Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Tradisi Peusijuek di Aceh

Disusun oleh:

1. Abdurrahman Haikal Rasyid 01/x-9


2. Ade Irmansyah 02/x-9
3. Amanda Gian Nur Rahma 05/x-9
4. Luh Kadek Citra Tania Putri 21/x-9
5. Nurul Azizah 28/x-9
6. Syifana Azzahra 34/x-9

SMAN 1 Kota Mojokerto, 31 Januari 2023.


Mengenal Tradisi Peusijuek di Aceh

Indonesia merupakan negara dengan bentangan luas, terbentang dari


sabang sampai merauke. Hal ini merupakan salah satu faktor terciptanya
keberagaman di Indonesia, selain letak geografis, sejarah, kondisi negara
kepulauan, dan latar belakang budaya juga memengaruhi keberagaman itu sendiri.
Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 87-96) , keberagaman di Indonesia meliputi
keberagaman suku bangsa, budaya, ras, agama, kepercayaan, dan antargolongan.
Mengenal, mempelajari, dan meletarikan merupakan upaya untuk menghargai
sebuah perbedaan. Mengenal tradisi Peusijuek di Aceh adalah salah satu upaya
kita untuk menghargai dan melestarikan keberagaman.

Tradisi Peusijuek dalam bahasa aceh atau yang biasa disebut menepung
tawari ialah salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih dilestarikan sampai
sekarang. Peusijuek dikenal sebagai bagian dari adat masyarakat Aceh. Peusijuek
secara bahasa berasal dari kata sijuek (bahasa Aceh yang berarti dingin),
kemudian ditambah awalan peu (membuat sesuatu menjadi), berarti menjadikan
sesuatu agar dingin, atau mendinginkan (Dhuhri, 2008: 642). Peusijuek adalah
prosesi adat yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan
masyarakat Aceh, seperti peusijuek pada upacara perkawinan, upacara tinggal di
rumah baru, upacara hendak merantau. Bagi masyarakat Aceh, khususnya Kota
Langsa tradisi peusijuek memiliki makna dan tujuan yang sangat filosofis, yaitu
untuk meminta dan memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan dalam
hidup.. (Ismail, 2003: 161-162).

Tradisi peusijuek merupakan salah satu budaya Aceh yang masih


dipertahankan oleh masyarakat Aceh, dalam tradisi tersebut mengandung nilai-
nilai agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari sudut pandang bahwa Islam memiliki
konsep universal yang mampu bersatu dan menyatu ke dalam berbagai peradaban
dan budaya. Peusijuek merupakan salah satu tradisi adat masyarakat Aceh yang
telah berasimilasi dengan ajaran Islam, sehingga masih dipertahankan sampai saat
ini. Di antara unsur yang telah diubah adalah mantra-mantra yang digunakan
dalam prosesi peusijuek telah diganti dengan doa-doa yang berbahasa Arab. Pada
masa Sultan Alaudin Riayat Syah, beliau mengundang 70 orang ulama besar
terkemuka untuk menyusun qanun Syara' al asyi guna menjadi pedoman dan
pegangan bagi kalangan kerajaan, tentang kedudukan adat dalam syariat, di
sinilah terjadi perubahan mantra-mantra menjadi doa-doa dalam peusijuek
(Dhuhri, 2008: 640).Perjalanan panjang peusijuek ini diwarnai berbagai
hambatan, kaum reformis melalui organisasi PUSA (Persatuan Ulama Seluruh
Aceh) pada tahun 1939, yang dibentuk oleh Abu Daud Beureueh mengeluarkan
maklumat yang berisikan ajakan kepada umat Islam di Aceh untuk meninggalkan
amalan-amalan yang dianggap syirik dan tidak ada dasarnya dalam al Quran dan
Hadist (Dhuhri, 2009: 641). Perselisihan ini terus berlanjut antar kaum reformis
dan tradisionalis. Hingga pada tahun 1965, melalui sebuah badan yang dibentuk
oleh pemerintah pada saat itu, yaitu MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama),
dikeluarkanlah suatu fatwa tentang larangan membahas masalah-masalah
khilafiah (perbedaan pendapat) di tempat-tempat umum, di khotbah-khotbah, serta
memberikan kebebasan menjalani pemahaman agama menurut keyakinan masing-
masing (Dhuhri, 2009: 642). Sampai sekarang, peusijuek masih terus bertahan dan
dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat Aceh, sebagai sebuah budaya Islam

Pada tradisi ini dipergunakan beberapa jenis tanaman. Semua maksud dari
tanaman tersebut tak lain adalah sebagai tafa'ul. Beberapa maksud tafa'ul dari
bahan-bahan yang dipergunakan untuk peusijuk antara lain daun sedingin yaitu
daun yang bersifat dingin dan aman ketika dimanfaatkan. Lalu ada rumput
seumbo agar mudah mendapatkan rezeki dan kuat manfaatnya; daun pandan yang
baik karena kewangiannya; batang talas yang cepat berkembang dan batangnya
selalu bermanfaat; tunas pinang yang kuat dan lurus ketika dimanfaatkan.
Berikutnya bunga yang selalu wangi dan sangat disenangi; inai yang kuat manfaat
dari banyak segi; emas menggambarkan barang yang dituju adalah sesuatu sangat
berharga. Ada juga beras dan padi yang merupakan makanan pokok yang
berkembang banyak dan selalu dimanfaatkan; garam yang bersifat menyedapkan
dan memuaskan; gula menandakan barang yang dituju agar mendapat kesenangan;
minyak wangi yang selalu diagungkan; kunyit yang cepat berkembang serta
makmur. Selain itu, ada pula limau purut yang membawa kebahagiaan;
kemenyan yang dipercaya disukai malaikat pembawa rahmat; kapas agar beban
yang berat jadi ringan; tepung tawar atau bedak dengan harapan agar dihias
dengan kebahagiaan; air dengan harapan selalu dalam hak Allah; kaki ayam agar
giat mencari rezeki yang halal; dan hati ayam: agar terbolak-balik hati. Dalam
proses peusijuek ketika peusijuk (tepung tawar) ditempelkan sedikit nasi pulut,
baik yang ditepungtawari itu harta atau manusia. Hal ini juga mengandung satu
maksud. Nasi pulut yang sifatnya lengket merupakan salah satu rezeki yang Allah
berikan. Menempelkan nasi tersebut sebagai tafa'ul agar datang rezeki lainnya.
Apa yang dilakukan endatu masyarakat Aceh sejak dulu menurut ulama Aceh
berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah ketika melakukan peusijuk terhadap
Sayyidatina Fathimah dan Sayyidina ‘Ali saat keduanya menikah. Hal ini
dijelaskan dalam kitab al-Ma’jam Kabir karangan Imam Thabraniy.
LAMPIRAN
SUMBER RUJUKAN

1. Peusijuek, Tradisi Warisan Leluhur Masyarakat Aceh - Kompasiana.com


2. Abu Bakar, Halmi. 2021. “Tradisi Peusijuek Masyarakat Aceh dan Nilai-
nilai Religi di Dalamnya”
https://www.nu.or.id/esai/tradisi-peusijuek-masyarakat-aceh-dan-nilai-
nilai-religi-di-dalamnya-NWkIh, diakses pada 31 Januari 2023.
3. Anggun, Nadhira. 2023. “Tradisi Peusijuek Masyarakat Aceh dan Nilai-
Nilai Islam dalam Tradisi Peusijuek”
https://www.kompasiana.com/nadhiraanggun5473/63b7a98fc1cb8a6bcc38
a073/tradisi-peusijuek-masyarakat-aceh-dan-nilai-nilai-islam-dalam-
tradisi-peusijuek, diakses pada 29 Januari 2023.
4. Said, Muhammad. 2020. “Peusijuek, tradisi Aceh damaikan tikai kecil di
masyarakat”
https://www.antaranews.com/berita/1805989/peusijuek-tradisi-aceh-
damaikan-tikai-kecil-di-masyarakat, diakses pada 29 Januari 2023.

Anda mungkin juga menyukai