatkan rusaknya terumbu karang dimana hal ini berdampak pada

ekosistem laut.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta, 1982.

Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut, Penerbit Bina Cipta,

Jakarta, 1979.

Jamila, Tindak Pidana Kepemilikan Bahan Peledak dalam Prespektif Hukum

Pidana Islam, Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol. 23,

No. 1, Juni 2020.

M. Gufran, Indonesia Pengelolahan Perikanan, Pustaka Baru Fres, Yogyakarta,

2015

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit Erlangga,

Jakarta, 2004.

P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Reneka Cipta, Jakarta, 1991.

R.R. Churcil and A.V. Lowe, The Law of The Sea,: Manchester University Press,

Manchester , 1999.

Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia, USU Press,

Medan, 1993.

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2011.

Triwabono, Djoko, Hukum Perikanan Indonesia, PT. Citra Aditnya Bakti,

Bandung, 2002

Wicaksono, Divera, Menutup Celah pencuri Ikan, Edisi : 16-22 Februari, 2004
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta.

1984.

Yuliana, Asriana, Produktivitas Perairan, Cetakan Pertama, PT. Bumi Aksara,

Jakarta 2012

M Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum (Dictionary Of Law Complete Edition),

Surabaya: , 2009

Subagyo, P. Joko, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta,jakarta, 2009

JURNAL:

Ayu izza elvany, analisis yuridis tindak pidana blast fishing yang dilakukan

nelayan kecil, jurnal hukum unissula,vol 37 no.1,mei 2020

vol 14 nomor 3,desember 2017.

Risnawati, Perilaku Menyimpang Illegal Fishing, Jurnal Equilibrium, Vol. IV No.


1, 2016,

Vika Kartika, “Kajian Dampak Penggunaan Cantrang Sebagai Upaya

Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan”, Gema Keadilan

Edisi Jurnal, Mei 2017

UNDANG-UNDANG:

Keputusan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor 114/kepmen-

kp/sj/2019 tentang rencana aksi nasional pengawasan dan

penanggulangan kegiatan penangkapan ikan yang merusak tahun 2019-

2023

Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan


Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan

lingkungan hidup

Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan

INTERNET

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5553479/ekosistem-laut-pembagian-

dan-jenis-jenis-makhluk-hidup-di-dalamnya

https://www.nusakini.com/news/pandeglang-lumbung-perikanan-banten

https://www.profauna.net/id/content/dampak-buruk-penangkapan-ikan-

dengan-bom#.YvkYAHZBzIU
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Kecamatan panimbang

Dampal kerusakan akibat pengemboman ikan

Anda mungkin juga menyukai