Anda di halaman 1dari 5

adalah kisah legenda yang sangat terkenal di kalangan

masyarakat Maluku Utara, Indonesia. Dinamakan Batu Belah karena konon batu
tersebut dapat menelan manusia dengan cara terbelah dan kemudian mengatup
kembali. Suatu waktu, ada seorang ibu mendatangi dan meminta kepada batu itu
agar menelan dirinya.
∞∞∞

Alkisah, pada zaman dahulu, daerah pesisir Tobelo, Maluku Utara, memiliki
kekayaan laut yang sangat melimpah. Berbagai jenis ikan hidup di daerah tersebut. Salah
satu di antaranya adalah ikan papayana. Jenis ikan ini sangat digemari oleh nelayan setempat
karena dagingnya lezat dan mempunyai banyak telur yang enak dimakan. Selain itu, telur
ikan papayana dipercaya dapat menjaga keselamatan para nelayan ketika sedang mencari ikan
di laut dalam keadaan cuaca buruk, dengan cara menyimpan telur ikan papayana tersebut di
rumah sebelum berangkat ke laut.
Di antara para nelayan di daerah itu, ada seorang nelayan yang bernama Malaihollo.
Malaihollo mempunyai seorang istri dan dua orang anak. Anaknya yang pertama seorang
perempuan bernama O Bia Moloku sedangkan anak bungsunya seorang laki-laki yang
masih balita bernama O Bia Mokana. Untuk menghidupi keluarganya, setiap hari
Malaihollo mencari ikan di laut.

Pada suatu hari, Malaihollo pulang dari melaut lebih awal daripada hari-hari biasanya
karena cuaca di laut sangat buruk. Angin bertiup kencang dan gelombang laut sangat ganas.
Namun, hari itu ia berhasil memperoleh seekor ikan papayana yang cukup besar dan bertelur
banyak. Dengan hati gembira dan langkah tergopoh-gopoh, ia membawa ikan itu masuk ke dalam
rumah untuk diserahkan kepada istrinya.

“Ma… Ma…, Papa pulang!” seru Malaihollo.

Mendengar teriakan itu, sang istri tercinta segera menyambut kedatangannya.

“Ada apa, Papa! Kenapa Papa sudah kembali dari melaut? Bukankah hari masih
pagi?” tanya istrinya heran.
“Lihat, Ma! Papa membawa ikan papayana yang sangat besar. Tolong ikan
beserta telurnya dimasak sekarang untuk makan siang kita nanti! Papa ingin
kembali lagi ke laut untuk mencari ikan,” pesan Malaihollo.
“Baik, Pa!” jawab istrinya seraya membawa ikan itu ke dapur untuk dimasak.

Meskipun mengetahui cuaca di laut sangat buruk, Istri Malaihollo tetap tidak memperdulikan
keselamatan suaminya. Ia yakin bahwa dengan menyimpan telur ikan papayana suaminya akan
baik-baik saja selama melaut. Usai dimasak, ikan dan telur ikan papayana tersebut ia simpan
di dalam lemari. Setelah itu, istri Malaihollo berniat untuk mengambil sayur-sayuran di
kebun.

“Moloku, Mama mau ke kebun sebentar. Jangan kamu makan ikan yang Mama
simpan di lemari! Jika kamu memakan telur ikan itu, maka Papa-mu akan
terancam bahaya di laut,” pesan istri Malaihollo kepada anak sulungnya yang
sedang bermain bersama adiknya di halaman rumah.
“Baik, Mama!” jawab O Bia Moloku.

Tak berapa lama setelah sang mama pergi, tiba-tiba O Bia Mokana menangis karena lapar.

“Kakak, adik lapar. Adik mau makan telur ikan,” kata O Bia Mokana.
“Jangan, Adikku! Kita tidak boleh makan telur ikan itu sebelum papa pulang dari
laut,” bujuk O Bia Moloku.
O Bia Moloku terus berusaha membujuk adiknya dengan mengajaknya bermain-main agar tidak
teringat pada telur ikan tersebut. Mulanya, O Bia Mokana berhenti menangis dan kembali
bermain. Namun, selang beberapa saat kemudian, O Bia Mokana kembali menangis karena sudah
tidak tahan lagi menahan lapar.

“Kakak, adik lapar sekali. Adik mau makan telur ikan itu,” pinta O Bia Mokana
sambil merengek-rengek.
Semakin lama, tangis O Bia Mokana semakin keras. Bahkan, ia menangis sambil merontaronta
Dan mengguling-gulingkan badannya di tanah. Oleh karena merasa kasihan melihat adiknya, O
Bia Moloku pun mengambil beberapa cuil telur ikan yang ada di lemari lalu diberikan kepada
adiknya. O Bia Mokana makan dengan lahapnya sehingga telur ikan itu habis dalam waktu
sekejap. Namun, rupanya beberapa telur ikan itu belum mengenyangkan perut O Bia Mokana
sehingga ia kembali meminta telur ikan kepada kakaknya.

“Kakak, aku masih lapar. Aku minta telur ikan lagi,” pinta O Bia Mokana sambil
merengekrengek.
Akhirnya, O Bia Molaka memberikan semua telur ikan yang ada di lemari kepada adiknya agar
tidak merengek-rengek lagi. Dengan hati gembira, O Bia Mokana segera melahap telur ikan
tersebut hingga habis. Setelah kenyang, anak bungsu Malaihollo itu kembali bermain dengan
riang gembira.

Sementara itu, sang mama yang masih berada di kebun bergegas kembali ke rumah karena hari
sudah hampir siang.

“Wah, saya harus segera pulang. Sebentar lagi suami saya pulang dari laut,”
gumamnya.
Setibanya di rumah, istri Malaihollo itu sangat senang melihat anak-anaknya sedang bermain
dengan riang di halaman rumah. Setelah meletakkan sayur-sayurannya di dapur, ia kemudian
menggendong si bungsu. Alangkah senangnya hati O Bia Moloku berada di dekapan ibunya sambil
bersendau-gurau. Pada saat ia tertawa-tawa, sang mama melihat banyak sisa-sisa telur ikan
di sela-sela giginya. Sang mama pun mulai curiga dan merasa cemas. Ia segera melepas si
bungsu dari gendongannya lalu bergegas ke dapur untuk memeriksa telur ikan yang disimpannya
di dalam lemari. Begitu membuka lemari itu, sang mama langsung naik pitam karena telur
ikannya telah habis tanpa tersisa sedikit pun.

“O Bia Moloku! Ayo kemari!” seru sang mama.


“Ada apa, Mama?” tanya O Bia Moloku.
“Mana telur ikan pepayana yang ibu simpan di lemari ini?” tanya sang mama
dengan wajah cemas.
“Maaf Bu... ! Tadi O Bia Mokana menangis merengek-rengek ingin makan telur
ikan itu. Moloku tidak tega melihatnya menangis terus. Jadi, Moloku terpaksa
memberikan telur ikan itu kepadanya,” jawab O Bia Moloku dengan gugup.

Mendengar jawaban anak sulungnya, perempuan paruh baya itu bagai disambar petir. Sejenak,
ia tertegun dan sekujur tubuhnya menjadi gemetar. Ia merasakan ada firasat buruk terhadap
suaminya yang sedang mencari ikan di tengah laut.

Sejak menikah, ia selalu menjaga pesan suaminya. Sebab, ia percaya bahwa kebiasaan
menyimpan telur ikan pepayana tersebut benar-benar terbukti keampuhannya, suaminya tidak
pernah mendapat bencana saat pergi melaut walaupun dalam keadaan cuaca buruk.

“Baiklah, karena kalian tidak patuh kepada nasehat orangtua, maka terpaksa
Mama harus meninggalkan kalian!” ancam sang Mama.
“Maafkan kami, Mama! Jangan tinggalkan kami!” iba O Bia Moloku.
Sang mama tidak mau lagi mendengar perkataan anaknya. Ia segera berlari ke luar rumah
menuju ke arah pantai. Melihat mama-nya pergi, si bungsu pun menangis. O Bia Moloku segera
menggendong adiknya lalu mengejar mama mereka.

“Mama, kembalilah! Si bungsu menangis... Si Bungsu haus...!” teriak O Bia


Moloku.
“Peraslah daun katang! Di situ ada air susu,” jawab sang mama sambil terus
berlari.
Akhirnya, O Bia Moloku berhenti sejenak untuk memeras daun katang dan memberi minum adiknya.
Sementara itu, sang mama semakin jauh meninggalkan mereka. Setelah adiknya kenyang, O Bia
Moloku segera menggendongnya dan kembali mengejar mama mereka. Begitu mereka tiba di
pantai, sang mama sudah berdiri di depan sebuah batu besar.

“Mama, jangan tinggalkan kami! Kami berjanji tidak akan melanggar nasehat
Mama,” iba O Bia Moloku.
Namun, tekad sang mama untuk meninggalkan mereka tidak dapat lagi dicegah. Ia segera naik
di atas batu besar itu lalu berkata:

“Wahai, batu besar! Terbukalah agar aku bisa masuk ke dalammu!”

Sungguh ajaib, batu besar itu perlahan-lahan terbelah menjadi dua. Begitu batu besar itu
terbuka lebar, sang mama segera masuk ke dalamnya. Setelah itu, sang mama meminta kepada
batu itu agar tertutup kembali.
“Wahai, Batu Besar! Mengatuplah!” seru sang mama.

Mendengar perintah itu, batu besar itu pun mengatup kembali dengan sangat cepat tanpa
meninggalkan bekas celah atau retakan sedikit pun. Tak ayal lagi, istri Malaihollo itu pun
tertelan oleh batu besar itu. Melihat peristiwa tersebut, O Bio Moloku dan adiknya terus
menangisi kepergian mama mereka. Dan ayah mereka Malaihollo pun sejak saat itu tidak pernah
kembali dari melaut. Batu besar yang menelan istri Malaihollo tersebut kemudian dinamakan
Batu Belah. Hingga saat ini, Batu Belah masih ada di daerah Maluku Utara.

*****

Demikianlah dari Maluku Utara, Indonesia. Pesan


moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa seorang anak seperti O Bia Moloku
yang tidak mau mendengar nasehat orangtua akan mendatangkan malapateka baik bagi dirinya
maupun bagi keluarganya. Oleh karena O Bia Moloku tidak mendengar nasehat mama-nya, maka
sang mama pun menjadi murka dan pergi meninggalkan mereka.

Anda mungkin juga menyukai