Anda di halaman 1dari 2

Pantai Kuranji, Sunset Agung Dari Tanah Anjani

Sunset selalu menjadi pemandangan istimewa di setiap kunjungan wisata. Semburat Jingga yang
mengiring laku surya tenggelam di ufuk barat, senantiasa menghadirkan kesan indah yang layak untuk
dinikmati. Orang rela datang ke tempat tertentu meski harus menempuh perjalanan yang cukup jauh
sekalipun, hanya untuk sekedar menikmati sensasi terbenamnya sang mentari. Banyak diksi disusun,
mengabstraksi isi hati melukiskan prosesi menyusupnya matahari di antara bentang cakrawala sebagai
bentuk ekspresi diri. Puisi hingga quote sederhana dalam upaya mengabarkan pada dunia tentang apa
yang disaksikan dan dirasakan saat menikmati waktu menjemput malam.
Masyarakat di Mataram atau Lombok Barat provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mungkin sudah
awam dengan keberadaan salah satu spot istimewa untuk menyaksikan sunset di penghujung hari, yang
dikenali dengan sebutan Pantai Kuranji. Terletak di Lombok Barat dan berbatasan dengan bagian sudut
Barat Daya kota Mataram, keberadaannya tidak seterkenal Kuta dan Senggigi. Pasalnya tak banyak
dijumpai wisatawan asing berkunjung di pantai ini, dan mayoritas mereka yang berkunjung adalah
wisatawan dari wilayah Lombok sendiri. Tetapi siapa yang menyangka, bahwa di pantai ini kita dapat
menyaksikan kesempurnaan landscape senja dengan cara sederhana.
Memasuki area pantai melalui jalan setapak, lewati perkampungan nelayan menghadirkan kesan
atas gerbang menuju pada ‘dunia lain’. Pantulan warna biru dari bentang laut yang begitu luas terasa
melegakan, setelah melewati jalan yang ‘terasa sepit’ karena diapit oleh rumah penduduk di sisi kanan
dan kirinya. Bangunan-bangunan rumah yang berdiri terkesan menjadi gerbang dimulainya sebuah
petualangan. Menyisir aspal di pinggir pantai, terpampang banyak perahu berjajar rapi mengabarkan
kehidupan di kampung nelayan.
Banyak orang sibuk dengan kesehariannya sebagai penangkap ikan. Membersihkan perahu,
merapikan jala, menurunkan ikan tangkapan, mengeringkan dan mengasinkan ikan, atau hanya sekedar
duduk bercakap, berkelakar, dan bercengkerama. Tidak luput juga beberapa di antaranya menawarkan
ikan hasil tangkapan pada wisatawan di pinggir jalan.
Kedai kopi dan nasi campur berjajar rapi terpampang setelahnya di antara jalan aspal dan bibir
pantai. Pedagang menawarkan keramahan untuk orang hadir mampir menikmati senja membersamai
mereka. Wisatawan bebas untuk memilih titik nyaman dalam menikmati pergantian hari di pantai
Kuranji. Di setiap kedai terpampang, tampak setiap orang berkumpul dengan sajian kopi hitam bercakap
dengan begitu seriusnya, dan sebagian lain tertawa terbahak pada sela obrolan di hadapan kopi hangat
tersaji.
Setelah melewati jalan sepanjang sekitar 500 meter beserta dengan pernak-perniknya,
wisatawan tiba di ujung Kawasan pantai Kuranji. Sebuah area parkir terpampang, dengan ramah penjaga
menunjukkan arah kemana pengunjung harus meletakkan kendaraannya. Tidak ada karcis masuk yang
dikenakan untuk hadir di antara riuhnya pengunjung pantai Kuranji. Beberapa tulisan besar yang
terpampang hanya catatan vulgar menyoal beban biaya yang dikenakan bagi wisatawan dalam
menggunakan jasa titipan bagi kendaraannya. Biaya parkir yang dikenakan masih sangat wajar dan
murah, dan disampaikan secara transparan. “Parkir 2000” tulisan yang cukup besar di tampilkan di
beberapa sudut parkiran, tentu tidak akan memicu kekhawatiran pengunjung untuk meninggalkan
kendaraannya di sana.
Tampak terpampang deret rapi pohon cemara menyambut pengunjung di bibir pantai
bersanding dengan saung-saung sederhana. Rindang dan teduh di antara aroma asin angin laut yang
menyapa. Tampak sekelompok bocah berteriak, bermain, dan tertawa di sepanjang pantai dengan
riangnya. Mandi air laut dan bermain pasir hitam terlihat cukup menyenangkan.
Sembari menantikan sunset di sore hari, setiap wisatawan disuguhkan dengan macam jajanan
dan minuman. Mulai dari camilan dan makanan sederhana, beserta dengan ragam minuman untuk
menghalau dahaga. Beberapa makanan khas Lombok seperti nasi campur, plecing, beberok, dan ikan
bakarpun disediakan. Setiap makanan dan minuman ditawarkan dengan harga yang sangat wajar,
sehingga tidak perlu sampai memunculkan kekhawatiran dan memaksakan diri untuk berpuasa tidak
menikmati sedikitpun hidangan. Air kelapa muda ditawarkan dengan harga tidak lebih dari Rp. 10.000,-,
atau hanya sekedar ingin menikmati kopi hitam seharga Rp. 5.000,-. Itupun ia dapat meminjam tikar dari
pedagang dengan cuma-cuma untuk sekedar duduk di pantai menantikan matahari terbenam.
Tidak ada espresso ataupun americano, tidak ada sandwich maupun spaghetti. Khas kopi hitam
racikan tradisi menjadi kawan setia menikmati cerahnya senja di penghujung hari. Rasa pahit dan sedikit
beraroma ‘beras bakar’ tampak cukup nikmat, untuk sekedar duduk dengan obrolan sederhana atau
sekedar melamun menyaksikan berbagai keceriaan. Pantai Kuranji hadir dengan keunikannya tersendiri.
Nuansa sederhana menyuguhkan imaji tentang Lombok sebenarnya.
Di penghujung hari, langit yang sebelumnya berwarna biru tampak bercampur semburat jingga
dengan indahnya. Matahari kian merendah di bentang langit barat, seolah hendak tenggelam di antara
bentang pulau Dewata (Bali). Suasana hangat menemani kesibukan orang untuk mengabadikan diri
dengan ber-selfie. Beberapa yang lain memilih diam dan hanya menyaksikan mentari tengah pamit
undur diri setelah seharian menemani.
Khusyuk setiap mata memandangi menyusupnya surya ‘ke dalam’ bumi. Siluet gagahnya gunung
Agung di pulau Bali seraya tersaji di tanah Anjani (Lombok) bertaut awan suguhkan landscape menawan.
Ongkos parkir dan segelas kopi, tampak menjadi cara sederhana untuk menikmati keagungan tersaji.
Keindahan yang Tuhan ciptakan untuk disaksikan, diabadikan, dan dinarasikan dengan berbagai macam
cara dan keunikan setiap penikmatnya. Tiada kata rugi, saat duduk di atas hamparan pasir hitam
bersama dengan kawan, keluarga, atau sendiri sekalipun.
Soundscape ombak yang berpadu dengan riuhnya cakap pengunjung, menjadi iringan sempurna
untuk menghadirkan sunyi di tengah keramaian. Memandang dan menghaturkan salam perpisahan
perlahan menjemput malam. Kumandang suara adzan dari masjid dan surau menjadi penanda, mentari
telah pergi meninggalkan para pengagumnya di bibir pantai Kuranji. Mengiring mereka pulang kembali
ke rumah, untuk esok kembali jika hendak menyaksikan atraksi matahari di penghujung hari.
Tetapi sayang, untuk tiba di pantai Kuranji setiap pengunjung harus menggunakan kendaraan
pribadi. Meski tidak terlalu jauh dari jantung kota Mataram, tetapi sejauh ini belum ada akses kendaraan
umum untuk pengunjung hadir di pantai Kuranji. Untuk tiba di lokasi tanpa kendaraan pribadi, orang
dapat menggunakan jasa ojek jika tidak ingin menempuh perjalanan kaki. Tetapi hadir di pantai Kuranji
saat senja, cukup bagi kita untuk sejenak mendamaikan diri dengan imaji atas keindahan dan
kedamaian.

Anda mungkin juga menyukai