Anda di halaman 1dari 7

PROLOG

𖦹𖦹𖦹

Diceritakan bahwa daerah pesisir Tobelo, Maluku Utara, merupakan wilayah yang memiliki kekayaan
laut yang melimpah. Salah satu hasil laut yang sangat digemari oleh para nelayan di sana yaitu ikan
Papayana karena dagingnya bergizi dan enak.

Orang di sana punya kepercayaan bahwa jika menyimpan telur ikan Papayana di rumah sebelum
melaut, hal itu bisa menjaga keselamatan para nelayan ketika sedang melaut.

Ada salah satu nelayan di sana bernama Malaihollo yang tinggal bersama istri dan dua anaknya.
Anak sulungnya bernama O Bia Moloku dan si bungsu bernama O Bia Mokara.

Suatu hari, Malaihollo berhasil mendapat seekor ikan Papayana yang cukup besar dan juga bertelur
banyak. Sebelum Malaihollo berangkat melaut lagi, ia berpesan kepada sang istri untuk menyimpan
telur itu, selama dirinya melaut. Istrinya pun segera menyimpannya di lemari. Sebelum pergi kebun,
ibu berpesan kepada anak sulungnya agar tidak memakan telur ikan itu. Pasalnya, jika hal itu terjadi
ayahnya akan terancam bahaya di laut.

Tidak lama setelah sang ibu pergi, karena lapar tiba-tiba O Bia Mokara menangis, dan ia ingin makan
dengan telur ikan. Sontak sang kakak pun berusaha untuk menjelaskan apa yang telah ibu nasihati.
Namun, sang adik terus saja menangis sambil mengguling-gulingkan badannya.

Merasa kasihan, O Bia Moloku kemudian langsung mengambil beberapa telur ikan di lemari lalu,
yang kemudian diberikan kepada adiknya. Namun, pada akhirnya O Bia Moloku memberikan semua
telur ikan itu agar sang adik tidak merengek-rengek lagi.

Saat sang ibu sampai di rumah ia pun marah mendapati telur ikannya telah habis. Seketika, ia
merasakan firasat buruk terhadap suaminya. Ia pun merasa kesal, dan segera berlari menuju pantai.

Sesampainya di pantai, ia pun berdiri di atas sebuah batu besar. Dengan segera ia memohon kepada
batu itu untuk menelannya. Sontak batu besar itu pun ter belah menjadi dua. Setelah sang ibu
masuk ke dalamnya, batu itu langsung tertutup kembali.

Mengetahui ibunya berlari menuju pantai, O Bia Moloku lari juga menyusulnya sang ibu sambil
menggandeng adiknya. Ketika sampai di pantai, ia melihat sedikit kain di antara batu besar. Seketika
O Bia Moloku terkejut kalau ibunya telah ditelan batu. Ia pun bersama adiknya menangis dan
menyesal.

Sejak saat itu, batu besar tersebut dinamakan Batu Belah. Batu Belah itu masih bisa ditemukan di
daerah Maluku Utara.
BAGIAN I

Pada zaman dahulu kala, ada satu keluarga yang hidup sederhana disekitar pesisir pantai, Tobelo
maluku utara. Malaihollo adalah kepala keluarga, yang berprofesi sebagai nelayan.

Kegiatan sehari-hari Malaihollo adalah mencari ikan ditengah laut yang luas. Malaihollo tinggal
bersama isterinya, anna dan dua anaknya. Anak sulung nya adalah seorang perempuan yang cantik,
namanya O Bia Moloku. Sedangkan anak Bungsu nya adalah seorang laki-laki cilik, tampan benama
O Bia Mokana.

Pada suatu hari, Malaihollo pulang dari melaut lebih awal daripada hari-hari biasanya karena cuaca
di laut sangat buruk. Angin bertiup kencang dan gelombang laut sangat ganas.Namun, hari itu ia
berhasil memperoleh seekor ikan papayana yang cukup besar dan bertelurbanyak. Dengan hati
gembira dan langkah tergopoh-gopoh, ia membawa ikan itu masuk ke dalamrumah untuk
diserahkan kepada istrinya.

Malaihollo: “Ma… Ma…, Papa pulang!” (Seru Malaihollo)

Mendengar teriakan itu, sang istri tercinta segera menyambut kedatangannya.

Anna: “Ada apa, Papa! Kenapa Papa sudah kembali dari melaut? Bukankah hari masihpagi?”

Malaihollo: “Lihat, Ma! Papa membawa ikan papayana yang sangat besar. Tolong ikan beserta
telurnya dimasak sekarang untuk makan siang kita nanti! Papa ingin kembali lagi ke laut untuk
mencari ikan,”

Anna: “Baik, Pa!”

Anna pun menjawab seraya membawa ikan itu ke dapur untuk dimasak. Meskipun mengetahui
cuaca di laut sangat buruk, Anna tetap tidak memperdulikan keselamatan suaminya. Ia yakin bahwa
dengan menyimpan telur ikan papayana suaminya akan baik-baik saja selama melaut. Usai dimasak,
ikan dan telur ikan papayana tersebut ia simpandi dalam lemari. Setelah itu, Anna berniat untuk
mengambil sayur-sayuran dikebun.

Anna: “Moloku, Mama mau ke kebun sebentar. Jangan kamu makan ikan yang Mama simpan di
lemari! Jika kamu memakan telur ikan itu, maka Papa-mu akan terancam bahaya di laut,”

pesan Anna kepada Moloku yang sedang bermain bersama Mokana dan anak-anak desa yang
lainnya di halaman rumah.

Moloku: “Baik, Mama!”


BAGIAN II

Tak berapa lama setelah sang mama pergi, tiba-tiba O Bia Mokana mengusap perutnya karena lapar.

Mokana: “Kakak, adik lapar. Adik mau makan telur ikan,”(Menangis)

Moloku: “Jangan, Adikku! Kita tidak boleh makan telur ikan itu sebelum papa pulang darilaut,”

O Bia Moloku terus berusaha membujuk adiknya dengan mengajaknya bermain-main agar tidak
teringat pada telur ikan tersebut. Mulanya, O Bia Mokana berhenti menangis dan kembali bermain.
Namun, selang beberapa saat kemudian, O Bia Mokana kembali menangis karena sudah tidak tahan
lagi menahan lapar.

Mokana: “Kakak, adik lapar sekali. Adik mau makan telur ikan itu,”(Merengek-rengek).

Adi yang melihat Mokana tersiksa menahan lapar pun hanya menatap kasihan. Dia pun mencoba
memperingati Mokana.

Adidaya: “Mokana, jangan menangis. Kamu harus sabar,”

Candi: “Iya Mokana, kamu harus ingat dengan pesan ibu mu.”

Ucapan dan nasihat kedua teman Mokana tidak didengarkan oleh Mokana. Dia terus merengek dan
memelas agar segera diberi makan.

Semakin lama, tangis Mokana semakin keras. Bahkan, ia menangis sambil meronta-ronta dan
mengguling-gulingkan badannya di tanah. Oleh karena merasa kasihan melihat adiknya, Moloku pun
mengambil beberapa cuil telur ikan yang ada di lemari lalu diberikan kepada adiknya.

Moloku: “Ini! Makanlah, jangan menangis lagi.”

Mokana: “Wah makasih, kak!”

Shera: “Hei Moloku, apakah kamu tidak mengingat ucapan ibumu?”

Moloku: “Mokana tengah lapar, lagipun aku hanya beri dia sedikit,”

Shera: “Tapi--”

Shara: “Hera, biarkan Mokana makan. Itu bukan urusan kita" (Memotong Ucapan Hera).

Mokana makan dengan lahapnya sehingga telur ikan itu habis dalam waktu sekejap. Namun,
rupanya beberapa telur ikan itu belum mengenyangkan perut Mokana. Sehingga ia kembali meminta
telur ikan kepada kakaknya.

BAGIAN III
Mokana: “Kakak, aku masih lapar. Aku minta telur ikan lagi,”

Akhirnya, Molaka memberikan semua telur ikan yang ada di lemari kepada adiknya agartidak
merengek-rengek lagi. Dengan hati gembira, O Bia Mokana segera melahap telur ikan tersebut
hingga habis. Setelah kenyang, anak bungsu Malaihollo itu kembali bermain denganriang gembira.

Sementara itu, Anna yang masih berada di kebun bergegas kembali ke rumah karena hari sudah
hampir siang.

Anna: “Wah, saya harus segera pulang. Sebentar lagi suami saya pulang dari laut,” (Bergumam).

Setibanya di rumah, istri Malaihollo itu sangat senang melihat anak-anaknya sedang bermain dengan
riang di halaman rumah. Setelah meletakkan sayur-sayurannya di dapur, ia kemudian mendekati
anaknya sekedar untuk mengobrol. Alangkah senangnya hati Mokana berada di dekat ibunya sambil
bersendau-gurau. Pada saat ia tertawa-tawa, sang Ibu melihat banyak sisa-sisa telur ikandi sela-sela
giginya. Sang Ibu pun mulai curiga dan merasa cemas.

Anna bergegas ke dapur untuk memeriksa telur ikan yang disimpannyadi dalam lemari. Begitu
membuka lemari itu, sang Ibu langsung naik pitam karena telur ikannya telah habis tanpa tersisa
sedikit pun.

Anna: “Moloku! kemari!”

Moloko dan Mokana saling bertatapan, kemudian menyusul sang ibu menuju dapur.

Moloku: “Ada apa, Bu?”

Anna: “Mana telur ikan pepayana yang ibu simpan di lemari ini?”

Moloku: “Tadi dimakan sama Mokana, karena di lapar.” (Menunduk takut).

Anna: “Apa! Tapi kenapa kalian menghabiskan nya?” (Terkejut penuh amarah).

Moloku: “Maaf Bu... ! Tadi Mokana menangis merengek-rengek ingin makan telur ikan itu.”

Moloku: “Moloku tidak tega melihatnya menangis terus. Jadi, Moloku terpaksa memberikan telur
ikan itu kepadanya,” (Gugup).

Mendengar jawaban anak sulungnya, perempuan paruh baya itu bagai disambar petir. Sejenak,ia
tertegun dan sekujur tubuhnya menjadi gemetar. Ia merasakan ada firasat buruk terhadap suaminya
yang sedang mencari ikan di tengah laut.

Sejak menikah, ia selalu menjaga pesan suaminya. Sebab, ia percaya bahwa kebiasaan menyimpan
telur ikan pepayana tersebut benar-benar terbukti keampuhannya, suaminya tidak pernah
mendapat bencana saat pergi melaut walaupun dalam keadaan cuaca buruk.

BAGIAN IV
Anna: “Baiklah, karena kalian tidak patuh kepada nasehat orangtua, maka terpaksa Kalian harus
mengganti telur ikan!” (Mengancam).

Moloku: “Maafkan kami, bu! Kami janji akan selalu dengar-dengaran.”

Mokana: “Iya bu! Maafkan kami,”

Anna: “Ibu akan memaafkan kalian, tapi jika kalian tidak mendapat telur Ikan sebelum matahari
terbenam, maka kita akan kehilangan Ayah”

Moloku dan Mokana segera keluar untuk mencari ikan. Mereka berjalan menuju rumah Hera dan
Hara, kembar tak beridentik. Setelah sampai, mereka melihat Hera dan teman-teman nya sedang
bersiap.

Moloku: “Eh, Hera! Kalian mau kemana?”

Hera: “Kami akan pergi memancing. Kalian buat apa kesini?”

Mokana: “Teman-teman! Kami juga ingin ikut, aku dan kak Moloku ingin mencari telur ikan
papayana.” (Membujuk)

Hara: “Untuk apa?”

Candi: (Mengangguk setuju) “Iya, untuk apa?”

Moloku: “Telur yang dimasak ibuku, habis! Kami harus bergegas mencari gantinya.”

Mokana: “Ya kalau tidak, kami dalam bahaya!”

Adi: “Kalau begitu, ayo kita bergegas!”

Mereka pun bergegas menuju laut untuk memancing. Harapan Moloku dan Mokana adalah, semoga
mereka secepatnya mendapat telur ikan.

Waktu terus berputar. Hingga beberapa menit setelah menuju laut, Moloku beserta yang lainnya
pulang dengan tangan kosong. Mereka tidak diperboleh untuk memancing karena cuaca buruk.

Ombak-ombak saling menderu dan menerjang sebagian bibir pantai.

Anna sedaritadi berjalan bolak-balik, cemas dengan keadaan suami dan anaknya yang entah
kemana. Tapi tak berapa lama pandangan Anna melihat Moloku dan Mokana tengah berjalan
menuju rumah.

Anna: “Bagaimana? Kalian mendapat Telur ikannya?” (Penuh Harap)

Moloku dan Mokana: (Menggeleng pelan).

BAGIAN V
Sang Ibu tidak mau lagi mendengar perkataan anaknya. Ia segera berlari ke luar rumah menuju ke
arah pantai. Melihat mama-nya pergi, si bungsu pun merasa takut.Moloku segera mengandeng
tangan adiknya lalu mengejar mama mereka.

Moloku: “Bu, kembalilah! Jangan tinggalkan kami!”

Mokana: “Kak Mokana haus...” (Memelas)

Anna: “Peraslah daun katang! Di situ ada ai,” (Berteriak sambil terus berlari).

Akhirnya, Moloku berhenti sejenak untuk memeras daun katang dan memberi minum adiknya.
Sementara itu, sang Ibu semakin jauh meninggalkan mereka. Setelah adiknya kenyang, Moloku
segera menggandeng tangannya dan kembali mengejar Ibu mereka. Begitu mereka tiba dipantai,
sang mama sudah berdiri di depan sebuah batu besar.

Moloku: “Ibu, jangan tinggalkan kami! Kami berjanji tidak akan melanggar nasehat Mama,”

Namun, Anna untuk meninggalkan mereka tidak dapat lagi dicegah. Ia segera menaiki batu besar itu
lalu berkata: “Wahai, batu besar! Terbukalah agar aku bisa masuk ke dalammu!”

Sungguh ajaib, batu besar itu perlahan-lahan terbelah menjadi dua. Begitu batu besar ituterbuka
lebar, sang mama segera masuk ke dalamnya. Setelah itu, sang mama meminta kepada batu itu agar
tertutup kembali.

Anna: “Wahai, Batu Besar! Mengatuplah!” (Berseru Nyaring)

Mendengar perintah itu, batu besar itu pun mengatup kembali dengan sangat cepat
tanpameninggalkan bekas celah atau retakan sedikit pun. Tak ayal lagi, istri Malaihollo itu
puntertelan oleh batu besar itu. Melihat peristiwa tersebut, O Bio Moloku dan adiknya
terusmenangisi kepergian mama mereka. Dan ayah mereka Malaihollo pun sejak saat itu tidak
pernahkembali dari melaut. Batu besar yang menelan istri Malaihollo tersebut kemudian dinamakan
Batu Belah. Hingga saat ini, Batu Belah masih ada di daerah Maluku Utara

TAMAT

EPILOG
Cerita tersebut berakhir Tragis dan penuh luka serta duka. Moloku dan Manaka
pun menyesal karena tidak melupakan pesan sang ibu. Ayah mereka,
Malaihollo pun juga hilang kabar, bak ditelan bumi. Moloku dan Manaka
tertinggal seorang diri.

Cerita Batu Belah Batu Bertangkup memiliki pesan moral yang cukup singkat
dan mudah diingat. Hendaknya kita selalu menuruti nasehat para orang tua,
jangan lah membantah dan menjadi budak yang serakah terhadap ibu bapa.

Jangan meniru tingkah laku Maloku yang melupakan pesan ibunya hanya demi
kesenangan adiknya.

𖦹𖦹𖦹

Anda mungkin juga menyukai